• Tidak ada hasil yang ditemukan

ARTIKEL ANALISIS FORMULASI KEBIJAKAN PUB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ARTIKEL ANALISIS FORMULASI KEBIJAKAN PUB"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FORMULASI KEBIJAKAN PUBLIK

(STUDI PADA PROSES PERUMUSAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG TENTANG PEMBINAAN,

PENGENDALIAN DAN PEMANFAATAN RAWA)

A. Azmi Shofix S.R. Jurusan Ilmu Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya

Jl. Palembang-Prabumulih Km. 32 Indralaya (Ogan Ilir) Telp. (0711) 580572 E-mail : azmishofix@yahoo.co.id

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganilisis proses perumusan kebijakan, mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh, mengetahui aktor yang terlibat dan peranan aktor dalam perumusan kebijakan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan data kualitatif. Data diperoleh dari wawancara, observasi dan studi dokumentasi.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa proses perumusan rancangan peraturan daerah ini tidak ideal dan dapat dikategorikan kedalam model kelembagaan. Elemen atau faktor yang mempengaruhi terdiri dari dukungan elemen luar sudah cukup baik namun pelibatan elemen luar kurang representatif, elemen dalam yaitu keterbatasan sarana dan teknologi menyebabkan instansi teknis tidak dapat menyajikan data-data pendukung, keterkaitan yaitu koordinasi dan komunikasi yang terjalin melibatkan tiga pihak (eksekutif, legislatif, dan stakeholders). Aktor utama adalah Dinas PU Bina Marga dan PSDA Kota Palembang dan DPRD Kota Palembang. Jika dilihat dari aktor-aktor yang terlibat, proses perumusan kebijakan ini juga dapat dikategorikan kedalam model elit.

Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan PSDA Kota Palembang dan DPRD Kota Palembang dalam merumuskan rancangan peraturan daerah sebaiknya lebih memperhatikan isu yang berkembang di masyarakat, membuka akses keterbukaan publik secara luas, mempersiapkan data-data pendukung secara akurat, dan menerapkan segala tahapan perumusan rancangan peraturan daerah.

Kata kunci : Kebijakan Publik, Formulasi Kebijakan, dan Kebijakan Pembinaan, Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa

ABSTRACT

The purposes of this research are able to analyzed the policy formulation process, know the factors that affected, know the actors and the role of the actors that involved in the policy formulation. This research used descriptive method with qualitative data. The data was taken by using interview, observation, and documentation study.

(2)

effect had been enough well but this interaction is not representative, the internal element was like the limitation of instruments and technology that caused the technical institution cannot present any additional data, the linkages was like coordination and communication that is related in three aspects (executive, legislative, and stakeholders). The main actors were the Regional Assembly of Palembang and The Department of Highway Public Works and Water Resources Management of Palembang. Based on the actors that involved can be conluded that the regional regulation planning formulation can be categorized into elite model.

The Regional Assembly of Palembang and The Department of Highway Public Works and Water Resources Management of Palembang who formulated regional regulation planning should observe the issue that is developed in the society, open the public access widely, prepare supporting data accurately, and implement all stages of the policy formulation.

Keywords : Public Policy, Policy Formulation, and Policy Building Up, Controlling and Swamp Benefit.

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pembentukan atau pembahasan suatu peraturan daerah secara bersama oleh eksekutif dan legislatif menegaskan salah satu fungsi dari DPRD yaitu fungsi legislasi atau pembentukan peraturan di tingkat daerah. Untuk melaksanakan fungsi legislasi tersebut, DPRD provinsi/kota/kabupaten membentuk suatu aturan atau tata tertib yang didalamnya mengatur pembahasan dan pengesahan rancangan peraturan daerah. Untuk di Kota Palembang, pembahasan dan pengesahan rancangan peraturan daerah didasarkan pada Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Palembang Nomor 1 Tahun 2010 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Palembang.

(3)

Pembinaan dan Retribusi Pengendalian Pemanfaatan Rawa dan kemudian direvisi dengan Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pembinaan dan Retribusi Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa yang didalamnya ditetapkan bahwa rawa di Kota Palembang adalah seluas 5.835,19 Ha dan terbagi atas rawa konservasi, rawa budidaya dan rawa reklamasi. Data luas rawa konservasi, rawa budidaya, dan rawa reklamasi dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1

Data Luas Rawa Konservasi, Rawa Budidaya, dan Rawa Reklamasi

No. Jenis Rawa Luas Rawa

1. Rawa Konservasi 2.106,13 Ha

2. Rawa Budidaya 2.811,21 Ha

3. Rawa Reklamasi 917,85 Ha

Jumlah 5.835,19 Ha

Sumber : Diolah oleh Penulis dari Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pembinaan dan Retribusi Pengendalian dan

Pemanfaatan Rawa

Pada proses pembahasan Raperda Kota Palembang tentang Pembinaan, Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa di DPRD Kota Palembang terdapat fenomena-fenomena permasalahan yang muncul dalam pembahasan raperda tersebut. Permasalahan pertama yaitu proses pembahasan raperda yang sangat panjang terlihat dari dilakukanya dua tahap pembahasan raperda oleh Pansus XVI dengan melibatkan mitra kerja terkait. Penyelesaian pembahasan raperda ini yaitu antara bulan Desember 2011 sampai dengan Juni 2012. Sebenarnya waktu pembahasan raperda tersebut efektif hanya berkisar kurang lebih selama 2 bulan, akan tetapi ada jeda waktu antara pembahasan tahap pertama dan pembahasan tahap kedua yang mengakibatkan proses penyelesaian pembahasan raperda menjadi cukup panjang, yang disebabkan oleh sempat tertundanya persetujuan bersama antara eksekutif dan legislatif terkait dengan hasil pembahasan raperda. Jadwal pembahasan raperda tahap pertama dan tahap kedua dan pihak-pihak yang terlibat dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2

