• Tidak ada hasil yang ditemukan

SOSIOLOGI HUKUM HAM dalam Perspektif Sos

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SOSIOLOGI HUKUM HAM dalam Perspektif Sos"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

SOSIOLOGI HUKUM

“HAM dalam Perspektif Sosiologi Hukum”

Ditulis Oleh Kelompok 2:

Widia Kusuma Wardani

Fitdya Rizky

Sari Zulyanisa

Sri Wahyuni

Jefri

Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau

Pekanbaru 2016

Dosen Pembimbing Indra Primahardani, S.H, M.H Tugas Kelompok

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi taufiq dan hidayah-Nya sehingga tugas Makala ini yang berjudul “HAM dalam Perspektif Sosiologi Hukum“ ini dapat terselesaikan tanpa suatu halangan dan rintangan yang cukup berarti.

Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membimbing kita dari jalan kegelapan menuju jalan Islami.

Tak lupa pula penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah bersusah payah membantu hingga terselesaikannya penulisan makalah ini. Semoga semua bantuan dicatat sebagai amal sholeh di hadapan Allah SWT.

Penulis menyadari walaupun telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyusun tugas sederhana ini, tetapi masih banyak kekurangan yang ada didalamnya. Oleh karena itu, segenap kritik dan saran sangat penyusun harapkan demi perbaikan tugas ini. Penyusun berharap tugas ini akan dapat bermanfaat bagi semua pembaca. Amin.

Pekanbaru, 24 Oktober 2016

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

2.1 Hukum dan Masyarakat dalam Konteks Hak Asasi Manusia...3

(4)

3.1 Kesimpulan ... 24

DAFTAR PUSTAKA

(5)

BAB I PENDAHUKUAM

1.1 Latar Belakang

Hak Asasi Manusia atau yang biasa kita sebut dengan istilah HAM

merupakan hak mendasar yang dimiliki manusia sejak ia lahir. Oleh karena itu,

dapat dipahami bahwa hak asasi manusia itu ada beberapa jenis yang melekat

pada diri manusia sejak dalam kandungan sampai liang lahat. Ia merupakan

anugerah Tuhan Yang Maha Esa, memberi manusia kemampuan memebedakan

yang baik dengan yang buruk (akal budi). Ide mengenai hak asasi manusia secara

hukum ketatanegaraan diperkirakan muncul pada abad ke-17 dan ke-18 Masehi.

Hal itu terjadi sebagai reaksi terhadap organisasi dan kediktatoran raja-raja dan

kaum feodal terhadap rakyat yang mereka perintah atau manusia yang mereka

pekerjakan di zaman itu. Orang sering kurang mengetahui dan menyadari bahwa

HAM mempunyai hubungan yang erat dengan wibawa hukum. Pemunculan,

perumusan dan institusionalisasi Hak Asasi Manusia (HAM) memang tak dapat

dilepaskan dari lingkungan sosial atau habitatnya, yaitu tidak lain masyarakat itu

sendiri di mana HAM itu dikembangkan.

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana hukum dan marsyarakat dalam konteks hak asasi manusia?

b. Bagaimana korelasi antara hak asasi manusia dan wibawa hukum?

(6)

d. Apasaja contoh kasus pelanggaran ham?

1.3 Tujuan

a. Agar kita mengetahui bagaimana hukum dan marsyarakat dalam konteks

hak asasi manusia.

b. Agar kita memahami bagaimana korelasi antara hak asasi manusia dan

wibawa hukum.

c. Agar kita mengetahui bagaimana ham dalam persepektif sosiologi hukum.

d. Agar kita mengetahui apasaja contoh kasus pelanggaran ham.

(7)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Hukum dan Marsyarakat dalam Konteks Hak Asasi Manusia 2.1.1 Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)

Hak Asasi Manusia (HAM) menurut pasal 1 ayat (1) Undang-undang

Nomor 39 Tahun 1999 adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan

keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan

anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,

hukum dan pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan

harkat dan martabat manusia. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa hak asasi

manusia itu ada beberapa jenis yang melekat pada diri manusia sejak dalam

kandungan sampai liang lahat. Ia merupakan anugerah Tuhan Ynag Maha Esa,

memberi manusia kemampuan memebedakan yang baik dengan yang buruk (akal

budi). Akal budi itu membimbing manusia menjalankan kehidupannya. Hak-hak

yang melekat kepada manusia dimaksud diberikan langsung oleh Tuhan Yang

Maha Pencipta (hak-hak yang bersifat kodrati). Oleh karenanya tidak ada

kekuasaan apa pun di dunia yang dapat mencabutnya. Meskipun demikian bukan

berarti manusia dengan hak-haknya itu dapat berbuat semau-maunya. Sebab

apabila seseorang melakukan sesuatu yang dapat dikategoikan memperkosa hak

asasi orang lain, maka ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Oleh

(8)

fundamental, yaitu hak persamaan dan hak kebebasan. Dari kedua hak dasar inilah

lahir HAM yang lainnnya.

