• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam - Pembuatan Dan Karakterisasi Komposit Karet Alam/Monmorillonite Menggunakan Polietilen Glikol Sebagai Pemodifikasi Organik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam - Pembuatan Dan Karakterisasi Komposit Karet Alam/Monmorillonite Menggunakan Polietilen Glikol Sebagai Pemodifikasi Organik"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karet Alam

Karet alam adalah polimer isoprena (C

5H8) yang mempunyai bobot molekul yang

besar. Karet Hevea yang diperoleh dari pohon Hevea Brasiliensis adalah bentuk

alamiah dari 1,4–polyisoprene. Karet jenis ini memiliki ikatan ganda lebih dari

98% dalam konfigurasi cisnya yang penting bagi kelenturan atau elastisitas

polyisoprene (Tarachiwin dkk., 2005).

Karet merupakan politerpena yang disintesis secara alami melalui

polimerisasi enzimatik isopentilpirofosfat. Unit ulangnya adalah sama

sebagaimana 1,4 poliisoprena. Sesungguhnya, isoprena merupakan produk

degradasi utama karet, yang diidentifikasi sebagaimana pada awal 1860.

Bentuk utama dari karet alam yang terdiri dari 98% cis 1,4 isoprena

dikenal sebagai Havea Rubber. Karet ini diperoleh dengan menyadap kulit sejenis

pohon (hevea brasiliensis) yang tumbuh liar di Amerika Selatan dan ditanam di

bagian dunia yang lain. Ia juga ditemukandalam berbagai semak dan tumbuhan

kecil, termasuk rumput milkweed dan dandelion.

Hampir semua karet alam diperoleh sebagai lateks yang terdiri dari

32-35% karet dan sekitar 33% senyawa lain, termasuk asam lemak, gula, protein,

sterol ester dan garam. Karet termasuk polimer dengan berat molekul sangat

tinggi ( rata-rata 1 juta) dan amorfus, meskipun menjadi terkristalisasi secara acak

(2)

Lateks biasa dikonversikan ke karet busa dengan aerasi mekanik yang

diikuti oleh vulkanisasi. Sarung tangan karet dan balon biasanya dibuat dengan

mengkoting lateks di atas cetakannya sebelum vulkanisasi. Sebagian besar karet

Hevea (sekitar 65%) digunakan dalam pembuatan ban, tetapi juga ditemukan

dalam sekelompok produk-produk komersial termasuk alas kaki, segel karet dan

lain-lain (Stevens, 2001).

2.1.1 Jenis-jenis Karet Alam

Dewasa ini karet alam diproduksi dalam berbagai jenis, yakni lateks pekat, karet

sit asap, crumb rubber, karet siap atau tyre rubber, dan karet reklim (Reclimed

Rubber).

a. Lateks pekat diolah langsung dari lateks kebun melalui proses pemekatan

yang umumnya secara sentrifugasi sehingga kadar airnya turun dari sekitar

70% menjadi 40-45%. Lateks pekat banyak dikonsumsi untuk bahan baku

sarung tangan, kondom, benang karet, balon, dan barang jadi lateks lainnya,

mutu lateks pekat dibedakan berdasarkan analisis kimia antara lain kadar

karet kering, kadar NaOH, Nitrogen, MST dan analisis kimia lainnya.

b. Karet sip asap atau dikenal dengan nama RSS (Ribbed Smoked Sheet) dan

karet krep (crepe) digolongkan sebagai karet konvensional, juga dibuat

langsung dari lateks kebun, dengan terlebih dahulu menggumpalkannya

kemudian digiling menjadi lembaran – lembaran tipis dan dikeringkan

dengan cara pengasapan untuk karet sip asap, dan dengan cara pengeringan

menggunakan udara panas untuk karet krep. Mutu karet konvensional dinilai

berdasarkan analisis visual permukaan lembaran karet. Mutu karet akan

semakin tinggi bila permukaannnya makin seragam, tidak ada gelembung,

tidak mulur, dan tidak ada kotoran serta teksturnya makin kekar / kokoh.