Jadwal dan Aktor-Aktor yang terlibat dalam Pembahasan Raperda Kota Palembang tentang Pembinaan, Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa

No. Kegiatan Waktu Aktor-Aktor yang Terlibat

1. Pembahasan Raperda

Masa Persidangan III, Tahun Kerja 2011 :

(4)

Tahap

Pertama a. 19 Desember sampaidengan 30 Desember 2011 Asisten Perekonomian dan Pembangunan (Asisten II), Staf Ahli Bidang Perekonomian, Pembangunan dan Investasi, BAPPEDA, Dinas Tata Kota,

Sumber : Diolah oleh Penulis dari Arsip Laporan Pembahasan Raperda Pansus XVI DPRD Kota Palembang, Tahun 2012

Proses pembahasan raperda yang sangat panjang dan sempat tertundanya persetujuan bersama antara eksekutif dan legislatif berdampak pada semakin lamanya terjadi kekosongan hukum terkait dengan permasalahan rawa. Semakin lama proses pembahasan raperda tersebut, maka sangat dimungkinkan terjadi kasus-kasus penimbunan rawa secara illegal. Berdasarkan hasil pantauan secara langsung di lapangan, pada tahun 2012 masih terdapat beberapa aktivitas penimbunan rawa yang terjadi di beberapa kawasan, seperti kawasan Jakabaring, Jalan Soekarno Hatta, Jalan Lunjuk Jaya, Kalidoni, dan Demang Lebar Daun.

(5)

1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah proses atau tahapan perumusan Rancangan Peraturan Daerah Kota Palembang tentang Pembinaan, Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa, faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhinya, dan siapa aktor yang terlibat dan bagaimanakah peran aktor-aktor yang terlibat?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari peneltian ini terkait dengan beberapa hal yaitu mendeskripsikan dan menganilisis proses perumusan Rancangan Peraturan Daerah Kota Palembang tentang Pembinaan, Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa, mengetahui ffaktor yang mempengaruhinya, dan mengetahui aktor-aktor yang terlibat dan peran aktor-aktor-aktor-aktor tersebut.

2. LANDASAN TEORI

2.1. Administrasi Negara dan Kebijakan Publik

Istilah administrasi publik dapat diartikan sebagai administrasi pemerintahan yang dilakukan oleh aparat pemerintah untuk kepentingan masyarakat (Wilson 1978, dalam Thoha 2010:67). Keban (2008:11) mengemukakan bahwa terdapat enam dimensi strategis dalam administrasi publik, yaitu dimensi kebijakan, dimensi struktur organisasi, dimensi manajemen, dimensi etika, dimensi lingkungan, dan dimensi akuntabilitas kerja. Dimensi kebijakan menyangkut proses pembuatan keputusan untuk penentuan tujuan dan cara alternatif atau terbaik untuk mencapai tujuan tersebut. Pasolong (2010:38) mengemukakan bahwa secara konseptual kebijakan publik dapat dilihat dari Kamus Administrasi Publik Chandler dan Plano (1988:107), yang mengatakan bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah publik atau pemerintah.

2.2. Formulasi Kebijakan Publik

(6)

elite dan model pluralis (Nugroho, 2012:544). Model elite merupakan model yang dipengaruhi kontinentalis yang terdiri dari model kelembagaan (institutional), model proses (process), model kelompok (group), model elit (elite), model rasional (rational), model inkremental (incremental) dan model pengamatan terpadu (mixed scanning). Sementara model pluralis yaitu model yang dipengaruhi oleh anglo-saxonis yaitu model teori permainan (game theory), model pilihan publik (pilihan publik), model sistem (system), model demokratis (democratic), model deliberatif (deliberative), model strategis (strategic), dan model tong sampah (garbage can).

Untuk lebih memahami mengenai proses perumusan kebijakan, Nugroho (2011:551) mengemukakan Model Proses Ideal Perumusan Kebijakan yang diambil dari Pedoman Umum Kebijakan Publik yang dikembangkan untuk Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Tahun 2006 yang secara umum dapat digambarkan secara sederhana dalam urutan proses sebagai berikut :

1. Munculnya isu kebijakan. Isu kebijakan dapat berupa masalah dan atau kebutuhan masyarakat dan atau negara, yang bersifat mendasar, mempunyai lingkup cakupan yang besar, dan memerlukan pengaturan pemerintah.

2. Setelah pemerintah menangkap isu tersebut, perlu dibentuk tim perumus kebijakan. Tim kemudian secara paralel merumuskan naskah akademik dan atau langsung merumuskan draf nol kebijakan.

3. Setelah terbentuk, rumusan draf nol kebijakan didiskusikan bersama forum publik, dalam jenjang sebagai berikut :

1) Forum publik yang pertama, yaitu para pakar kebijakan dan pakar yang berkenaaan dengan masalah terkait.

2) Forum publik kedua, yaitu dengan instansi pemerintah yang merumuskan kebijakan tersebut.

3) Forum publik yang ketiga dengan para pihak yang terkait atau yang terkena impact langsung kebijakan, disebut juga benificiaries.

4) Forum publik yang keempat adalah dengan seluruh pihak terkait secara luas, menghadirkan tokoh masyarakat, termasuk didalamnnya lembaga swadaya masyarakat yang mengurusi isu terkait.

