• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH KINERJA DAN KEPUASAN KERJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH KINERJA DAN KEPUASAN KERJA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

KINERJA DAN KEPUASAN KERJA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Keperawatan

Disusun oleh:

Dita Islmiah (152121003) M. Sholihin (152121008)

Nurul Imam (152121014)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN STIKES WIDYA CIPTA HUSADA

KEPANJEN-MALANG 2018

KATA PENGANTAR

(2)

Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, maka saran dan kritik sangat kami nantikan dari para mahasiswa dan pengajar sehingga akan semakin memperbaiki makalah ini.

Akhir kata penyusun mengucapkan mohon maaf apabila ada kesalahan dan kami berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca.

Malang, 02 Maret 2018

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

(3)

bagi anggotanya atau pegawainya, dimana mereka melakukan pekerjaan secara maksimal dan produktif. Hal ini sudah barang tentu adanya perilaku individu dalam organisasi yang merupakan interaksi antara karakteristik individu dan karakteristik organisasi.

Perilaku organisasi merupakan suatu perilaku terapan yang dibangun atas sumbangan dari sejumlah disiplin perilkau, seperti yang menonjol psokologi, sosiologi, psikologi sosial, antropologi dan ilmu politik, sedangkan yang menyangkut kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan yang disumbangkan dalam psikologi. Selain itu diperluas juga yang mencangkup pembelajaran, persepsi, kepribadian, pelatihan, keefektifan kepemimpinan, kebutuhan dan kekuatan motivasi, proses pengambilan keputusan, penilaian kinerja, pengukuran sikap, teknik seleksi pegawai, desain pekerjaan dan stres kerja.

Manusia sebagai sumberdaya organisasi memiliki berbagai macam kebutuhan, yang apabila terpenuhi memberikan motivasi dan produktivitas kerja karyawan. Salah satu tantangan dalam mengelola sumberdaya manusia yang berkaitan dengan kebutuhan para karyawan adalah bagaimana menciptakan kondisi dan lingkungan kerja yang dapat memuaskan berbagai kebutuhan karyawan.

Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Ketika seorang merasakan kepuasan dalam bekerja tentunya ia akan berupa ya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Dengan demikian produktivitas dan hasil kerja pegawai akan meningkat secara optimal. Untuk mencapai tingkat kepuasan kerja yang maksimal dalam setiap pelaksanaan tugas audit, auditor kantor akuntan publik akan selalu menghadapi faktor-faktor yang diperkirakan dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Faktor-faktor tersebut dapat berupa konflik pekerjaan-keluarga. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai kepuasan kerja,stress, program konseling, dan juga berbagai bentuk tindakan pendisiplinan.

(4)

1.1.1. Tujuan Umum

1. Mahasiswa dapat memahami Tentang Kinerja dan Kepuasan Kerja.

2. Mahasiswa dapat mengetahui hubungan Kinerja dengan Kepuasan kerja.

3. Untuk memnuhi tugas mata kuliah menejemen Keperawatan.

1.1.2. Tujuan Khusus

1. Memahami pengertian Kinerja dan Kepuasan kerja ?

2. Mahasiswa dapat memahmi Faktor-faktor yang mempengarui kinerja ?

3. Memahami Kriteria, Penilaian, Pelayanan kinerja ?

4. Mahasiswa mengetahui pengertian Kepuasan Kerja?

5. Mahasiswa mengatahui factor-faktor yang mempengarui Kepuasan Kerja?

BAB II PEMBAHASAN A. Pengeritan Kinerja

Kinerja atau Performance adalah istilah yang populer di dalam

manajemen, yang mana istilah kinerja didefinisikan dengan istilah hasil kerja, prestasi kerja danperformance.

Bernardin dan Russel (dalam Ruky, 2002:15) memberikan pengertian atau kinerja sebagai berikut : “performance is defined as the record of

(5)

Menurut Gibson, dkk (2003: 355), job performance adalah hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan kinerja kefektifan kinerja lainnya.

Ilyas (1999: 99), kinerja adalah penampilan hasil kerja personil maupun dalam suatu organisasi. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil di dalam organisasi.