Hak asasi manusia dimaksud di Indonesia diatur melalui Undang-undang

Dasar 1945, baik dalam pembukaan maupun dalam batang tubuhnya. Namun

secra khusus, hak asasi manusia (HAM) diatur dalam Undang-undang Nomor 39

Tahun 1999. Oleh karena itu, perbuatan-perbuatan seseorang atau kelompok,

termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang

secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan/ atau mencabut

hak asasi manusia baik seseorang atau kelompok yang dijamin oleh

undang-undang dimaksud (Undang-undang-undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 39

Tahun 1999) akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar

berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Pelanggaran hak asasi manusia yang demikian, disebut pelanggaran hak

asai manusia yang ringan. Lain halnya pelaggaran hak asasi manusia yang berat,

yaitu pembunuhan massal, pembunuhan sewenang-wenang atau diluar putusan

pengadilan, penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, perbudakan, atau

diskriminasi yang dilakukan secara sistematis.

Berdasarkan hal tersebut, dibentuklah KOMNAS HAM atau suatu

lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya

yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan,

atau mediasi hak asassi manusia yang bertujan untuk: (1) mengembangkan

kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan

pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan Amandemenya, dan Piagam

(9)

Perserikatan Bangsa-bangsa, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Mnusia, (2)

meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna

berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan

berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.

2.1.2 Ruang Lingkup Hak Asasi Manusia (HAM)

Hak asasi manusia yang diuraikan di atas mempunyai ruang lingkup yang

luas dan mencakup berbagai aspek kehidupan. Hal itu diungkapkan sebagai

berikut:

1. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,

martabat, dan hak miliknya.

2. Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai menusia pribadi

dimana saja ia berada.

3. Setiap orang berhak atas ras aman dan tenteram serta perlindungan terhadap

ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

4. Setiap orang tidak boleh diganggu yang merupakan hak yang berkaitan

dengan kehidupan pribadi di dalam tempat kediamannya.

5. Setiap orang berhak atas kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan

komunikasi melalui sarana elektronik tidak boleh diganggu, kecuali atas

perintah hakim atau kekuasaaan lain yang sah sesuai dengan undang-undang.

6. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau

perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, penghilangan paksa dan

(10)

7. Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditekan, disiksa, dikucilkan, diasingkan,

atau dibuang secara sewenang-wenang.

8. Setiap orang berhak hidup dalam tatanan masyarakat dan kenegaraan yang

damai, aman dan tenteram, yang menghormati, melindungi dan melaksanakan

sepenuhnya hak asasi manusia dan kewajiban dasar mansuia sebagimana

diatur dalam undang-undang.

Berdasarkan pengertian dan ruang lingkup hak asasi manusia tersebut,

dapat diketahui dan dipahami bahwa dinegara republik Indonesia yang berdasar

atas hukum, amat dihormati dan dijunjung tinggi hak asasi manusia sehingga

dalam Garis-Garis Besar Haluan Negar (GBHN) tahun 1999-2004 diungkapakan:

(1) meningkatkan pemahaman dan penyadaran, serta meningkatkan perlindungan,

penghormatan, dan penegakan hak asasi manusia dalam seluruh aspek kehidupan,

dan (2) menyelesaikan berbagai proses peradilan terhadap pelanggaran hukum dan

hak asasi manusia yang belum ditangani secara tuntas.

Selain pengertian dan ruang lingkup hak asasi manusia yang diuaraikan

diatas, perlu dikemukakan kewajiban dasar manusia. Kewajiban dasar dimaksud,

adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak

memungkinkan terlaksana dan tegaknya Hak Asasi Manusia. Dalam Declaration

of Human Rights Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak tercantum adanya kewajiban

Dasar Manusia. Akan tetapi, kewajiban dasar tersebut lahir dalam

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yakni pada Bab IV

Pasal 67 sampai Pasal 70.

(11)

2.1.3 Latar Belakang Hak Asasi Manusia

Ide mengenai hak asasi manusia secara hukum ketatanegaraan

diperkirakan muncul pada abad ke-17 dan ke-18 Masehi. Hal itu terjadi sebagai

reaksi terhadap organisasi dan kediktatoran raja-raja dan kaum feodal terhadap

rakyat yang mereka perintah atau manusia yang mereka pekerjakan di zaman itu.

Masyarakat manusia dizaman dimaksud, terdiri dari dua lapisan besar, yaitu (1)

lapisan atas (minoritas) sebagai yang mempunyai sejumlah hak terhadap lapisan

bawah (mayoritas) sebagai kelompok yang diperintah; dan (2) lapisan bawah yang

mayoritas mempunyai sejumlah kewajiban-kewajiban terhadap lapisan minoritas

yang menguasainya. Lapisan masyarakat yang disebutkan terakhir itu tidak

mempunyai hal-hak terhadap lapisan minoritas, melainkan mempunyai sejumlah

kewajiban, bahkan diperlukan dengan sewenang-wenang oleh pihak yang

berkuasa terhadap diri mereka. Mereka diperlakukan sebagai budak yang dimiliki.

Pemilik dapat berbuat sekehendak hatinya terhadap apa yang dimilikinya.

Keadaan masyarakat tersebut menimbulkan ide supaya lapisan bawah

yang mayoritas itu diperlakukan sebagai manusia juga, diangkat derajatnya, dari

tidak punya hak menjadi memiliki hak yang sama dengan masyarakat lapisan

atas. Akhirnya, terwujud ide persamaan, persaudaraaan, dan kebebasan yang

ditonjolkan oleh Revolosi Prancis pada akhir abad ke-18. Semua manusia adalah

sama, tidak ada budak yang dimiliki, melainkan semua manusia merdeka dan

bersaudara.