(7)

4. Draf 1 didiskusikan dan diverifikasi dalam focused group discussion yang melibatkan dinas/instansi terkait, pakar kebijakan, dan pakar dari permasalahan yang akan diatur.

5. Tim perumus merumuskan Draf 2, yang merupakan Draf Final dari kebijakan. 6. Draf final kemudian disahkan oleh pejabat berwenang, atau, untuk kebijakan

undang-undang, dibawa ke proses legislasi yang secara perundang – undangan telah diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011.

Berkaitan dengan proses perumusan kebijakan, Abidin (2012:123) mengungkapkan bahwa proses perumusan kebijakan publik dapat didekati melalui model yang dinamakan dengan Kerangka Proses dan Lingkungan Kebijaksanaan (KPLK). Kerangka proses tersebut menggambarkan proses kebijakan dalam tiga dimensi, antara lain dimensi luar, dimensi dalam dan tujuan. Diantara dimensi luar dan dimensi dalam terdapat jaringan keterkaitan (linkages).

Elemen luar adalah bagian luar dari suatu organisasi yang mempunyai pengaruh yang menentukan terhadap rumusan kebijakan. Dimensi dalam adalah bagian dalam dari dalam suatu organisasi, elemen-elemen yang berada di dalam sistem ini terdiri atas struktur organisasi, sumber daya manusia, dan sarana organisasi, termasuk peralatan dan teknologi yang dikuasainya. Keterkaitan atau linkages, yaitu pertama keterkaitan yang ditujukan untuk memperoleh dukungan keabsahan atau legitimasi (enabling linkages), kedua adalah keterkaitan sumber daya yang diperlukan dalam perumusan kebijakan. Terkait dengan sumber daya yang diperlukan dalam proses kebijakan, Riant Nugroho (2011:506) mengemukakan terdapat keterbatasan sumber daya dalam proses kebijakan publik, adapun keterbatasan tersebut antara lain keterbatasan sumber daya waktu, kemampuan sumber daya manusia, keterbatasan kelembagaan, keterbatasan dana atau anggaran, dan keterbatasan yang bersifat teknis yaitu kemampuan menyusun kebijakan itu sendiri.

(8)

3. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan fenomena permasalahan yang diteliti. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif.

3.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui wawancara yaitu melakukan tanya jawab langsung kepada informan, observasi yaitu penelitian secara langsung ke unit analisis yang telah ditentukan yaitu DPRD Kota Palembang dan Dinas PU Bina Marga dan PSDA Kota Palembang, dokumentasi yaitu dengan jalan melihat dan mempelajari dokumen, peraturan, laporan yang terkait dengan penelitian, dan studi pustaka yaitu pengambilan data berupa referensi yang didapat dari buku-buku, dan peraturan perundang-undangan untuk dikumpulkan sebagai landasan teori.

3.3. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, menurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2008:338) dalam penelitian kualitatif langkah-langkah analisis data terdiri dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Proses Perumusan Rancangan Peraturan Daerah Kota Palembang tentang Pembinaan, Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa

4.1.1. Tahapan Isu Kebijakan

(9)

Ketanggapan Dinas PU Bina Marga dan PSDA dalam menangkap isu kebijakan tentang permasalahan rawa jika dilihat dari aspek waktu dapat dikatakan cukup baik yaitu 1 minggu dengan menggelar rapat sebanyak 2 kali. 4.1.2. Tahapan Penyiapan Kebijakan dan Pra Kebijakan

Pada tahapan penyiapan kebijakan, Dinas PU Bina Marga dan PSDA Kota Palembang membentuk tim perumus kebijakan untuk merumuskan raperda ini. Komposisi tim perumus raperda dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3

Komposisi Tim Perumus Kebijakan

No. Nama Jabatan

1. Ir. Kira Tarigan, S.T. Kepala Dinas PU Bina Marga dan PSDA

2. Ir. H. Hasmi Lakoni Sekretaris Dinas PU Bina Marga dan PSDA

3. Ir. H. Winarman Kepala Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air

4. H. Akhmad Bastari, S.T., M.T. Kepala Bidang Pengendalian Banjir danDrainase

5. Marlina Silvia, S.T., M.Si.,M.Sc. Kepala Seksi Bintek Pengendalian Banjirdan Drainase

6. Ir. H. Akhmad Anwar Kepala Seksi Pemanfaatan Sungai danRawa

7. Eny Amtatulusi, S.STP. Staf Seksi Pemanfaatan Sungai dan Rawa

8. M. Taufik Costarico, S.T. Staf Seksi Pemanfaatan Sungai dan Rawa

Sumber : Diolah oleh Penulis, Tahun 2012

(10)

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah.

Setelah dibentuk tim perumus kebijakan, tahapan selanjutnya adalah tahap pra kebijakan. Pada tahapan ini, tim perumus kebijakan langsung membentuk draf nol raperda dalam bentuk pasal-pasal, tidak lagi merumuskan naskah akademik atau penjelasan mengenai hal-hal yang akan diatur oleh kebijakan dan konsekuensi-konsekuensinya. Nugroho (2011:553) mengungkapkan bahwa waktu untuk merumuskan naskah akademik atau draf nol kebijakan idealnya adalah 2 minggu kerja (10 hari). Pada tahapan penyiapan kebijakan dan pra kebijakan jika dilihat dari segi waktu yang dibutuhkan sudah dapat dikatakan ideal, yaitu 2 minggu (10 hari kerja) dengan menggelar rapat sebanyak 5 kali.

