• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUMBER DAYA LAUT DAN SEJARAH MARITIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SUMBER DAYA LAUT DAN SEJARAH MARITIM"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

SUMBER DAYA LAUT DAN SEJARAH MARITIM

Disusun oleh : Azwar asnan

E31114519

(2)

A.sumber daya laut dan pengelolaan SDL

Sejarah telah mencatat bahwa jatuh dan bangunnya peradaban bangsa yang tinggal di kepulauan nusantara sangat dipengaruhi oleh penguasaan lautan. Kerajaan-kerajaan besar seperti Sriwijaya dan Majapahit berhasil menguasai dan memakmurkan kerajaannya melalui kekuatan armada lautnya. Bahkan serikat dagang Belanda (VOC) mampu menjajah nusantara selama 3,5 abad dengan kemampuannya menguasai lautan. Tidak dapat dipungkiri bahwa laut merupakan suatu aset untuk kedaulatan dan kemakmuran bangsa Indonesia.Wilayah kedaulatan dan yuridiksi Indonesia terbentang dari 6°08' LU hingga 11°15' LS, dan dari 94°45' BT hingga 141°05' BT terletak di posisi geografis sangat strategis, karena menjadi penghubung dua samudera dan dua benua, Samudera India dengan Samudera Pasifik, dan Benua Asia dengan Benua Australia. Kepulauan Indonesia terdiri dari 17.508 pulau besar dan pulau kecil dan memiliki garis pantai 81.000 km, serta luas laut terbesar di dunia yaitu 5,8 juta km2.Wilayah laut Indonesia mencakup 12 mil laut ke arah luar garis pantai, selain itu Indonesia memiliki wilayah yuridiksi nasional yang meliputi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sejauh 200 mil dan landas kontinen sampai sejauh 350 mil dari garis pantai. Dengan ditetapkannya konvensi PBB tentang hukum laut Internasional 1982, wilayah laut Indonesia yang dapat dimanfaatkan diperkirakan mencapai 7.9 juta km2 terdiri dari 1.8 juta km2 daratan, 3.2 juta km2 laut teritorial dan 2.9 juta km2 perairan ZEE. Wilayah perairan 6.1 juta km2 tersebut adalah 77% dari seluruh luas Indonesia, dengan kata lain luas laut Indonesia adalah tiga kali luas daratannya.

Wilayah laut sangat penting dengan dicantumkannya pada GBHN tahun 1993, dan didirikannya Departemen Kelautan dan Perikanan. Undang-undang no. 22 dan 25 tahun 1999 juga mencantumkan kelautan sebagai bagian dari otonomi daerah. Sangat penting bahwa kawasan laut perlu diintegrasikan dalam perencanaan tata ruang wilayah nasional, propinsi dan tingkat kabupaten.Lautan Indonesia merupakan karunia Tuhan YME yang harus selalu disyukuri dengan cara mengelolanya secara bijaksana untuk kesejahteraan seluruh bangsa.

Beberapa alasan pentingnya pembangunan laut antara lain :

1. Indonesia memiliki sumberdaya alam laut yang besar baik ditinjau dari kuantitas maupun keanekaragaman hasilnya.

2. Sumberdaya laut merupakan sumberdaya yang dapat dipulihkan (sebagian besarnya), artinya bahwa ikan ataupun sumberdaya laut lainnya dapat dimanfaatkan, namun harus memperhatikan kelestariannya

3. Pusat pertumbuhan ekonomi, dengan proses globalisasi perdagangan

4. Sumber protein hewani, sumberdaya ikan mengandung protein yang tinggi khususnya untuk asam amino tak jenuh.

5. Penghasil devisa Negara, 6. Memperluas lapangan kerja,

(3)