c. Crumb rubber (karet remah) digolongkan sebagai karet spesifikasi teknis

(TSR = Technical Spesified Rubber), karena penilaian mutunya tidak

dilakukan secara visual, namun dengan cara menganalisis sifat – sifat fisika

kimianya seperti kadar abu, kadar kotoran, kadar N, Plastisitas Wallace dan

Viscositas Mooney. Crumb rubber produksi Indonesia dikenal dengan nama

(3)

d. Karet siap atau Tyre Rubber Tyre rubber merupakan barang setengah jadi dari

karet alam sehingga dapat langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk

pembuatan ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam

lainnya. Tyre rubber memiliki beberapa kelebihan dibandingkan karet

konvensional. Ban atau produk – produk karet lain jika menggunakan Tyre

Rubber sebagai bahan bakunya memiliki mutuyang lebih baik dibandingkan

jika menggunakan bahan baku karet konvensional. Selain itu jenis karet ini

memiliki daya campur yang baik sehingga mudah digabung dengan karet

sintetis.

e. Karet Reklim (Reklimed Rubber) merupakan karet yang diolah kembali dari

barang – barang karet bekas, terutama ban – ban mobil bekas. Karet reklim

biasanya digunakan sebagai bahan campuran, karena mudah mengambil

bentuk dalam acuan serta daya lekat yang dimilikinya juga baik. Pemakaian

karet reklim memungkinkan pengunyahan (mastication) dan pencampuran

yang lebih cepat. Produk yang dihasilkan juga lebih kukuh dan lebih tahan

lama dipakai. Kelemahan dari karet reklim adalah kurang kenyal dan kurang

tahan gesekan sesuai dengan sifatnya sebagai karet daur ulang. Oleh karena

itu karet reklim kurang baik digunakan untuk membuat ban (Tim Penulis,

1999).

2.1.2Standard Indonesia Rubber

Ketentuan tentang Standard Indonesia Rubber (SIR) didasarkan pada ketentuan

Mentri Perindustrian dan Perdagangan dengan SK No.143/KP /V/69. Ketentuan

ini berlaku mulai 18 Juni 1969 Dana telah menetapkan ketentuan-ketentuan

mengenai karakteristik SIR sebagai berikut :

1. SIR adalah karet alam yang dikeluarkan dari daerah-daerah yang termasuk

dalam lingkungan Negara Republik Indonesia.

2. SIR yang diperdagangkan dalam bentuk bongkahan (balok) dengan ukuran

28×6.5 dalam inchi. Bongkahan-bongkahan yang telah dibungkus dengan

plastic polyetilen, tebalnya 0,03 mm, dengan titik pelunakan kurang dari

(4)

Pengepakan selanjutnya dapat dilakukan dalam kantung kertas/kraft 4 ply

atau dalam bentuk pallet seberat 0,5 ton atau 1 ton.

3. Mutu untuk SIR ditetapkan berdasarkan spesifikasi teknis, berbeda dengan

cara visual yang konvensional sebagaimana tercantum dalam International

Standart of Quality and packing for Natural Rubber (The Green Book).

4. SIR terdiri dari 3 jenis mutu dengan spesifikasi teknis SIR 5, SIR 10 dan

SIR 20. Semua jenis karet yang diperdagangkan dalam bentuk SIR harus

disertai dengan penetapan nilai plasticity Retention Index (PRI) dengan

menggunakan tanda huruf :

“ H” untuk PRI lebih besar atau sama dengan 80.

“ M” untuk PRI antara 60 – 79.

“ S ” untuk PRI antara 30 – 59.

Karet yang mempunyai nilai SIR lebih rendah dari 30 tidak diperkenankan

dimasukkan dalam SIR.

5. Warna karet tidak menjadi bagian dalam spesifikasi teknis.

6. Setiap produsen dari SIR dengan mutu apapun diwajibkan untuk

mendaftarkan pada Departemen Perdagangan. Oleh Departemen

Perdagangan akan diberikan tanda pengenal produsen kepada setiap

produsen karet bongkah, untuk setiap pabrik yang diusahakan. Setiap mutu

SIR diwajibkan untuk menyerahkan contoh-contoh hasil produksi kepada

Balai Penelitian Bogor atau Balai Penelitian Perkebunan, sesuai dengan

ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh kedua balai tersebut untuk

mendapatkan Surat Penetapan Jenis Mutu Produksi.

7. Setiap eksport karet SIR wajib disertai dengan sertifikat kualitas yang

disahkan oleh Badan Lembaga Penelitian Perindustrian.

8. Setiap pembungkus bongkah dari SIR harus diberi tanda dengan lambang

SIR dan menurut ketentuan-ketentuan yang diberikan oleh Departemen

Perdagangan.