4.1.3. Tahapan Proses Publik

Pada proses perumusan raperda rawa, setelah draf nol terbentuk Dinas PU Bina Marga dan PSDA tidak melaksanakan proses public, yaitu idak melibatkan pihak-pihak terkait, dan pihak-pihak luar yang berkaitan dengan raperda. Salah satu tahapan dari proses publik adalah forum pemerintah yang bertujuan untuk saling sharing antar SKPD terkait, mengingat permasalahan rawa merupakan permasalahan yang cukup kompleks dan bekaitan dengan SKPD lain maka seharusnya perlu diadakan forum pemerintah, bahkan seharusnya melibatkan Komisi III Bidang Pembangunan DPRD Kota Palembang. SKPD-SKPD yang terkait dengan permasalahan rawa di Kota Palembang dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4

SKPD-SKPD yang Terkait dengan Permasalahan Rawa di Kota Palembang No. Perangkat DaerahSatuan Kerja Keterkaitan dengan Permasalahan Rawadi Kota Palembang 1. Dinas Tata Kota Pemberian Izin Reklamasi Rawa harus

memperhatikan Rencana Tata Ruang Kawasan (RTRK) Kota Palembang yang merupakan kewenangan Dinas Tata Kota.

2. BAPPEDA Kawasan-kawasan rawa, jumlah, luas dan titik rawa diatur dalam Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW) Kota Palembang yang merupakan kewenangan BAPPEDA.

(11)

(AMDAL) dari Badan Lingkungan hidup (BLH)

Sumber : Diolah oleh Penulis, Tahun 2012

Jika dilihat dari tabel 4 maka dapat disimpulkan bahwa sebenarnya keterkaitan SKPD-SKPD tersebut cukup vital, eskipun tim perumus kebijakan tetap berpedoman pada hasil kajian-kajian dari SKPD tersebut, namun kehadiran atau keterlibatan secara langsung tetap dibutuhkan.

Proses publik seharusnya dijadikan acuan untuk materi penyusunan pasal-pasal kebijakan, akan tetapi karena proses publik tidak terlaksana, maka dapat disimpulkan bahwa draf nol sekaligus menjadi draf 1 raperda.

4.1.4. Tahapan Rumusan Kebijakan

Focus Group Discussion untuk membahas draf 1 yang dihasilkan hanya melibatkan Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Palembang, berkaitan dengan bahasa hukum dari raperda yang telah dibuat atau draf 1 yang telah dibuat. Hasil diskusi tersebut pada akhirnya mejadi draf 2 atau draf final yang kemudian akan memasuki tahapan selanjutnya yaitu proses legislasi di DPRD Kota Palembang.

Nugroho (2011:555) mengungkapkan bahwa diskusi FGD dilaksanakan paling banyak 2 kali dalam jangka waktu maksimal 2 minggu kerja (10 hari). Pada tahapan ini, FGD yang dilakukan sebanyak 1 kali.

4.1.5. Tahapan Proses Legislasi

4.1.5.1. Pengajuan Rancangan Peraturan Daerah Oleh Eksekutif kepada DPRD Kota Palembang

Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembinaan dan Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa diajukan oleh Pemerintah Kota Palembang pada 5 Desember 2011

Pengajuan Raperda sudah pada penghujung tahun 2011, dan bertepatan dengan akan berakhirnya Masa Persidangan III Tahun Kerja 2011 dan akan dibukanya Masa Persidangan I Tahun Kerja 2012.

(12)

4.1.5.3. Pengkajian Rancangan Peraturan Daerah oleh Badan Legislasi

Tidak adanya naskah akademik dan tidak adanya penjelasan memuat pokok-pokok fikiran dan materi muatan yang diatur, berakibat pada kurang jelasnya landasan filosofis, landasan yuridis, dan landasan sosiologis dari dibentuknya raperda tersebut. Pengkajian raperda hanya dilakukan selama 2 hari, yang membuat pembahasan dan pengkajian menjadi tidak maksimal.

4.1.5.4. Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah oleh Pimpinan DPRD kepada Badan Musyawarah

Raperda tersebut diagendakan oleh Badan Musyawarah untuk disampaikan pada Paripurna ke-25 Masa Persidangan III Tahun Kerja 2011 tanggal 13 Desember 2011. Untuk menindaklanjuti penyampaian raperda tersebut dibentuk Panitia Khusus XVI yang memiliki tugas untuk melakukan pembahasan raperda. Adapun susunan anggota Pansus XVI pada tabel 5.

Tabel 5

Susunan Anggota Panitia Khusus XVI DPRD Kota Palembang

No. Nama Jabatan

1. Antoni Yuzar S.H., M.H. Ketua

2. H. R.M. Salahuddin, S.E. Wakil Ketua

3. H. Fathur Rachman Sekretaris

4. Mardiana, S.H., M.M. Anggota

5. H. Darmawan, S.H. Anggota

6. Drs. H.M. Badin Jahya Anggota

7. Musliman, S.Ag. Anggota

8. Nazili, S.H. Anggota

9. Dra. Hj. Yeni Mardiana, M.Si. Anggota

10. Rhamadona, S.E. Anggota

11. Marwan Zulkarnaen, S.H. Anggota

Sumber : Diolah Penulis dari Arsip Laporan Pembahasan Raperda oleh Pansus XVI, Tahun 2012

4.1.5.5. Pembicaraan Tingkat I

a. Paripurna Penyampaian Usulan Raperda dan Penjelasan Raperda oleh Eksekutif (Walikota Palembang)

(13)

b. Paripurna Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi terhadap Usulan Rancangan Peraturan Daerah

Tahapan agenda sidang paripurna ini tidak dilaksanakan, seharusnya pada sidang paripurna dengan agenda pemandangan umum fraksi-fraksi terhadap penyampaian raperda fraksi-fraksi bisa menyampaikan tanggapannya baik dalam bentuk persetujuan atau penolakan, atau sanggahan dan kritikan terhadap substansi permasalahan penyampaian raperda tersebut.

