• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model TGT (Team Games Tournament) Berbantuan Permainan Kipas Pecahan untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 4 SDN Blotongan 01 Salatiga Semes

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model TGT (Team Games Tournament) Berbantuan Permainan Kipas Pecahan untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 4 SDN Blotongan 01 Salatiga Semes"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Mata Pelajaran Matematika

2.1.1.1 Hakikat Mata pelajaran Matematika

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang ada di sekolah dasar. Menurut Ruseffendi (Heruman, 2013) matematika adalah bahasa simbol;

ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Dimana matematika memuat simbol-simbol tertentu yang mempunyai arti atau makna dalam pembelajaran secara kongkret dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan, matematika menurut Soejadi (Heruman, 2013) yaitu memiliki pola objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Sujono (Halim, 2009) menyatakan bahwa matematika diartikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematis. Sujono menambahkan, matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran yang menggunakan logika dan masalah yang berhubungan dengan bilangan. Matematika memuat suatu materi yang menekankan suatu penalaran misalkan dalam proses memecahkan suatu masalah tertentu disini siswa diharapkan mampu menerapkan ilmu penalaran tersebut melalui kegiatan pembelajaran. Ahli yang lain seperti Mustafa (Tri Wijayanti, 2011), menyebutkan bahwa matematika adalah ilmu tentang kuantitas, bentuk, susunan, dan ukuran, yang utama adalah metode dan proses untuk menemukan dengan konsep yang tepat dan lambang yang konsisten,sifat dan hubungan antara jumlah dan ukuran, baik secara abstrak,

matematika murni atau dalam keterkaitan manfaat pada matematika terapan. ada beberapa ahli yang lain mengatakan bahwa matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir

(2)

Menurut Johnson dan Mylebust (Mulyono, 2003), selain itu Kline (Mulyono, 2003) mengemukakan, bahwa matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif. Sujono (Halim, 2009) mengartikan, matematika sebagai cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematik, penalaran yang logik dan masalah yang berhubungan dengan bilangan.

Selain pengertian matematika menurut para ahli kemudian ada pengertian matematika menurut suatu isltilah tertentu. Matematika merupakan bagian dari

ilmu pengetahuan yang bersifat pasti (eksakta) ternyata memiliki asal-usul matematika tersendiri. Istilah matematika berasal dari istilah latin yaitu “

mathematica” yang awalnya mengambil istilah Yunani yaitu “ mathematike” yang berarti “ relating to learning” yang berkaitan dengan hubungan suatu pengetahuan. Kata Yunani tersebut mempunyai akar kata mathema yang berarti pengkajian, pembelajaran, ilmu atau pengetahuan (knowledge) yang ruang lingkupnya menyempit, dan arti teknisnya menjadi pengkajian matematika. Kata mathematice yang yang serumpun yaitu mathenein atau dalam bahasa Perancis les mathematiques yang berarti belajar ( to learn). Jadi, berdasarkan asal usul kata matematika yaitu suatu pengetahuan yang diperoleh dari hasil proses belajar. Maka, persoalannya adalah pengetahuan tentang apa, apa yang menjadi pokok masalahnya atau sasaran yang dipelajarinnya The Liang Gie (1993 : 5 )

Dari berbagai definisi yang ada, dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan suatu ilmu yang sistematis. Yang mana matematika mempengaruhi pola pikir seseorang. Matematika harus diterapkan dalam dunia sehari- hari dengan maksud, agar orang mampu menguasai konsep yang benar dan tepat. Masalah matematika selalu berkaitan dengan logika dan dan suatu bilangan. Oleh karena itu, diharuskan mampu menyelesaikan persoalan matematika dengan

(3)

2.1.1.2 Pembelajaran Matematika di SD

Pembelajaran matematika harus diterapkan dengan tepat, sehingga siswa menguasai materi yang disampaikan oleh pengajar. Menurut Heruman ( 2013 ), usia perkembangan kognitif siswa sekolah dasar masih terikat dengan objek konkrit yang dapat ditangkap oleh panca indra.

Dapat dikatakan bahwa, dalam pembelajaran matematika yang abstrak. Siswa memerlukan alat bantu berupa media, dan alat peraga yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru. Oleh karena itu, materi lebih

cepat dipahami dan dimengerti oleh siswa dengan capat. Proses pembelajaran pada fase konkret dapat melalui tahapan konkret, semi konkret, semi abstrak, dan selajutnya abstrak. Selain itu kegiatan pembelajaran matematika berorientasi pada upaya menerapkan cara berpikir matematik. Berkaitan dengan penjelasan tersebut, Dienes (Hudojo, 2003) menyimpulkan bahwa belajar matematika melibatkan suatu struktur hirarki dari konsep-konsep tingkat lebih tinggi yang dibentuk atas dasar apa yang telah terbentuk sebelumnya. Menurut Heruman (2013) menyatakan bahwa dalam matematika, setiap konsep yang abstrak yang baru dipahami siswa perlu segera diberi penguatan, agar mengendap dan bertahan lama dalam memori siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya. Untuk keperluan inilah, sehingga di perlukan adanya pembelajaran melalui perbuatan dan pengertian, tidak hanya sekedar hafalan atau mengingat fakta saja. Karena hafalan hanya akan terendap sebentar tidak dapat berahan lama dimemori siswa.

Selain pengertian tersebut Heruman (2013), merujuk pada berbagai pendapat para ahli matematika Sekolah Dasar dalam mengembangkan kreativitas dan kompetensi siswa, maka guru hendaknya dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan efisien, sesuai dengan kurikulum dan pola pikir siswa. Dalam

(4)

konsep), pemahaman konsep, dan pembinaan ketrampilan. Memang, tujuan akhir pembelajaran matematika SD yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran matematika untuk saat ini mulai mengalami suatu perubahan yang mana mulai dikaitkan dengan kehidupan sehari- hari, dengan kata lain dalam kehidupan sehari- hari siswa mampu untuk menganalisis apa sajakah yang termasuk matematika. Berkenaan dengan itu matematika dapat dilakukan atau diterapkan siswa dalam kehidupan sehari- hari misalnya saat menggunakan

sepeda motor mengukur laju kecepatan. Hal tersebut ada kaitannya dengan pembelajaran matematika. Melalui hal kongkrit seperti diatas siswa lebih matang dalam penanaman konsep matematika.

