• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi di Kedokteran Gigi - Perubahan Densitas Tulang Mandibula pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe-2 Berdasarkan Pemeriksaan Radiografi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi di Kedokteran Gigi - Perubahan Densitas Tulang Mandibula pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe-2 Berdasarkan Pemeriksaan Radiografi"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Radiografi di Kedokteran Gigi

Pemeriksaan radiografi di bidang kedokteran gigi, baik yang konvensional maupun modern, secara umum mencakup radiografi intra dan ekstra oral. Jenis radiografi intra oral konvensional/analog yang paling sering digunakan di bidang kedokteran gigi adalah radiografi intra oral periapikal. Jenis ini memerlukan bahan kimia dalam prosesnya dan membutuhkan tempat khusus untuk tempat pemrosesan dan penyimpanan film (White, 2009).

Dalam radiografi konvensional maupun modern, karakteristik pembentukan gambar radiografi menentukan kualitas diagnostik yang dihasilkan. Pada radiografi konvensional, penerima gambar yang digunakan adalah film radiografi yang merupakan medium analog. Dalam medium ini perbedaan ukuran dan distribusi perak hitam metalik yang diendapkan pada permukaan film radiografi tersebut menghasilkan spektrum densitas gambaran radiografi yang sifatnya berkesinambungan. Interpretasi gambaran radiografi yang dilakukan adalah pembacaan langsung pada radiografi dengan menggunakan transmisi cahaya dari viewing box (White, 2009).

(2)

juga daerah gelap. Kondisi ini disebut sebagai kontras short grey scale karena hanya beberapa gambaran abu-abu yang tampak di antara gambaran hitam dan putih pada radiograf. Gambaran radiografi yang hanya terdiri atas zona abu terang dan abu-abu gelap memiliki kontras rendah, dan disebut sebagai kontras long grey scale. Kontras radiografi pada radiografi dipengaruhi kontras subyek, kontras film dan radiasi hambur (White, 2009).

A B

Gambar 1. Radiografi Rahang Bawah yang Memper-lihatkan A. Kontras Rendah dan B. Kontras Tinggi.

(3)

viewbox dan menghasilkan tampilan gambaran hitam pada radiografi tersebut. Derajat kegelapan secara keseluruhan pada film radiografi disebut densitas radiografi. Densitas ini dapat diukur sebagai densitas optikal pada suatu daerah tertentu pada film radiografi (Whaithes, 2002).

(4)

1. Korteks normal : tepi endosteal korteks datar atau lurus dan tajam.

Gambar 2. Korteks Mandibula yang Normal (Taguchi, 2003)

2. Korteks dengan erosi ringan hingga sedang : tepi endosteal menunjukkan kerusakan berbentuk semilunar akibat adanya resorpsi tulang.

(5)

3. Korteks dengan erosi yang parah : lapisan kortikal endosteal berkurang banyak dan terlihat adanya poreus.

Gambar 4. Korteks Mandibula dengan Erosi yang Parah (Taguchi, 2003)

(6)

2.2 Diabetes melitus 2.2.1 Pengertian

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang kompleks dan memerlukan perawatan sepanjang hidup untuk mengurangi risiko kecacatan dan kematian akibat komplikasi penyakit tersebut. DM adalah suatu gangguan metabolisme yang ditandai dengan keadaan hiperglikemia akibat sekresi dan aktivitas insulin yang tidak sempurna (Wah, 2006; Debora, 2002).

DM adalah salah satu masalah kesehatan yang umum terjadi dan berkembang di seluruh dunia. DM di beberapa negara cukup tinggi asia seperti di Amerika, Singapura, Hongkong, dan Pakistan. Di Singapura, prevalensi DM meningkat dari yang hanya sekitar 1,7% pada tahun 1975 menjadi 9% pada tahun 1998, dan cenderung terus meningkat (Wah, 2006). Di Amerika, sekitar 9% populasi dewasa mengalami DM dan dengan prevalensi ataupun insidens diabetes yang meningkat setiap tahunnya (Brian, 2006).