Kebijakan pembangunan kelautan secara berkelanjutan, perlu diterjemahkan secara seksama dalam bentuk langkah-langkah konkret yang dirumuskan sebagai sebuah konsep. Konsep tersebut disusun atas dasar pertimbangan terhadap kepentingan-kepentingan semua pihak yang terlibat dalam pemanfaatan sumberdaya laut. Kata lestari megisyaratkan adanya tuntutan terhadap pengetahuan secara kuantitatif dan terukur sebagai acuan dalam perumusan kebijakan pemanfaatan sumberdaya laut yang berkelanjutan. Selanjutnya setiap tindakan yang dilakukan terhadap pemanfaatan sumberdaya ini, diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi peradaban manusia yang memanfaatkannya baik pada masa kini maupun masa mendatang.Pemahaman terhadap makna dan fungsi laut bagi negara kepulauan merupakan faktor pertimbangan pendukung yang signifikan dalam perumusan kebijakan pemanfaatan sumberdaya laut di Indonesia.

Dalam penyusunan kerangka pembangunan kelautan haruslah didasarkan pada suatu pemahaman fungsi laut, diantaranya :

1. Laut sebagai wilayah kedaulatan bangsa. 2. Laut sebagai lingkungan dan sumberdaya. 3. Laut sebagai media kontak sosial dan budaya

4. Laut sebagai sumber dan media penyebar bencana alam.

(4)

a. Perkembangan Wilayah Laut IndonesiaLaut teritorial dinyatakan sebagai wilayah perairan yang membentang kearah laut sampai jarak 3 mil laut dari garis surut pulau-pulau atau bagian-bagian pulau-pulau, termasuk karang-karang, batu-batu karang, dan gosong-gosong, yang ada di atas permukaan laut padda waktu air surut. Sedangkan perairan pedalaman Indonesia terdiri dari semua perairan yang terletak pada bagian sisi barat dari laut territorial, termasuk sungai-sungai, terusan-terusan, danau-danau, dan rawa-rawa. Di luar wilayah perairan tersebut merupakan laut bebas, yang terdapat di antara pulau-pulau nusantara. Kondisi pembagian perairan ini seiring dengan perkembangan waktu, telah disadari dapat menimbulkan kerawanan ekonomi, keamanan atau bahkan politik. Mempertimbangkan (1) bentuk geografi Indonesia sebagai suatu Negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau mempunyai sifat dan corak tersendiri (2) bagi keutuhan territorial dan untuk melindungi kekayaan negara Indonesia semua kepulauan serta laut yang terletak di antaranya harus dianggap sebagai suatu kesatuan yang bulat (3) penentuan batas lautan territorial seperti yang termaktub dalam “Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939.”Pada sidang dewan Menteri tanggal 13 Desember 1957 disampaikan pengumuman pemerintah mehgenai wilayah perairan Negara Republik Indonesia yang dibacakan oleh Perdana Menteri Ir. H. Djoeanda, menyatakan bahwa “segala peraturan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau sebagian pulau-pulau yang termasuk daratan Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara Republik Indonesia, dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan pedalaman ini bagi kapal-kapal asing terjamin selama dan sekedar tidak bertentangan dengan keddaulatan dan keselamatan Negara Indonesia. Penentuan batas laut 12 mil yang diukur dari garis-garis yang menghubungkan titik terluar pada pulau-pulau Negara Republik Indonesia akan ditentukan dengan undang-undang”.Pengumuman pemerintah tersebut selanjutnya dikenal sebagai Deklarasi Djuanda dan pendirian pemerintah tersebut disampaikan pada konferensi internasional mengenai Hak-hak Atas Lautan yang diselenggarakan pada bulan Februari 1958 di Jenewa, Swiss. Walaupun keputusan tentang rezim kepulauan di dalam Konvensi Hukum Laut di Jenewa tahun 1958 belum ada dan usaha memperoleh pengakuan internasional tentang pengaturan lautberdasarkan konsepsi Negara kepulauan belum membawa hasil, pemerintah Indonesia tetap konsisten pada kebijakan Deklarasi Djuanda. Hal ini dilaksanakan dengan menetapkan UU No. 4 1960 tentang perairan Indonesia, yang

pada intinya menyatakan :

1. Kepulauan dari perairan Indonesia menjadi satu kesatuan, sedangkan laut yang menghubungkan pulau demi pulau merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari daratannya, untuk itu ditarik garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar atau bagian pulau-pulau terluar dalam wilayah Indonesia. Perairan pada sisi dalam garis-garis pangkal/dasar tersebut sebagai Perairan Pedalaman. 2. Lebar laut wilayah dinyatakan 12 mil laut diukur mulai dari garis pangkal tersebut

menuju keluar.

