BAB III
USAHA – USAHA MENANGGULANGI
IJIME
3.1
Diri Sendiri
Ijime
dapat ditanggulangi melalui berbagai cara.
Ijime
dapat dicegah
ataupun ditanggulangi melalui diri sendiri. Ada beberapa langkah paling ampuh
untuk menangkal
ijime
, yaitu memiliki kesadaran diri dan kepribadian yang kuat,
menjadi seorang teman, memiliki satu teman yang baik (baik di saat susah
maupun senang), dan melebur dalam sebuah kelompok. Dan seorang
pengijime
akan berusaha menggagalkan semua ini. Dengan ditindas maka anak dapat ditolak
oleh rekannya. Pada saat ia sangat membutuhkan dukungan mereka, dia justru
tidak mendapatkannya. Tampaknya tak seorangpun menyukainya, tak peduli
betapa kerasnya ia mencoba menyesuaikan diri dan berupaya agar bisa diterima.
Anak pun mulai memandang sekolah sebagai tempat yang mengancam dan
menakutkan dimana ia tak bisa mengaandalkan siapapun untuk membantunya.
Siklus kekerasan pun berputar maju.
Ada lima faktor kepribadian yang ditulis oleh seorang mahasiswa doktoral,
S. Pierce yang dapat melindungi anak sehingga tidak menjadi korban penindasan
selama bersekolah. Faktor itu adalah :
•
Sifat ramah
•
Keinginan untuk berbagi
•
Keinginan untuk bekerja sama
•
Keterampilan untuk bergabung dalam permainan anak – anak lain
Jika seorang anak memandang dirinya sebagai sosok yang cakap, terampil,
koperatif, bertanggung jawab, banyak akal dan tangguh, maka ia bukan saja tidak
akan menjadi para penindas yang kejam dan suka mencari perkara tapi ia juga
akan cenderung mampu secara efektif mempertahankan diri dari serangan orang
lain.
Seorang anak yang melakukan pembicaraan yang positif tentang dirinya
sendiri untuk mengembangkan kepercayaan diri dan penghormatan terhadap
dirinya sendiri maka akan cenderung memandang penyebab penindasan berasal
dari luar dan bukan sesuatu yang bisa menjatuhkan dirinya.
Di sisi lain kalau anak kurang memiliki kesadaran diri yang kuat, tergantung
pada pujian, dan cenderung menyalahkan dirinya sendiri untuk hal – hal yang
keliru dalam kehidupannya, maka ia cenderung akan menyalahkan dirinya sendiri
karena telah ditindas.
Setiap anak membutuhkan orang – orang dalam lingkungan mereka yang
menawarkan dukungan, saran dan cinta tak bersyarat untuk membangun
kesadaran diri yang kuat. Akan sangat berguna jika bisa menemukan seorang anak
yang lebih besar sebagai sahabat. Dan karena setiap anak bisa saja beresiko
menjadi korban ijime, maka gagasan idealnya adalah bersahabat dengan anak –
anak lain sejak dini. Beberapa sahabat terbaik adalah
pengijime
yang telah
berubah. Anak – anak harus mulai belajar untuk berteman dengan bijak,
mengembangkan persahabatan, dan menyingkir dari pertemanan yang menyakiti.
Cara lain untuk menangkal penindasan selain dengan menjadi seorang
teman dan memiliki teman – teman adalah dengan kecakapan seorang anak untuk
berisi teman – teman sejati yang peduli dengan teman – teman kelompok mereka
ataupun dengan orang – orang yang di luar kelompok mereka.
Anak – anak yang menghabiskan banyak waktu bersama dengan teman –
temannya pastinya mengalami perselisihan dan pertengkaran. Penting bagi anak
untuk belajar memecahkan permasalahan dan menuntaskan konflik secara damai.
Ketika anak menyajikan gagasan dan pikiran mereka sendiri, simak alasan mereka
dan bekerja samalah untuk mencapai sebuah solusi. Sikap memberi, menerima,
keterbukaan dan kerja sama kedua anak membuat mereka semakin dekat satu
sama lain. Anak – anak yang telah menuntaskan masalah secara bersama – sama
dengan sukses cenderung akan saling membantu ketika salah satu di antara
mereka ditindas.
Selain itu cara lain untuk menghindarkan anak dari penindasan adalah anak
memiliki keterbukaan diri untuk menceritakan masalahnya kepada orang tuanya.
Banyak anak – anak di Jepang yang di
ijime
oleh teman – temannya di sekolah
cenderung menyembunyikan dan menutup – nutupi masalahnya dari orang tua
mereka agar tidak diketahui. Hal ini adalah tindakan yang salah sebab dengan
demikian maka anak akan menanggung masalah sendiri dan tidak baik bagi
dirinya. Anak hendaklah menceritakan masalahnya kepada orang tuanya sebab
dengan mereka menceritakan masalahnya kepada orang tua mereka maka dapat
meringankan masalah mereka dan mereka sadar bahwa ada orang yang peduli
pada dirinya. Selain itu dengan anak bercerita masalahnya kepada orang tua
mereka, maka orang tua dapat melakukan tindakan – tindakan yang dapat
3.2
Keluarga
Keluarga adalah salah satu faktor yang penting untuk mengatasi tindakan
ijime
. Dalam keluarga, orang tualah yang memiliki peranan yang sangat besar
agar anak tidak mengalami atau melakukan tindakan
ijime
. Orang tua seharusnya
lebih memperhatikan kehidupan anaknya. Orang tua dituntut kecakapannya dalam
mendidik dan menyayangi anak – anaknya. Jangan membiarkan anak hidup dalam
kekangan mental ataupun fisik. Sikap memarahi anak habis – habisan, apalagi
tindak kekerasan (pemukulan dan tindakan fisik) tidaklah baik, karena hal itu
hanya akan menimbulkan luka yang mendalam pada fisik dan batinnya sehingga
menyebabkan anak merasa tidak diperhatikan, tidak disayangi. Sehingga akan
menimbulkan kebencian pada orang tuanya dan trauma pada anak. Akibat lain
dari tindakan kekerasan adalah anak akan merasa rendah harga dirinya karena
merasa pantas mendapat hukuman sehingga menurunkan prestasi anak di sekolah
dan hubungan sosial atau pergaulan dengan teman – temannya akan terganggu.
