• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Lembaga Negara Mahkamah Konstitu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Lembaga Negara Mahkamah Konstitu"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH LEMBAGA NEGARA

MAHKAMAH KONSTITUSI

Disusun Oleh:

Nama : Andri Mashudi Nim : 8111416079

Mata Kuliah : Hukum Tata Negara Dosen Pengampu : Dr. Martitah, M.Hum

FAKULTAS HUKUM

(2)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...i

DAFTAR ISI...ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... .1

1.2. Tujuan Dari Penulisan...2

1.3. Tujuan Penulisan...2

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Mahkamah Konstitusi...2

2.2. Kewenangan dan Hak Mahkamah Konstitusi...3

2.3. Tanggung Jawab Dan Dasar Pertimbangan Putusan MK...5

BAB III PENUTUP 3.1. Simpulan...6

3.2. Saran...6

DAFTAR PUSTAKA...7

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Sejarah berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi diawali dengan Perubahan Ketiga UUD 1945 dalam pasal 24 ayat (2), pasal 24C, dan pasal 7B yang disahkan pada 9 November 2001. Ssetelah disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945, maka dalam rangka menunggu pembentukan Mahkamah Konstitusi, MPR menetapkan Mahkamah Agung menjalankan fungsi MK untuk sebagaimana diatur dalam pasal III aturan peralihan UUD 1945 hasil perubahan Keempat. DPR dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan Undang-Undang tantang Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam , DPR dan Pemerintah menyetujui secara bersama Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang mahkamah Konstitusi pada 13 agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu. Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden mengambil sumpah jabatan para hakim konstitusi diistana Negara pada tanggal 16 agustus 2003. Ketua Mahkamah Konstitusi RI yang pertama adalah Prof. dr . jimli Asshiddiqie SH. Guru Besar hukum tata Negara Universitas Indonesia kelahiran 17 April 1956 ini terpilih pada rapat internal antara anggota hukum Mahkamah Konstitusi tanggal 19 Agustus 2003.

Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai salah satu lembaga penegak hukum di Indonesia telah menunjukkan perannya dalam mendorong dan melakukan pembaharuan hukum, peradilan, dan demokrasi di Indonesia. Keberadaan MK dengan segenap kewenangan yang dimiliki, memunculkan kebutuhan adanya lapangan hukum baru untuk menegakkan Hukum Tata Negara (HTN), yaitu Hukum Acara MK sebagai hukum formal (procedural law) yang memiliki fungsi sebagai publiekrechtelijke instrumentarium untuk menegakkan hukum materiil (handhaving van het materiele recht), yaitu hukum tata negara materiil (materiel staatrecht)

(4)

Balance” sebagai pengganti sistem supremasi parlemen yang berlaku pada sebelumnya.

Akibat dari perubahan tersebut, maka perlu diadakannya mekanisme untuk memutuskan sengketa kewenangan yang mungkin terjadi antara lembaga-lembaga yang mempunyai kedudukan sama atau bersifat sederajat, yang kewenanganya ditentukan dalam Undang-Undang Dasar.

1.2. TUJUAN DARI PENULISAN

Makalah yang dibuat ini untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Hukum Tata Negara serta agar ingin lebih megkaji dan memahami tentang Hukum Tata Negara, terutana pada bagian Lembaga Negara yaitu Mahkamah Konstitusi (MK).

1.3. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang dimaksud dengan Mahkamah Konstitusi ? 2. Apa saja Kewenangan dan Hak Mahkamah Konstitusi ?

3. Bagaimana Tanggung Jawab dan Dasar Pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi ?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai salah satu lembaga penegak hukum di Indonesia telah menunjukkan perannya dalam mendorong dan melakukan pembaharuan hukum, peradilan, dan demokrasi di Indonesia. Ada 3 nilai mendasar dari hukum yang harus ditegakkan, yaitu keadilan, kepastian, dan kemanfaatan, maka dalam setiap putusannya, MK memperhatikan dengan sungguh-sungguh ketiga dasar nilai hukum tersebut. Menurut MK, nilai keadilan yang ingin dicapai tidak semata-mata keadilan prosedural, yakni keadilan yang dicapai melalui pembacaan rumusan teks UU semata. Keadilan yang ingin ditegakkan MK adalah sebagai keadilan yang sesungguhnya, keadilan yang substansial, hakiki, serta diakui, dirasakan, dan hidup dalam masyarakat.