3. Kedaulatan Negara Republik Indonesia mencakup perairan Indonesia, ruang udara di atasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya, beserta sumber-sumber kekayaan yang

terkandung di dalamnya.

(5)

pengaturannya akan ditentukan tersendiri.Sejak dikeluarkan peraturan ini maka tidak berlaku lagi rezim laut sesuai Ordonasi 1939. Perjuangan tentang wilayah laut Negara kepulauan akhirnya berhasil meyakinkan dunia internasional. Pada 30 April 1982 di New York, diadakan Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS-United Convention on the Law of the Sea) III. Pada konferensi ini telah disepakati pengaturan rezim-rezim hukum laut dan bagi Indonesia pengakuan bentuk Negara kepulauan yang diatur hak

dan kewajibannya.

Penataan Batas Maritim UU No. 17 Tahun 1985 mengamanatkan perlunya penanganan secara serius penataan batas-batas maritime dengan Negara-negara tetangga. Di laut Indonesia berbatasan dengan 10 (sepuluh) Negara, yakni India, Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini, dan Timor Leste.

Batas-batas maritim yang harus diselesaikan, meliputi: a. Laut Teritorial : Laut teritorial adalah wilayah kedaulatan suatu Negara pantai, meliputi rung udara serta dasar laut dan tanah di bawahnya, lebarnya tidak melebihi

12 mil laut diukur dari garis pangkal

b. Zona Tambahan: Di luar laut teritorial terdapat laut-laut dimana Indonesia mempunyai hak-hak berdaulat dan kewenangan-kewenangan tertentu. Di Zona tambahan, yaitu sampai batas 12mil laut di luar laut territorial atau 24 mil laut diukur dari garis pangkal, Indonesia juga dapat melaksanakan kewenangan-kewenangan tertentu untuk mengontrol pelanggaran terhadap aturan-aturan di bidang bea cukai/pabean, keuangan, karantina kesehatan, pengawasan imigrasi, dan menjamin

pelaksanaan hokum di wilayahnya (H. Djalal, 2003).

c. Zona Ekonomi Eksklusif: Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) adalah suatu daerah di luar dan berdampingan dengan laut teritorial, lebar zona ini tidak lebih 200 mil laut dari garis pangkal. Di ZEE Indonesia memiliki hak berdaulat atas eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumberdaya alam, baik hayati maupun non-hayati, dari perairan di atas dasar laut dan dari dasar laut dan tanah di bawahnya dan berkenaan dengan kegiatan lain untuk keperluan eksplorasi ekonomi zona tersebut,

seperti energi dari air, arus dan angin.

d. Landasan Kontinen: Landasan kontinen (continental shelf) pada awalnya merupakan istilah geologi. Istilah ini merujuk pada fakta geologis bahwa daratan pantai akan menurun ke bawah laut dengan kemiringan kecil hingga di suatu tempat tertentu menurun secara terjal ke dasar laut. Bagian tanah dasar laut dengan kemiringan kecil tersebut merupakan landasan kontinen. Sedangkan bagian atas dasar tanah dengan kemiringan curam merupakan lereng kontinen. Menurut UNCLOS III 1982, landas kontinen suatu pantai meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorial, sepanjang kelanjutan alamiah daratan hingga pinggiran luar tepian kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepian kontinen tidak mencapai jarak tersebut (pasal 76 ayat 1). Selanjutnya Negara pantai memiliki kesempatan untuk dapat menetapkan batasan luar landasan kontinen lebih lebar dari 200 mil laut diukur dari garis pangkal dengan

ketentuan berikut :

