• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menjamin Hak konstitusional Peserta Didi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Menjamin Hak konstitusional Peserta Didi"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Menjamin Hak konstitusional Peserta Didik Oleh: Agus Adhari S.H.,LL.M

A. Latar Belakang

Setiap peserta didik wajib memperoleh pendidikan yang layak guna menjamin masa depan yang lebih baik. Tidak ada pembedaan terhadap peserta didik bermasalah atau tidak, karena pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap warga negara yang dijamin dalam Konstitusi. Persoalan-persoalan kenakalan yang dilakukan oleh peserta didik sebenarnya bukalah kesalahan mereka saja, namun peran masarakakat terutama agen sosialisasi yaitu, keluarga, sekolah, teman sepermainan dan media masa juga turut bertanggung jawab atas persoalan tersebut.1

Tindak kejahatan yang dilakukan oleh peserta didik beragam, mulai dari tingkat resiko kecil hingga yang besar, jadi permasalahan ini juga beragam cara mengatasinya, proporsional sesuai kondisi atau efek dari tindakan kejahatan yang dilakukan oleh peserta didik tersebut.

Persoalan hamil di luar nikah telah menjadi isu krusial belakangan, karena pelakunya bukan masyarakat yang dalam kategori usia dewasa, namun kategori anak yaitu 18 tahun ke bawah, beberapa pemberitaan media cetak mengatakan jika banyak pelajar SMA tidak diperbolehkan mengikuti ujian nasional karena hamil dan menghamili pasangannya.2 Alasan sekolah dalam hal ini memang sangat masuk akal, jika dilihat dari sisi moral dan norma sosial, namun dari sisi sosiologis, hal ini tidak serta merta memberikan jalan keluar guna memberikan efek jera pada peserta didik bermasalah, justru pada peserta didik bermasalah harus mendapatkan pendidikan ekstra guna mencegah peserta didik bermasalah terjerumus dalam permasalahan yang lebih besar lagi.

Undang-Undang Dasar 1945 menjamin setiap warga negaranya berhak mendapatkan pendidikan yang layak, hal ini tertuang dalam Pasal 28C Perubahan kedua “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui

1 Merry Magdalena. Menghindari Anak Dari Seks Bebas, Jakarta: Grasindo, 2010,

hlm 32.

2 Harian Republika ,Gara-gara Hamil, Siswi Dilarang Ikut UN, www.republika.co.id

(2)

pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”.

Dari ketentuan konstitusi di atas jelas bahwa setiap orang dijamin haknya untuk mendapatkan pendidikan yang layak, sehingga warga negara tidak terjebak pada sistem yang membuat kemunduruan dalam pendidikan. Pendidikan berguna sebagai salah satu instrumen percepatan pembangunan sosial yang sangat jarang dibangun saat ini.

Hukuman sosial bagi perserta didik bermasalah sangat tidak efektif kedepannya bagi pembangunan sosial itu sendiri, jika peserta didik bermasalah dihukum sepihak tanpa ada jaminan pendidikan yang memadai hal ini malah membuat masalah baru dalam sosial kemasyarakatan, sehingga banyak peserta didik justru malah terjun kedunia kriminal karena merasa tidak diterima lagi di dunia pendidikan.

Pendidikan merupakan sarana pembelajaran pada setiap peserta didik agar mendapatkan penambahan wawasan dan keterampilan tertentu. Dalam Pasal 1 Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pendidikan menerangkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

(3)

Perbedaan pemahaman tentang hukuman terhadap peserta didik bermasalah memang wajar terjadi karena budaya yang diadopsi oleh lingkungan berbeda-beda, namun jika mode hukuman dengan tidak memberikan hak pendidikan yang dijamin konstitusi adalah murni melanggar HAM peserta didik itu sendiri.

Permasalahan yang lahir terhadap upaya menekan keikutsertaan peserta didik bermasalah adalah membiarkan peserta didik bermasalah tersebut seperti dijauhkan dari lingkungan pendidikan dan hal tersebut dapat menumbuhkan paradigma pada peserta didik bermasalah jika setiap peserta didik yang bermasalah tidak dapat mengikuti proses belajar dan mengajar.