(5)

Tahun 1945. Permohonan yang diatur secara tertulis kepada Mahkamah Konstitusi adalah mengenai :

1. Pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diatur oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pembubaran partai politik.

4. Perselisihan tentang hasil pemilihan umum, atau pendapat DPR bahwa Presiden dan /Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan / atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2.2. KEWENANGAN DAN HAK MAHKAMAH KONSTITUSI

Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah :

1. Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusnya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum.

2. Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.

3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa :

(6)

c. Tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima ) tahun atau lebih

d. Perbuatan yang tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat Presiden dan /atau Wakil Presiden

e. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ Wakil Presiden adalah syarat sebagaimana ditentukan dalam pasal 6 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kewenangan Mahkamah konstitusi disepakati untuk ditentukan secara limitatif dalam undang-undang dasar. Kesepakatan ini mengandung makna penting, karena mahkamah konstitusi akan menilai konstitusionalitas dari suatu undang-undang atau sengketa antar lembaga negara yang kewenangannya ditentukan dalam undang-undang dasar, karena itu sumber kewenangan mahkamah konstitusi harus langsung dari undang-undang dasar.

Mahkamah Konstitusi mempunyai 4 (empat) kewenangan sebagaimana diatur dalam pasal 24 C ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945. Pasal 24 c ayat (1) menyebutkan secara eksplisit mengenai kewenangan tersebut, yaitu :

1. Menguji UU terhadap UUD.

2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD.

3. Memutus pembubaran partai politik.

4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Selanjutnya, kewajiban MK diatur dalam pasal 24 C ayat (2) UUD yang menyatakan “ Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.”

(7)

Pelaksanaan kewenangan MK tersebut kemudian diatur dalam UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK jo. UU No. 8 Tahun 2011, dan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) yang berfungsi sebagai pedoman beracara demi kelancaran pelaksanaan kewenangan konstitudional Mahkamah Konstitusi.

2.3. TANGGUNG JAWAB DAN DASAR PERTIMBANGAN PUTUSAN MK

Tanggung Jawab MK Diatur Dalam Pasal 12, 13 Ayat 1 Dan 2 Mengenai Tanggung Jawab Dan Akuntabilitas Yang Menyatakan : Mahkamah Konstitusi Bertanggung Jawab Mengatur Organisasi, Personalia, Administrasi, Dan Keuangan Sesuai Dengan Prinsip Pemerintahan Yang Baik Dan Bersih. (Pasal 12 UU No. 24 Tahun 2003). Dan Pasal 13 Ayat 1 Dan 2 Yang Berbunyi :

1. Mahkamah Konstitusi Wajib Mengumumkan Laporan Berkala Kepada Masyarakat Secara Terbuka Mengenai:

a. Permohonan Yang Terdaftar, Diperiksa, Dan Diputus; b. Pengelolaan Keuangan Dan Tugas Administrasi Lainnya.

2. Laporan Sebagaimana Dimaksud Pada Ayat (1) Dimuat Dalam Berita Berkala Yang Diterbitkan Oleh Mahkamah Konstitusi.

Dasar Pertimbangan Hakim MK dalam Membuat Putusan yang Bersifat Positive Legislative :

1. Putusan MK No. 102/PUU-VII/2009

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 102/PUU-VII/2009, telah memberikan ruang baru dalam pelaksanaan proses demokratisasi di Indonesia. Putusan yang memberikan kelonggaran pada prosedur administratif pelaksanaan Pemilu Presiden yang diadakan pada 8 Juli 2009, yaitu dengan diperbolehkannya penggunaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan paspor dalam proses pemilihan, telah sedikit banyak memberikan jaminan terhadap hak warganegara pada pelaksanaan pesta demokrasi tersebut. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 102/PUU-VII/2009, memiliki implikasi dalam bentuknya sebagai dasar argumentasi, yang berkaitan dengan sikap dan kebijaksanaan yang dilakukan oleh KPUD untuk menyelesaikan problematika Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang muncul.