(6)

2. Tidak melibihi lebar 100 mil laut diukur dari garis kedalaman 2500 m 3. Tidak melebihi lebar 60 mil laut diukur dari kaki lereng kontinen. 4. Garis terluar dengan titik-titik dimana ketebalan batu endapan adalah paling sedikit 1% dari jarak terdekat antara titik tetap terluar dan kaki lereng kontinen. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas mengisyaratkan bahwa dalam penetapan batas landas kontinen, Indonesia memiliki kepentingan menyangkut (1) batas landas kontinen dengan Negara tetangga yang berhadapan atau berdamping yang dilakukan dengan persetujuan atas dasar hubungan internasional, (2) batas landas kontinen hingga 200mil dari garis pangkal dan (3) kemungkinan dapat diajukannya batas landas kontinen di luar 200 hingga maksimal 350 mil laut. Khusus untuk batas landas kontinen ini PBB memberikan batasan waktu pengajuan hingga tahun 2009.

Pemanfaatan laut menuntut adanya pengaturan yang tegas guna menghindari konflik pemanfaatan ruang laut. Mengingat luas perairan dan kompleksitas karakter perairan di Indonesia, maka diperlukan suatu konsepsi melalui pendekatan secara makro dan mikro dalam penataan wilayah laut.Pendekatan secara makro dimaksudkan sebagai langkah pengenalan karakter dan perkiraan prioritas pemanfaatan yang dapat ditetapkan pada suatu kawasan perairan, melalui pengelompokkan kawasan perairan. Sedangkan pendekatan secara mikro merupakan langkah-langkah penetapan jenis dan batas-batas pemanfaatan lahan laut berdasarkan prioritas pemanfaatan di suatu

kawasan perairan yang telah ditetapkan sebelumnya.

a. Pendekatan Makro Penataan Kawasan Perairan dan PulauKondisi dinamika oseanografi menyangkut gelombang, pasang surut, arus, salinitas, suhu, dan lainnya di perairan dangkal seperti halnya kawasan Kepulauan Riau, akan berbeda pada kawasan pulau diperairan dengan kedalaman lebih besar di daerah Maluku dan sekitarnya. Selanjutnya apabila diamati secara seksama, maka morfologi pantai dan jenis bencana alam yang dapat terjadi pun berbeda dari satu kawasan ke kawasan yang lain.Kondisi alam ini memberikan keanekaragaman hayati yang berbeda pula. Jenis ikan yang hidup dan ditangkap oleh masyarakat sekitar merupakan karakteristik masing-masing kawasan. Pola kehidupan, adat istiadat, perkembangan teknologi, dan budaya masyarakat setempat secara langsung dan tidak langsung terbentuk oleh kondisi alam yang ada. Kenyataan ini merupakan salah satu dampak yang diakibatkan oleh karakteristik alam yang berbeda dengan salah satu penyebabnya adalah genesis atau proses pembentukan pulau dan perairan sekitarnya.Wilayah Indonesia secara geologi mempunyai genesis yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan wilayah ini merupakan hasil dari proses interaksi pergerakan lempeng tektonik yang sangat besar, yaitu Lempeng Benua Asia, Lempeng Samudra Hindia, Lempeng Benua Australia, dan Lempeng Samudra Pasifik, maupun lempeng lain yang lebih kecil. Tumbukan lempeng tersebut secara fisik akan membentuk topografi yang khas, di antarnya adalah munculnya daratan yang lebih tinggi dari muka air laut pada saat pasang atau lebih dikenal sebagai pulau dan kawasan yang terendam air membentuk laut antar pulau.