9. Eksport dari karet bongkah yang tidak memenuhi syarat-syarat SIR di atas

(5)

2.2 Mastikasi

Mastikasi adalah proses awal dari pembuatan barang jadi karet. Proses ini

merupakan proses penurunan berat molekul karet yang ditunjukkan oleh

penurunan viskositas karet sehingga pencampuran bahan kompon, yang

sebahagian besar adalah serbuk padat dengan karet dapat berlangsung dengan

mudah dan merata. Penurunan berat molekul terjadi akibat rantai-rantai utama

atau backbone dari karet diputus-putus yang berakibat viskositasnya menurun.

Sebagai contoh pada proses mastikasi karet alam terjadi penurunan berat molekul

yang lebih rendah (Bristow and Watson, 1963).

Proses mastikasi terdiri atas dua jenis yaitu :

1. Mastikasi dingin. Proses pelunakan dilakukan pada suhu di bawah 100oC

seperti dihepotesakan oleh Standinger dan Bondy serta oleh Kautman dan

Eyring bahwa yang berperan dalam pemutusan rantai molekul pada mastikasi

dingin adalah tenaga mekanis yang berasal dari gaya geser antara permukaan

gilingan dengan karet. Pemutusan ikatan terjadi pada ikatan karbon-karbon dari

rantai utama polimer.

2. Mastikasi panas. Proses pelunakan yang dilakukan pada suhu diatas 100oC.

Mastikasi ini lebih dominan berasal dari proses oksidasi yang dialami oleh

rantai molekul karet (Bhuana, 1993).

2.3 Monmorillonite

Monmorillonite (MMT) merupakan sebuah mineral clay yang dibentuk dari abu

vulkanik, yang telah berperan dalam aturan pusat dalam evolusi kehidupan.

Karena strukturnya, MMT cenderung adsorbsi senyawa organik dan kontribusi ini

untuk kemampuan dalam mengkatalisasi beberapa reaksi organik (Feris, 2005).

Berdasarkan kandungan mineralnya, tanah lempung dibedakan menjadi:,

kaolinit, haloisit, klorit dan MMT. MMT merupakan kelompok mineral filosilikat

yang paling banyak menarik perhatian. Hal ini disebabkan karena MMT memiliki

kemampuan untuk mengembang serta kemampuan untuk diinterkalasi dengan

(6)

mineral ini juga mempunyai kapasitas penukar kation yang tinggi sehingga ruang

antar lapis monmorilonite mampu mengakomodasi kation dalam jumlah yang

besar serta menjadikan montmorilonit sebagai material yang unik (Gil, 1994).

Berdasarkan sifat fisiknya, MMT dapat dibagi menjadi dua kelompok,

yaituNa-MMT dan Ca-MMT. Na-MMT memiliki kandungan Na+ yang besar pada

antar lapisnya. Selain itu memiliki sifat mudah mengembang bila direndam dalam

air dan akan terbentuk suspensi bila didispersikan ke dalam air. Untuk Ca-MMT,

kandungan Ca2+ dan Mg2+ relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan

kandungan Na+. Ca-MMT memiliki sifat sedikit menyerap air dan jika

didispersikan ke dalam air akan cepat mengendap atau tidak terbentuk suspensi.

Oleh karena itu, Na-MMT sering disebut dengan MMT mengembang dan

Ca-MMT disebut dengan Ca-MMT tidak mengembang (Long, 1999).

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan kemampuan

MMT sebagai adsorben dan katalis. Salah satu metode yang dilakukan untuk

meningkatkan kemampuan MMT adalah dengan pemilaran atau pilarisasi atau

pembentukan komposit lempung dengan oksida logam. Biasanya MMT dipilarkan

dengan berbagai senyawa organik, senyawa kompleks dan oksida-oksida logam

yang diinterkalasikan ke dalam antar lapisnya. Proses pemilaran ini dapat

mengakibatkan pori-pori lempung semakin besar dan homogen, antar lapisnyapun

relatif menjadi lebih stabil daripada sebelum dipilarkan. Melalui kalsinasi

diperoleh pilar oksida logam yang akan menyangga ruang antar lapis

monmorilonite.