2.2.2 Klasifikasi

Menurut klasifikasi American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, Diabetes melitus dibagai menjadi empat klasifikasi yang ditetapkan berdasarkan tanda klinis dan keluhan, yaitu:

(7)

gangguan proses autoimun. Jika tidak dirawat, penderita diabetes DM tipe ini akan menunjukkan tanda-tanda klinis seperti polyuria, polydipsia, polyphagia, pruritis, lemah dan lemas. Penderita juga dapat mengalami komplikasi akibat DM . Klasifikasi ini juga disebut dengan diabetes dengan ketergantungan insulin (insulin-dependent diabetes).

b. Diabetes melitus tipe 2 merupakan diabetes yang disebabkan oleh resistensi terhadap insulin. Diabetes tipe ini lebih sering terjadi dibandingkan tipe 1 dan sering dihubungkan dengan obesitas. Resistensi terhadap insulin mengakibatkan penurunan jumlah transfer glukosa ke sel-sel dan akhirnya menimbulkan kondisi hiperglikemia.

c. Diabetes melitus gestational merupakan diabetes sementara yang terjadi saat kehamilan. Anak-anak yang ibunya penderita diabetes tipe ini akan memiliki risiko obesitas dan diabetes pada usia mudanya. Penderita diabetes tipe ini juga memiliki risiko mengalami diabetes tipe 2.

d. Diabetes melitus tipe lain merupakan klasifikasi diabetes yang dihubungkan dengan genetik, penyakit lainnya, ataupun penggunaan obat-obatan (Wah, 2006; Debora, 2002).

2.2.3 Diagnosis Diabetes melitus

(8)

melitus didasarkan pada ketentuan yang telah dikeluarkan oleh WHO (Sudoyo AW 2007).

Tabel 1. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Pedoman Diagnosis Diabetes melitus (DM)

Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai pedoman diagnosis Diabetes melitus (DM) Jenis kadar Sumber : Aru W.Sudoyo (Ilmu Penyakit Dalam ed 4)

2.2.4 Komplikasi Diabetes melitus

(9)

pembuluh darah kecil anttara lain: retinopathy, nefropathy, dan neuropathy . Retinopathy dapat menyebabkan kebutaan, nefropathy akan menyebabkan gagal ginjal, sedangkan neropati akan menyebabkan distesia (sensasi rasa terbakar). Komplikasi diabetes di rongga mulut juga dapat terjadi antara lain seperti: xerostomia, penyakit periodontal, insidens karies yang tinggi, kehilangan tulang, serta dapat mempengaruhi perubahan kepadatan (densitas) mineral tulang mandibula (Debora, 2002).

2.2.5 Hubungan Diabetes melitus dengan Densitas Radiografi

Diabetes melitus dapat mempengaruhi pembentukan tulang dan dihubungkan dengan obesitas, hiperglikemia serta AGE. Albright dan Reifersten adalah peneliti yang pertama kali tahun 1948 melaporkan adanya hubungan antara kepadatan mineral tulang yang berkurang, dengan risiko fraktur pada subjek DM. Namun demikian, penelitian mengenai hubungan kepadatan mineral tulang (bone mineral density/BMD) dengan DM pada tulang rahang rahang, masih sangat sedikit bila dibandingkan penelitian pada tulang lainnya seperti radius, vertebra dan femur (Ay, 2005). Beberapa mekanisme berperan dalam menyebabkan berkurangnya kepadatan tulang pada penderita DM, seperti : insulinopenia, microangiopathy, dan peningkatan interleukin (Cultrim, 2007).

(10)

merupakan marker pembentukan tulang. Analisis atau pemeriksaan terhadap marker-marker di atas dapat memberikan penjelasan mengenai kehilangan tulang pada pasien Diabetes melitus. Osteocalcin merupakan hasil sekresi osteoblas. Osteocalcin berperan dalam mengatur metabolisme tubuh dan pembentukan tulang. Selain itu, osteocalcin juga merangsang sel beta pankreas untuk melepaskan insulin. Penurunan jumlah osteocalcin akan mengurangi kepadatan mineral tulang. Penderita Diabetes melitus akan memiliki jumlah osteocalcin yang lebih rendah dibandingkan tidak mengalami DM. Penderita DM akan memiliki konsentrasi CTX yang lebih tinggi. CTX merupakan marker resorpsi tulang. OPG berperan penting dalam mengatur resorpsi tulang dengan menghambat diferensiasi osteoklas. Leptin merupakan hormon metabolisme yang regulasinya diatur oleh insulin. Pada penderita DM konsentrasi leptin akan berkurang. Walaupun penyebab pasti kehilangan tulang pada penderita Diabetes mellitus belum jelas sampai saat ini, namun beberapa peneliti menyatakan defisiensi insulin dapat meningkatkan resorpsi dan kehilangan tulang (Alexaopoulou, 2006).