c. Paripurna Tanggapan dan/atau Jawaban Eksekutif terhadap Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi

Permasalahan tidak dilaksanakannya paripurna pemandangan umum fraksi terhadap usulan raperda juga terjadi pada sidang paripurna jawaban walikota atas pemandangan umum fraksi-fraksi yang juga tidak dilaksanakan.

d. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kota Palembang tentang Pembinaan dan Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa oleh Panitia Khusus XVI bersama Mitra Terkait

Pembahasan raperda ini dilakukan melalui 2 tahap pembahasan. Pembahasan tahap pertama dilakukan pada tanggal 19 Desember 2011 sampai dengan 30 Desember 2011, dan tanggal 3-7 Januari 2012. Adapun mitra-mitra kerja Panitia Khusus XVI dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6

Mitra Kerja Terkait dalam Proses Pembahasan Raperda Tahap Pertama No. Mitra Kerja Terkait

1. Dinas PU Bina Marga dan PSDA Kota Palembang 2. Bappeda Kota Palembang

3. Dinas Tata Kota Palembang 4. BLH Kota Palembang

5. Bagian Hukum dan Ortala Sekretariat Daerah Kota Palembang 6. Camat Se-Kota Palembang

Sumber : Diolah Penulis dari Arsip Laporan Pembahasan Raperda oleh Pansus XVI, Tahun 2012

(14)

Tabel 7

Stakeholders dalam Proses Pembahasan Raperda Tahap Kedua No. Stakeholders yang Terlibat

1. Asisten Perekonomian dan Pembangunan (Asisten II) 2. Staf Ahli Bidang Perekonomian, Pembangunan, dan Investasi 3. PU Bina Marga dan PSDA

4. BAPPEDA Kota Palembang

5. Bagian Hukum dan Ortala Setda Kota Palembang 6. Staf Ahli DPRD Kota Palembang

7. Dinas Tata Kota Palembang

8. Badan Lingkungan Hidup Kota Palembang 9. REI SUMSEL

10. Camat Kertapati 11. Camat Plaju 12. Camat Gandus 13. Camat Kalidoni 14. Camat Seberang Ulu I 15. Camat Seberang Ulu II 16. Camat Alang-Alang Lebar

Sumber : Diolah Penulis dari Arsip Laporan Pembahasan Raperda oleh Pansus XVI, Tahun 2012

Pada proses rapat pembahasan tahap pertama dan kedua Panitia Khusus XVI belum mendapatkan data-data mengenai titik-titik rawa, luas dan wilayah-wilayah rawa.

e. Rapat Konsultasi Pansus dengan Pimpinan DPRD Kota Palembang mengenai Pembahasan Raperda

Pada rapat konsultasi Panitia Khusus XVI kepada Pimpinan DPRD Kota Palembang tahap pertama, raperda ini belum selesai dibahas, maka pada rapat yang dilakukan pada tanggal 9 Januari 2012 tersebut diputuskan raperda tersebut ditunda persetujuan bersama dan diperpanjang pembahasannya oleh Pansus XVI.

Rapat Konsultasi Pansus XVI kepada Pimpinan DPRD Kota Palembang tahap kedua dilaksanakan pada 5 Juli 2012. Dalam rapat tersebut, Panitia Khusus XVI menyampaikan hasil pembahasan, dan secara umum mendapatkan persetujuan.

4.1.5.6. Pembicaraan Tingkat II

(15)

Dalam rapat Paripurna ke-26 ini disepakati bahwa perlu dilakukan perpanjangan waktu pembahasan raperda.

b. Paripurna ke-10 Masa Persidangan II Tahun Kerja 2012

Laporan Panitia Khusus XVI yang membahas raperda Kota Palembang kepada rapat paripurna dewan dan persetujuan bersama dilaksanakan pada paripurna ke-10 tangal 9 Juli 2012. Dalam rapat paripurna tersebut, disepakati hasil pembahasan raperda yang dibahas oleh XVI, dan kemudian dilakukan persetujuan bersama.

4.2. Faktor-Faktor yang Berpengaruh dalam Proses Perumusan Peraturan Daerah Kota Palembang tentang Pembinaan, Pengendalian danPemanfaatan Rawa

4.2.1. Elemen Luar

Pihak-pihak luar yang terkait antara lain DPRD Kota Palembang, Bagian Hukum dan Ortala, Dinas Tata Kota, BLH, dan BAPPEDA, DPD REI SUMSEL, dan WALHI Sumatera Selatan. Dukungan elemen luar dilihat melalui kehadiran pihak-pihak tersebut dalam rapat-rapat pembahasan. Data kehadiran elemen luar dalam rapat proses pembahasan raperda di DPRD Kota Palembang dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8

Kehadiran Elemen Luar dalam Proses Pembahasan Raperda

No. Elemen Luar Banyaknya

Jadwal Rapat

Jumlah Kehadiran

Jumlah Tidak Hadir 1. DPRD Kota Palembang

(PANSUS XVI) 14 14

-2. Staf Ahli DPRD Kota

Palembang 1 1

-3. BAPPEDA 4 4

-4. Dinas Tata Kota 4 4

-5. Badan Lingkungan Hidup 2 2

-6. Bagian Hukum dan Ortala 6 6

-7. Camat se-Kota Palembang 1 1

(16)