Selanjutnya penetapan prioritas pemanfaatan suatu kawasan perairan dilakukan

(7)

1. Fungsi Ekonomi: Fungsi ekonomi dimaksudkan sebagai kebijakan secara makro bahwa suatu kawasan perairan ditetapkan sebagai kawasan pertumbuhan ekonomi. 2. Fungsi Pertahanan dan Keamanan: Dalam konsep Negara maritim, laut memiliki arti penting pada konteks kedaulatan dan keamanan Negara. Fungsi pertahanan dan keamanan dimaksudkan sebagai upaya menempatkan fungsi pulau-pulau kecil di suatu kawasan perairan sebagai titik pangkal teritorial maupun basis pangkalan pertahanan Negara dalam rangka menjaga kedaulatan wilayah nusantara. 3. Fungsi Konservasi: Fungsi ini dimaksudkan sebagai langkah mempertahankan kelangsungan suatu kondisi alam, sosial, budaya, ataupun kearifan lokal ditemukan

pada suatu kawasan perairan dan pulau.

b. Konflik Pemanfaatan Ruang laut Mengingat fungsi laut sebagai sumberdaya yang dapat dikonversi sebagai nilai ekonomi, maka aktivitas manusia dalam kaitan kepentingan pemanfaatan sumberdaya laut memperlihatkan adanya kecenderungan tidak memperhatikan fungsi laut lainnya. Tanpa pengaturan yang tegas dalam pemanfaatan laut akan dapat berdampak pada terjadinya konflik pemanfaatan ruang di laut. Kegiatan penambangan pasir laut dapat berdampak negatif pada ekosistem pulau-pulau kecil, kelangsungan hidup nelayan tradisional, wisata bahari dan sektor terkait lainnya. Pembangunan bagan-bagan ikan di laut ataupun lahan budidaya rumput laut yang pada akhir-akhir ini berkembang cukup pesat, telah meningkatkan nilai kerawanan terhadap konflik pemanfaatan ruang laut.c. Penataan Wilayah LautPenataan wilayah laut pada dasarnya diperlukan dalam kaitannya pengaturan pemanfaatan laut secara optimal dengan mengakomodasi semua kepentingan untuk menghindari adanya konflik pemanfaatan ruang laut. Pengertian ini mengarah pada suatu pemahaman, bahwa pemanfaatan suatu sumberdaya laut diberikan batas yang jelas antara zona pemanfaatan yang satu dengan zona yang lain.

Aspek yang diperhatikan dalam zonasi adalah :

a. Sifat Dinamis Laut.

Air sebagai media penghantar yang baik sehingga sensitif terhadap setiap perubahan. Perubahan suhu akan berpengaruh pada perubahan salinitas dan sifat fisik lainnya. Kondisi ini mengakibatkan laut sangat sensitive terhadap perubahan cuaca. Arus dan gelombang merupakan salah satu bukti gejala dinamika laut.Aspek sifat laut yang dinamis perlu diperhatikan dalam penarikan zona untuk peruntukan tertentu. Sifat-sifat keseimbangan sistem yang terkait pada zona tersebut perlu diketahui, sehingga penetapan zona apakah dapat dilakukan hanya secara spasial atau juga spasial-temporal untuk menjaga keseimbangan yang ada. Prinsip ini dapat dikembangkan sebagai salah satu dasar pemanfaatan sumberdaya laut yang lestari.

(8)

masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. 2. Potensi Permintaan, yang meliputi kondisi social dan ekonomi masyarakat yang dalam perkembangannya memerlukan potensi pasokan yang memadai.

c. Sosial Budaya Masyarakat Pesisir dan Pulau

Kehidupan sosial budaya masyarakat pesisir dan pulau di Indonesia sangatlah beragam. Perkembangan sosial budaya ini secara langsung dan tidak langsung dipengaruhi oleh faktor alam di sekitarnya. Perilaku sosial budaya ini memiliki kaitan erat dengan perilaku masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya alam di sekitarnya.Kondisi demografi menyangkut masalah perkembangan penduduk, taraf pendidikan, suku bangsa, agama serta tingkat arus informasi yang dapat diterima, merupakan faktor-faktor terkait dalam mengkaji permasalahan sosial budaya masyarakat pesisir untuk perumusan kebijakan penataan wilayah laut.