(11)

insulin. Magnesium adalah ion penting dalam kehidupan sel. Magnesium merupakan kofaktor beberapa enzim (Cultrim, 2007; Milczarczyk, 2008).

Hubungan antara insulin dan magnesium telah diteliti sebelumnya. Hasil penelitian menyatakan bahwa magnesium berperan sebagai pembawa pesan kedua (second messenger) dalam aktifitas insulin. Insulin juga berperan dalam mengatur akumulasi magnesium intraseluler (Cultrim, 2007; Milczarczyk, 2008). Pada kondisi resistensi terhadap insulin, kandungan magnesium intraseluler akan turun. Pada Diabetes melitus, rendahnya kandungan magnesium intraseluler disebabkan oleh peningkatan urin yang dikeluarkan, dan resistensi insulin, dan rendahnya kandungan magnesium intraseluler akan menyebabkan gangguan respons serta aktifitas insulin. Hal inilah yang dijumpai pada penderita Diabetes melitus tipe 2 (non-insulin-dependent), yaitu insulin tidak berfungsi dengan normal. Fosfat juga berperan dalam metabolisme energi, dan defisiensi fosfat berhubungan dengan perubahan sensitifitas insulin serta toleransi glukosa (Cultrim, 2007; Milczarczyk, 2008).

(12)

Beberapa mekanisme yang berperan pada DM tipe 1 yang berhubungan dengan osteopenia, meliputi gangguan regulasi vitamin D, hormon paratiroid (PTH) dan metabolisme mineral tulang (Rakie, 2006). Hormon PTH adalah hormon yang berperan penting dalam menjaga metabolime tulang. Jika hormon PTH berlebih, maka akan mengakibatkan osteolisis. Hormon PTH juga merupakan stimulus dalam pembentukan vitamin D dan aktivitas osteoblast. Dengan kata lain, jika hormon PTH berkurang, maka level vitamin D dan aktivitas osteoblast juga berkurang (Paula, 2001).

Peningkatan resorpsi tulang dan menurunnya pembentukan tulang telah terbukti pada penderita DM tipe 1 yang tidak terkontrol dalam jangka waktu yang lama. Namun sebaliknya, rendahnya pergantian tulang dijumpai pada penderita DM tipe 2, khususnya yang dirawat dengan insulin. Walaupun hormon seks berperan dalam metabolisme skeletal, namun tidak dijumpai adanya hubungan dengan penderita DM (Rakie, 2006).

Seino dan Ishida melaporkan beberapa hal yang berhubungan antara osteopenia dan DM, yakni:

a. Adanya peningkatan kalsium, fosfor dan magnesium pada ekskresi urin disebabkan peningkatan intensitas glikosuria. Nair dkk. menunjukkan bahwa serum kalsium dan PTH pada penderita DM lebih rendah daripada kelompok kontrol.

(13)

c. Defisiensi insulin dapat mengurangi aktivitas osteoblast (Seino dan Ishida, 1995). Penelitian yang dilakukan oleh Oz dkk. (2006) pada 52 pasien dengan DM tipe 2 menunjukkan bahwa pada pasien DM tipe 2 terjadi penurunan pembentukan tulang, bukan resorpsi tulang. Oz dkk. (2006) mencatat penanda biokomia (biochemical markers) metabolisme tulang pada DM seperti serum osteocalcin, BAP dan CTx. Dan ketika Oz dkk. (2006) membandingkan dengan kelompok kontrol, dijumpai perbedaan yang signifikan diantara kedua kelompok. Level serum osteocalcin dan CTx menurun pada pasien DM pria serta level osteocalcin and BAP menurun pada pasien DM wanita.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Takizawa dkk. (2003), kehilangan mineral tulang merupakan salah satu komplikasi kronis DM tipe 2. Ketidakseimbangan kalsium yang disebabkan ekskresi kalsium urin yang meningkat dan penurunan penyerapan kalsium oleh usus dapat terjadi dikarenakan perubahan metabolisme vitamin D dan atau fungsi paratiroid yang menurun. Pada proses metabolisme sel tulang, pembentukan tulang oleh osteoblas ditekan oleh perubahan metabolisme vitamin D, hipoparatiroidisme, hiperglikemia kronis dan aksi insulin yang tidak memadai. Di sisi lain, resorpsi tulang oleh osteoklas sedikit meningkat akibat perubahan tersebut. Sistem fungsional tulang yang tidak seimbang antara osteoblas dan osteoklas pada diabetes mellitus tipe 2 dapat mengakibatkan hilangnya kepadatan tulang (Takizawa et al., 2003)