Paradigma yang terbentuk membuat para peserta didik bermasalah lebih memilih berhenti belajar dan cenderung melepaskan seluruh kegiatan belajarnya, karena peserta didik pada umumnya beranggapan bahwa proses belajar hanya ada pada sekolah.

Program pemerintah dalam upaya memberikan jaminan pendidikan pada peserta didik bermasalah dalam kategori nonkriminal belum terlihat signifikan, padahal peserta didik bermasalah tersebut dijamin konstitusi untuk tetap memperoleh pendidikan yang layak.

Pemerintah dalam hal ini hanya menjamin setiap peserta didik yang bermasalah boleh mengikuti ujian nasional sebagai salah satu syarat kelulusan. Padahal substansi dari belajar adalah proses belajar di sekolah bukan pada saat ujian nasional.

(4)

B. Identifikasi Masalah

Bagaimana penanganan dan hukuman terhadap peserta didik bermasalah?

C. Landasan Teoritis 1. Definisi Pendidikan

Ada beberapa definisi pendidikan yang dikemukakan para pakar. Soekidjo Notoatmodjo mendefinisikan pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.3

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefiniskan pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik.4

Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya5

Robert William Richey menjelaskan Istilah ‘Pendidikan’ berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat terutama membawa warga masyarakat yang baru (generasi baru) bagi penuaian kewajiban dan tanggung jawabnya di dalam masyarakat.6

Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pendidikan menerangkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

3 Soekidjo Notoatmodjo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka

Cipta 2003, hlm 16.

4 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. . Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka, 2002, hlm. 263.

5 Hasbullah, Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta:PT RajaGrasindo Persada, 2005, hlm

2

6 Robert William Richey. Planning for Teaching: Introduction to Education, Second

(5)

agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.7

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas, Richey menjelaskan bahwa pendidikan harus berusaha memperbaiki kehidupan sosial, dalam hal ini adalah memperbaiki penyimpangan yang dilakukan peserta didik.

Proses perbaikan tidak dapat terlepas dari pelajar bermasalah, harus ada mekanisme perbaikan yang langsung memperbaiki penyimpangan secara langsung. Pemahaman bahwa memperbaiki harus pada pelajar yang belum tersandung masalah adalah sangat tidak efektif, karena cenderung menggunakan metode preventif sedangkan bisa saja pelajar bermasalah tersebut kembali mempengaruhi pelajar lain untuk mengulangi kesalahan serupa.

2. Tujuan dan fungsi

Soekidjo Notoatmodjo berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah:8

a. Menanamkan pengetahuan / pengertian, pendapat dan konsep-konsep

b. Mengubah sikap dan persepsi

c. Menanamkan tingkah laku / kebiasaan yang baru

Konstitusi Indonesia juga memberikan tujuan pendidikan guna memberikan pedoman pelaksanaan agar tujuan dapat tercapai sesuai amanat konstitusi. UUD 1945 Pasal 31 ayat 3 menyebutkan, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.” Pasal 31 ayat 5 menyebutkan, “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan

(6)

persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”

Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari pemikiran itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization) mencanangkan empat pilar pendidikan baik untuk masa sekarang maupun masa depan, yakni: (1) learning to Know, (2) learning to do (3) learning to be, dan (4) learning to live together. Dimana keempat pilar pendidikan tersebut menggabungkan tujuan-tujuan IQ, EQ dan SQ.

Doni Koesuma berpendapat bahwa ada alternatif lain yang bisa menerangi pembahasan terkait tujuan pendidikan. Gagasan ini lebih memberikan tekanan atas peran subjek yang terlibat dalam proses pendidikan.9 Pendidikan adalah sebuah konsep yang cukup abstak yang tidak dapat memiliki tujuan-tujuan pendidikan dalam dirinya sendiri. Yang dapat melakukan tujuan pendidikan tersebut adalah manusia-manusia konkret yang terlibat dalam proses pendidikan itu sendiri. Singkatnya, tujuan pendidikan itu timbul dari situasi konkret setiap individu yang terlbat dalam proses pendidikan. Oleh karena itu daftar tujuan pendidikan itu sifatnya temporal sesuai dengan situasi dan keadaan yang ingin diraih.