2.1.1.3 Tujuan Mata Pelajaran Matematika

Dilihat dari dokumen Standar Kompetensi mata pelajaran matematika SD kurikulum 2006 tujuan pembelajaran matematika adalah untuk membantu siswa melakukan suatu aktivitas di lingkungan sekitar dalam kehidupan sehari- hari yang diuraikan berikut ini.

1. Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifat-sifatnya, serta menggunakan dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari. Disini siswa bukan hanya mampu menguasi konsep akan tetapi mampu untuk mengaplikasikannya dalam keseharian.

2. Memahami bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsur-unsur dan sifat-sifatnya, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.

3. Memahami konsep ukuran dan pengukuran berat, panjang, luas, volume, sudut, waktu, kecepatan, debit, serta mengaplikasikan dalam pemecahan

masalah sehari-hari.

(5)

5. Memahami konsep pengumpulan data, penyajian data dengan tabel, gambar dan grafik (diagram), mengurutkan data, rentangan data, rerata hitung, modus, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah sehari-hari.

6. Memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan. Melalui uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran matematika terletak pada penataan nalar, pemecahan masalah, pembentukan sikap, dan keterampilan dalam penerapan matematika. Manfaat pembelajaran matematika sangat terlihat dan dapat dirasakan dalam kehidupan sehari- hari.

Oleh karena itu, alangkah lebih baiknya kita selalu menerapkannya dalam kehidupan. Adapaun manfaat pembelajaran matematika yaitu untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir dan model matematika. Serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan (Wahyudi, 2008: 3). Menurut Jihad (2008: 153) manfaat pembelajaran matematika adalah sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan mengembangkan ketajaman penalaran yang dapat memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

Melalui beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa manfaat pelajaran matematika yaitu untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan siswa tentang materi yang berkaitan dengan matematika misalkan operasi hitung bilangan, bilangan bulat, bangun ruang dan lain sebagainya. Manfaat lain yaitu untuk meningkatkan pola pikir siswa terhadap matematika dan mampu meningkatkan kemampuan bernalar secara masuk akal sehingga dapat diterima oleh yang lain. Dapat di terima yaitu dengan cara pandai mengkomunikasikan. Yang mana mengkomunikasikan suatu hal tertentu dapat melalui grafik, tabel,

garis dan lain sebagainya.

2.1.1.4 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang Diteliti

(6)

Kompetensi dasar 6.1 dan 6.2 sebagai acuan untuk melaksanakan penelitian matematika pada siswa kelas 4 semester I di SDN Blotongan 01 Salatiga. SK dan KD diuraikan pada tabel 01.

Tabel 01

SK KD Mata Pelajaran Matematika

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

6.Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah

6.1 Menjelaskan arti pecahan dan urutannya

6.2. Menyederhanakan berbagai bentuk pecahan

2.1.2 Model Pembelajaran TGT

2.1.2.1 Hakikat Model Pembelajaran TGT

TGT merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Slavin (1995) untuk membantu siswa menguasai materi pelajaran. Slavin mengemukakan bahwa, TGT berhasil meningkatkan skill-skill dasar, pencapaian, interaksi positif antarsiswa, harga diri, dan sikap penerimaan pada siswa-siswa lain yang berbeda. Setiap siswa ditempatkan dalam satu kelompok yang terdiri dari 3 sampai 5 orang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi. Komposisi ini dicatat dalam tabel khusus (tabel turnamen), yang setiap minggunya harus diubah. Dalam TGT setiap anggota ditugaskan untuk mempelajari materi terlebih dahulu bersama anggota-anggotanya, barulah mereka diuji secara individual melalui game akademik. Nilai yang mereka peroleh dari game akan menentukan skor kelompok mereka masing-masing (Huda, 2011).

Prosedur TGT

(7)

membuat setiap tim heterogen dan setara secara akademik, dan jika perlu keragaman itu dilakukan dari segi jenis kelamin, etnis, agama, dan sebagainya. Tujuan dari Tim Studi ini adalah membebankan tugas kepada setiap tim untuk mereview dengan format dan sheet yang telah ditentukan.

Turnamen

Setelah membentuk tim, siswa mulai berkompetisi dalam turnamen. Penentuan turnamen dilakukan secara homogen dengan langkah sebagai berikut: 1) menggunakan daftar rangking yang telah dibuat sebelumnya; 2) membentuk

kelompok-kelompok yang masing-masing terdiri dari 3 atau 4 siswa; 3) menentukan setiap anggota dari masing-masing kelompok berdasarkan kesetaraan kemampuan akademik, jadi ada turnamen yang khusus untuk kelompok-kelompok yang terdiri dari siswa-siswa pandai, dan ada turnamen yang khusus untuk kelompok- kelompok siswa yang lemah secara akademik.

Format yang diterapkan adalah: 1) memberikan kartu-kartu yang telah dinomori (misalnya dari 1-30) kepada setiap kelompok; 2) memberi pertanyaan pada setiap kartu sebelum dibagikan pada siswa; 3) membuat lembar jawaban yang juga sudah dinomori; 4) membagikan satu amplop pada masing-masing tim yang berisi kartu-kartu, lembar pertanyaan, dan lembar jawaban;4) menginstruksikan siswa untuk membuka kartu; 5) menunjuk pemegang nomor tertinggi untuk membacakan pertanyaan terlebih dahulu; 6) mengarahkan siswa pertama untuk mengambil sebuah kartu dari amplop dan membacakan nomornya, lalu siswa kedua (yang memiliki lembar pertanyaan) membaca pertanyaan dengan keras, lalu siswa pertama menjawab pertanyaan tersebut, kemudian siswa ketiga (yang memiliki lembar jawaban) mengonfirmasi apakah jawabannya benar atau salah;7) Menggunakan aturan jika jawaban benar, maka siswa pertama mengambil kartu itu, namun jika jawabannya salah, maka siswa kedua dapat membantu

menjawabnya. Jika benar, kartu tetap mereka pegang. Namun, jika tetap salah, kartu itu harus dibuang.