Payaman Simanjuntak (2005:1) yang mengemukakan kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk

meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut

1. Faktor-faktor yang mempengarui kinerja

Beberapa teori menerangkan tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja seorang baik sebagai individu atau sebagai individu yang ada dan bekerja dalam suatu lingkungan. Sebagai individu setiap orang mempunyai ciri dan karakteristik yang bersifat fisik maupun non fisik. Dan manusia yang berada dalam lingkungan maka keberadaan serta perilakunya tidak dapat dilepaskan dari lingkungan tempat tinggal maupun tempat kerjanya. Menurut Gibson yang dikutip oleh Ilyas (2001), secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang memengaruhi perilaku kerja dan kinerja, yaitu: variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut memengaruhi kelompok kerja yang pada akhirnya

memengaruhi kinerja personel. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas.

(6)

Variabel individu dikelompokkan pada sub-variabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografis. Sub-variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang memengaruhi perilaku dan kinerja individu. Variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu.

Variabel psikologik terdiri dari sub-variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987), banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Variabel psikologis seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang komplek dan sulit untuk diukur, juga menyatakan sukar mencapai kesepakatan tentang pengertian dari variabel tersebut, karena seorang individu masuk dan bergabung dalam organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang budaya dan keterampilan berbeda satu dengan yang lainnya.

Variabel organisasi, menurut Gibson (1987) berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu. Variabel organisasi digolongkan dalam sub-variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.

Menurut Kapolmen yang dikutip oleh Ilyas (2001), ada empat determinan utama dalam produktifitas organisasi termasuk didalamnya adalah prestasi kerja. Faktor determinan tersebut adalah lingkungan, karakteristik organisasi, karakteristik kerja dan karakteristik individu. Karakteristik kerja dan

(7)

prosedur seleksi tenaga kerja serta latihan dan program pengembangan akan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dari individu. Selanjutnya variabel karakteristik kerja yang meliputi penilaian pekerjaan akan meningkatkan motivasi individu untuk mencapai prestasi kerja yang tinggi.

Menurut Stoner yang dikutip oleh Adiono (2002), mengemukakan bahwa prestasi individu disamping dipengaruhi oleh motivasi dan pengetahuan juga dipengaruhi oleh faktor persepsi peran yaitu pemahaman individu tentang perilaku apa yang diperlukan untuk mencapai prestasi individu. Kemampuan (ability) menunjukkan kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan dan tugas.

Sedangkan menurut Notoatmodjo (2002), ada teori yang mengemukakan tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja yang disingkat menjadi “ACHIEVE” yang artinya Ability (kemampuan pembawaan), Capacity (kemampuan yang dapat dikembangkan), Help

(bantuan untuk terwujudnya kinerja), Incentive (insentif material maupun non material), Environment (lingkungan tempat kerja karyawan), Validity

(pedoman/petunjuk dan uraian kerja), dan Evaluation (adanya umpan balik hasil kerja).

Menurut Davies (1989) yang dikutip oleh Adiono (2002), juga

mengatakan bahwa faktor yang memengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Faktor kemampuan secara psikologik terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality, yang artinya karyawan yang memiliki diatas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan keterampilan dalam mengerjakan tugas sehari-hari maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan.

(8)

Dengan demikian orang yang tinggi motivasinya tetapi memiliki kemampuan yang rendah akan menghasilkan kinerja yang rendah, begitu pula orang yang berkemampuan tinggi tetapi rendah motivasinya. Motivasi

merupakan faktor penting dalam mendorong setiap karyawan untuk bekerja secara produktif, sehingga berdampak pada kinerja karyawan (Siagian, 1995).

2. Penilaian Kerja

Penilaian kinerja adalah suatu sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seseorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya dalam suatu organisasi melalui instrumen penilaian kinerja. Pada hakikatnya, penilaian kinerja merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja individu (personel) dengan membandingkan dengan standard baku penampilan.

Menurut Hall, penilaian kinerja merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai kualitas kerja personel dan usaha untuk memperbaiki kerja personel dalam organisasi. Menurut Certo, penilaian kinerja adalah proses penelusuran kegiatan pribadi personel pada masa tertentu dan menilai hasil karya yang ditampilkan terhadap pencapaian sasaran sistem manajemen (Ilyas, 2001).

3. Syarat Penilaian

Terdapat kurang lebih dua syarat utama yang diperlukan guna melakukan penilaian kinerja yang efektif, yaitu (1) adanya kriteria kinerja yang dapat diukur secara objektif; dan (2) adanya objektivitas dalam proses evaluasi (Gomes, 2003:136).