Tujuan pendidikan selalu kontekstual sesuai dimana praksis pendidikan itu ditentukan. Pendekatan ini mengatakan bahwa tujuan pendidikan nasional tidak berlaku secara universal, tidak dapat didedukasi

9 Doni Koesuma, Pendidikan Karakter: Strategi Pendidikan Anak di Era Global.

(7)

dari gagasan ideal tentang pendidikan, melainkan proses konstektualisasi kinerjapendidikan sesuai dengantuntutan zaman dan masyarakat tempat praksis pendidikan itu dilaksanakan.10

3. Pelajar Bermasalah

Ada beberapa jenis masalah yang biasa dilakukan oleh pelajar seperti tawuran, perkelahian, pencurian, dan tindakan asusila. Dari beberapa masalah yang sering dilakukan pelajar bermasalah dapat dibagi menjadi dua jenis pelanggaran, Kriminal dan Non Kriminal.

Bentuk kenakalan yang dilakukan pelajar sudah cukup meresahkan, permasalahan yang timbul sudah sangat serius, beberapa masalah yang dilakukan pelajar lebih menjurus pada tindakan kriminal. Kenakalan pelajar digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu :11

a. kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diantar dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum seperti pacaran, menonton, minum-minuman keras, hubungan seks pranikah, seks bebas, pelacuran remaja, karena merupakan delik aduan, jika tidak ada yang merasa dirugikan maka pihak berwenang tidak dapat menindaknya.

b. kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bila dilakukan orang dewasa seperti pembunuhan, penganiayaan, penipuan dan penggelapan, pencurian, pemerasan, menodong, pemerkosaan, dan kejahatan Narkotika, termasuk didalamnya memakai dan mengedarkan narkotika.

10 Ibid

11 Singgih D Gumarso. Psikologi Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulya, 1988, hlm

(8)

D. Pembahasan

1. Masalah Kenakalan Pelajar

Maraknya kasus pelajar yang hamil di luar nikah memang sangat berdampak buruk bagi pembangunan moral pelajar khususnya di bidang pendidikan, hal ini disebabkan lemahnya kontrol pihak terdekat, terutama keluarga sebagai agen sosialisasi pertama dalam kehidupan seseorang.

Dumarso mengatakan ada dua kategori kenakalan yang dilakukan para remaja, kenakalan yang bersifat amoral dan melanggar hukum. Kenakalan pelajar yang bersifat melanggar hukum telah memiliki aturan dan payung hukum dalam proses penyelesaian masalah, seperti tawuran, balap liar, perkelahian, pemerkosaan yang telah memiliki landasan yuridis terhadap pelanggaran tersebut karena termasuk salah satu katogori pelanggaran ketertiban umum atau sesuai konteks perbuatan yang dilakukan, jika balap liar bisa dituntun dengan pelanggaran Undang-Undang Lalu Lintas dan lain-lain. Kenakalan yang dilakukan pelajar yang cenderung destruktif dapat saja ditengarai lemahnya kontrol keluarga dan pihak terdekat.

Kedua kenakalan yang bersifat amoral, banyak disebabkan oleh tontonan-tontonan yang tidak layak ditonton oleh anak remaja. Banyak kasus pelecehan seksual atau kasus hubungan suka-sama suka ditengarai oleh tontonan yang telah diserap sehingga menjadi kebiasaan. Tontonan film, sinetron seperti adegan pacaran, ciuman dan bahkan hubungan intim dapat dengan mudah dilihat dalam berbagai film yang mudah ditemui.12 Proses ini menyebabkan kenakalan remaja semakin besar, baik dalam kategori amoral dan pelanggaran hukum.