(9)

B.sejarah maritim

(683-1030 M) telah mendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur pelayaran dan jalur perdagangan serta menguasai wilayah-wilayah strategis yang digunakan sebagai pangkalan kekuatan lautnya.

Tidak hanya itu, Ketangguhan maritim kita juga ditunjukkan oleh Singasari di bawah pemerintahan Kertanegara pada abad ke-13. Dengan kekuatan armada laut yang tidak ada tandingannya, pada tahun 1275 Kertanegara mengirimkan ekspedisi bahari ke Kerajaan Melayu dan Campa untuk menjalin persahabatan agar bersama-sama dapat menghambat gerak maju Kerajaan Mongol ke Asia Tenggara. Tahun 1284, ia menaklukkan Bali dalam ekspedisi laut ke timur.

Puncak kejayaan maritim nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit (1293-1478). Di bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit berhasil menguasai dan mempersatukan nusantara. Pengaruhnya bahkan sampai ke negara-negara asing seperti Siam, Ayuthia, Lagor, Campa (Kamboja), Anam, India, Filipina, China.

Kilasan sejarah itu tentunya memberi gambaran, betapa kerajaan-kerajaan di Nusantara dulu mampu menyatukan wilayah nusantara dan disegani bangsa lain karena, paradigma masyarakatnya yang mampu menciptakan visi Maritim sebagai bagian utama dari kemajuan budaya, ekonomi, politik dan sosial.

3. Catatan Penting Dalam Sejarah Maritim Indonesia

(10)

yang mencintai laut sejak dahulu merupakan masyarakat bahari. Akan tetapi, oleh penjajah kolonial, bangsa Indonesia didesak ke darat, yang mengakibatkan menurunnya jiwa bahari. Nenek moyang Bangsa Indonesia telah memahami dan menghayati arti dan kegunaan laut sebagai sarana untuk menjamin berbagai kepentingan antarbangsa, seperti perdagangan dan komunikasi. Pada sekitar abad ke-14 dan permulaan abad ke-15 terdapat lima jaringan perdagangan (commercial zones).

1. Pertama, jaringan perdagangan Teluk Bengal, yang meliputi pesisir Koromandel di India Selatan, Sri Lanka, Burma (Myanmar), serta pesisir utara dan barat Sumatera. 2. Kedua, jaringan perdagangan Selat Malaka.

3. Ketiga, jaringan perdagangan yang meliputi pesisir timur Semenanjung Malaka, Thailand, dan Vietnam Selatan. Jaringan ini juga dikenal sebagai jaringan perdagangan Laut Cina Selatan.

4. Keempat, jaringan perdagangan Laut Sulu, yang meliputi pesisir barat Luzon, Mindoro, Cebu, Mindanao, dan pesisir utara Kalimantan (Brunei Darussalam).

5. Kelima, jaringan Laut Jawa, yang meliputi kepulauan Nusa Tenggara, kepulauan Maluku, pesisir barat Kalimantan, Jawa, dan bagian selatan Sumatera. Jaringan perdagangan ini berada di bawah hegemoni Kerajaan Majapahit. Selain itu, banyak bukti prasejarah di pulau Muna, Seram dan Arguniyang diperkirakan merupakan hasil budaya manusia sekitar tahun 10.000sebelum masehi!

Bukti sejarah tersebut berupa gua yang dipenuhi lukisan perahu layar. Ada pula peninggalan sejarah sebelum masehi berupa bekas kerajaan Marina yang didirikan perantau dari Nusantara yang ditemukan diwilayah Madagaskar. Tentu pengaruh dan kekuasaan tersebut dapat diperoleh bangsa Indonesia waktu itu karena kemampuan membangun kapal dan armada yang layak laut, bahkan mampu berlayar sampai lebih dari 4.000 mil.