MMT merupakan mineral aluminosilikat (Al-silikat) yang banyak

digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan berbagai produk di berbagai

industri, salah satunya sebagai katalis, penyangga katalis (catalyst support), dan

juga sebagai reinforcement. Ketebalan setiap lapisan MMT sekitar 0,96 nm, tiap

dimensi permukaan pada umumnya 300-600 nm, sedangkan d-spacing 1,2 – 1,5

(7)

2.3.1 Struktur Monmorillonite

MMT memiliki bentuk seperti lembaran. Di mana dimensinya antara panjang dan

lebar dapat dihitung hanya satu nanometer. Berikut ini adalah rumus struktur dari

MMT :

Gambar 2.1 Stuktur MMT, (Beyer, 2002)

Struktur kristal lempung adalah dua dimensi lapisan yaitu atom silica

(lapisan silica) bentuk tetrahedral dan atom aluminiun (lapisan Al) dalam bentuk

oktahedra. Tetrahedra silica terikat sebagai SiO

6(OH)4 sedangkan oktahedra Al

berikatan secara Van der Waals (fisik) membentuk lapisan alumino-silikat karena

kondidi terjadinya bentonit, memungkinkan terjadinya substitusi Si oleh Al

(bentuk tetrahedral), menyebabkan mineral lempung kekurangan muatan negatif

yang dinetralisir oleh logam alkali dan alkali tanah. Ion logam tersebut berada

diantara lapisan, sehingga dapat dipertukarkan dengan ion lain menyebabkan

(8)

2.3.2 Sifat-Sifat Monmorillonite

pH : 3-4

Bentuk Fisik : Beige keabu-abuan (bubuk)

Densitas : 370 g/L

Luas Area Permukaan : 250 m2/g

Hilang Pada Ignasi : 6 % (1000 oC, 2 jam)

Ukuran Partikel : >63 µm

(www.fishersci.com)

MMT memiliki kemampuan untuk mengembang serta kemampuan untuk

di interkalasi dengan senyawa organik membentuk material komposit

organik-anorganik. Selain itu mineral ini juga mempunyai kapasitas penukar kation yang

tinggi sehingga ruang antarlapis MMTmampu mengakomodasi kation dalam

jumlah yang besar serta menjadi MMT sebagai material yang unik.

Na-montmorilonite memiliki kandungan Na+ yang besar pada antar

lapisnya. Selain itu memiliki sifat mudah mengembang bila direndam dalam air

dan akan terbentuk suspensi bila didispersikan ke dalam air. Untuk

Ca-montmorilonite, kandungan Ca2+ dan Mg2+ relatif lebih banyak bila dibandingkan

dengan kandungan Na+. Ca-montmorilonite memiliki sifat sedikit menyerap air

dan jika didispersikan ke dalam air akan cepat mengendap atau tidak terbentuk

suspensi. Oleh karena itu, Na-montmorilonite sering disebut dengan

monmorilonite mengembang dan Ca-montmorilonite disebut dengan

monmorilonite tidak mengembang (Riyanto, 1994).

2.4 Komposit

Komposit adalah penggabungan dua atau lebih material yang berbeda sebagai

suatu kombinasi yang menyatu. Bahan komposit pada umumnya terdiri dari dua

unsur, yaitu serat (fibre) sebagai pengisi dan bahan pengikat serat yang disebut

matrik. Didalam komposit unsur utamanya serat, sedangkan bahan pengikatnya

(9)

menentukan karakteristik bahan komposit, seperti kekakuan, kekuatan serta

sifatmekanik lainnya. Sebagai bahan pengisi, serat digunakan untuk menahan

gaya yang bekerja pada bahan komposit, matrik berfungsi melindungi dan

mengikat serat agar dapat bekerja dengan baik terhadap gaya-gaya yang terjadi.

Oleh karena itu untuk bahan serat digunakan bahan yang kuat, kaku dan getas,

sedangkan bahan matrik dipilih bahan-bahan yang liat, lunak dan tahan terhadap

perlakuan kimia (Hadi, 2000).

2.4.1 Nanokomposit Karet Alam/MMT

Nanokomposit biasanya merupakan penggabungan antara polimer dan bahan

komposit sebagai penguat (reinforcement), seperti silika, zeolit, dan

MMT.Reinforcement yang digunakan biasanya juga sebagai pengisi (filler) pada

matriks polimer. Antara Karet alam dan MMT mempunyai sifat yang berbeda.