Robin (1986) meneliti tentang kenakalan remaja dan berpendapat bahwa kenakalan remaja akibat dari adanya masalah neurobiological13, sehingga menimbulkan genetik yang tidak normal, ahli lain juga menegaskan bahwa kenakalan remaja merupakan produk dari konstitusi detektif mental

12 Iwan Januar, Bukan Cinta Cinderella, Jakarta: Gema Insani Press, 2007, hlm. 26. 13 Neurobilogical adalah kinerja sistem saraf, fisiologi dan hubungannya dengan

(9)

dan emosi-emosi mental. Mental dan emosi remaja masih labil, belum matang dan rusak akibat proses conditionering lingkungan yang buruk.14

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kenakalan pelajar, faktor-faktor tesebut terdiri dari dari faktor internal dan eksternal. Dalam faktor internal penyebab kenakalan pelajar antara lain adalah

a. Krisis identitas

Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan pelajar terjadi karena pelajar gagal mencapai masa integrasi kedua.

b. Kontrol diri yang lemah

Pelajar yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku 'nakal'. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.

Faktor Eksternal juga menjadi penyebab pelajar melakukan tindakan-tindakan melanggar hukum, faktor eksternal tersebut antara lain berasal dari; a. Keluarga

Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau

perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan pelajar.

b. Teman sebaya yang kurang baik

Teman sebaya dapat saja berpengaruh positif jika pergaulannya terus mendapatkan pengawasan dari orang terdekat seperti keluarga, namun keluarga juga tidak mungkin memperhatikan selama 24 jam, sehingga menekan ruang ekspresi pelajar, namun jika teman sebaya lebih

14 Sri Esti Wryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan, Revisi kedua, Jakarta:

(10)

menunjukan sikap negatif, maka disini faktor ekternal dari teman sebaya dapat merusak, sehingga pelajar rentan melakukan tindakan negatif juga. c. Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.

Tempat tinggal merupakan tempat penanaman kebiasaan yang sangat penting, jika tempat tersebut dikelilingi oleh orang-orang yang berperilaku baik, maka pelajar juga pada umumnya akan bertingkah baik, karena sesuai dengan sifat dan kebiasaan manusia, enggan berbuat negatif jika berada di tempat yang baik.

2. Hak Konstitusional Pelajar Bermasalah

Masalah kenakalan remaja mulai mendapat perhatian masyarakat secara khusus sejak terbentuknya peradilan untuk anak-anak nakal (juvenile court) pada 1899 di Illinois, Amerika Serikat.

Di Indonesia masalah kenakalan pelajar semakin meningkat pesat, data untuk kota besar seperti di Jakarta, pada tahun 2012 mengalami peningkatan angka kenakalan remaja sebesar 36,33 persen.15 Hal tersebut belum termasuk masalah kenakalan amoral seperti hamil di luar nikah di kalangan pelajar yang semakin banyak dan tidak sulit ditemukan.

Banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh pelajar tiap tahunnya harus menjadi lampu kuning bagi pihak terkait. Meningkatnya kenakalan remaja khususnya tindakan amoral dalam kategori hamil di usia sekolah cukup menyita perhatian, banyaknya kasus yang memang tidak terpublikasi karena kepentingan menjaga nama baik pelajar bermasalah patut diselesaikan, baik dari segi penanganan maupun pembenahan dan jaminan pendidikan.

Rata-rata pelajar yang hamil di luar nikah memilih berhenti sekolah, sehingga kehidupan sosialnya terganggu, karena anak seusianya rata-rata masih sekolah.

Kebijakan pemerintah guna mengendalikan dampak lebih luas terhadap masalah ini belum juga tertuang dalam bentuk kebijakan apapun.

15 BeritaSatu.com, Polda Metro: Kenakalan Remaja Meningkat, Perkosaan

(11)

Hanya segelintir pihak yang peduli terhadap masa depan pelajar bermasalah tersebut. Salah satunya adalah Sekolah Menengah Umum Yayasan Universitas Buruh di Yogyakarta.16

Namun sekolah sejenis sangat sulit ditemukan, karena mode kebijakan di banyak daerah hanya menekankan penghukuman dan efek jera bukan rekonsliasi guna mencapai restorative justice pada pelajar bermasalah.