(9)

aspek lain dalam proses manajemen sumber daya manusia. Berdasarkan kegunaan tersebut, maka penilaian yang baik harus dilakukan secara formal berdasarkan serangkaian kriteria yang ditetapkan secara rasional serta diterapkan secara objektif serta didokumentasikan secara sistematik.

Dengan demikian, dalam melalukan penilaian atas prestasi kerja para pegawai harus terdapat interaksi positif dan kontinu antara para pejabat pimpinan dan bagian kepegawaian.

6. Kriteria Penilaian Relevansi

 Item Penilaian Harus Relevan dengan deskripsi dan spesifikasi jabatan yang diemban

 Penilaian tertuju pada tuntutan visi, misi dan nilai – nilai yang berlaku Sensitivitas

 Sistem penilaian harus dapat membedakan dengan jelas SDM yang berprestasi dan mana yang tidak

 Scores penilaian harus didefinisikan dengan jelas untuk setiap tingkatan atau katagori

Reliabilitas

 Hasil pengukuran harus valid dan dapat dipercaya

 Hasil penilaian harus dapat diandalkan sebagai dasar pengambilan keputusan baik bagi pemberi konpensasi maupun pengembangan Akseptabilitas

 Sistem penilaian harus dimenrti dan diterima baik oleh penilai maupun yang dinilai

Practicality

 Dapat diterapkan dengan mudah dengan resiko rendah dari kesalahan

7. Kinerja Pelayanan

Menelusuri arti pelayanan, Kotler (dalam Supranto, 1997:45) menyebutkan bahwa:”Pelayanan adalah setiap tindakan/kegiatan atau penampilan/manfaat yang ditawarkan oleh setiap pihak ke pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud, serta tidak menghasilkan kepemilikan terhadap sarana yang menghasilkan pelayanan tersebut.”

(10)

pegawai dalam menangani suatu persoalan. Masalah pelayanan pun sering dikaitkan dengan lokasi, jumlah produk jasa yang ditawarkan, serta

keuntungan yang akan didapat oleh pelanggan. Berkaitan dengan pelayanan yang diberikan oleh instansi pemerintah kepada masyarakat, pelayanan untuk masyarakat (umum) tidak terlepas dari masalah kepentingan umum, yang menjadi asal usul timbulnya pelayanan umum tersebut. Dengan kata lain, terdapat korelasi antara kepentingan umum dengan pelayanan umum. Namun sebelum berbicara mengenai pelayanan umum, perlu kiranya klarifikasi tentang pengertian “umum” itu sendiri. Dari berbagai studi telaahan, istilah umum dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata public yang pengertiannya cukup luas.

Shepherd dan Wilcox (dalam Saefullah, 1999:5) memberikan pengertian “The public is of course. The whole community, individuals, sharing

citizenship,responsibilities, and benefit”. Dalam hubungannya dengan pemerintahan, kata umum merupakan singkatan dari sebutan “masyarakat umum” yang memiliki pengertian sama dengan yang dikemukakan Shepherd dan Wilcox tersebut.

Menurut Saefullah (1999:5) “Pelayanan umum (public service) adalah pelayanan yang diberikan kepada masyarakat umum yang menjadi warga negara atau yang secara sah menjadi penduduk negara yang bersangkutan”. Sementara pengertian pelayanan umum menurut Lukman (2000:6) adalah “suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik”.

Pendapat lain tentang pengertian pelayanan dikemukakan oleh Pamudji (1994:21), yaitu “pelayanan publik adalah kegiatan pemerintahan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa”. Selanjutnya Kotler (dalam Supranto, 1997:46) mengatakan bahwa: “A service is any act or performance that one party can offer to another that is essentially intangible and does not result in the ownership of anything it’s production may or may not be tied to physical product”.

(11)

memberi pelayanan) dengan pihak lain (yang menerima pelayanan), tidak berwujud fisik akan tetapi dapat dirasakan, dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.

Dilihat dari prosesnya, terjadi interaksi antara yang memberi pelayanan dengan yang diberi pelayanan. Dalam hal umum atau pelayanan publik, pemerintah sebagai lembaga birokrasi mempunyai fungsi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, sedangkan masyarakat sebagai pihak yang memberikan mandat kepada pemerintah mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan dari pemerintah.