-Gandus, Kalidoni, Seberang Ulu I, Seberang Ulu II, Alang-Alang Lebar

9. Asisten Perekonomian dan

Pembangunan (Asisten II) 1 1

-10 Staf Ahli Bidang

Perekonomian, Pembangunan dan Investasi

1 1

-11. REI SUMSEL 1 1

-Sumber : Diolah oleh Penulis, Tahun 2012

4.2.2. Elemen Dalam

Dalam proses perumusan raperda ini yang dimaksud dengan elemen dalam adalah Dinas PU Bina Marga dan PSDA Kota Palembang. Untuk permasalahan rawa di Kota Palembang ditangani oleh Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air, lebih khususnya lagi Seksi Pemanfaatan Sungai dan Rawa. Data pegawai Seksi Pemanfaatan Sungai dan Rawa dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9

Pegawai Seksi Pemanfaatan Sungai dan Rawa

No. Nama Pegawai Jabatan Tingkat

Pendidikan 1. Ir. H. Akhmad Anwar Kepala Seksi Pemanfaatan

Sungai dan Rawa

Strata 1

2. Emy Amtatalusi, S.STP. Staf Seksi Pemanfaatan Sungai dan Rawa

D-IV setingkat Strata 1

3. M. Taufik Costarico, S.T. Staf Seksi Pemanfaatan Sungai dan Rawa

Strata 1

Sumber : Dinas PU Bina Marga dan PSDA Kota Palembang, Tahun 2012 Jika diliat dari tabel 9, kualitas pegawai Seksi Pemanfaatan Sungai dan Rawa sudah cukup baik. Sedangkan dari segi kuantitas dirasa masih kurang, dan tidak sebanding dengan fungsi yang harus dijalankan. Peralatan juga sangat diperlukan untuk mendukung perumusan kebijakan. Peralatan atau teknologi yang digunakan oleh Seksi Pemanfaatan Sungai dan Rawa dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10

(17)

No. Peralatan atau Teknologi Fungsi 1. Global Positioning System

(GPS)

Melihat koordinat, titik-titik dan luas rawa yang akan diberi izin reklamasi dengan sistem satelit navigasi.

2. Waterpass Menentukan elevasi rawa eksisting yang akan direklamasi berdasarkan ketinggian badan jalan. Ketinggian penimbunan rawa tidak boleh melewati ketinggian badan jalan.

3. Peta Kota Palembang Melihat peta kawasan yang akan diberi izin penimbunan rawa secara manual.

4. ArcGis 10.1. for Desktop

(Software peta) Memetakan titik rawa yang akan diberi izinpenimbunan rawa kedalam peta kawasan elektronik.

Sumber : Diolah oleh Penulis, Tahun 2012

Jika dilihat dari fungsi peralatan atau teknologi yang digunakan, ketidakmampuan Dinas PU Bina Marga dan PSDA Kota Palembang dalam menyajikan data-data terkini yang berkaitan dengan kawasan-kawasan rawa, luas rawa disebabkan karena tidak adanya peralatan yang memadai.

4.2.3. Keterkaitan atau Linkages

Koordinasi dan komunikasi yang terjalin dalam proses perumusan raperda melibatkan 3 pihak yaitu eksekutif (instansi teknis dan mitra kerja terkait), legislatif (Panitia Khusus XVI DPRD Kota Palembang), dan stakeholders. Koordinasi dan komunikasi hanya dilakukan oleh Dinas PU Bina Marga dan dengan Bagian Hukum dan Ortala berkaitan dengan perubahan dan penyempurnaan bahasa hukum dari draf 2 atau draf final. Pada proses pembahasan raperda di DPRD Kota Palembang terjadi koordinasi dan komunikasi yang menimbulkan interaksi politik-administratif yang melibatkan legislatif yaitu DPRD Kota Palembang dengan mitra-mitra kerja terkait.

Keterlambatan penyelesaian proses pembahasan raperda disebabkan oleh keterbatasan sumber daya waktu. Manajemen waktu yang tidak cermat tersebut didasari pada pola pengajuan atau penyampaian raperda yang tidak terorganisir dan belum adanya Program Legislasi Daerah (Prolegda).

(18)

akademisi dan pakar-pakar tidak dapat dilaksanakan karena tidak ada anggaran khusus.

4.3. Aktor dan Peran Aktor yang Terlibat dalam Proses Perumusan Peraturan Daerah

4.3.1. Pemetaan Aktor yang Terlibat

Pemeran serta resmi terdiri dari eksekutif yaitu Dinas PU Bina Marga dan PSDA Kota Palembang selaku instansi teknis pengusul raperda, dan SKPD-SKPD terkait. Untuk merumuskan draf awal raperda, Dinas PU Bina Marga dan PSDA Kota Palembang membentuk tim perumus kebijakan. Sementara lembaga legislatif yaitu DPRD Kota Palembang yang melakukan pembahasan secara langsung melalui Panitia Khusus XVI. Panitia

Pemeran serta tidak resmi yang dilibatkan dalam proses perumusan raperda hanya DPD REI Sumatera Selatan. DPD REI Sumatera Selatan dilibatkan dalam rapat pembahasan raperda tahap kedua di tingkat panitia khusus DPRD Kota Palembang. Selain DPD REI Sumatera Selatan tidak ada pelibatan kelompok-kelompok kepentingan, masyarakat, kalangan akademisi, dan pakar-pakar kebijakan atau pakar-pakar permasalahan rawa, baik pembahasan di tingkat eksekutif maupun di tingkat legislatif, sehingga dapat dikatakan bahwa pelibatan actor dalam proses perumusan raperda ini belum representatif.