(8)

Scoring dilakukan untuk semua tabel turnamen. Setiap pemain bisa menyumbangkan 2 hingga 6 poin kepada Tim Studinya masing-masing. Poin Tim Studi akan ditotal secara keseluruhan.

Menurut Trianto ( 2010) TGT adalah teknik pembelajaran yang hampir sama seperti STAD, kecuali sebagai ganti kuis dan sistem skor perbaikan individu, TGT menggunakan turnamen permainan akademik. TGT terdiri dari komponen-komponen yaitu: presentasi kelas dan tim. Model pembelajaran TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah

diterapkan,melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status. Melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih tenang disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

TGT pada mulanya dikembangkan oleh Davied Devries dan Kelth Edward ini, merupakan metode pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Menurut Saco (2006), dalam TGT siswa memainkan permainan-permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing . Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Kadang-kadang dapat juga diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok (identitas kelompok mereka). Permainan tersusun dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan konten yang dirancang untuk mengetes pengetahuan siswa yang diperoleh dari presentasi kelas dan latihan tim. Diadakan aturan tantangan yang memungkinkan seorang pemain mengemukakan jawaban berbeda untuk menantang jawaban lainnya. Turnamen merupakan struktur bagaimana dilaksanakannya permainan

(9)

berikutnya pada meja dua dan seterusnya. Pemilikan kemampuan pemecahan suatu masalah pada siswa sangatlah penting, namun masih rendahnya ketrampilan siswa dalam pemecahan masalah menuntut diterapkannya berbagai model pembelajaran dengan harapan dapat menarik perhatian siswa agar menyukai pelajaran dan untuk mempermudah siswa memecahkan suatu masalah. Pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah satu model pembelajaran yang menarik karena didalamnya terdapat kegiatan turnamen akademik yang diharapkan dapat membuat siswa agar lebih kreatif, cepat dan tepat dalam

memecahkan masalah matematika dan dapat meningkatkan sikap positif siswa terhadap pelajaran, mendorong siswa berpartisipasi aktif dan dapat menghadapkan siswa pada keterampilan yang menantang agar siswa terlatih melakukan pemecahan masalah dan berfikir analitik. Menurut Johnson (dalam Carolyn W Rouvire) TGT adalah belajar kooperatif yang terdiri dari pengajaran (teaching), belajar dalam tim (team study), dan pertandingan akademik (game tournament) proses ini sangat penting dalam proses pembelajaran setiap harinya bagi siswa. 2.1.2.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran TGT

Ada banyak ahli yang mengemukakan bagaimana langkah-langkah pembelajaran model TGT namun peneliti akan menggunakan langkah – langkah atau sintak dari salah satu ahli yaitu Slavin (dalam Purwati, 2010) yang mempunyai 4 komponen utama meliputi menyampaikan informasi (presentasi klasikal), pembentukan tim atau pengorganisasian siswa (kelompok), permainan (game tournament) dan pemberian pengahargaan pada kelompok. Penjabaran dari 4 komponen tersebut dapat kita lihat dalam tabel dibawah ini.

(10)

Tabel 02

Sintaks Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) Fase Sintaks Model

(11)

Tabel 03

Implementasi TGT berbantuan Permainan Kipas Pecahan dalam pembelajaran Matematika permaianan kipas pecahan dalam

pembelajaran matematika

Pendahuluan 1. Guru mengajak siswa untuk berdoa atau salam.

2. Guru menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk

4. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan diapai.

5. Guru menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus ( apersepsi)

1. Menyampaikan

Kegiatan Inti Eksplorasi

6. Guru dan siswa membahas materi pembelajaran.

7. Siswa mendengakan guru yang sedang menjelaskan.

8. Guru menjelaskan materi secara singkat.

Elaborasi

9. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya jika belum paham dengan materi yang disampaikan oleh guru. 10.Siswa dibagi menjadi 3 sampai 4

kelompok.

11.Siswa berkumpul dengan kelompok masing-masing.

12.Guru menjelaskan aturan permainan sebelum turnamen dimulai.

(12)

3. Permainan atau game

4. Pemberian hadiah atau penghargaan

14.Setiap kelompok mendiskusikan terlebih dahlu selama 2 menit, siapa yang akan menjadi ketua dan juru bicarannya.

15.Setiap menjawab 1 pertanyaan akan diberikan waktu 2 sampai 3 menit. Jika tidak ada yang menjawab soal tersebut dianggap hangus, jika benar skor 2.

Konfirmasi

16.Salah satu kelompok tercepat selesai mengerjakan soal nomor satu dengan waktu 2 menit, mengangkat tangan dan menyebut nama kelompoknya. 17.Siswa menjawab soal dengan posisi

berdiri di depan teman sekelas. Jika menjawab semua maka skor 10. 18.Yang memperoleh skor tertinggi

akan memperoleh hadiah (Reward). 19.Guru memberikan hadiah kepada

siswa. 25.Melakukan penilaian dan refleksi

terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan.

26.Siswa memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran.

27.Siswa dan guru merencanakan tindak lanjut remidi dan pengayaan

28.Guru menyampaikan rencana pembelajaran padapertemuan berikutnya.