Hal yang paling rumit dari pelayanan adalah kualitasnya yang sangat dipengaruhi oleh harapan pelanggan, karena harapan pelanggan sangat bervariasi tergantung pada kondisi yang sedang dialaminya, seperti yang disampaikan oleh Olsen dan Wyckoff (dalam Zulian Yamit, 2001:22) bahwa : “Harapan pelanggan dapat bervariasi dari pelanggan satu dengan pelanggan yang lain walaupun pelayanan yang diberikan konsisten. Jadi, kualitas pelayanan adalah perbandingan antara harapan konsumen dengan kinerja pelayanan.”

Berdasarkan uraian tentang kinerja dan pelayanan sebagaimana

disampaikan di muka, selanjutnya dapat diberikan kesimpulan bahwa kinerja pelayanan pegawai merupakan tingkat keberhasilan pegawai dalam

melaksanakan tugas dan kemampuan untuk melayani pelanggan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sehingga diperoleh kepuasan bagi pemberi dan penerima pelayanan.

B. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda, seperti yang didefinisikan oleh Kreitner & Kinicki (2005), bahwa kepuasan kerja sebagai efektivitas atau respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Definisi ini

(12)

2000) mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, karakteristik individual, serta hubungan kelompok di luar pekerjaan itu sendiri. Handoko (2001) mengatakan bahwa kepuasan kerja sebagai respon emosional menunjukkan perasaan yang menyenangkan berkaitan dengan pandangan karyawan terhadap pekerjaannya.

Tiffin mengemukakan bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaan itu sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dan sesama pimpinan dan sesama karyawan. Locke dan Luthans berpendapat bahwa kepuasan kerja adalah perasaan pekerja atau karyawan yang berhubungan dengan pekerjaannya, yaitu merasa senang atau tidak senang, sebagai hasil penilaian individu yang bersangkutan terhadap pekerjaannya.

Herzberg di dalam teorinya Two Factors Theory mengatakan bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda serta kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak merupakan suatu variabel yang kontinyu. Berdasarkan penelitian yang ia lakukan, Herzberg membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu kelompok satisfiers dan kelompok dissatisfiers. Kelompok satisfiers atau motivator adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari achievement, recognition, work it self, responsibility and advancement.

Herzberg mengatakan bahwa hadirnya faktor ini dapat menimbulkan kepuasan, tetapi tidak hadirnya faktor ini tidaklah selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Sedangkan kelompok dissatisfiers ialah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan yang terdiri dari company policy and administration, supervision technical, salary, interpersonal relations, working conditions, job security dan status. Perbaikan terhadap kondisi atau situasi ini akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan karena ia bukan sumber kepuasan kerja.

(13)

memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Departemen personalia atau manajemen harus senantiasa memonitor kepuasan kerja, karena hal itu mempengaruhi tingkat absensi, perputaran tenaga kerja, semangat kerja, keluhan-keluhan, dan masalah-masalah personalia vital lainnya.

Fungsi personalia mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung pada kepuasan kerja karyawan. Fungsi personalia bisa membuat kontak langsung dengan para penyelia dan karyawan dengan berbagai cara untuk mempengaruhi mereka. Di samping itu, berbagai kebijaksanaan dan kegiatan personalia mempunyai dampak pada iklim organisasi. Iklim organisasional ini memberikan suatu lingkungan kerja yang menyenangkan atau tidak

menyenangkan bagi orang-orang dalam organisasi ; di mana hal itu selanjutnya akan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan.

Gambar 1. Pengaruh Fungsi Personalia pada Kepuasan Kerja

1) Fungsi Kepuasan Kerja

(14)

keputusan kerja tinggi tidak menjadi karyawan yang produktivitasnya tinggi, tetapi tetap hanya sebagai karyawan rata-rata. Kepuasan kerja itu sendiri, bukan merupakan suatu motivator kuat. Bagaimanapun juga, kepuasan kerja perlu untuk memelihara kaeyawan agar lebih tanggap terhadap lingkungan motivasional yang diciptakan.