4.3.2. Peran Aktor

(19)

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Proses perumusan Rancangan Peraturan Daerah Kota Palembang tentang Pembinaan, Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa dapat dikatakan tidak ideal karena masih terdapat beberapa kekurangan dan dapat dikategorikan kedalam model kelembagaan (institutional model). Model kelembagaan mendasarkan pada fungsi-fungsi pemerintah, di setiap sektor dan tingkat dalam formulasi kebijakan (Dye, dalam Nugroho 2011:512), dalam hal ini Pemerintah Kota Palembang melalui instansi teknis yaitu Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan PSDA mempunyai fungsi untuk membuat dan mengusulkan kebijakan yang berkaitan dengan permasalahan rawa, dan DPRD Kota Palembang selaku lembaga legislatif di tingkat daerah memiliki fungsi untuk melakukan pembahasan terhadap raperda yang diusulkan. Salah satu kelemahan dalam model kelembagaan adalah terabaikannya masalah-masalah lingkungan tempat kebijakan itu diterapkan (Wibawa, dalam Nugroho 2011:512), hal itu juga terlihat dalam proses perumusan raperda ini dimana isu atau masalah kebijakan tentang rawa yang dirumuskan tidak muncul dari masyarakat dan tidak didukung dengan data dan informasi yang akurat.

Sedangkan berdasarkan hasil analisis dengan memahami elemen atau faktor yang mempengaruhi dalam proses perumusan raperda ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut; (1) Pelibatan pihak luar atau masyarakat masih kurang representatif, (2) Dukungan dari elemen luar yang dilibatkan sudah cukup baik, (3) Kualitas pegawai Seksi Pemanfaatan Sungai dan Rawa jika dilhat dari kualitas dapat dikatakan cukup baik, sedangkan dari segi kuantitas pegawai dirasa masih kurang (4) Ketidakmampuan Dinas PU Bina Marga dan PSDA dalam menyajikan data-data terkini yang berkaitan dengan kawasan rawa, dan jumlah luas rawa disebabkan karena adanya peralatan yang memadai (5) Koordinasi dan komunikasi yang terjalin dalam proses perumusan raperda menimbulkan interaksi politik-administratif yang melibatkan 3 pihak (6) Keterlambatan penyelesaian proses pembahasan raperda salah satunya disebabkan oleh keterbatasan sumber daya waktu.

(20)

teknis pengusul raperda dan Panitia Khusus XVI DPRD Kota Palembang yang melakukan pembahasan terhadap raperda. Aktor-aktor terkait yang terlibat mempunyai peran memberikan masukan, kritik dan saran terhadap raperda yang dirumuskan. Jika dilihat dari aktor-aktor yang terlibat dalam proses perumusan kebijakan ini, dapat disimpulkan bahwa kebijakan ini juga dapat dikategorikan kedalam model elit (elite model). Dalam konteks model elit, rakyat atau masyarakat dianggap sebagai kelompok yang sengaja dimanipulasi sedemikian rupa agar agar tidak masuk dalam proses formulasi kebijakan (Nugroho, 2011:516). Hal tersebut terjadi pada proses perumusan raperda ini, dimana pelibatan aktor dalam proses perumusan raperda ini masih kurang representatif atau dengan kata lain pelibatan aktor dalam perumusan raperda ini lebih fokus kepada pihak swasta.

5.2. Saran

a. Bagi Dinas PU Bina Marga dan PSDA Kota Palembang :

1. Dalam merumuskan isu dan masalah kebijakan seharusnya memperhatikan kecenderungan isu yang muncul dari masyarakat dan mencari data pendukung atau informasi yang akurat,

2. Dalam membentuk tim perumus draft raperda seharusnya tidak hanya berasal dari internal SKPD,

3. Dalam merumuskan suatu draf raperda seharusnya dilakukan proses publik,

4. Dalam penyampaian raperda ke DPRD Kota Palembang, seharusnya dilampirkan Naskah Akademik dan keterangan yang memuat pokok-pokok materi muatan kebijakan yang diatur.

5. Untuk pembahasan raperda di tingkat legislatif, sebaiknya terlebih dahulu mempersiapkan data-data pendukung. Perlu dilakukan up-dating data yang berkaitan dengan rawa maupun masalah lain secara berkala,

(21)

plang nama jenis rawa di setiap rawa yang telah ditetapkan titik-titiknya, menertibkan mekanisme pemberian izin reklamasi rawa sesuai dengan yang telah diatur dalam perda, dan menindak tegas bagi pelaku-pelaku penimbunan rawa yang ilegal dan tidak memperhatikan kelestarian lingkungan.

a. Bagi DPRD Kota Palembang :

1. Pengkajian Naskah Akademik suatu raperda di Badan Legislasi seharusnya berdasarkan landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis,

2. DPRD Kota Palembang sebaiknya menjalankan setiap tahapan proses legislasi,

3. Dalam melakukan pembahasan raperda seharusnya DPRD Kota melibatkan lebih banyak stakeholder dari kalangan masyarakat yang akan terkena dampak dari kebijakan yang dirumuskan,

4. Pembahasan raperda yang berkaitan dengan tata ruang, tata wilayah, dan penentuan kawasan seperti rawa seharusnya mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Palembang Tahun 2011-2031,

5. Untuk mengatasi keterbatasan sumber daya waktu sebaiknya segera merumuskan Program Legislasi Daerah (Prolegda) untuk setiap tahunnya, 6. Melakukan pengawasan secara berkala terhadap implementasi peraturan

daerah yang telah dibuat, terutama berkaitan dengan pemberian izin reklamasi rawa, dan pelaksanaan sosialisasi jenis-jenis rawa.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Said Zainal. 2012. Kebijakan Publik. Salemba Humanika : Jakarta.