(14)

dan metabolisme mineral tulang serta keseimbangan kaslium. Hormon PTH adalah hormon yang berperan penting dalam menjaga metabolime tulang. Jika hormon PTH berlebih, maka akan mengakibatkan osteolisis. Hormon PTH juga merupakan stimulus dalam pembentukan vitamin D dan aktivitas osteoblast. Dengan kata lain, jika hormon PTH berkurang, maka level vitamin D dan aktivitas osteoblast juga berkurang (Dobnig, 2006; Takizawa et al., 2003).

2.3 Densitas Radiografi Tulang Rahang

(15)

Gambar 5. Potongan Melintang Tulang Mandibula pada Regio Foramen Mentalis. Lempeng Tulang Kortikal Tebal pada Daerah Puncak dan di Bagian Dalam Tampak Tulang Trabekula (Misch, 2005)

Penelitian tentang kepadatan tulang rahang dan kualitas tulang telah diawali oleh Taguchi dkk pada tahun 1997 (Taguchi et al., 1997). Pada penelitiannya, Taguchi membandingkan pola tulang trabekula mandibula tidak bergigi pada gambar radiografi panoramik, dengan Bone Mineral Density (BMD) pada Computed Tomography. Dalam penelitian tersebut, densitas radiografi tulang trabekula diklasifikasikan menjadi 5 grade, yaitu :

(16)

Gambar 6. Pola Trabekula Tulang Grade 1 (Taguchi, 1997)

b) Grade 2 : Tampak beberapa trabekula tulang yang tipis dan tak beraturan.

(17)

c) Grade 3 : Trabekula tulang tampak jelas seperti pada tulang alveolar normal.

Gambar 8. Pola Trabekula Tulang Grade 3 (Taguchi, 1997)

d) Grade 4 : Trabekula tulang yang tebal tampak menempati sebagian rongga sumsum tulang

(18)

e) Grade 5 : Tulang padat tanpa adanya gambaran trabekula tulang.

Gambar 10. Pola Trabekula Tulang Grade 5 (Taguchi, 1997)

(19)

periapikal paralel. Radiografi periapikal dengan teknik paralel akan menghasilkan gambaran dengan bentuk dan ukuran mendekati yang sebenarnya (geometris), serta reproducible atau dapat diulang dan dibandingkan, dengan posisi yang sama (Van, 1992).

Gambar 11. Pembesaran Gambar pada Radiografi Panoramik (Priaminarti, 2009)

2.4 Pemeriksaan Radiografi Kualitas Tulang Mandibula Pada Penderita Diabetes melitus

(20)

Osteopenia dan osteoporosis merupakan kondisi patologis yang dihubungkan dengan kekurangan massa tulang. Menurut WHO, osteopenia adalah kepadatan mineral tulang di antara - 1 hingga - 2,5 dari deviasi standar. Sedangkan osteoporosis adalah kepadatan mineral tulang yang < - 2,5 dari deviasi standar. Mekanisme patofisiologis yang berhubungan dengan kehilangan tulang pada penderita DM adalah berkurangnya aktifitas osteoblas, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, serta berkurangnya sintesis kolagen dan insulin (Vargas, 2003).

Seperti telah diuraikan sebelumnya, DM adalah gangguan metabolisme karbohidrat yang menyebabkan penurunan jumlah insulin dan resistensi jaringan terhadap efek insulin. Gangguan tersebut dapat menyebabkan beberapa komplikasi pada jaringan atau organ lain, seperti pada mandibula. Manifestasi DM pada tulang mandibula dapat berupa kehilangan tulang alveolar (alveolar bone loss) dan berkurangnya kepadatan mineral tulang, yang dapat dievaluasi melalui radiografi sebagai perubahan densitas radiografi. Menurut Taguchi, kedua keadaan ini dapat menyebabkan kehilangan gigi posterior pada wanita dewasa (Taguchi, 1999). Menurut Taylor dkk penderita Diabetes melitus khususnya yang tidak terkontrol, memiliki risiko kehilangan tulang alveolar lebih besar dibandingkan dengan penderita DM yang terkontrol atau yang tidak mengalami DM. (Taylor et al., 1998). Radiografi dapat mendeteksi kehilangan tulang alveolar melalui pengukuran tinggi level tulang interproksimal (Watanabe et al., 2008).