Prestasi kerja lebih baik mengakibatkan penghargaan yang lebih tinggi. Bila penghargaan tersebut dirasakan adil dan memadai, maka kepuasan kerja karyawan akan meningkat karena mereka menerima penghargaan dalam proporsi yang sesuai dengan prestasi kerja mereka. Di lain pihak, bila penghargaan dipandang tidak mencukupi untuk suatu tingkat prestasi kerja mereka, ketidakpuasan kerja cenderung terjadi. Kondisi kepuasan atau ketidakpuasan kerja tersebut selanjutnya

menjadi umpan balik yang akan mempengaruhi prestasi kerja di waktu yang akan dating. Jadi, hubungan prestasi dan kepuasan kerja menjadi suatu system yang berlanjut (kontinyus).

Gambar 2. Hubungan antara Prestasi dan Kepuasan Kerja

Menurut Strauss dan Sayles, kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis, dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosinya tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Sedangkan karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran dan perputaran yang lebih baik, kurang aktif dalam kegiatan serikat karyawan, dan kadang-kadang berprestasi kerja lebih

(15)

baik daripada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Oleh karena itu, kepuasan kerja mempunyai arti penting baik bagi karyawan maupun perusahaan, terutama karena menciptakan keadaan positif di dalam lingkungan kerja perusahaan.

2) Kepuasan Kerja, Perputaran Karyawan dan Absensi

Meskipun hanya merupakan salah satu faktor dari banyak faktor pengaruh lainnya, kepuasan kerja mempengaruhi tingkat perputaran karyawan dan absensi. Perusahaan bisa mengharapkan bahwa bila kepuasan kerja meningkat, perputaran karyawan dan absensi menurun, atau sebaliknya. Kepuasan kerja yang lebih rendah biasanya akan mengakibatkan perputaran karyawan lebih tinggi. Mereka lebih mudah meninggalkan perusahaan dan mencari kesempatan di perusahaan lain. Hubungan serupa berlaku juga untuk absensi. Para karyawan yang kurang mendapatkan kepuasan kerja cenderung lebih sering absen. Mereka sering tidak merencanakan untuk absen, tetapi bila ada berbagai alas an untuk absen, untuk mereka lebih mudah menggunakan alasan-alasan tersebut.

Tinggi

Kepuasan

(16)

Perputaran Rendah

Rendah Tinggi

Perputaran dan Absensi

Gambar 3. Model Umum Hubungan antara Kepuasan Kerja dengan Perputaran Karyawan dan Absensi

3) Kepuasan Kerja, Umur dan Jenjang Pekerjaan

Semakin tua umur karyawan, mereka cenderung lebih

terpuaskan dengan pekerjaan-pekerjaan mereka. Ada sejumlah alasan yang melatarbelakangi kepuasan kerja mereka, seperti pengharapan-pengharapan yang lebih rendah dan penyesuaian-penyesuaian lebih baik terhadap situasi kerja karena mereka lebih berpengalaman. Para karyawan yang lebih muda, di lain pihak cenderung kurang terpuaskan, karena berbagai pengharapan yang lebih tinggi, kurang penyesuaian, dan penyebab-penyebab lainnya. Tentu saja ada pengecualian, tetapi banyak studi yang membuktikan bahwa kepuasan kerja yang tinggi dipengaruhi oleh umur. Hubungan umum ini ditunjukkan dalam gambar 4, di mana model hubungan tersebut tetap baik untuk karyawan pria maupun wanita, dan untuk manajer maupun karyawan.

Tinggi

Jenjang pekerjaan

Umur Kepuasan

(17)

Rendah

Rendah Tinggi

Umur dan Jenjang Pekerjaan

Gambar 4. Model Umum Hubungan antara Kepuasan Kerja dengan Umum dan Jenjang Pekerjaan

Gambar di atas menunjukkan bahwa orang-orang dengan jenjang pekerjaan yang lebih tinggi cenderung lebih mendapatkan kepuasan kerja. Mereka biasanya memperoleh kompensasi lebih baik, kondisi kerja lebih nyaman, dan pekerjaan-pekerjaan mereka

memungkinkan penggunaan segala kemampuan yang mereka punyai, sehingga mereka mempunyai alasan-alasan untuk lebih terpuaskan. Sebagai contoh, dalam praktek para karyawan trampil cenderung memperoleh kepuasan kerja lebih besar daripada para karyawan tidak trampil.