29.Guru mengucap salam

(13)

2.1.2.3 Kelebihan Model Pembelajaran TGT

Suatu model pembelajaran pasti mempunyai kelebihan dalam implementasinya. Seperti model pembelajaran TGT ini mempunyai kelebihan dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Suarjana (2000:10) dan Istiqomah (2006) model pembelajaran TGT mempunyai kelebihan berikut ini.

a. Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas. Maksudnya,bahwa siswa mampu mempunyai banyak waktu untuk melakukan suatu tugas dari pada gojek sendiri dengan temannya. Tugas disini membantu siswa untuk

memperoleh pengalaman danpengetahuan baru tentang bagaimana cara mengerjakan soal yang diperoleh. Melalui tugas tersebut siswa mampu memecahkan masalah tentang materi akan mudah dan terarah.

b. Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu. Melalui kelompok, siswa akan menghilangkan sedikit keegoisan mereka. Siswa mengerjakan semua tugas yang diberikan oleh guru melalui kelompok. Disini mereka berkolaborasi bersama untuk memecahkan masalah yang mereka peroleh. Mereka tidak boleh melakukan aktivitas sendiri, ketika ada yang mengerjakan sendiri maka esensi kelompok akan hilang, tidak akan terjadi saling menghargai sesama teman. Menghargai teman yang lain merupakan kelebihan dari model pembelajaran TGT.

c. Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam. Model pembelajaran ini bukan hanya mengedepankan suatu kerja tim. Siswa haus mampu meguasai materi dengan baik. Sehingga, mereka dapat menjawab pertanyaan saat melaksanakan permainan dengan baik, tanpa menguasai materi mereka tidak akan mampu untuk bersaing dengan kelompok lain. Jika kelompok mampu menjawab dengan benar dapat dikatakan siswa tersebut benar- benar mampu menguasi materi secara mendalam.

(14)

pikiran dan fisik mereka. Sehingga, mereka aktif untuk mencari dan memperoleh informasi dari guru.

e. Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain. Komunikasi dan sosialisasi dengan orang lain sangat penting. Melalui kerja kelompok, siswa akan belajar berbicara dengan orang lain. Hal kecil misalnya kelompok belajar, mereka harus mampu berkomunikasi dan bersosialisasi dengan kelompok belajarnya.

f. Motivasi belajar lebih tinggi. Siswa sekolah dasar senang bermain bersama

teman- teman, ketika guru mampu mengolah pembelajaran menggunakan permainan dengan tepat dan menarik pembelajaran akan berlangsung dengan baik. Siswa akan tertarik dan termotivasi untuk mengikuti pelajaran.

g. Hasil belajar lebih baik dari yang sebelumnya. Hasil belajar siswa adalah hal yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Siswa yang memperoleh hasil yang belum maksimal belum tentu siswa tersebut tidak pandai. Namun dapat dipengaruhi oleh faktor yang lain, mungkin bosan dengan pembelajaran. Guru harus mampu menciptakan pembelajaran yang menarik dan inovatif. Melalui permainan siswa akan termotivasi untuk meningkatkan hasil belajar mereka.

h. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Penggunaan model pembelajaran ini memiliki banyak manfaat untuk permasalahan terhadap sika. Mulai dari budi pekerti, kepekaan, dan toleransi. Hal ini dikarenakan ada suatu kelompok tertentu. Di dalam suatu kelompok harus mampu untuk menguasai diri dari keegoisan, ketika tidak bisa menghargai, toleransi siswa tersebut tidak akan mempunyai banyak teman juga tidak dihargai oleh orang lain.

2.1.2.4 Kelemahan Model Pembelajaran TGT

(15)

1) Bagi Guru

Sulitnya pengelompokkan siswa yang mempunyai kemampuan yang berbeda dari segi akademis. Kelemahan ini dapat diatasi jika guru yang bertindak sebagai pemegang kendali, teliti dalam menentukan pembagian kelompok. Waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu yang sudah ditetapkan. Dapat ditanggulangi dengan cara guru mampu menguasai kelas secara menyeluruh.

2) Bagi siswa

Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada siswa yang lainnya. Cara mengatasi kelemahan ini, tugas guru adalah membimbing siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi agar mampu menyalurkan pengetahuannya kepada siswa yang lain.

2.1.3 Teori Dienes

2.1.3.1Pengertian dan Tahap Teori Dienes

Perkembangan konsep matematika menurut Dienes (dalam Resnick, 1981) dapat dicapai melalui pola berkelanjutan, yang setiap seri dalam rangkaian kegiatan belajar dari kongkret ke simbolik. Tahap belajar adalah interaksi yang direncanakan antara yang satu segmen struktur pengetahuan dan belajar aktif, yang dilakukan melalui media matematika yang desain secara khusus. Menurut Dienes, permainan matematika sangat penting sebab operasi matematika dalam permainan tersebut menunjukkan aturan secara kongkret dan lebih membimbing dan menajamkan pengertian matematika pada anak didik. Dapat dikatakan bahwa objek-objek kongkret dalam bentuk permainan mempunyai peranan sangat penting dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan baik. Menurut Dienes (dalam Ruseffendi, 1992:125-127), konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi tahap, yaitu sebagai berikut :

(16)

Dalam setiap tahap belajar, tahap yan paling awal dari pengembangan konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya dengan diberi permainan block logic, anak didik mulai mempelajari konsep-konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari

benda yang dimanipulasi.

2. Permainan yang Menggunakan Aturan (Games).

Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Anak yang telah memahami aturan-aturan tadi. Jelaslah, dengan melalui permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Semakin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajari itu. Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu. Contoh dengan permainan block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian membentuk kelompok benda berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep tipis dan merah, serta timbul penolakan terhadap bangun yang tipis (tebal), atau tidak

merah (biru), hijau, kuning).

3. Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities).

(17)

dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut (anggota kelompok).

4. Permainan Representasi (Representation).

Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang

sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari.

5. Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization).

Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal.