Dunn, William N. 1994. Public Policy Analysis, Terjemahan. Englewood Cliffs : New Jersey.

Gunawan, Achmad. 2007. Evaluasi Proses Pembuatan Kebijakan Penanggulangan HIV/AIDS Di Indonesia : Tesis. Universitas Indonesia : Jakarta.

Keban, Y.T. 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik. Gava Media : Jogjakarta

(22)

Pengelolaan dan Retribusi Persampahan/Kebersihan dan Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus) : Skripsi. Universitas Sriwijaya : Indralaya. Nawawi, Ismail. 2009. Public Policy (Analisis, Strategi Advokasi Teori dan

Praktek. PMN : Surabaya.

Novianto, Inosentius, Riant dan Agung. 2009. Meningkatkan Kinerja Fungsi Legislasi DPRD. Subur Printing : Jakarta.

Nugroho, Riant. 2011. Public Policy. PT. Elex Media Komputindo : Jakarta.

Nugroho, Riant. 2012. Public Policy. PT. Elex Media Komputindo : Jakarta.

Parson, Wayne. 2011. Public Policy : Pengantar Teori Dan Praktis Analisis Kebijakan. Kencana : Jakarta.

Pasolong, Harbani. 2010. Teori Administrasi Publik. Bandung : Alfabeta.

Prasetyo, Budi. 2010. Orientasi Aktor dalam Perumusan Kebijakan Publik : Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik, Volume 21 Nomor 2:115-130. (Alamat:http://mkp.fisip.unair.ac.id/index.php?

option=com_content&view=article&id=68%3Aorientasi-aktor-dalam-perumusan-kebijakan publik&catid=34%3Amkp&itemid=61, diakses tanggal 28 September 2012)

Saputra, Willy. 2012. Proses Formulasi Kebijakan Publik (Studi Analisis Proses Pembahasan Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 28 Tahun 2011 tentang Retribusi Penjualan Produk Usaha Daerah) : Skripsi. Universitas Sriwijaya : Indralaya.

Subarsono, A.G. 2010. Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori dan Aplikasi. Pustaka Pelajar :Yogyakarta.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta : Bandung.

Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta : Bandung.

Suwitri, Sri. 2008. Jejaring Kebijakan Dalam Perumusan Kebijakan Publik Suatu Kajian Tentang Perumusan Kebijakan Penanggulangan Banjir Dan Rob Pemerintah Kota Semarang : Jurnal STIA Banjarmasin, Volume VI Nomor 3.(Alamat:http://www.google.co.id/#hl=id&sclient=psyab&q=jejaring+ke bijakan+dalam+perumusan+kebijakan+publik+sri+suwitri&oq=jejaring+k ebijakan+publik+sri+suwitri&gs_l=hp.3...159021.178919.2.179221.71.57. 3.10.10.2.636.10268.0j41j14j1j0j1.57.0...0.0...1c.1.DSI3FPnl9Yo&pbx=1 &bav=on.2,o r.r_gc.r_pw.r_qf.&fp=6ad3

13c05fa438f&biw=1360&bih=625, diakses tanggal 28 September 2012)

(23)

Wahab, Solichin Abdul. 2012. Analisis Kebijakan (Dari Formulasi ke Penyusunan Model-Model Implementasi Kebijakan). Bumi Aksara : Jakarta. Winarno, Budi. 2011. Kebijakan Publik. CAPS : Yogyakarta.

Peraturan Perundangan :

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah

Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 8 Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang Tahun 1999-2009

Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 13 Tahun 2002 tentang Pembinaan dan Retribusi Pengendalian Pemanfaatan Rawa

Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pembinaan dan Retribusi Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa

Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 25 tahun 2011 tentang Pencabutan Peraturan Daerah Kota Palembang

Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pembinaan, Pengendalian dan Pemanfaatan Rawa

Referensi lainnya :

Gambar

Tabel 1Data Luas Rawa Konservasi, Rawa Budidaya, dan Rawa Reklamasi
Tabel 3Komposisi Tim Perumus Kebijakan
Tabel 5Susunan Anggota Panitia Khusus XVI DPRD Kota Palembang
Tabel 6Mitra Kerja Terkait dalam Proses Pembahasan Raperda Tahap Pertama
+4

Referensi

Dokumen terkait

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota | Institut Teknologi Sepuluh Nopember | 16 April 2015 Page 10 Guna mewujudkan kepemerintahan yang baik ( good governance ) dan meningkatkan

Menyajikan hasil telaah konsep ruang (lokasi, distribusi, potensi, iklim, bentuk muka bumi, geologis, flora dan fauna) dan interaksi antarruang Indonesia serta

Penelitian ini menyajikan aplikasi artificial neural network (ANN) untuk mengembangkan model yang dapat memprediksi kuat tekan beton 28 hari dengan menggantikan

Observasi ini bertujuan agar mahasiswa dapat secara langsung melihat dan mengamati proses belajar di kelas. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan tersebut, mahasiswa

artinya dalam kegiatan penyuluh-an harus diupayakan agar masyarakat dapat "belajar sambil bekerja" atau belajar dari pengalaman tentang segala sesuatu.. yang ia

Salah satu bentuk kemitraan antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah ker- jasama dalam pembuatan Peraturan Daerah (Perda) untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai

Bapak dan Ibu Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya yang dengan ikhlas memberikan ilmu kepada penulis selama proses pembelajaran.. Seluruh Civitas

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil uji coba angket pada variabel (X1) dan (X2), kemudian dihitung (Lampiran 3) dengan rumus di atas dan selanjutnya hasil dari