4) Besar Organisasi dan Kepuasan Kerja

Ukuran organisasi cenderung mempunyai hubungan secara berlawanan dengan kepuasan kerja. Semakin besar organisasi, kepuasan kerja cenderung turun secara moderat kecuali manajemen mengambil berbagai tindakan korektif. Tanpa tindakan koreksi, organisasi besar akan “menenggelamkan” orang-orangnya dan berbagai proses seperti partisipasi, komunikasi dan koordinasi kurang lancar. Karena

kekuasaan pengambilan keputusan terletak jauh dari para karyawan, mereka sering merasa kehilangan peranan. Di samping itu, lingkungan kerja yang terlalu besar juga menghapuskan berbagai elemen kedekatan pribadi, persahabatan dan “kehangatan” kelompok kerja kecil yang merupakan faktor penting kepuasan kerja karyawan.

(18)

antara besar organisasi dan kepuasan kerja, fungsi personalia dalam organisasi-organisasi besar mungkin mempunyai atau menghadapi kesulitan lebih berat untuk mempertahankan kepuasan kerja karyawan.

5) Respon terhadap Ketidakpuasan Kerja

Dalam suatu organisasi ketidakpuasan kerja dapat ditunjukan melalui berbagai cara, Robins and Judge (2009) menerangkan ada 4 respon yang berbeda satu sama lain dalam 2 dimensi yaitu

konstruktif/destruktif dan aktif/pasif, dengan penjelasan sebagai berikut :

a. Exit, Ketidakpuasan ditunjukkan melalui perilaku diarahkan pada meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan diri.

b. Voice, Ketidakpuasan ditunjukkan melalui usaha secara aktif dan konstruktif untuk memperbaiki keadaan, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan berbagai bentuk aktivitas perserikatan.

c. Loyalty , Ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif, tetapi optimistik dengan menunggu kondisi untuk memperbaiki, termasuk dengan berbicara bagi organisasi dihadapan kritik eksternal dan

mempercayai organisasi dan manajemen melakukan hal yang benar.

C. Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja akan dapat diketahui dengan melihat beberapa hal yang dapat menimbulkan dan mendorong kepuasan kerja yaitu:

(19)

2. Faktor Sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik sesama karyawan dengan atasan maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya.

3. Faktor Fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan

ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur dan sebagainya.

4. Faktor Finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistim dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan sebagainya.

C. HUBUNGAN KEPUASAN KERJA DENGAN KINERJA

Pernyataan Vroom mengandung petunjuk mengapa kepuasan kerja dan kinerja saling berkaitan meskipun kenyataan bahwa keduanya disebabkan oleh hal yang berbeda. Bahkan Robbins (2007) menyatakan bahwa hubungan antara keduanya lebih tepat disebut ”mitos manajemen” dan sulit untuk menetapkan ke arah mana hubungan sebab akibat di antara keduanya. Namun dari berbagai penelitian ditemukan bukti bahwa organisasi yang memiliki karyawan yang lebih puas cenderung lebih efektif dibandingkan organisasi yang memiliki karyawan yang kurang puas.

(20)

Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa :

1. Kinerja menyebabkan reward (ekstrinsik dan intrinsik). Reward ekstrinsik seperti gaji, promosi, status dan jaminan sedangkan reward intrinsik bisa berbentuk aktualisasi diri, pengakuan, andil dalam pengambilan keputusan dll.

2. Hubungan antara reward dengan kepuasan ini selanjutnya dimoderasi oleh persepsi atas reward yang adil. Artinya, ketika seseorang merasa bahwa reward yang diberikan tidak adil (tidak sebanding) dengan kinerja yang ditunjukkanya maka kepuasan akan cenderung lemah, dan sebaliknya, jika seseorang merasa bahwa reward yang diberikan sebanding (adil) dengan kinerja yang ditunjukkanya maka ia akan cenderung puas.

3. dengan demikian, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah dan banyaknya reward seperti apa yang dianggap wajar oleh karyawan. Artinya, meskipun reward yang diterima kecil namun karyawan merasa bahwa reward tersebut wajar dengan kerjanya maka kepuasan akan tetap

Persepsi Reward yang adil

Kepuasan Reward

Ekstrinsik Kinerja

(Penyelesaian) Reward

(21)

terjaga. Model pengukuran kepuasan seperti ini dapat menggunakan kalimat ”berapa banyak sekarang ??” dan ”seharusnya berapa ??”.