Konstitusi menjamin setiap warga negaranya untuk mendapatkan pendidikan, juga undang-undang memerintahkan demikian, namun permasalahan adalah tingkat pelaksanaan yang baru sekedar wacana dengan berbagai perdebatan.

Mengatasi problematika pelajar bermasalah hendaknya menggunakan pendekatan hukum progresif dan juga mode pendidikan humanis, karena sejatinya segala bentuk kebijakan dan mode pendidikan diterapkan pada manusia bukan perangkat keras.

Pendekatan pendekatan penanganan pelajar bermasalah sudah banyak di buat oleh peneliti dan akademisi, namun menjalankan program penanganan tersebut masih sulit ditemukan, karena kepentingan yang sudah tidak bisa lagi dipertahankan bila melihat kondisi di kemudian hari.

Perdebatan terhadap mode hukuman pelajar yang hamil di luar nikah, hendaknya tidak menghancurkan cita-cita dan masa depannya, mereka harus diberi ruang dan tempat guna melanjutkan apa yang diinginkan jagan sampai terhalang oleh masalah apalagi kebijakan yang tidak pro terhadap pelajar bermasalah tersebut. Setiap kebijakan seharusnya dilakukan dengan pendekatan walfare approach sehingga menjamin kehidupan dan masa depan pelajar bermasalah.

Masalah efek jera, sanksi sosial saat ini sangat memiliki dampak terhadap psikologis peserta didik yang hamil di luar nikah. Jika sanksi sosial tidak berjalan, maka yang bermasalah bukan pelajar saja, melainkan masyarakat yang sudah keluar dari ketentuan dan aturan umum sosial.

16 Lebih lanjut tentang profil sekolah ini dapat dibaca di

(12)

Menarik mencermati pemikiran Donie Koesuma tentang pendidikan untuk manusia, karena pendidikan harus bersifat fleksibel sama halnya dengan hukum. Jika terjadi perubahan gaya hidup atau kultur sosial, maka pendidikan tidak boleh kaku menanggapi, jika pendidikan tetap kaku, maka pendidikan akan semakin dijauhi oleh masayarakat sosial. Pendidikan harus hadir sebagai solusi atas segala masalah yang ada.

3. Pentingnya pendidikan Pelajar Bermasalah

Pendidikan bagi pelajar bermasalah harus tetap diutamakan, karena mereka merupakan generasi penerus yang nantinya menggantikan generasi saat ini.

Setiap anak wajib mendapatkan pendidikan, tak terkecuali yang sedang berada di lembaga permasyarakatan sekalipun. Karena pendidikan merupakan hak dasar setiap warga negara. Hukuman hanya menghilangkan sebagai hak, bukan hak dasar apalagi hak untuk tetap bersekolah.

Referensi

Dokumen terkait

pengembangan frasa dan kalimat belum dapat memaknai teks secara lengkap, karena dalam teks terdapat makna yang lebih luas yang disebabkan konvensi bahasa kiasan sarana

Selain akuntabilitas publik, faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja organisasi adalah pengendalian intern, pengendalian intern merupakan semua tindakan yang

- kegiatan kelompok bermain peran menggunakan boneka jari bintang. - Kegiatan bermain simulasi kegiatan malam hari. Langkah selanjutnya guru mengajak bernyanyi lagu

H2 : Faktor bauran pemasaran yang terdiri atas produk, harga, promosi dan lokasi berpengaruh terhadap keputusan konsumen dalam pembelian sayur organik CV Golden Leaf

Proses identifikasi tingkat aktivitas menggunakan metode background subtraction. Proses diawali dengan kamera mengambil citra pertama. Setelah selang waktu tertentu

Pemanfaatan (pengambilan) koral/karang dari alam untuk bahan bangunan/kapur/kalsium, akuarium, dan souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau koral mati dari alam.

Faktor-faktor tersebut adalah : jenis dan kemurnian mikroorganisme yang digunakan, jenis inokulan yang tepat pada jenis pohon dalam kondisi tertentu, penggunaan

Rancangan yang dihasilkan pada tahap kedua kemudian dikonversi dalam bentuk script dengan menggunakan bahasa pemrograman HTML, PHP dan JavaScript dan Openlayers