6. Permainan dengan Formalisasi (Formalization).

Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut. Contohnya, anak didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti membuktikan teorema tersebut. Karso (1999) menyatakan bahwa, pada tahap

(18)

elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika. Model pembelajaran TGT dikategorikan dalam tahap yang ke dua yaitu tentang permainan dengan aturan. Permainan yang digunakan ialah permainan kipas pecahan, yang mana permainannya yaitu dengan cara siswa dibagi menjadi 3 sampai 4 kelompok setelah itu siswa duduk bersama kelompok masing- masing. Dengan denah tempat duduk berbentuk segitiga jika 3 kelompok kalau 4 kelompok bebas sesuai kemauan. Setelah itu siswa diberikan satu kipas besar yang berisi 10 kipas kecil kipas tersebut berisi soal dengan jawaban. Tugas siswa yaitu mencari cara dari

jawaban yang ada. Dengan aturan permainan kelompok yang tercepat menjawab pertanyaan dapat mengangkat nama kelompok dan langsung menjawab pertanyaan dengan berdiri. jika ada 3 kelompok tidak bisa menjawab pertanyaannya masing- masing maka pertanyaannya dianggap hangus. Jika pertanyaan 10 terjawab semua maka skornya ialah 100 karena jika benar 1 soal skornya ialah 10. Setelah permainan selesai kelompok yang skornya tertinggi akan memperoleh hadiah (reward).

2.1.4 Permainan Kipas Pecahan

2.1.4.1 Pengertian Permainan Kipas Pecahan

Permainan kipas pecahan adalah permainan dengan cara siswa menemukan pasangan kipas yang sama warnanya di dalam kipas besar ke kelompok lain untuk memperoleh soal. Kelompok yang sudah memperoleh 5 soal boleh mengerjakan soal tersebut dengan kelompok masing- masing. Permainan ini tidak bisa dilakukan secara individu, harus dilakukan secara berkelompok karena di dalam kipas besar akan ada beberapa soal yang berada di dalam kipas kecil. Penerapan permainan kipas pecahan dalam proses pembelajaran Matematika pada materi pecahan yaitu sbb :

1. Siswa diminta untuk mengelompok sesuai dengan kelompok yang telah

dibuat.

(19)

3. Guru menjelaskan aturan permainan terlebih dahulu agar siswa tidak bingung saat permainan kipas pecahan dimulai.

4. Siswa akan diberikan satu kipas besar yang berisi 5 kipas kecil yang berbeda warna. Tugas siswa adalah menemukan kipas yang warnanya sama dengan kipas besar, mereka harus menemukan 5 kipas yang warnanya sama, setelah itu mereka boleh mengerjakan.

5. Soal berada di dalam kipas kecil, mereka boleh memanfaatkan kipas sebagai alat untuk menemukan jawaban.

6. Guru memberikan waktu 10 – 20 menit untuk mengerjakan soal tersebut. 7. Aturan permainan TGT dengan permainan kipas pecahan yaitu sbb :

Amatilah siklus permainan kelompok di bawah ini dengan cermat, sehingga tahu alur permainan dengan gambar berikut!

Gambar 01

Alur Permainan Kipas Pecahan

Langkah pertama aturannya yaitu siswa dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok 1, kelompok 2, kelompok 3 dan kelompok 4 jika dilihat seperti

segitiga.

a. Masing- masing kelompok terdiri dari 5 – 6 siswa

b. Masing- masing kelompok sudah memperoleh soal yang ada di kipas

c. Masing - masing kelompok diberi waktu selama 10 – 20 menit untuk menjawab pertanyaan

KELOMPOK 1

KELOMPOK 3 KELOMPOK 2

(20)

d. Langkah selanjutnya kelompok tercepat yang sudah selesai menjawab soal dapat mengangkat tangan kemudian menyebutkan nama kelompok dan membacakan jawabanya.

e. Jika menjawab pertanyaan dengan benar maka nilainya adalah 20 karena ada 5 soal jadi totalnya ada 100.

f. Kegiatan akhir dari games yaitu kelompok yang memperoleh skor yang paling banyak akan memperoleh hadiah dari guru. Untuk kelompok yang memperoleh skor rendah guru memotivasi agar selalu semangat belajar.

8. Guru meluruskan untuk soal yang tidak bisa dijawab siswa dan mengambil suatu kesimpulan.

2.1.4.1 Bahan Dan Alat Untuk Membuat Permainan Kipas Pecahan

Bahan yang digunakan dalam membuat permainan kipas pecahan adalah sebagai berikut :

a) Kertas karton secukupnya dengan warna yang berbeda b) Bambu / kayu di potong kecil - kecil

Alat yang digunakan dalam membuat permainan kipas pecahan adalah sebagai berikut :

a) Lem b) Double tip c) Gunting d) Solasi

2.1.4.3 Cara Membuat Kipas Pecahan Cara membuatnya dapat di jelaskan sbb :

1) Potong karton untuk membentuk kipas

2) Potong kayu atau bambu menjadi kecil untuk membuat kipas

3) Bentuk karton yang sudah di gunting sesuai dengan pola yang diinginkan 4) Kertas karton yang sudah menjadi pola di jadikan satu dengan kayu atau

(21)

5) Beri soal di masing- masing kipas

6) Setelah soal sudah di tempelkan kemudian masukkan ke kipas yang besar 7) Setelah semua sudah di masukkan ke kipas yang besar dan sudah di berikan

soal maka siap untuk digunakan dalam proses pembelajaran.

2.1.4.4 Kelebihan Permainan Kipas Pecahan

a) Siswa tertarik untuk belajar seheingga mereka aktif, karena pembelajaranya berbentuk permainan.

b) Tidak ada siswa yang pasif semua bergerak, karena permainanya menuntut siswa untuk bergerak.

c) Menekankan pada kerja tim dalam proses pembelajaran.

2.1.4.5 Kekurangan Permainan Kipas Pecahan a) Kegiatannya harus dengan kelompok

b) Membutuhkan biaya yang cukup banyak untuk membuat kipas c) Bagi siswa yang pasif ini adalah hal yang sulit

2.1.5 Keaktifan Belajar 2.1.5.1 Hakikat Keaktifan

(22)

a. Keaktifan indera: pendengaran, penglihatan, peraba dan lain-lain. Murid harus diransang agar dapat menggunakan alat indranya sebaik mungkin. b. Keaktifan akal: akal anak harus aktif atau diaktifkan untuk memecahkan

masalah, menimbang-nimbang, menyusun pendapat, dan mengambil keputusan.

c. Keaktifan ingatan: pada waktu mengajar, anak harus aktif menerima bahan pelajaran yang disampaikan guru dan menyimpannya dalam otak, kemudian pada suatu saat ia siap mengutarakan kembali.

d. Keaktifan emosi: dalam hal ini murid hendaklah senantiasa berusaha mencintai pelajarannya.