Kalau demikian halnya yang menjadi asas Revolusi Prancis, maka dapat

(12)

mempunyai ajaran kemahaesaan Allah. Tauhid, yang dengan kuat dipegang oleh

ajaran agama islam, mengandung arti: hanya ada satu Pencipta bagi alam

semesta.

2.1.4 Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)

Pembicaraan mengenai hak asasi manusia (HAM) dan pelanggarannya

sudah kurang lebih dari setengah abad yang lampau terjadi dan masih menjadi

topik yang aktual beberapa abad yang akan datang, terutama di negara yang

berdasar atas hukum dinegara Republik Indonesia. Oleh karena itu, bila Presiden

keempat (K.H. Abd. Rahman Wahid) mengklasifikasikan perhatian bangsa

Indonesia terhadap HAM menjadi; pejuang, yang membantu perjuangan dan

penonton.1 Maka penulis cenderung membagi kedalam empat kategori, yaitu (1)

mereka yang memahami pengertian dan makna HAM bagi eksistensi dan

pemberdayaan manusia yang sejalan dengan eksistensi hak-hak Pencipta manusia,

(2) mereka yang memahami pengertian dan makna HAM bagi eksistensi dan

peberdayaan manusia, tetapi tidak mempedulikan hak-hak pencipta manusia, (3)

mereka yang memahami pengertian dan makna HAM bagi eksistensi dan

pemberdayaan manusia tetapi keliru pemahamannya, dan (4) mereka yang

mencoba memahami HAM, tetapi masa bodoh terhadap HAM termasuk mereka

yang ikut-ikutan (mencari popularitas) dalam HAM. Namun, bagi bangsa

Indonesia sampai saat ini (2003), perjuangan untuk memajukan dan melindungi

HAM masih dalam proses yang panjang. Dalam tahap awal, perjuangan tersebut

masih merupkan akomodasi politik. Pemahaman terhadap HAM pada tahap

8

_______________

1) Romli Atmasasmita, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia & Penegakan Hukum,

(13)

berikut adalah meletakkan landasan peraturan perundang-undangan untuk

memperkuat perjuangan tersebut, antara lain diundangkannya Undang-undang RI

Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000

tentang Pengadilan HAM, dan Keppres RI Nomor 30 Tahun 1993 tentang

KOMNAS HAM.2

Pemahaman HAM pada tingkat elite politik, lingkungan Perguruan Tinggi

dan Lembaga Swadaya Masyarakat masih pada tahap awal dan terkadang pada

tahap ini pun masih saja ada ketidak jujuran demi kepentingan politik kelompok

tertentu. Bahkan, ada orang yang mengaku sudah memahami, akan tetapi terbukti

baru mulai membaca satu sampai empat buku mengenai HAM. Selain itu, ada

yang mengaku sudah melaksanakan HAM, akan tetapi terbukti tidak

mengindahkan hak asasi seorang pembantu rumah tangga atau penjaga kantor

(satpam). Budaya feodalisme dalam pemahaman negatif sebagian masyarakat

Indonesia merupakan ganjalan untuk mencerna dan memahami HAM secara utuh

dan benar, terutama dikalangan pejabat birookrasi.3 Kita sudah mempunyai

anggota dewan yang reformis, baik di tingkat pusat (DPR) maupun didaerah

(DPRD); sudah tentu dengan sejumlah harapan dapat proaktif dalam pemajuan

dan perlindungan HAM.

Penyelidikan terhadap pelanggaran HAM semula diniatkan untuk

mencegah campur tangan PBB dan ternyata kemudian malah mengundang campur

tangan PBB secara terbuka antara pihak yang diselidiki dengan pihak yang

melakukan penyelidikan. Oleh karena itu, kekurangan pengetahuan terhadap suatu

(14)

melahirkan pemahaman yang kontroversial. Hal itu akan melahirkan

ketidakbermaknaan pendidikan hukum dan politik di negara Republik Indonesia.

Saat ini di Indonesia terkadang sulit bagi setiap orang bertanya kepada

orang yang tepat, atau memang orang yang dianggap tepat untuk berbicara sudah

memudar kejujurannya untuk mengatakan bahwa yang benar itu benar dan salah

itu adalah salah. Memang betul bahwa lidah itu tidak bertulang, dan yang paling

berbahaya adalah lidah penegak hukum dan aparatur hukum yang pandai bersilat

lidah yang kemudian melakukan praktik dagang hukum sehingga dapat

menyesatkan jutaan rakyat di negara ini yang memang belum dapat diberdayakan

secara optimal sampai saat ini.

Esensi pelanggaran HAM bukan semata-mata pelanggaran terhadap

peraturan perundang-undangan hak asasi manusia yang berlaku, melainkan

degradasi terhadap kemanusiaan yang merendahkan martabat dan derajat manusia

menjadi serendah binatang. Oleh karena itu, pelanggaran HAM tidak selalu

identik dengan pelanggran hukum pidana dan terlebih lagi dalam setiap

pelanggran HAM terdapat unsur perencanaan, dilakukan secara sistematik dengan

cara tertentu yang lebih banyak bersifat kolektif, baik berdasarkan agama, ernis,

atau ras tertentu. Keempat unsur pokok dari dari pelanggaran HAM dimaksud,

harus dapat dibuktikan di dalam sidang pengadilan. Sedangkan unsur kelima

(objek tertentu) tidak selalu harus bersifat kolektif karena pelanggran HAM

termasuk pula yang dilaksanakan secara perorangan.

(15)

2.1.5 Konseptual Persamaan Hak dan Kewajiban di Hadapan Hukum di Indonesia

Persamaan dihadapan hukum bagi setiap warga negara di Indonesia

merupakan cita hukum (rechtsidee) dalam mewujudkan keadilan di satu pihak dan

dilain pihak sebagai sistem norma hukum. Persamaan di maksud, dalam UUD

1945, dirumuskan dalam pasal 27 ayat (1) sebagai berikut.

“segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan

pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”, penjelasan tentang pasal 27 itu

berbunyi “pasal ini mengenai hak-haknya warga negara”.

Pasal-pasal, baik yang hanya mengenai warga negara maupun yang mengenai

seluruh penduduk, memuat hasrat bangsa Indonesia untuk membangun negara

yangbersifat demokratis dan yanghendak menyelenggarakan keadilan sosial dan

perikemanusiaan.

Berdasarkan uraian-uraian mengenai HAM di atas, perlu dikemukakan

beberapahal sebagai berikut;

1) Persamaan dihadapan hukum dalam teori dan praktik ketatanegaraan di

Indonesia, disatu pihak (praktik ketatanegaraan) mencerminkan sosial politik

yang cenderung menempatkan lain-lainnya, termasuk hukum sebagai alatnya

dan oleh karena itu berada dalm subordinasinya. Dipihak lain (secara teoritis)

menurut UUD 1945, hukumlah yang memimpin semua program kehidupan

rakyat Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara termasuk

(16)

2) Masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang pernah lama dijajah oleh

bangsa lain sebaiknya meninggalkan praktik-praktik yang mencerminkan

bahwa “hukum itu sebagai alat penguasa untuk memerintah rakyat yang

dikuasainya”. Dengan demikian, tercermin law is morality dan law is right,

bahkan mungkin dapat ditafsirkan melalui sila pertama Pncasiila religion is

law.

2.2 Hak Asasi Manusia dan Wibawa Hukum

Dalam rapat kerja nasional 1 Mahkamah Agung (MA) dengan jajaran

pengedilan se-Indonesia menegaskan bahwa penegakan hukum mutlak akan

mengembalikan wibawa hukum. Wibawa dimaksud, hanya dapat dilakukan oleh

jajaran pengadilan. Selain itu, wibawa hukum diperlukan pula untuk penegakan

hak asasi manusia (HAM).

Orang sering kurang mengetahui dan menyadari bahwa HAM mempunyai

hubungan yang erat dengan wibawa hukum. Kekhilafan ini tampak dari

kenyataan, bahwa jarang sekali orang memperbincangkan kedua masalah ini

bersamaan. Padahal HAM dan wibawa hukum merupakan dua sejoli atau dua sisi

mata uang, yang satu sisi tidak dapat dipisahkan dengan yang lainnya.

Charles Himawan mengungkapkan bahwa dinegara berkembang baik yang sudah tergolong dalam kelompok Newly Industrialized Countries (NIC)

maupun yang masih tergolong sebagai Less Developed Countries (LDC), hubungan antara HAM dengan wibawa hukum seringkali dilupakan. Demikian yang diungkapan oleh masyarakat yang mendiami beberapa negara maju (Developed Countries). Mungkin ini yang merupkan salah satu sebab mengapa Amnesti Internasional misalnya, menempatkan pengadilan ang adil sebagai salah satu objek kerjanya.4

12

_______________

(17)

Apabila kita bermain dengan kata-kata, istilah Indonesia adalah superior.

Sebab, kata pengadilan itu sendiri sudah mengandung unsur adil. Namun, untuk

menerjemahkan kata yang dimaksud, dalam kehidupan sehari-hari kita masih

inferior. Sebenarnya, Indonesia saat ini mempunyai peluang untuk mengurangi

sifat inferior itu berdasarkan alasan sebagai berikut.

Pertama, mayoritas anggota Komnas HAM mempnyai latar belakang

pendidikan hukum sehingga tidak ada kesulitan bagi Komnas HAM untuk masuk

kebidang hukum dalam usahanya untuk memantapkan penegakan HAM. Singkat

kata, komposisi akeanggotaan Komnas HAM sudah mencerminkan [entingnya

hukum sebagai media untuk memantapkan penegakan HAM. Penggunaan hukum

sebagai media merupakan suatu hal yang wajar karena negara Republik Indonesia

adalah negara yng berdasarkan atas hukum.

Kedua, beberapa anggota komnas HAM sendiri adalah mantan hakim,

jaksa dan pengacarasehingga mereka pasti dapat memberikan masukan keada

komnas HAM tentang langkah-langkah terbaik yang perlu ditempuh untuk

mengembalikan wibawa hukum. Hakim, jaksa, dan pengecara adalah tokoh

terpenting untuk menjaga wibawa hukum di dalam arena badan peradilan.