4. Kemaritiman Indonesia Saat Ini

(11)

mustahil ditinggalkan, lain halnya dengan predikat “Negara Agraris” yang suatu saat bisa berganti dengan industri. Konsekwensi sifat maritim itu sendiri lebih mengarah pada terwujudnya aktifitas pelayaran di wilayah Indonesia. Dalam kalimat ini bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan dalam membangun perekonomian akan senantiasa dilandasi oleh aktivitas pelayaran.

Kilasan sejarah itu tentunya memberi gambaran, betapa kerajaan-kerajaan di Nusantara dulu mampu menyatukan wilayah nusantara dan disegani bangsa lain karena, paradigma masyarakatnya yang mampu menciptakan visi Maritim sebagai bagian utama dari kemajuan budaya, ekonomi, politik dan sosial.

Laut Indonesia merupakan urat nadi perekonomian nasioaldan penggerak lalu lintas ekonomi dunia. Indonesia secara natural lahir dan tumbuh sebagai Negara dan bangsa maritim, luar dan dalam. Hanya faktanya, Indonesia saat ini masih belum menjadi Negara maritime dalam pengertian yang sesungguhnya. Sebab, hingga sekarang Indonesia belum menjadi actor atau pelaku kelautan yang cukup mempuni, baik ditingkat domestic maupun global. Padahal, laut Indonesia merupakan urat nadi perekonomian nasional dan penggerak lalu lintas ekonomi dunia.

Dunia maritim Indonesia telah mengalami kemunduran yang cukup signifikan, kalau pada zaman dahulu mencapai kejayan baik dalam bidang politik maupun ekonomi, sekarang ini tidak tampak sedikit pun kemajuan yang dapat dilihat. Ironis memang, Indonesia yang mempunyai potensi laut sangat besar di dunia kurang begitu memperhatikan sektor ini. Padahal, laut menjadi salah satu faktor dalam mempertahankan eksistensi wilayah suatu negara “Bahkan barang siapa yang menguasai laut, ia akan menguasai dunia”, demikian dalil yang dikemukakan oleh Mahan, wajar saja kalau Mahan mengeluarkan pernyataan tersebut, dalam karyanya yang berjudul “The Influence of Sea Power Upon History” (1660-1783), yang terbit untuk pertama kalinya pada tahun 1890 dan telah mengalami cetakan ulang beberapa kali.

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Perlu untuk dipahami juga bahwa kawasan dasar laut internasional ini merupakan kawasan dasar laut/samudera dalam yang terletak di luar landas kontinen dan berada

sebagai negara baru yang menerapkan Islamisasi di berbagai sektor. Sejak 2005, Malaysia dianggap sebagai yang terbaik dan konsisten dalam menggali dan mengembangkan

Dengan berbagai alasan keunikan dan kompleksitas sistem pada wilayah pesisir sebagaimana dikemukakan di atas, maka untuk menjamin pemanfaatan potensi sumberdaya

SUMBER DAYA ALAM LAUT DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

Penelitian tentang batas wilayah laut daerah harus dilakukan dengan pendekatan berbagai aspek, setidaknya ada tiga aspek utama yaitu aspek hukum, geomorfologi, dan teknik

Untuk bulan Juni sampai Agustus Karakteristik gelombang untuk wilayah Samudra Hindia adalah kategori Sedang sampai Tinggi (1,25 sampai 4 meter), untuk wilayah Laut Natuna

Permasaahan kelautan lain yang tidak kalah pentingnya adalah belum tuntasnya batas-batas wilayah laut dengan negara-negara tetangga, dan ancaman terhadap kedaulatan wilayah

3.2 Ekosistem Laut dan Pantai serta Hubungannya Pantai serta Hubungannya dengan Sumber Daya dengan Sumber Daya Alam Alam Ekosistem laut dan pantai meluputi hutan mangrove,