Keaktifan belajar siswa adalah segala sesuatu yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang dimaksud disini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif, seperti yang dikemukakan oleh Rochman Natawijaya dalam Depdiknas (2005) belajar aktif adalah “Suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosi guna memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor”. Keaktifan siswa selama proses pembelajaran merupakan salah satu indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti; 1) sering bertanya kepada guru atau siswa lain, 2) mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, 3) mampu menjawab pertanyaan, 4) senang diberi tugas belajar, dan lain sebagainya. Trinandita (1984) menyatakan bahwa “Hal yang paling mendasar yang dituntut dalam proses pembelajaran adalah keaktifan siswa”. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru

(23)

diatas dapat disimpulkan bahwa keaktifan belajar siswa adalah segala kegiatan yang dilakukan dalam proses pembelajaran yaitu proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor.

Sebisa mungkin dalam proses pembelajaran guru harus mampu mengajak siswa untuk aktif, karena dengan siswa aktif menandakan bahwa siswa tersebut senang dalam pembelajaran, jika siswa senang dalam pembelajaran biasanya ia akan mampu untuk menerima materi pembelajaran dengan baik pula. Oleh

karena itu, siswa harus mampu berperan aktif dalam proses pembelajaran.

2.1.5.2 Jenis-Jenis Keaktifan Belajar

Menurut Paul. D. Diedrich dalam Oemar Hamalik (2001) keaktifan belajar dapat diklasifikasikan dalam 8 kelompok yaitu:

a. Kegiatan-kegiatan visual, seperti: membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.

b. Kegiatan-kegiatan lisan, seperti: mengemukakan suatu fakta yang ada atau prinsip, menghubungkan suatu tujuan, mengajukan suatu pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi.

c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan, seperti: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio.

d. Kegiatan-kegiatan menulis, seperti: menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan materi, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket.

e. Kegiatan-kegiatan menggambar, seperti: menggambar, membuat suatu grafik, chart, diagram, peta, dan pola.

(24)

g. Kegiatan-kegiatan mental, seperti: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisa faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan dan membuat keputusan. Kegiatan-kegiatan emosional, seperti: menaruh minat, membedakan, merasa bosan, gembira, bersemangat, berani, tenang, dan gugup.

Selain itu, Menurut Uzer Usman (2009) cara untuk memperbaiki dan meningkatkan keterlibatan siswa atau keaktifan siswa dalam belajar adalah sebagai berikut:

1) Sesuaikan pengajaran dengan kebutuhan-kebutuhan individual siswa. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan usaha dan keinginan siswa. Cara memperbaiki keterlibatan kelas:

a) Abadikan waktu yang lebih banyak untuk kegiatan belajar mengajar. b) Tingkatkan partisipasi siswa secara efektif dalam kegiatan belajar

mengajar dengan menuntut respon yang aktif dari siswa. Gunakan contoh-contoh dalam teknik mengajar, motivasi dan penguatan.

c) Masa transisi antara berbagai kegiatan dalam mengajar hendaknya dilakukan secara tepat dan luwes.

d) Berikanlah pengajaran yang jelas dan tepat sesuai dengan tujuan mengajar yang akan dicapai.

e) Usahakan agar pengajaran dapat menarik minat murid, untuk itu guru harus mengetahui minat siswa dan mengaitkan dengan bahan dan prosedur pengajaran.

2) Cara meningkatkan keterlibatan siswa:

a) Kenalilah dan bantulah anak-anak yang kurang terlibat. Selidiki penyebab dan usaha apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan prestasi anak tersebut.

b) Siapkan siswa secara tepat. Persyaratan awal apa yang diperlukan anak untuk mempelajari tugas belajar yang baru.

(25)

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis keaktifan belajar siswa adalah: 1) kegiatan visual, 2) kegiatan-kegiatan lisan, 3) kegiatan-kegiatan-kegiatan-kegiatan mendengarkan, 4) kegiatan-kegiatan-kegiatan-kegiatan menulis, 5) kegiatan-kegiatan menggambar, 6) kegiatan-kegiatan metric, 7) kegiatan-kegiatan mental, dan 8) kegiatan-kegiatan emosional yang tercermin dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung.

2.1.5.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keaktifan Belajar Siswa

Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan mengembangkan bakat yang dimilikinya, siswa juga dapat berlatih untuk berfikir kritis serta dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Disamping itu guru juga dapat merekayasa sistem pembelajaran secara sistematis sehingga merangsang keaktifan siswa dalam pembelajaran. Gagne dan Briggs dalam Martins (2007) menyebutkan faktor-faktor yang dapat menumbuhkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, yaitu:

1. Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.

2. Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar kepada siswa). 3. Mengingatkan kompetensi belajar kepada siswa.

4. Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari) 5. Memberikan petunjuk kepada siswa cara mempelajarinya.

6. Memunculkan aktivitas, partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran. 7. Memberi umpan balik (feed back).

8. Melakukan tagihan-tagihan terhadap siswa berupa tes sehingga kemampuan siswa selalu terpantau dan terukur.

9. Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan diakhir pembelajaran.

(26)

1. Perhatian siswa terhadap penjelasan guru. Disini siswa harus memperhatikan guru saat menyampaikan pelajaran, sehingga dapat menerima materi dengan baik.

2. Kerjasamanya dalam kelompok. Kegiatan belajar yang melalui kelompok arus dikerjakan secara berkelompok. Tidak boleh dikerjakan secara individu. 3. Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok ahli.

4. Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok asal. 5. Memberi kesempatan berpendapat kepada teman dalam kelompok.