2. Putusan MK No. 4/PUU-VII/2009

(8)

atau lebih jelas-jelas merugikan konstitusional pemohon yang setiap periodesasi ketatanegaraan dengan keadaan normal atau kondisi tertentu akan dilakukan pengisian jabatan tersebut, sehingga hak konstitusional pemohon dapat dipastikan dirugikan dengan adanya persyaratan tersebut. Dibuatnya putusan yang bersifat mengatur tersebut didasarkan pada pertimbangan hukum, filosofis dan sosiologis yang tidak terlepas dari penafsiran hukum. Hukum tidak hanya dilihat dari kacamata teks undang-undang belaka melainkan menghidupkan kemaslahatan dalam kontektualitasnya.

BAB III

PENUTUP

3.1.KESIMPULAN

Mahkamah Konstitusi (MK) lembaga negara yang baru diperkenalkan saat perubahan UUD 1945, digunakan untuk menjaga kemurnian konstitusi dengan kewenangan untuk menguji konstitusionalitas suatu UU terhadap UUD serta kewenangan lainnya yang terkait dengan fungsinya sebagai the guardian of the constitution, Dengan kewenangann MK untuk memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus sengketa pemilu, memutus pembubaran partai politik serta mengadili dan memutuskan pendapat DPR mengani usul pemberhentian presiden. Dalam hal ini seperti nampak lebih tinggi dibanding lembaga negara lainnya ketika memutus konstitusionalitas dari suatu ketentuan UU. Akan tetapi sesungguhnya dalam struktur ketatanegaran RI, posisi MK sejajar dengan lembaga negara yang lainnya dengan kewenangan yang secara limitatif diberikan oleh UUD.

3.2.SARAN

(9)

menempatkan UUD 1945, Undang-undang, yang mengkaji Undang-undang dengan UUD 1945. Agar maksud tersebut bisa dicanangkan maka hendaklah pemerintah seperti Presiden dan/ atau Wakil Presiden dan lainnya tidak melakukan hal-hal yang membuat kesalahan yang tidak bertanggung jawab karena Mahkamah Konstitusi akan menindak tegas terhadap apa kesalahan yang diperbuatnya.

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly, 2015, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Rajawali Pers.

Martitah, 2013, Mahkamah Konstitusi: Dari Negative Legislature ke Positive Legislature. Jakarta: Konstitusi Press.

Sadam Husin, Muhammad, 2010, Makalah Tentang Mahkamah Konstitusi, “ http://sadam-okey.blogspot.co.id/2011/12/makalah-tentang-mahkamah-konstitusi.html ” (diakses pada tanggal 18 April 2017)

Ruby Pranata, Jefri, 2014, Makalah Mahkamah Konstitusi, "

http://gendutporeper.blogspot.co.id/2014/04/makalah-tentang-mahkamah-konstitusi.html " (diakses pada tanggal 18 April 2017)

PUTUSAN

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 102/PUU-VII/2009 Putusan Mahkamah Konstitusi No. 4/PUU-VII/2009

Referensi

Dokumen terkait

Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam mendukung

Berdasarkan standar penyediaan dokumen rekam medis pelayanan rawat jalan adalah 10 menit, dan pelayanan dokumen rekam medis pelayanan rawat inap selama 15 menit (Depkes RI,

Dikarenakan masih besarnya permintaan akan batako serta peluang pasar dan prospek usaha batako yang begitu cerah, dengan permintaan sebesar 5.100.000 buah batako pertahun

[r]

3. Bandingkan sudut-sudut yang bersesuaian dari kedua segitiga tersebut. Bandingkan hasil yang kamu dapatkan dengan hasil yang diperoleh teman sebelahmu. Tuliskan kesimpulan

6.3.2 SISTEM INFORMASI DAN FASILITAS YANG DIGUNAKAN PERGURUAN TINGGI DALAM ADMINISTRASI (AKADEMIK DAN UMUM). •

Pengusul Program IbIKK :  Dosen dari Perguruan Tinggi S2, S3 dan Profesor guru besar  Tim pelaksana maksimal terdiri dari 4 empat pelaksana  Tidak merangkap sebagai

Buku metodologi penelitian pariwisata dan perhotelan ini memberikan pemahaman tentang konsep-konsep hakekat penelitian pariwisata dan perhotelan, tipe atau jenis penelitian, proses