Untuk mempersatukan kedua bahan yaitu Karet alam yang bersifat nonpolar dan

MMT yang bersifat polar dibutuhkan zat pemersatu yang biasa disebut pemantap.

yang biasa digunakan adalah zat yang identik dengan matriks polimer serta dapat

mengikat filler itu sendiri. Bahan pemantap yang sering digunakan dalam

pembuatan polimer nanokomposit adalah PP-g-GMA. Pemantap memegang

peranan penting dalam proses compounding. Peran pemantap sama seperti peran

emulsifier dalam teknologi emulsi. Pemantapyang paling banyak digunakan

adalah kopolimer baik tipe blok maupun graft (Liza, 2005).

2.5. Proses Grafting

Grafting pada permukaan pada bahan polimer merupakan suatu variasi teknologi

yang telah diketahui sangat mempengaruhi kenaikan sifat permukaan dari suatu

bahan polimer. Metode ini sedang sangat berkembang dan memiliki fungsi yang

sangat besar pada berbagai bidang misalnnya pada serat dan kaca yang akan

(10)

Pada penelitian ini digunakan organoclay MMT yang dimodifikasi dengan

surfaktan PEG sebagai bahan pengisi untuk mencapai produk dengan sifat yang

lebih baik. Nanokomposit karet disiapkan tahap pencampuran melalui teknik

interkalasi, karet alam diikuti dengan grafting Glysidil Metakrilat.

Mekanisme reaksi grafting karet dengan GMA

1. Inisiasi

a. Pembentukan karet alam

RO. + +

b. Pembentukan monomer radikal

+ CH2 C

c. Penyerangan karet alam radikal terhadap monomer

CH C

a. Homopolimerisasi pada Monomer

(11)

b. Graft kopolimerisasi

NR-p-GMA radikal (rantai panjang)

3. Transfer rantai pada makroradikal

a. Transfer pada karet alam

(12)

b. Transfer pada karet

(13)

4. Terminasi

a. Grafting homopolimerisasi

CH C CH CH2 C CH2 C

Gambar 2.2 Mekanisme Reaksi Grafting Glysidil Metakrilat pada Karet Alam (Eddiyanto, 2007)

2.6 Bahan Kompon 1. Bahan vulkanisasi

Aksi pada proses ikat silang yang merupakan modifikasi kimia pada molekul

polimer itu sendiri, dan bahan yang bertindak dalam ikat silang ini bervariasi

sesuai dengan proses polimer yang terjadi. Bahan ikat silang juga dikenal sebagai

(14)

lain-lain. Sulfur juga dikenal sebagai bahan ikat silang untuk karet alam dan sintetis

(Willoughby,2003).

2. Bahan pemercepat

Dalam teknologi karet, sebuah pemercepat(akselerator) merupakan bahan yang

bertindak pada bahan vulkanisasi. Kebanyakan, akselerator vulkanisasi

merupakan kimia organik yang berdasarkan pada nitrogen dan sulfur (contoh

dithocarbamates, sulfenamida, thiazole,thioureas, thiurams, dan lain-lain)

(Willoughby, 2003).Pada penelitian ini yang digunakan adalah

mercaptobenzothiazole sebagai akselerator.

3.Bahan pengaktif

Bahan pengaktif (aktivator) adalah bahan yang dapat meningkatkan kerja dari

bahan akselerator. Bahan pengaktif yang bisa digunakan adalah ZnO, asam

stearat, PbO, MgO dan sebagainya pada umumnya sekitar 2 sampai 5 phr.

Campuran bahan pengaktif, bahan pemercepat dan belerang (S) disebut sistem

vulkanisasi dari kompon.

4.Bahan pengisi

Bahan Pengisi (filler) vulkanisat dengan komposisi karet, sulfur, akselerator,

aktivator dan asam organik relatif bersifat lembut. Nilainya dalam industri modern

pun relatif rendah. Untuk memperbaiki nilai di industri perlu ditambahkan bahan

pengisi. Penambahan ini meningkatkan sifat-sifat mekanik seperti kekuatan tarik,

kekakuan, ketahanan sobek, dan ketahanan abrasi. Bahan yang ditambahkan

disebut reinforcing fillers dan perbaikan yang ditimbulkan disebut reinforcement.