6. Mendengarkan dengan baik ketika teman berpendapat. 7. Memberi gagasan yang cemerlang.

8. Membuat perencanaan dan pembagian kerja yang matang. 9. Keputusan berdasarkan pertimbangan anggota yang lain. 10.Memanfaatkan potensi anggota kelompok.

11.Saling membantu dan menyelesaikan masalah.

Melalui berbagai indikator keaktifan belajar diatas, penulis akan mengambil 8 butir indikator yang digunakan untuk menilai keaktifan belajar siswa kelas 4 SDN Blotongan 01 Salatiga. 8 indikator tersebut adalah sebagai berikut:

1) Perhatian siswa terhadap penjelasan guru. 2) Kerjasamanya dalam kelompok.

3) Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok 4) Memberi kesempatan berpendapat kepada teman dalam kelompok. 5) Mendengarkan dengan baik ketika teman berpendapat.

6) Memberi gagasan yang cemerlang.

7) Membuat perencanaan dan pembagian kerja yang matang. 8) Saling membantu dan menyelesaikan masalah.

(27)

mengajukan suatu pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, diskusi; 3) kegiatan-kegiatan mendengarkan: mendengarkan penyajian bahan materi, mendengarkan percakapan dalam diskusi kelompok; 4) kegiatan-kegiatan menulis: menulis bahan-bahan materi, merangkum bahan materi, mengerjakan tes; 5) kegiatan-kegiatan mental: memecahkan masalah, membuat keputusan; 6) kegiatan-kegiatan emosional: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, dan berani.

2.1.6 Hakekat Hasil Belajar 2.1.6.1 Pengertian Belajar

Winkel (Eriyani, 2011) mengemukakan belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai-nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas . Jihad (2010) belajar merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan instruksional, biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Siswa yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional. Slameto (2010) mengemukakan belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Seels dan Rita (Iryani, 2010), belajar juga diartikan sebagai perolehan perubahan tingkah laku yang relatif permanen dalam diri seseorang mengenai pengetahuan atau tingkah laku karena adanya pengalaman. Hal ini senada dengan pendapat Bower & Ernes (Iryani, 2010) bahwa belajar diartikan sebagai

(28)

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Belajar merupakan salah satu hal yang penting bagi manusia yang mana belajar merupakan suatu proses berkelanjutan yang dilakukan oleh manusia sehingga manusia itu memperoleh suatu hasil. Belajar juga hal yang berkaitan dengan suatu hal yang awalnya tidak tahu menjadi tahu sehingga manusia dapat berkembang lebih baik dengan adanya suatu belajar.

2.1.6.2 Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah siswa menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley (Sudjana, 2001:21) membagi tiga macam hasil belajar, yaitu (a) ketrampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah. Menurut Hamalik (Jihad, 2010) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Azwar (Febriana, 2010) hasil belajar ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek utama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri dari enam aspek, yakni gerakan refleks, ketrampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan dan ketepatan, gerakan ketrampilan kompleks, dan gerakan

(29)

Hasil belajar ini diperoleh siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar. Untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil belajar siswa atau kemampuan siswa dalam suatu pokok bahasan guru biasanya mengadakan tes hasil belajar. Hasil belajar dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu tes hasil belajar yang diadakan setelah selesai program pengajaran. Evrieta (2010) hasil belajar matematika siswa merupakan suatu indikator untuk mengukur keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran matematika. Pengertian hasil belajar matematika sejalan dengan yang

dikemukakan oleh Evrieta yaitu suatu indikator untuk mengukur keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran matematika.

Hasil belajar matematika sebenarnya bukan yang nomor satu yang terpenting ialah siswa mampu menanamkan konsep dalam kehidupannya sehari hari serta mampu mengaplikasikannya. Jika siswa mampu mengaplikasikan pembelajaran matematika dalam kehidupan sehari hari dengan baik, maka untuk hasil belajarnya pun akan baik sesuai dengan kemampuan siswa mengaplikasikan konsep yang diterimannya.

2.1.6.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Slameto (2010) Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu:

1. Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang disebut faktor individu (intern), yang meliputi : (1). Faktor biologis, meliputi: kesehatan, gizi, pendengaran, dan penglihatan. Jika salah satu dari faktor biologis terganggu akan mempengaruhi hasil prestasi belajar, (2). Faktor Psikologis, meliputi: intelegensi, minat dan motivasi serta perhatian ingatan berfikir, (3). Faktor kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani nampak

(30)

2. Faktor yang ada pada luar individu yang disebut dengan faktor ekstern, yang meliputi: (1). Faktor keluarga. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar. (2). Faktor Sekolah, meliputi: metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan berdisiplin di sekolah. (3). Faktor Masyarakat, meliputi: bentuk kehidupan masyarakat sekitar dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Jika lingkungan siswa adalah lingkungan terpelajar maka siswa

akan terpengaruh dan mendorong untuk lebih giat belajar.

Sudjana (Mahardika, 2011) Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah:

a. Faktor intern, yaitu faktor yang terdapat dalam diri individu itu sendiri, antara lain ialah kemampuan yang dimilikinya, minat, motivasi, dan faktor-faktor lain.

b. Faktor ekstern, yaitu faktor yang berada di luar individu diantaranya lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar di atas dapat dikaji bahwa salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar adalah metode guru dalam mengajar (metode pembelajaran) seperti yang dikemukakan oleh Slameto (2010). Sehingga perlu diperhatikan oleh pengajar atau guru bahwa penerapan metode dalam pembelajaran sangat menentukan hasil belajar siswa.

2.1.7 Hubungan Antara Model Pembelajaran TGT Berbantuan Permainan Kipas Pecahan dengan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika

Model pembelajaran TGT berbantuan permainan kipas pecahan dengan keaktifan dan hasil belajar matematika siswa saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Matematika sering dikatakan mata pelajaran yang sulit bagi siswa.