Merosotnya wibawa hukum masih dapat ditolerir bila hal itu teradi diluar

arena badan peradilan. Misalnya dibidang perizinan, dari izin kawin sampai izin

ke pendirian perusahaan. Pelecehan hukum yang terjadi diluar badan peradilan

masih dapat dimengerti, karena pada akhirnya pelecehan hukum itu akan dapat

diperbaiki oleh badan peradilan. Lain halnya bila pelecehan hukum itu lahir

(18)

ia anggota Komnas HAM maupun bukan anggota, untuk mengembalikan wibawa

hukum. Kesukara dimaksud, tentu tambah rumit bila pelecahan hukum itu terjadi

di suatu negara hukum. Dalam negara absolut, kalau dijumpai raja yang bijak

seperti raja Salomon (973-933M), misalnya ketika dihadapi kasus penyebalihan

bayi menjadi dua, maka pelecehan hukum masih data diperbaiki oleh raja. Contoh

dimaksud, bila dibandingkan di Indonesia (Di Kota Kendari Sulawesi Tenggara)

seluruh anggota DPRD kota Kendari ditahan oleh kejaksaan dirumah tahanan

(Rutan). Hal itu dilakukan oleh jaksa karenadiduga korupsi dana rutin dewan

APBD 2003-2004.

Ketiga, masyarakat sendiri telah lama menyadari, bahwa didalam

menegakan berbagai fair trial, memang tampak tegas unsur trial nya masih

inferior. Singkat kata masyarakat telah lama menyadari, bahwa hukum di

Indonesia kurang berwibawa. Hal ini tercermin misalnya, dari petistiwa terdakwa

melempar sepatu kepada hakim dan eristiwa kipas-kipas uang dipengadilan

beberapa waktu yang lalu. Tambah lagi kalau peristiwa pelemparan sepatu dan

kipas-kipas uang “diperhebat” dengan perkelahian diantara hakim. Petistiwa

semacam itu, tidak akan terjadi bila wibawa hukum cukup tinggi. Sebab, yang

terpenting bagi kita semua adalah kenyataan bahwa kesadaran masyarakat tentang

merosotnya wibawa hukum ini telah diangkat oleh ketua Mahkamah Agung.

Mahkamah Agung adalah benteng terakhir untuk menjaga merosotnya wibawa

hukum, dan bila benteng terakhir ini sudah dapat mengangkat kesadaran

masyarakat bersangkutan, maka kita semua dapat berbesar hati. Bahwa peluang

untuk memantapkan kembali wibawa hukum tidaklah terlalu sukar.

(19)

2.3 HAM Dalam Persepektif Sosiologi Hukum

Pemunculan, perumusan dan institusionalisasi Hak Asasi Manusia (HAM)

memang tak dapat dilepaskan dari lingkungan sosial atau habitatnya, yaitu tidak

lain masyarakat itu sendiri di mana HAM itu dikembangkan. Terjadi semacam

korespondensi antara HAM dan perkembangan masyarakat. Kita juga dapat

mengatakan, bahwa HAM itu memiliki watak sosial dan struktur sosial sendiri.

“institusi dalam masyarakat berkorespondensi dan berkelindang dengan

lingkungan sosialnya”. Oleh karena itu kehadiran suatu institusi ingin dijelaskan

dari konteks sosial dan historisnya.

Kita coba melacak HAM dari segi perkembangan historisnya dan meneliti

dalam konteks sosial yanga bagaimana ia muncul. Dokumen-dokumen paling

awal yang memasuki HAM adalah Bill of Rights (Inggris, 1688), Declaration of

the Rights of Man and of the Citizen (Prancis, 1789), dan Bill of Rights (Amerika,

1791). Benar, seperti dikatakan oleh Behr, bahwa HAM itu berasal dari rumusan

di Barat. Dokumen-dokumen tersebut mewakili pikiran yang ada di belakangnya

yang mendorong dokumen tersebut. Dengan demikian dokumen tersebut kita baca

sebagai isyarat (sign) adanya atau kelahiran gagasan yang ada di belakangnya.

Kemudian sejak kemunculannya sampai hari ini HAM telah mengalami

perkembangan dan perubahan yang dikenal dengan sebutan generasi HAM.

Generasi pertama meliputi hak sipil dan politik. Generasi kedua meliputi

hak sosil, ekonomi dan budaya. Akhirnya generasi ketiga memuat sejumlah

(20)

kedamaian, hak atas lingkungan yang bersih hak atas kekayaan alam dan hak atas

warisan budaya.

Kita sudah berbicara panjang lebar tentang mainstream HAM di dunia.

Tetapi dunia tidak sama dengan Eropa atau Barat, melainkan jauh lebih luas dan

besar dari pada itu. Yang dikatakan disini adalah, bahwa masyarakat dan

bangsa-bangsa di dunia ada beraneka ragam. Beraneka ragam dalam habitat fisiknya,

tradisi kultural, nilai-nilainya, kosmologinya serta pandangannya tentang manusia

dan dunia.

Selanjutnya perkembangan yang sehat dari usaha pemajuan HAM adalah

melalui ‘pengakuan terhadap kemajemukan di dunia ini. Tanpa mengakui

kemajemukan tersebut, maka alih-alih memajukan HAM dunia malah akan

terjebak ke dalam suasana konflik yang bisa memuncak pada pelanggaran HAM

sendiri, terutama sejak HAM sudah memasuki generasi ketiga, yang antara lain

memuat hak atas warisan budaya.

Dalam model pemajuan HAM yang demikian itu tidak ada tempat bagi

pemaksaan dan dominasi dari satu konsep HAM tertentu di atas yang lain.

Apalagi sejak munculnya aliran pemikiran yang rasional dan

kontra-individual di dunia sebagaimana diuraikan dimuka. Yang ada adalah suasana

saling penghormatan dan saling memberi tahun serta saling memperkaya satu

sama lain. Konferensi-konferensi HAM Internasional hanya akan menjadi medan

pertukaran pengalaman dan forum pembelajaran, bukan menjadi tempat untuk

menggiring bangsa dan negara di dunia ini kearah pemahaman HAM secara

seragam menurut satu standar mutlak[3].

(21)

2.4 Contoh Kasus Pelanggaran HAM

Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi

tingkah laku manusia agar dapat terkendali dan hukum merupakan aspek

terpenting dalam pelaksanaan kekuasaan kelembagaan. Hukum mempunyai tugas

untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Menurut Satjipto

Raharjo, hukum dan masyarakat tidak bisa dipisahkan, bagi hukum,masyarakat

merupakan sumber daya yang memberi hidup (to nature) dan menggerakkan

hukum tersebut. Masyarakat menghidupi hukum dengan nilai-nilai, gagasan,

konsep, disamping itu masyarakat juga menghidupi hukum dengan cara

menyumbangkan masyarakat untuk menjalankan hukum. Kita mengetahui dari

perspektif sosiologis hukum, hukum itu hanya bisa dijalankan melalui campur

tangan manusia, sebagai golongan yang menyelenggarakan hukum, maupun

mereka yang wajib menjalankan ketentuan hukum. Dengan demikian masuklah

aspek perilaku manusia ke dalam hukum.

Hukum sangat berhubungan erat dengan masyarakat. Walaupun masih ada

hukum itu namun perilaku menyimpang masih banyak terjadi di kalangan

masyarakat. Hak Asasi Manusia atau lebih dikenal dengan istilah HAM.

Pengertian Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia sejak

lahir yang tidak dapat diganggu gugat dan bersifat tetap.

Menurut pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Rapublik Indonesia Nomor 39

Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang dimaksud dengan pelanggaran hak

(22)

aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang

secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak

asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang

dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian

hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Jika kita mendengar tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia pasti kita

berfikir negatif. Banyak kasus yang berat maupun ringan yang melanggar hak

asasi manusia seperti hak hidup, hak menyampaikan pendapat, hak berorganisasi,

hak mendapatkan perlindungan di depan hukum, dan masih banyak lagi. Seperti

pelanggaran hak asasi manusia yang masih banyak diperbincangkan yaitu kasus

ISIS. Kekejian dan perbudakan yang terjadi sangat mengerikan dan miris untuk

dilihat. Banyak kasus juga yang berhubungan dengan hak asasi manusia yang

terjadi pada beberapa tahun yang lalu, salah satunya ialah pada kasus Trisakti.

Padahal, telah disebutkan didalam UUD 1945 yang terdapat didalam Pasal 28J

ayat 1 yang berbunyi “Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang

lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”.5

Aksi-aksi mahasiswa yang telah bergulir sejak awal 1998 semakin marak

dan menular ke banyak kampus di seluruh Indonesia. Aksi-aksi itu umumnya

menuntut agar segera dilaksanakan reformasi di berbagai bidang, termasuk

reformasi politik. Aksi mahasiswa yang terjadi sepanjang Mei 1998 menemukan

momentumnya pada tanggal 12 Mei 1998 di Kampus Universitas Trisakti di Jalan

Kyai Tapa, Grogol, Jakarta. Peristiwa ini merenggut nyawa empat orang

mahasiswa Trisakti akibat tembakan peluru tajam oleh aparat kepolisian.

18

_______________

(23)

Sejak saat itu, perubahan terjadi dengan cepat, perlawanan dengan aparat,

pembakaran gedung dan kendaraan, penjarahan dan tindakan kriminal lain telah

memicu perubahan politik di tingkat elit dengan puncaknya pengunduran diri

Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia (Fadli Zon, 2004 : 39). Ketika

insiden Trisakti terjadi, Presiden Soeharto berada di Cairo sejak 9 Mei 1998

menghadiri pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-15 (Fadli Zon, 2004 :

46).

Tanggal 12 Mei malam dilaksanakan rapat yang membahas kasus Trisakti

di Mapolda Metro Jaya dipimpin Kapolri Jenderal Pol Dibyo Widodo dan dihadiri

antara lain dari unsur Kodam Jaya yaitu Syafri dan Kasdam Brigjen TNI Sudi

Silalahi, dari Polda yaitu Hanani Nata dengan stafnya. Dari Universitas Trisakti

hadir Rektor Usakti, Prof. dr. Moedanton moertedjo, kepala keamanan dan

ketertiban kampus Ir. Arri Gunarsa, ketua alumni Trisakti, Komnas HAM diwakili

oleh AA Baramuli dan Bambang W. Soeharto. Dari pihak Trisakti mengatakan

ada unsur penembakan.