Kemampuan filler untuk memperbaiki sifat vulkanisat dipengaruhi oleh sifat

alami filler, tipe elastomer dan jumlah filler yang digunakan. Komposisi kimia

dari filler menentukan kemampuan kerja dari filler. Karbon hitam adalah filler

yang paling efisien meskipun ukuran partikel, kondisi permukaan dan sifat lain

dapat dikombinasikan secara luas. Sifat elastomer juga turut menentukan daya

kerja dari filler. Bahan yang baik untuk memperbaiki sifat karet tertentu, belum

tentu bekerja sama baiknya untuk jenis karet lain. Peningkatan jumlah filler

(15)

Karbon hitam selama ini merupakan bahan murah yang dapat

memperbaiki ketiga sifat penting vulkanisat yaitu tensile strength, tear resistance

dan abrasion resistance. Akan tetapi karbon hitam dapat menyebabkan polusi dan

memberikan warna hitam. Dalam beberapa dekade ini beberapa penelitian

dipusatkan untuk mencari pengganti karbon hitam. Sepiolit, Kaolin dan Silika

dapat digunakan sebagai bahan pengisi meskipun sifat penguatnya lebih rendah

dari karbon hitam. Polimer berlapis silikat mulai diteliti sejak dikenalkan

nanokomposit polyamida-organoclay. Clay dan mineral clay termasuk

montmorilonit, saponit, hektorit, dan sebagainya mulai digunakan sebagai pengisi

pada karet dan plastik (Arroyo, 2002).Pada penelitian ini digunakan organoclay

MMT yang dimodifikasi dengan PEG sebagai bahan pengisi pada kompon.

2.7 Surfaktan

Surfaktan yang digunakan dalam penelitian ini adalah polietilen glikol (PEG).

PEG ini diaplikasikan dalam pemodifikasi permukaan pada MMT sehingga

dihasilkan organoclay MMT.

Spesifikasi Polietilen Glikol

Titik Ledak : 581 °F

mol wt : Mr 950-1050

impurities : lolos tes filter

pH : 5.5-7.0 (25 °C, 50 mg/mL dalam

H2O)

Kelarutan :H2O larut 50 mg/mL at 20 °C, jernih,

tanpa warna

Anion :chloride (Cl-): ≤50 mg/kg dan sulfate

(SO42-): ≤50 mg/kg

(16)

Λ280 nm, Amax: 0.03

H

O

OH n

Gambar 2.3 Struktur Polietilen Glikol

2.8 Analisis dan Karakterisasi Bahan Polimer

2.8.1 Spektroskopi Infra Merah Fourier-Transform

Spektroskopi infra merah (IR) telah membuktikan sebagai alat yang unggul dalam

mengkarakterisasi senyawa organik dan anorganik. Karakterisasi unik pada suatu

material dapat ditunjukkan dengan sinar spektrum pada unsur material tersebut,

hal tersebut merupakan hal yang spesifikasi pada komponen yang ditunjukkan

pada gugus fungsionalnya. Hal utama pada penentuan spektroskopi IR diterima

oleh perekaman pada interferogram, sistem deteksi dan transformasi fourier yang

tercepat (Nikolic, 2011).

2.8.2Analisis Sifat Kekuatan Tarik Dan Kemuluran

Sifat mekanisme biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik (σt)

menggunakan alat pengukuran tensometer atau dinamometer, bila terhadap bahan

diberikan tegangan. Secara praktis kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya

beban maksimum (F

maks ) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan,

dibagi dengan luas penampang bahan. Karena selama dibawah pengaruh

tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka definisi

kekuatan tarik dinyatakan dengan luas penampang

𝜎𝜎𝜎𝜎= 𝐹𝐹𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚

𝐴𝐴0 (2.1.)

Selama deformasi, dapat diasumsikan bahwa volum spesimen tidak

berubah, sehingga perbandingan luas penampang semula dengan penampang

(17)

pertambahan panjang terhadap panjang spesimen semula (ε = Δl/lo) maka diperoleh hubungan

𝐴𝐴= 𝐴𝐴0

(𝑙𝑙+ 𝜀𝜀) (2.2.)

Hasil pengamatan sifat kekuatan tarik ini dinyatakan dalam bentuk kurva

tegangan, yakni nisbah beban dengan luas penampang, terhadap perpanjangan

bahan (regangan), yang disebut dengan kurva tegangan-regangan. Bentuk kurva

tegangan- regangan ini merupakan karakteristik yang menunjukkan indikasi sifat

mekanis bahan yang lunak, keras, kuat, lemah, rapuh atau liat.