(31)

pembelajaran, karena TGT menggunakan 3 langkah yaitu team, game and tournament. Siswa akan belajar secara berkelompok, kemudian akan melakukan suatu permainan yaitu kipas pecahan. Sesuai dengan pendapat Saco (2006) bahwa pembelajaran dilakukan dalam bergai tim untuk memperoleh skor. Kuis yang digunakan oleh guru yaitu berkaitan dengan materi yang sudah diajarkan sebelumnya. Ketika siswa aktif dan bisa mengikuti proses pembelajaran dengan benar. Maka, mereka pasti bisa memahami materi yang disampaikan oleh guru. Sehingga, akan berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran dan memperoleh

hasil belajar yang maksimal.

2.2 Hasil Kajian Penelitian Yang Relevan

Hasil penelitian yang hampir sama atau yang relevan dengan penelitian ini yaitu :

1) Indra Suryadi dkk, tahun 2015 dengan judul Penerapan Model Cooperative Learning Tipe TGT Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar Dalam Pembelajaran IPS Matematika Teknologi menggunakan model Cooperative learning TGT dalam pembelajaran IPS Sekolah Dasar dapat meningkatkan hasil belajar siswa, hal ini terbukti dari peningkatan hasil belajar siswa yang cukup signifikan. Terlihat dari rata-rata nilai hasil belajar yang diperoleh siswa pada siklus I adalah 69,67, pada siklus II adalah 80,32, dan pada siklus III adalah 84,14. Dapat dikatakan penelitian ini berhasil.

2) Ari Dwi Susyanto tahun 2015/2016 Universitas PGRI Yogyakarta dengan judul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournamen Pada Siswa Kelas 5 SD N 1 Jembangan Poncowarno Kebumen. Hasil penelitiannya yaitu Peningkatan ini mengalami peningkatan yaitu Pada siklus I persentase ketuntasan keseluruhan siswa meningkat menjadi 50% atau 11 dari 22 siswa, kemudian pada siklus II meningkat kembali menjadi 86% atau 19 dari 22 siswa. Dapat dikatakan berhasil. 3) Tri Wahyuni tahun 2013/2013 Universitas Sebelas Maret dengan judul

(32)

Tahun Ajaran 2012/2013. SD tersebut mengalami peningkatan hasil belajar dari siklus I ke siklus II. Peningkatan ini telah mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan oleh peneliti yaitu 85% siswa sudah tuntas dalam belajar.

4) Yunita Nurmilasari tahun 2015 Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dengan judul Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Dengan Model Kooperatif Tipe TGT Di Kelas IV SDN Paraksari. Presentase aktivitas rata-rata kelas yang diperoleh pada siklus I yaitu 66,38% berada pada kategori baik. Kemudian dilakukan tindakan pada siklus II menjadi 88,05% berada pada kategori sangat

baik. Persentase tersebut sudah memenuhi kriteria keberhasilan yang ditetapkan yaitu sebesar 80%. Hal tersebut menunjukkan bahwa penelitian tersebut berhasil.

Sesuai dengan berbagai kajian penelitian yang relevan peneliti ingin melakukan penelitian dengan menggunakan model TGT berbantuan permainan kipas pecahan kelas 4. Perbedaanya dari penelitian-penelitian tersebut ialah menggunakan teknik yang sama yaitu TGT namun untuk materi dan mata pelajaran yang berbeda di tambah dengan bantuan permaianan kipas pecahan serta untuk meningkatkan keaktifan belajar. Oleh karena itu dengan menggunakan model TGT berbantuan permainan kipas pecahan diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas 4 SDN Blotongan 01 Salatiga.

2.3 Kerangka Berpikir

Dalam proses pembelajaran guru harus mampu menyusun skenario dengan baik mulai dari pembuka sampai penutup serta menggunakan model pembelajaran yang baik sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Hal ini sangat mendukung pembelajaran siswa jika satu kegiatan tidak terlaksana dengan baik, maka akan berpengaruh bagi semua pelajaran yang lain. Sebelumnya 4 SDN

(33)

belajar. Kajian teori sebelumnya menjelaskan bahwa dengan model pembelajaran permainan cocok untuk mengajar matematika sehingga siswa tidak merasa bosan dalam proses pembelajaran.

Mengetahui permasalahan yang terjadi bahwa pendekatan dengan model pembelajaran saat proses pembelajaran berlangsung masih kurang tepat untuk peserta didik, maka peneliti akan menggunakan model pembelajaran TGT berbantuan permaianan kipas pecahan. Adanya model ini harapannya yaitu dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.

Kerangka pikir dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 02

Kerangka Pikir Model Pembelajaran TGT Berbantuan Permainan Kipas Pecahan

2.4Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang diuraikan di atas,

maka dapat dirumuskan hipotesis yaitu :

Gambar

Sintaks Model Pembelajaran Tabel  02 Teams Games Tournament (TGT)
Tabel 03 Implementasi TGT berbantuan Permainan Kipas Pecahan  dalam
Gambar 01 Alur Permainan Kipas Pecahan
Gambar   02 Kerangka Pikir Model Pembelajaran TGT Berbantuan Permainan Kipas

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS dengan menggunakan pendekatan Active Learning di kelas IV MIS Al- Iqra’ Medan Belawan.. Untuk mengetahui

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga praktikan dapat menyelesaikan kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) II di SMP Negeri

Hasil belajar siswa yang tidak maksimal dikarenakan siswa kurang mampu mengilustrasikan materi dengan nalarnya serta siswa kurang mampu berpikir secara sistematis dan

Praktik pengalaman lapangan adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan mahasiswa praktikan sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh dalam

Hamzah Hasyim, ST, M.Eng.Sc PERAIH PREDIKAT CUMLAUDE. WISUDA PERIODE

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan pembentukan lendir yang berkaitan dengan ventilasi mekanik tekanan positif... Perubahan nutrisi kurang

Perlakuan dosis pupuk organik pertroganik (P) menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (p<0,01) terhadap variabel berat kering oven 1000 biji, hasil biji kering oven ha -1 ;

Baru-baru ini tersiar kabar bahwa adanya kasus bom bunuh diri oleh teroris di beberapa titik di Surabaya. Kasus ini mengganggu kestabilan dan keamanan negara.