Misalnya ada pertanyaan seperti ini :

(a) berapa penghasilan total yang anda terima sekarang ?? ………

(b) hendaknya berapa banyak ? ………..

Semakin lebar jarak antara ”kondisi sekarang” dengan ”hendaknya berapa” banyak maka semakin besar ketidakpuasan.

Misal :

Pada pertanyaan pertama karyawan menjawab Rp. 1000.000

Pada pertanyaan kedua karyawan menjawab Rp. 1.500.000

Selisih keduanya adalah Rp. 500.000 merupakan ukuran operasional atas kepuasan kebutuhan akan reward. Sehingga dapat dinyatakan bahwa

ketidakpuasan (yang merupakan persepsi karyawan atas keadilan / kewajaran reward yang diterima) adalah sebesar Rp. 500.000

Berbeda jika kondisinya seperti ini.

Pada pertanyaan pertama karyawan menjawab Rp. 1000.000 Pada pertanyaan kedua karyawan menjawab Rp. 1.000.000

Artinya seimbang dan adil. Selisih nol memperlihatkan bahwa ketidakpuasan adalah 0.

BAB III PENUTUP 3.1.Kesimpulan

Kinerja atau Performance adalah istilah yang populer di dalam

manajemen, yang mana istilah kinerja didefinisikan dengan istilah hasil kerja, prestasi kerja danperformance.

(22)

produced on a specified job function or activity during time period. Prestasi atau kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu.

Menurut Gibson, dkk (2003: 355), job performance adalah hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan kinerja kefektifan kinerja lainnya.

Ilyas (1999: 99), kinerja adalah penampilan hasil kerja personil maupun dalam suatu organisasi. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil di dalam organisasi.

Payaman Simanjuntak (2005:1) yang mengemukakan kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut

Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka.Kepuasan kerja mempunyai hubungan dengan prestasi karyawan, perputaran karyawan, absensi karyawan, umur karyawan, jenjang pekerjaan, serta besarnya suatu organisasi.Respon terhadap ketidakpuasan kerja ditunjukkan dengan berbagai cara seperti exit, voice, loyalty, dan neglect.

3.2. Saran

(23)

Alfaidah, Fitria. 2007. Pengaruh Kepuasan Kerja Karyawan terhadap

Produktivitas Kerja pada Koperasi Agro Niaga Jabung Malang. Malang: Fakultas Ekonomi UIN Malang.

Hani, Handoko T. 2010. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia Edisi Kedua. Yogyakarta : BPFE.

Inayatullah, H. Makalah Kepuasan Kerja Memacu Prestasi Kerja.

Robbins, S.P., and T.A., Judge. 2009. Organizational Behaviour. United State America New York: Pearson Prentice Hall.

http://cinusian.blogspot.com/2011/01/konsep-kinerja.html

http://sarjanaku.com/2012/06/pengertian-kinerja-definisi-teori.html http://scribd.com/doc/94208774/kinerja

Gambar

Gambar 1. Pengaruh Fungsi Personalia pada Kepuasan KerjaKebijaksanaan Kebijaksanaan dan praktek
Gambar 2. Hubungan antara Prestasi dan Kepuasan Kerjapenghargaa

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Hasibuan (2003:95) dalam penelitian Utomo (2010) faktor-faktor kepuasan kerja yang secara khusus mempengaruhi kinerja karyawan seperti komponen upah atau

Merujuk pada berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan dalam rangka peningkatan kinerjanya adalah:

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pada dasarnya dapat menjadi dua bagian yaitu faktor intrinsik atau faktor yang berasal dari dalam diri karyawan itu sendiri

Menurut Hasibuan (2003:95) dalam penelitian Utomo (2010) faktor-faktor kepuasan kerja yang secara khusus mempengaruhi kinerja karyawan seperti komponen upah atau

Ternyata masih banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi kinerja perawat tenaga PNS pada Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Rokan Hulu, sebab kepuasan kerja

Sebagai perusahaan produksi tentu perusahaan mengharapkan hasil produksi bisa masuk target, permasalahan dalam perusahaan ini adalah absensi karyawan yang tinggi

Oleh karena itu perlu untuk diteliti faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan, dimana dalam penelitian ini dibatasi pada faktor kompensasi, kepuasan kerja dan

2.1.2 Faktor-Faktor Kepuasan Kerja Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan pada dasarnya secara praktis dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor