• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENYEBAB DAMPAK DAN SOLUSI KEBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS PENYEBAB DAMPAK DAN SOLUSI KEBA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENYEBAB, DAMPAK DAN SOLUSI

KEBAKARAN HUTAN DI INDONESIA

Makalah ini diajukan untuk memenuhi UTS mata kuliah geografi lingkungan

Oleh

Adam Irwansyah 23112002

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOMATIKA

JURUSAN TEKNOLOGI INFRASTRUKTUR

DAN KEWILAYAHAN

(2)

PRAKATA

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat rahmat-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah mengenai permasalahan geografi lingkungan. Analisa mengenai permasalahan geografi lingkungan ini merupakan salah satu tugas yang diberikan kepada seluruh peserta mata kuliah Geografi Lingkungan.

Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk kelulusan mata kuliah wajib Geografi Lingkungan. Makalah ini berisi pengetahuan yang telah diperoleh mahasiswa baik saat kuliah maupun melalui studi literatur.

Makalah ini diberi judul “Analisis Penyebab, Dampak dan Solusi Kebakaran Hutan di Indonesia”.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan makalah, Akhir kata penulis sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat, baik bagi penulis sendiri dan semua pihak yang membutuhkannya.

(3)

ABSTRAK

Kebakaran hutan dan lahan terjadi disebabkan oleh dua faktor utama yaitu faktor alam dan faktor kegiatan manusia yang tidak terkontrol. Kebakaran hutan yang terjadi akan menimbulkan sejumlah dampak maupun kerugian yang menyangkut aspek ekologi dan lingkungan, aspek ekonomi domestik dan aspek kesehatan dan sosial.

Dalam upaya pencegahan, berbagai kebijakan yang sifatnya meminimalisir kemungkinan kebakaran harus diutamakan, termasuk penguatan sistem informasi manajemen kebakaran hutan, lahan, kebijakan-kebijakan yang menyertai konversi, dan pembukaan lahan.

Sedangkan dalam upaya penanggulangan, teknologi modifikasi cuaca yang merupakan upaya manusia untuk memicu turunnya hujan dengan cara menyemai awan dapat dimanfaatkan. Teknologi ini dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain pesawat udara, ground base generator (GBG), dan roket.

(4)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Abstrak ... ii

Daftar Isi ... iii

Daftar Gambar ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Ruang Lingkup Kajian ... 2

1.4 Tujuan Penulisan Makalah ... 2

1.5 Sistematika Penulisan ... 2

BAB II TEORI DASAR ... 4

2.1 Definisi Kebakaran Hutan ... 4

2.2 Faktor Penyebab Kebakaran Hutan ... 5

2.3 Dampak Kebakaran Hutan ... 7

BAB III PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN ... 12

3.1 Pencitraan Satelit ... 12

3.2 Teknologi Modifikasi Cuaca ... 14

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN ... 18

4.1 Simpulan ... 18

4.2 Saran ... 18

(5)

DAFTAR GAMBAR

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan merupakan suatu pondasi alam dalam menyediakan dan mengendalikan berbagai kebutuhan manusia, seperti udara, air dan sebagainya. Selain sebagai sumber daya alam hutan juga merupakan faktor ekonomi dilihat dari hasil-hasil yang dimilikinya. Namun, bersamaan itu pula sebagai dampak negatif atas pengelolaan hutan yang eksploitatif dan tidak berpihak pada kepentingan rakyat, pada akhirnya menyisakan banyak persoalan, salah satu diantaranya ialah kebakaran hutan. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, bahkan menjadi permasalahan lintas negara karena asapnya yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan udara.

(7)

bekas api unggun tersebut tidak dipadamkan. Adanya kegiatan pembukaan lahan dengan teknik tebang-tebas-bakar yang tidak terkontrol, biasa dilakukan oleh perusahaan HTI dan peladang berpindah ataupun menetap. Pembakaran secara disengaja untuk mendapatkan lapangan penggembalaan atau tempat berburu, serta akibat membuang puntung rokok yang menyala secara sembarangan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, muncul beberapa persoalan yaitu: 1. Apa itu kebakaran hutan ?

2. Apa saja faktor yang menyebabkan kebakaran hutan ? 3. Apa saja dampak yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan ? 4. Apa saja upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan ?

1.3 Ruang Lingkup Kajian

Untuk menjawab rumusan masalah di atas perlu pengkajian beberapa pokok, yaitu:

1. Definisi kebakaran hutan

2. Faktor penyebab kebakaran hutan 3. Dampak akibat kebakaran hutan

4. Upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan

1.4 Tujuan Penulisan Makalah

Tujuan umum yang hendak dicapai melalui penulisan makalah ini ialah untuk mengetahui bagaimana suatu aktifitas dapat menyebabkan kebakaran hutan. Sedangkan tujuan khusus yang hendak dicapai ialah menganalisa solusi dari permasalahan kebakaran hutan di indonesia.

1.5 Sistematika Penulisan

(8)
(9)

BAB II

TEORI DASAR

2.1 Definisi Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan adalah suatu keadaan dimana hutan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan atau hasil hutan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan. (Peraturan Menteri Kehutanan, 2009)

Kebakaran hutan adalah pembakaran yang penjalaran apinya bebas serta mengkonsumsi bahan bakar alam dari hutan seperti serasah, rumput, ranting/cabang pohon mati yang tetap berdiri, log, tunggak pohon, gulma, semak belukar, dedaunan dan pohon-pohon. (Raharjo, 2003)

Gambar 2.1 Kebakaran hutan di Desa Suak Nie, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat tahun 2013

(10)

kehutanan dan perkebunan. Di lingkup ilmu kehutanan ada sedikit perbedaan antara istilah kebakaran hutan dan pembakaran hutan. Pembakaran identik dengan kejadian yang disengaja pada satu lokasi dan luasan yang telah ditentukan. Gunanya untuk membuka lahan, meremajakan hutan atau mengendalikan hama. Sedangkan kebakaran hutan lebih pada kejadian yang tidak disengaja dan tak terkendali. Pada prakteknya proses pembakaran bisa menjadi tidak terkendali dan memicu kebakaran.

Kebakaran hutan berskala besar cukup sulit untuk dipadamkan. Kadang-kadang membutuhkan waktu hingga bermingu-minggu agar semua titik api bisa padam. Pada kondisi tertentu, seperti tanah gambut, kebakaran masih terus berlangsung di dalam tanah meski api dipermukaan telah padam berhasil dipadamkan. Sehingga tanah tetap mengeluarkan asap pekat dan sewaktu-waktu api bisa meletup kembali ke permukaan. Kebakaran hutan menjadi penyumbang terbesar laju deforestasi. Bahkan menurut organisasi lingkungan,

World Wild Fund, deforestasi akibat kebakaran hutan lebih besar dibanding konversi lahan untuk pertanian dan illegal logging.

2.2 Faktor Penyebab Kebakaran Hutan

(11)

penyebabnya, dan penyebab kebakaran hutan dapat dibagi menjadi 2 sumber yaitu :

1. Kebakaran hutan yang disebabkan oleh alam

a. Gejala alam skala global : kondisi alam yang tidak mendukung, misalnya, bencana alam, musim kemarau panjang yang membuat areal kehutanan menjadi begitu panas.

b. Lahan gambut dapat menjadi bahan bakar yang relatif melimpah sebab, kekeringan telah menyebabkan air tanah menurun di rawarawa air tanah yang besar di pedalaman. Lantas, lapisan gambut terpapar dan mengering. Pohon yang kebanyakan memiliki perakaran dangkal mengering dan tumbang. Baik gambut kering maupun kayu mati akhirnya merupakan bahan bakar yang efektif bagi penyebaran api pada permukaan dan di atas tanah. Api yang berkobar pada gambut dan batu bara di hutan rawa gambut akhirnya menyebar ke daerah-daerah hutan lainnya.

2. Kebakaran hutan yang disebabkan oleh manusia

a. Alih fungsi hutan / pembukaan lahan untuk perkebunan, pertanian, pemukiman, transmigrasi dengan menggunakan api yang tidak terkendali. Ini merupakan penyebab utama dari kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran terhadap kelestarian lingkungan. Terutama karena kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya hutan bagi kehidupan.

b. Kompleksitas jaring kemiskinan, persoalan pembangunan dan tata kepemerintahan. Faktor tata laksana pemerintah yang kurang serasi serta potensi penyebab konflik ditengah masyarakat adalah ketidakadilan dalam alokasi hasil SDA yang dibagikan penduduk asli setempat, pendatang dan pabrik yang melakukan investasi di wilayah tersebut. Tidak jarang dilaporkan bahwa reaksi masyarakat terhadap ketidakadilan itu adalah melakukan pembakaran dengan sengaja dalam upaya mencapai hak mereka.

(12)

Karena sisa-sisa penebangan hutan tersebut dapat menjadi salah satu bahan bakar potensial yang memperpanjang usia kebakaran hutan yang terjadi.

d. Titik api yang menyebar ke daerah yang sulit dijangkau manusia membuat penanganan kebakaran hutan menjadi lambat dan menyebar ke wilayah yang belum terbakar. Sistem pengelolaan hutan yang belum menyentuh akar permasalahan ekologi, social dan ekonomi yang terjadi di kawasan hutan itu sendiri dan hal ini yang kurang dicermati oleh pihak masyarakat, pemerintah, ataupun lembaga internasional yang konsern terhadap kehutanan.

2.3 Dampak Kebakaran Hutan

Gambar 2.2 Kabut asap akibat kebakaran hutan menyelimuti Kota Pekanbaru, Provinsi Riau

Kebakaran hutan yang terjadi akan menimbulkan sejumlah dampak maupun kerugian yang menyangkut beberapa aspek antara lain:

1. Dampak yang ditimbulkan dari kebakaran hutan terhadap ekologi dan lingkungan

(13)

terperangkap oleh asap dan sulitnya jalan keluar, karena api telah mengepung dari segala penjuru.

b. Ancaman erosi Kebakaran yang terjadi di lereng-lereng pegunungan atau pun di dataran tinggi akan memusnahkan sejumlah tanaman yang juga berfungsi menahan laju tanah pada lapisan atas untuk tidak terjadi erosi. Pada saat hujan turun dan ketika pengikisan tanah terjadi, ketiadaan akar tanah akibat terbakar sebagai pengikat akan menyebabkan tanah ikut terbawa oleh hujan ke bawah yang pada akhirnya berpotensi menimbulkan bukan hanya erosi tetapi juga longsor.

c. Perubahan fungsi pemanfaatan dan peruntukan lahan hutan sebelum terbakar secara otomatis memiliki banyak fungsi. Sebagai penyaring karbondioksida, maupun sebagai mata rantai dari suatu ekosistem yang lebih besar yang menjaga keseimbangan planet bumi. Ketika hutan tersebut terbakar, fungsi tersebut juga hilang dan karbondioksida tidak lagi disaring namun melayang-layang di udara. Dalam suatu ekosistem besar, panas matahari tidak dapat diserap dengan baik karena hilangnya fungsi serapan dari hutan yang telah terbakar tersebut. Hutan itu sendiri mengalami perubahan peruntukan menjadi lahan-lahan perkebunan dan kalau pun tidak, maka hutan akan menjadi padang ilalang yang akan membutukan waktu lama untuk kembali pada fungsinya semula.

d. Penurunan kualitas air kebakaran hutan memang tidak secara signifikan menyebabkan perubahan kualitas air. Kualitas air yang berubah ini lebih diakibatkan faktor erosi yang muncul di bagian hulu. Ketika air hujan tidak lagi memiliki penghalang dalam menahan lajunya maka ia akan membawa seluruh butir tanah yang ada di atasnya untuk masuk ke dalam sungaisungai yang ada. Akibatnya adalah sungai menjadi sedikit keruh. Hal ini akan terus berulang apabila ada hujan di atas gunung atau pun di hulu sungai.

(14)

dan beberapa spesies lainnya menjadi sedikit terhalang untuk melakukan forosintesa.

f. Sedimentasi di aliran sungai Tebalnya lumpur yang terbawa erosi akan mengalami pengendapan di bagian hilir sungai. Ancaman yang muncul adalah meluapnya sungai bersangkutan akibat erosi yang terus menerus. g. Deforestasi dan degradasi hutan Dampak jangka panjang yang

ditimbulkan oleh kebakaran hutan antara lain terjadinya penurunan jumlah hutan yang signifikan di dunia.

h. Menipisnya lapisan ozon Kebanyakan hutan yang terbakar adalah hutan di lahan gambut yang mempunyai kontribusi yang besar dalam pengurangan emisi karbon. Kebakaran lahan gambut dalam jumlah yang besar ini mengakibatkan peningkatan jumlah emisi karbon yang selanjutnya akan berdampak pada penipisan lapisan ozon.

2. Dampak yang dihasilkan dari kebakaran hutan terhadap sektor ekonomi domestik

a. Hilangnya sejumlah mata pencaharian masyarakat di dalam hutan maupun di lingkungan sekitar hutan itu sendiri. Sejumlah masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya dari hasil hutan tidak mampu melakukan aktivitasnya. Asap yang ditimbulkan dari kebakaran tersebut sedikit banyak mengganggu aktivitasnya yang secara otomatis juga ikut mempengaruhi penghasilannya. Setelah kebakaran usai pun dipastikan bahwa masyarakat kehilangan sejumlah areal dimana ia biasa mengambil hasil hutan tersebut, seperti rotan, karet.

(15)

kita bisa keluar dengan menggunakan masker, tetapi sinar matahari di pagi hari tidak mampu menembus ketebalan asap yang ada. Secara otomatis waktu kerja seseorang pun berkurang karena harus menunggu sedikit lama agar matahari mampu memberikan sinar terangnya. Ketebalan asap juga memaksa orang menggungakan masker yang sedikit banyak mengganggu aktivitasnya sehari-hari. Hal tersebut di atas mengakibatkan berkurangnya pemasukan yang diterima oleh individu. c. Menurunnya devisa negara Turunnya produktivitas secara otomatis

mempengaruhi perekonomian mikro yang pada akhirnya turut mempengaruhi pendapatan negara.

d. Dampak terhadap perhubungan dan pariwisata. Tebalnya asap juga mengganggu transportasi udara. Sering sekali terdengar sebuah pesawat tidak bisa mendarat di bandara tujuan karena tebalnya asap yang melingkupi tempat tersebut. Sudah tentu hal ini akan mengganggu bisnis pariwisata karena keengganan orang untuk berada di tempat yang dipenuhi asap. Hal ini akan mengakibatkan pendapatan di bisnis pariwisata akan menurun.

3. Dampak Kebakaran Hutan Terhadap aspek kesehatan dan sosial

a. Terganggunya kesehatan. Peningkatan jumlah asap secara signifikan menjadi penyebab utama munculnya penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan). Gejala ini biasanya ditandai dengan rasa sesak di dada dan mata agak berair.

b. Peningkatan jumlah Hama. Sejumlah spesies dikatakan sebagai hama bila keberadaan dan aktivitasnya mengganggu proses produksi manusia. Bila

tidak “mencampuri” urusan produksi manusia maka ia akan tetap

(16)

dengan merusak proses produksi manusia yang ia tumpangi atau dilaluinya. Hama itusendiri tidak harus berbentuk kecil. Gajah dan

(17)

BAB III

PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN

3.1 Pencitraan Satelit

Gambar 3.1 Sebuah citra satelit dengan resolusi 50 cm dari sebuah kebakaran di Riau, Indonesia dari Digital Globe dalam platform Global Forest Watch Fires

Pada aspek pencegahan, berbagai kebijakan yang sifatnya meminimalisir kemungkinan kebakaran harus diutamakan, termasuk penguatan sistem informasi manajemen kebakaran hutan, lahan, kebijakan-kebijakan yang menyertai konversi, dan pembukaan lahan. Sedangkan, untuk aspek pemantauan harus dikembangkan sistem peringatan dini dan tentu saja kapabilitas pemadam kebakarannya sebagai salah satu unsur yang harus dipenuhi dalam aspek penanggulangan kebakaran. Ada beberapa hal yang harus dilakukan berkenaan dengan upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemantauan kebakaran hutan diantaranya adalah :

(18)

kekeringan yang diperoleh Badan Meteorologi dan Geofisika manajemen kebakaran hutan dan penentuan dipadukan dengan data citra inderaja, seperti NOAA- AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration – Advanced Very High Resolution radiometer) yang dikembangkan oleh lembaga antariksa Amerika (NASA) sejak tahun 1978 untuk pemantauan iklim dan kelautan global sebagai data lanjutan. Sensor yang terdapat pada satelit tersebut, memberikan informasi yang sangat berguna untuk manajemen kebakaran, seperti deteksi kebakaran harian, pemetaan daerah yang terbakar, perbedaan vegetasi, dan bahan bakar api. Satelit-satelit NOAA mencakup area permukaan bumi seluas 2700 Km dari ketinggian kurang lebih 860 Km dan memiliki resolusi medan 1,1 km2 dalam ukuran pixel. Satelit-satelit ini memiliki sensor AVHRR (Advanced Very High Resolution Radiometer), sebuah radiometer pemantauan dengan lima saluran yang masingmasing memiliki karakteristik spektral yang berbeda (tampak, infra merah dekat, tengah dan jauh) dengan skala citra kira-kira 1: 6.000.000.

(19)

Data AVHRR diterima oleh sistem penerimaan HRPT (High Resolution Picture System), yang disediakan dan dirakit oleh Sistem Satelite Dundee. Proses geografis lebih jauh dilakukan dengan Sistem Tampilan dan Analisa Geografis (GADS) dan Arcview 3.2. Dengan tingkat pengulangannya yang tinggi NOAA AVHRR memiliki kemampuan untuk mendeteksi aktifitas kebakaran (High Temperature Event [HTE] atau Hotspots) berdasarkan pengukuran temperatur pada waktu sebenarnya. Sebuah pixel kebakaran atau HTE memiliki area tetap seluas 1,1 Km2 yang menunjukkan adanya satu atau lebih kebakaran di dalam area ini, walaupun demikian istilah hotspots tidak memberikan informasi mengenai jumlah, ukuran dan intensitas kebakaran dan ukuran luas area yang terbakar. Sensor AVHRR didesain untuk aplikasi ilmu meteorologi dan kelautan, oleh karena itu alogaritma khusus telah dikembangkan untuk pendeteksian kebakaran. Oleh karena itu untuk menghindari salah deteksi sehubungan dengan tingginya temperatur latar belakang (tanah), refleksi awan atau refleksi matahari oleh air, program pemrosesan satelit menggunakan alogaritma-alogaritma khusus.

3.2 Teknologi Modifikasi Cuaca

Gambar 3.3 Salah satu pesawat pengebom air yang digunakan untuk memadamkan kebakaran hutan

(20)

dilakukan dengan menggunakan bahan baku yang bersifat higroskopik atau menyerap air. Awan yang telah ditaburi bahan baku ini diharapkan memicu terjadinya pertumbuhan butir-butir hujan dalam awan dan selanjutnya mempercepat terjadinya hujan. Proses fisika dimodifikasi di dalam awan yang berupa proses tumbukan dan penggabungan atau proses pembentukan es. Proses kimia dapat dilakukan dengan dua mekanisme, dan sangat tergantung kondisi awan. Pada bagian awan dingin, curah hujan akan bertambah jika proses pembentukan es di dalam awan juga semakin efektif. Proses pembentukan es dalam awan akan semakin efektif jika awan disemai dengan penyemaian perak Iodida (Agl). Sementara itu, bagian awan hangat digunakan bahan partikel higroskopik yang disemai ke awan yang sedang dalam masa berkembang. Melalui bahan ini, proses hujan dapat segera dimulai serta berkembang ke seluruh awan. Bahan penyemaian yang digunakan adalah bahan yang bersifat higroskopik yang berbentuk serbuk yang sangat halus. Bahan yang digunakan adalah NaCl atau CaCl2 atau urea.

(21)

Awan sebagai target dalam proses TMC adalah jenis awan Cumulus (Cu) yang aktif, dicirikan dengan bentuknya yang seperti bunga kol. Awan dengan jenis ini terjadi karena proses konveksi. Konveksi merupakan cairan yang berpindah akibat adanya perbedaan suhu. Secara lebih rinci awan Cumulus terbagi dalam tiga jenis, antara lain Strato Cumulus (Sc), Cumulus, dan Cumulonimbus (Cb). Strato Cumulus merupakan awan Cumulus yang baru tumbuh, sedangkan Cumulonimbus, awan Cumulus yang sangat besar dan mungkin terdiri beberapa awan Cumulus yang bergabung menjadi satu. Pemanfaatan TMC ini sudah digunakan lebih dari 60 negara untuk berbagai kepentingan. TMC pertama kali dimanfaatkan untuk mendukung sektor pertanian di Indonesia. Pemanfaatan TMC untuk kepentingan penanggulangan bencana, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). TMC yang dilakukan oleh BNPB bersama BPPT adalah untuk menghambat pertumbuhan awan, dan menjatuhkan hujan di luar daerah rawan banjir. Di samping pemanfaatannya dalam penanggulangan bencana, TMC dimaksudkan untuk meningkatkan intensitas curah hujan sebagai upaya dalam menjaga ketersediaan air pada waduk yang berfungsi sebagai sumber air untuk irigasi dan pembangkit listrik.

TMC dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain pesawat udara, ground base generator (GBG), dan roket. Penyemaian melalui udara, NaCL sebagai bahan semai dilepaskan dengan beberapa cara, antara lain melalui airscooper

yang terpasang pada bagian bawah pesawat, melalui bentuk flare yang dipasang pada bagian sayap atau bawah pesawat. Sementara itu, GBG merupakan salah satu metode pemanfaatan kondisi topografi dan angin lembah. Bahan semai yang dibungkus berbentuk flare dibakar dari atas menara dengan ketinggian tertentu. Kembang api yang merupakan hasil pembakaran dari flare dengan bahan higroskopik itu ditujukan untuk mengatur partikel

(22)
(23)

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1

Simpulan

Kebakaran hutan menimbulkan kerugian yang sangat besar dan dampaknya sangat luas, bahkan melintasi batas negara. Di sisi lain upaya pencegahan dan pengendalian yang dilakukan selama ini masih belum memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu perlu perbaikan secara menyeluruh, terutama yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan. Berbagai upaya perbaikan yang perlu dilakukan antara lain dibidang penyuluhan kepada masyarakat khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor penyebab kebakaran hutan, peningkatan kemampuan aparatur pemerintah terutama dari Departemen Kehutanan, peningkatan fasilitas untuk mencegah dan menanggulagi kebakaran hutan, pembenahan bidang hukum dan penerapan sanksi secara tegas.

4.2

Saran

Dalam kesempatan ini, penulis mempunyai beberapa saran terkait permasalahan kebakaran hutan, diantaranya :

• Dilakukan upaya penyelamatan hutan dengan mengutamakan komponen seperti sumber daya manusia, optimalisasi anggaran untuk upaya penagamatan hingga pencegahan kebakaran hutan yang dapat menyebabkan bencana kabut dan asap, serta penanaman nilai-nilai kesadaran masyarakat akan pelestarian hutan, penegakan undang-undang yang efektif dalam bidang kehutanan dan juga ketegasan terhadap para pelanggar undang-undang atau aturan yang berlaku.

(24)

kebakaran hutan dan penanggulangan kebakaran hutan menjadi tanggung jawab bersama.

• Bekerjasama dengan pemerintah dalam menyediakan fasilitas untuk upaya pencegahan kebakaran hutan. Karena dengan adanya koordinasi dalam menyediakan fasilitas pencegahan kebakaran hutan diharapkan dapat meminimalisir dampak dari kebakaran hutan.

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Afrida, N. (2012, Februari 10). skripsi. Retrieved from repository.usu.ac.id:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31740/4/Chapter%20I.pdf

GEMA BNPB. (2013, September). Ketangguhan Bangsa Dalam Menghadapi Bencana.

Kabut Asap Riau, pp. 12-13. Retrieved from bnpb.go.id.

Pamungkas, G. (2009, september 12). pdf. Retrieved from library.upnvj.ac.id: http://library.upnvj.ac.id/pdf/2s1hi/205613011/bab2.pdf

Peraturan Menteri Kehutanan. (2009). Nomor P.12/Menhut-II/2009 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan.

Raharjo, B. (2003). Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Yang Lestari Perlukah Dilakukan. Laboratorium Kebakaran Hutan dan Lahan. Departemen Silvikultur. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Gambar 2.2 Kabut asap akibat kebakaran hutan menyelimuti Kota Pekanbaru, Provinsi Riau
Gambar 3.1 Sebuah citra satelit dengan resolusi 50 cm dari sebuah kebakaran di Riau, Indonesia dari Digital Globe dalam platform Global Forest Watch Fires
Gambar 3.2 Citra wilayah Kalimantan Selatan yang direkam oleh satelit ALOS
Gambar 3.3 Salah satu pesawat pengebom air yang digunakan untuk memadamkan kebakaran hutan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan perpustakaan sekolah di Indonesia cukup memprihatinkan. Data mengungkapkan baru 32% SD yang memiliki perpustakaan sekolah, sedangkan SLTP sebanyak 63%

Rancang bangun mesin stir casting MMCs menggunakan metode Pahl and Beitz yaitu metode perancangan yang terdiri dari penentuan kebutuhan, perancangan konsep produk, perancangan

Setiap orang, pelaku usaha, pengelola, penyelenggara dan/atau penanggung jawab tempat/kegiatan dan fasilitas umum yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka

Jogjakarta adalah sebuah kota budaya yang mempunyai nilai apresiasi terhadap seni eukup tinggi. Salah satunya adalah seni musik. Oi Jogja sendin Jenis musik rock

Untuk mengetahui karakter enzim protease dalam menghidrolisis protein menjadi asam aminonya agar mencapai aktivitas maksimumnya, perlu dipelajari lebih dulu kondisi

Pasien merasa rendah diri yaitu merasa dirinya adalah orang yang paling bodoh dan tidak berguna hidup di dunia ini, hal inilah yang membuat pasien sering memaki paling bodoh dan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelatihan Positive Parenting Program (Triple P) tidak efektif untuk menurunkan pengasuhan disfungsional pada orangtua dengan anak

Gagne berpendapat bahwa belajar adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah prilakunya sebagai akibat dipengaruhi oleh pengalaman yang didapat di