(21)

terhadap 19 subjek penderita DM dan 17 subjek kontrol mengenai kepadatan mineral tulang yang dilihat melalui radiograf dengan bantuan five-step copper stepwedge phantom yang dilekatkan pada film dan dibandingkan dengan pemeriksaan oleh DEXA (Dual Energy X-ray Absorptiometry) sebagai gold standard. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara kepadatan mineral tulang mandibula pada grup DM dan kontrol (Ay, 2005).

Gambar 12. Evaluasi Radiografi dilihat dengan Kaca Pembesar

(22)

Gambar 14. Potongan Foto Panoramik yang Menunjukkan Kepadatan Mineral Tulang yang Normal (Watanabe et al.,2008)

(23)

Gambar 16. Demonstrasi Teknik Kalibrasi Dexa Melalui Radiografi Panoramik. Pada foto di atas, Contoh Pengukuran Kepadatan Mineral Tulang pada Beberapa Regio yang Ditandai Nomor yakni (1) 0,05 g/cm2, (2) 1,63 g/cm2 dan (3) 1,57 g/cm2 (Watanabe et al.,2008)

(24)

adanya plak arteri karotis di regio vertebrae cervicales 3-4 yang terlihat pada radiografi panoramic (Boel, 2011).

Gambar 17. Pengukuran Kepadatan (dalam

Grey Scales) dengan Meng-gunakan Software pada Regio yang Ditandai dengan Meng-gunakan Radiografi Digital Periapikal (Priaminart, 2009)

(25)

yang baik dan lainnya, maka radiografi konvensional periapikal yang memang banyak tersedia, dapat digunakan.

2.5 Kerangka Konsep & Hipotesis Penelitian 2.5.1 Kerangka Konsep

2.5.2 Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan densitas radiografi tulang mandibula dengan penderita DM tipe 2

2. Ada perbedaan densitas radiografi tulang mandibula berhubungan dengan lamanya menderita DM.

Diabetes melitus (DM)

• Usia

• Jenis Kelamin

• Lama menderita

• Pengguna obat-obatan

Perubahan Densitas tulang Mandibula secara radiografi

Trabekular Grade 1-5 Korteks

Gambar

Gambar 1. Radiografi Rahang Bawah yang Memper-
Gambar 2.  Korteks Mandibula yang Normal (Taguchi, 2003)
Gambar 4. Korteks Mandibula dengan Erosi yang Parah (Taguchi, 2003)
Gambar 5. Potongan Melintang Tulang Mandibula pada Regio Foramen Mentalis. Lempeng Tulang Kortikal Tebal pada Daerah Puncak dan di Bagian Dalam Tampak Tulang Trabekula  (Misch, 2005)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Istilah “Perbandingan” yang terkandung dalam Perbandingan Administrasi Negara (PAN), Administrasi Negara Perbandingan (ANP), Administrasi Publik Komparatif, atau

EP

Ambalan Jodhipati-Candrasari yang merupakan jenjang pendidikan kepramukaan tingkat penegak bagian dari Gerakan Pramuka, mempunyai tugas dan tanggujawab dalam upaya membantu

aksesnya cepat, Aspek Ergonomi dari sisi Pengguna OPAC tergolong Baik sehingga pemustaka merasa nyaman berada dalam ruangan perpustakaan, dan Peran Pustakawan dalam

penelitian, meliputi: Pengertian Pajak, Pengertian Wajib Pajak, Fungsi Pajak, Teori Pemungutan Pajak, Sistem Pemungutan Pajak, Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013,

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi BPK terkait kepuasan relasional bagi pegawai yang terpisah secara geografis dengan suami/istri,

Pada bagian ini akan ditentukan bilangan reproduksi dasar, titik setimbang bebas penyakit, titik setimbang endemik, dan ditentukan kestabilan lokal dari titik setimbang

Seperti telah diutarakan, novel ini adalah novel biasa tentang obsesi, ambisi, harta dan cinta --- dengan kata lain, tema yang diusung oleh pengarang novel ini adalah