Pengujian tarik (tensile test) adalah pengujian mekanik secara statis

dengan cara sampel ditarik dengan pembebanan pada kedua ujungnya di mana

gaya tarik yang diberikan sebesar F (Newton). Tujuannya untuk mengetahui

sifat-sifat mekanik tarik (kekuatan tarik) dari komposit yang diuji. Pertambahan panjangnya (Δl) yang terjadi akibat gaya tarikan yang diberikan pada sampel uji disebut deformasi, dan regangan merupakan ukuran untuk kekenyalan suatu bahan

yang harganya biasanya dinyatakan dalam persen .

Modulus Young adalah ukuran suatu bahan yang diartikan sebagai

ketahanan material tersebut terhadap deformasi elastik. Makin besar modulusnya

maka semakin kecil regangan elastik yang dihasilkan akibat pemberian tegangan

(Wirjosentono, 1995).

2.8.3 Analisis Morfologi

Scanning elektron microscopy (SEM) adalah alat yang dapat membentuk

bayangan permukaan spesimen secara makroskopik. Berkas elektron dengan

diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan

spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron,

sinar X, elektron sekunder dan absorpsi elektron.

Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa

(18)

dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan topografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang

pada permukaan. Gambar topografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder

yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan

ditangkap oleh detektor yang diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh

gambar yang khas menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya

gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau

dapat pula direkam ke dalam suatu disket.

Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan

dengan konduktivitas tinggi. Karena polimer mempunyai kondiktivitas rendah

maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan pengantar) yang tipis.

Bahan yang biasa digunakan adalah perak, tetapi juga dianalisa dalam waktu yang

lama, lebih baik digunakan emas atas campuran emas dan palladium (Rafli, 2008).

2.8.4 Analisis Termogravimetrik

Analis Termogravimetrik ( TGA) dipakai terutama untuk menetapkan stabilitas

panas polimer-polimer. TGA pun suatu teknik lama tetapi telah diterapkan ke

polimer-polimer hanya sejak tahun 1960-an. Metode TGA yang paling banyak

dipakai didasarkan pada pengukuran berat yang kontinyu terhadap suatu neraca

sensitif ( disebut neraca panas) ketika suhu sampel dinaikkan dalam udara atau

dalam suatu atmosfer yang inert. TGA ini dinyatakan sebagai TGA nonisotermal.

Data dicatat sebagai termogram berat versus temperatur. Hilangnya beratbisa

timbul dari evaporasi lembab yang tersisa atau pelarut, tetapi pada suhu-suhu yang

lebih tinggi terjadi dari teruarainya polimer. Selain memberikan informasi

mengenai stabilitas panas, TGA bisa dipakai untuk mengkarakterisasi polimer

melalui hilangnya suatu ensitas yang diketahui, seperti HCl dari poli (vinil

Gambar

Gambar 2.1 Stuktur MMT, (Beyer, 2002)
Gambar 2.2 Mekanisme Reaksi Grafting Glysidil Metakrilat pada Karet Alam (Eddiyanto, 2007)
Gambar 2.3 Struktur Polietilen Glikol, (www.sigmaaldrich.com)

Referensi

Dokumen terkait

Ayah memiliki 52 ekor ayam, dipotong sebanyak 22 ekor, berapa ekor sisa ayam Ayah sekarangA. Rika mempunyai 45 buah balon, pecah 15 buah, sisa balon Rika

KESATU : Menghapus dari daftar inventaris Barang Milik Daerah Berupa Bangunan/Gedung Shelter Relokasi Pasar Celep dan Pasar Bantul, sebagaimana tersebut dalam

Dalam rangka implementasi Kurikulum 2013, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

1.1. Menulis hal-hal penting/pokok dari suatu teks yang dibacakan. Teks bacaan Menjawab pertanyaan tentang teks

[r]

Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 29/KEP-34/I/2015 tentang Penunjukan Lokasi Kegiatan

Dengan hormat disampaikan bahwa dalam rangka program pengembangan sekolah mitra Fakultas Sains Teknologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yaitu MAN Laboratorium UIN

(Content Language Integrated Learning (CLIL) is held in the Department of Mathematics and Natural Sciences of Lampung University as the realization of English Language Course