Di dalam rapat, Rektor Trisakti meminta agar kasus ini diusut. Ia juga

meminta pemerintah danABRImenyatakan bela sungkawa serta datang ke

Trisakti. Kemudian Kapolri meminta Pangdam Jaya atas nama pemerintah dan

Abri datang ke Kampus Trisakti untuk menyamopaikan bela sungkawa. Usai

rapat, Syafrie memimpin konferensi pers pukul 01.00 tengah malam atu telah

masuk tanggal 13 Mei 1998. Karena pada saat itu Rektor Trisakti mengatakan

(24)

menyatakan ucapan bela sungkawa atas nama pemerintah (Fadli Zon, 2004 : 48 –

49).

Huru Hara Mei 1998 berisi tentang kerusuhan Jakarta, Rabu, 13 Mei 1998,

merupakan hari berkabung atas gugurnya mehasiswa Trisakti. Pada hari ini

keempat mahasiswa Trisakti yang kemudian diberi penghargaan sebagai

“Pahlawan Reformasi” dimakamkan. Kemarahan mahasiswa dan masyarakat telah

menyebar, aroma kerusuhan telah menyengat. Penembakan mahasiswa Trisakti

adalah pemicu huru hara yang telah meluluh lantahkan Jakarta dan beberapa kota

lain selama tiga hari berturut-turut (Fadli Zon, 2004 : 89).

Pada hari Kamis 14 Mei 1998 dini hari, Jakarta kedatangan gelombang

massa menyerbu seperti layaknya ada yang menghasut dan memerintahkan untuk

menuju ke pusat-pusat perdagangan, pertokoan dan perkantoran milik WNI

keturunan Cina di kawasan kota, kawasan Mangga Besar, kawasan Senin, Jalan

Hayam Wuruk, Jalan Gajah Mada, Jalan Daan Mogot dan lain-lain. Mereka

datang denga sangat beringas untuk melakukan perampokan, penjarahan, dan

penembakan serta yang paling mengenaskan bahwa mereka juga melakukan

pelecehan seksual terhadap wanita-wanita keturunan Cina, encim-encim dan

amoy-amoy dan bahkan sampai kepemerkosaan yang sangat biadab dan

memalukan. Yang paling tragis adalah pembakaran terhadap Klender Plaza dan

200 orang karyawati pertokoan tewas terpanggang (Tuk Setyohadi, 2002 : 176).

Akibat dari politik Huru Hara Mei 1998 dengan puncaknya pada tanggal

14 Mei 1998 banyak menelan korban dan kerugian. Kepada Pers, Gubernur DKI

Sutiyoso mengumumkan, kerusuhan itu menelan sedikitnya 500 korban jiwa,

(25)

4.939 bangunan rusak dibakar, 1.119 mobil pribadi dan angkutan umum 66 unit

hangus dibakar, 821 unit sepeda motor hangus dibakar, 1.026 rumah penduduk

yang terlalap api. Jumlah bank yang dirusak mencapai 64 bank, dengan 313

kantor cabang 179 kantor cabang pembantu, dan 26 kantor kas. Kerugian fisik

banguna mencapai Rp 2,5 triliun, belum termasuk isinya (A. Pambudi, 2007 :

9-10).

Menurut TGPF, kerusuhan di Jakarta dimulai sore hari,13 Mei 1998dan

pagi hari sampai siang hari 14 Mei 1998. Pada umumnya, kerusuhan berlanjut

hingga 15 Mei 1998. Dari polanya, kerusuhan dimulai dengan kerumunan massa

(usai jam kantor pada hari Rabu, 13 Mei 1998 dan sepanjang 14 Mei 1998).

Massa tersebut terdiri dari penduduk, pekerja, anak-anak tanggung di sekitar

lokasi, serta kerumunan massa yang tidak jelas. Kemudian muncul beberapa orang

(2-3 hingga 10-12 orang) melakukan provokasi, dengan memancing keributan

(menantang penjaga keamanan, membuka perkelahian massal, membakar ban

mobil, dan melempar batu). Provokator berhasil memancing massa yang

berkerumunan untuk mulai melakukan pengrusakan (Fadli Zon, 2004 : 106-107).

Secara keseluruhan, kondisi tanggal 13 Mei 1998 dapat ditangani dan

dilokalisir. Mejelang malam, gerombolan massa semakin berkurang. Tanggal 14

Mei, kurang lebih pukul 11.00 atas dasar perkembangan situasi yang ditimbulkan

oleh aksi kerusuhan yang terjadi di wilayah Jakarta, Tanggerang dan Bekasi dan

terjadi penarikan anggota Polri di posnya, maka dilakukan pengambilalihan Kodal

Operasi kepada Pangdam Jaya sebagai implementasi dari dasar TR Pangab selaku

(26)

658/X/1996 tentang Juklap ABRI tentang operasi penanggulangan huru hara. Inti

TR Nomor 14/STANAS/1998 bahwa Kapolda pemegang Kodal bila terjadi huru

hara.

Cuplikan diatas adalah ringkasan peristiwa Trisakti yang merenggut

banyak korban, tidak hanya orang dewasa, mahasiswa, anak-anak namun

bangunan, fasilitas umum dan tempat umum juga menjadi korban Insiden Trisakti

ini yang terjadi tahun 1998.

Berkaitan dengan pelanggaran hak asasi manusia tentu banyak sekali

peristiwa atau kejadian yang menyangkut haka asasi manusia pada Insiden

Trisakti ini. Pelanggaran hak asasi manusia yang berat misalnya pada kasus

pembunuhan, penembakan, pembakaran, pemerkosaan, dan masih banyak lagi

peristiwa yang melanggar hak asasi manusia.

Di Indonesia mempunyai Instansi untuk menegakkan hak asasi manusia

yaitu Komisi Perlinduangan Hak Asasi Manusia atau lebih dikenal KOMNAS

HAM. KOMNAS HAM mempunyai wewenang yaitu sebagai berikut:

1. Melakukan perdamaian pada kedua belah pihak yang bermasalah.

2. Menyelesaikan masalah secara konsultasi maupun negosiasi.

3. Menyampaikan rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia

kepada pemerintah dan DPR untuk ditindaklanjuti.

4. Memberi saran kepada phak yang bermasalah untuk menyelesaikan sengketa

di pengadilan.

Oleh karena itu kita sebagai warga negara Indonesia harus melindungi

hakasasi seseorang atau kelompok untuk menyampaikan pendapat, hidup,

(27)

bergabung denga partai olitik, memilih dan dipilah dalam pemilu, mendapatkan

(28)

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Hak Asasi Manusia (HAM) menurut pasal 1 ayat (1) Undang-undang

Nomor 39 Tahun 1999 adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan

keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan

anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,

hukum dan pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan

harkat dan martabat manusia. Hak asasi manusia yang diuraikan di atas

mempunyai ruang lingkup yang luas dan mencakup berbagai aspek kehidupan.

Ide mengenai hak asasi manusia secara hukum ketatanegaraan

diperkirakan muncul pada abad ke-17 dan ke-18 Masehi. Hal itu terjadi sebagai

reaksi terhadap organisasi dan kediktatoran raja-raja dan kaum feodal terhadap

rakyat yang mereka perintah atau manusia yang mereka pekerjakan di zaman itu.

Masyarakat manusia dizaman dimaksud, terdiri dari dua lapisan besar, yaitu (1)

lapisan atas (minoritas) sebagai yang mempunyai sejumlah hak terhadap lapisan

bawah (mayoritas) sebagai kelompok yang diperintah; dan (2) lapisan bawah yang

mayoritas mempunyai sejumlah kewajiban-kewajiban terhadap lapisan minoritas

yang menguasainya.

Esensi pelanggaran HAM bukan semata-mata pelanggaran terhadap

peraturan perundang-undangan hak asasi manusia yang berlaku, melainkan

degradasi terhadap kemanusiaan yang merendahkan martabat dan derajat manusia

menjadi serendah binatang. Orang sering kurang mengetahui dan menyadari

(29)

bahwa HAM mempunyai hubungan yang erat dengan wibawa hukum. Kekhilafan

ini tampak dari kenyataan, bahwa jarang sekali orang memperbincangkan kedua

masalah ini bersamaan. Padahal HAM dan wibawa hukum merupakan dua sejoli

atau dua sisi mata uang, yang satu sisi tidak dapat dipisahkan dengan yang

lainnya. Pperumusan dan institusionalisasi Hak Asasi Manusia (HAM) memang

tak dapat dilepaskan dari lingkungan sosial atau habitatnya, yaitu tidak lain

masyarakat itu sendiri di mana HAM itu dikembangkan. Terjadi semacam

korespondensi antara HAM dan perkembangan masyarakat. Kita juga dapat

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainudin. 2006. Filsafat Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

___________. 2008. Sosiologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Marzuki, Supratman. 2012. Pengadilan HAM Indonesia. Yogyakarta: Eirlangga.

Atmasasmita, Romli. 2001. Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia & Penegakan Hukum. Bandung: Mandar Manju.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Referensi

Dokumen terkait

yang dimaksud adalah baik berupa norma-norma hukum adat yang masih hidup dalam. masyarakat berupa awig-awig, KUHP dan RKUHP maupun norma hukum

Fenomena perdebatan yang menyangkut dengan (HAM) tersebut telah ditanggapi Alyasa‘ Abu Bakar dengan mengatakan bahwa penerapan syariat Islam tidak boleh melanggar

social education , practical training , nasehat hukum, bimbingan hukum, dan pemberi informasi hukum. 2) Peran Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) dalam

Meskipun UU Perkawinan telah diberlakukan lebih dari 30 tahun, fenomena perkawinan anak dibawah umur yang masih dilakukan oleh masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat desa

Dalam kenyataannya masih sering terjadi bahwa ketentuan-ketentuan dalam Konvensi Jenewa 1949 dan perjanjian internasional serta kebiasaan internasional lainnya yang

Dengan demikian sebagai dasar daya ikat baik atas hukum internasional kebiasaan maupun hukum internasional konvensional (hukum internasional yang

budaya hukum di dua lokasi penelitian masih tergolong rendah Kata Kunci: Konversi Agama, Teori Sistem Hukum, Sadd al-Dzri’ah Pendahuluan Konversi agama conversion bermakna berlawanan

Demikian sesuai KUHPdt maka ketentuan anak luar kawin tidak dapat disamakan dengan proses pengangkatan anak atau adopsi.28 Peristiwa pengangkatan anak tergolong suatu perbuatan perdata