Sehingga hal ini akan mempengaruhi rasa percaya diri anak yang seharusnya
terbangun sejak kecil. Apa yang dialaminya akan membuat anak meniru
kekerasan dan bertingkah laku agresif dengan cara memukul atau membentak
apabila timbul kekesalan di dalam dirinya. Akibat lain anak akan selalu cemas,
mengalami mimpi buruk, depresi dan mengalami berbagai masalah di sekolah.
Penting disadari oleh orang tua bahwa anak dilahirkan ke dunia ini dilekati
dengan berbagai hak yang layak didapatkannya. Seorang anak memiliki hak untuk
mendapatkan pengasuhan yang baik, kasih sayang dan perhatian.
Menjalin komunikasi dengan anakpun merupakan salah satu tindakan
anak. Tujuannya adalah agar anak akan merasa cukup nyaman bercerita kepada
orang tua ketika mereka mengalami intimidasi ataupun kekerasan di sekolah. Jika
anak – anak mengetahui bahwa mereka dapat mendatangi orang tua mereka
dengan hal – hal yang baik atau buruk dan bahwa orang tua akan menyimak
mereka secara aktif serta menawarkan dukungan, bimbingan, dan kebijaksaan,
maka mereka mungkin akan memberi tahu orang tua kalau mereka telah ditindas.
Bahkan kalau mereka tidak datang seketika dan memberi tahu orang tua, bila
orang tua meluangkan waktunya untuk berdialog dengan anak – anak tentang
kegiatan mereka sehari – hari dan kalau orang tua terlibat dalam kehidupan anak –
anak mereka dan mengetahui teman – teman anaknya maka orang tua cenderung
mengetahui tanda – tanda kalau ada sesuatu yang salah dengan anak mereka
termasuk tentang adanya penindasan yang telah dialami oleh anak mereka.
Dengan begini anak akan mengetahui bahwa tak ada satupun yang terlalu tolol
atau terlalu serius untuk dibicarakan dan anak juga mengetahui bahwa orang tua
ada sebagai orang dewasa yang peduli untuk mendukung dan memberdayakan
dirinya.
Orang tua juga tidak baik terlalu memanjakan anaknya dengan terlalu
memberikan kasih saying yang salah. Dengan terlalu memanjakan anak, orang tua
secara tidak langsung menghambat perkembangannya. Jika anak bersalah,
hendaknya orang tua bertindak tegas dan bijaksana sehingga anak tahu perbuatan
itu salah dan berusaha tidak lagi mengulangi kesalahannya. Selain itu orang tua
harus mengajarkan anak untuk tidak lari dari masalah. Biarkan anak untuk
menyelesaikan masalahnya sendiri terlebih dahulu sebab dengan demikian akan
Apabila anak meminta misalnya pindah sekolah, sebisa mungkin jangan turuti hal
tersebut sebab masalah penindasan terjadi hampir di setiap sekolah.
Di Jepang saat ini ada istilah
Kyooiku mama
.
Kyooiku mama
adalah ibu
yang memusatkan perhatiannya kepada pendidikan anak sehingga ibu memiliki
peranan yang sangat penting terhadap pendidikan anak. Anak – anak dididik
dengan keras dan disiplin yang kuat. Karena disiplin dan ketatnya jam pelajaran,
membuat waktu bermain hampir tidak ada sehingga anak – anak merasa ditekan.
Hal ini tidak baik sebab selain belajar, anak juga memerlukan waktu untuk
bermain bersama teman – temannya dan bersosialisasi dengan yang lain. Oleh
sebab itu, ibu sebagai yang berperan penting disini hendaknya selain mendidik
anaknya untuk disiplin dalam belajar tapi juga memberikan waktu untuk anaknya
bermain dengan teman – temannya supaya anak tidak merasa tertekan.
Selain itu, orang tua juga harus dapat meluangkan waktunya kepada
anaknya dan tidak terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Banyak sekarang suami istri
di Jepang yang bekerja di luar dan meninggalkan anaknya di rumah. Sehingga
timbullah masalah yang disebut Kagikko (anak pembawa kunci). Maksudnya
adalah anak diberi tugas membawa kunci rumah dan membukakan pintu jika
orang tuanya pulang kerja. Anak dengan keadaan seperti ini merasa kehampaan
dan kesepian dalam dirinya karena tidak seorangpun yang akan menyambut
kedatangannya. Dalam hal ini, yang menjadi temannya adalah acara – acara
televisi saja. Tidak ada pengawasan orang tua terhadap acara apa – apa saja yang
ditonton oleh anak. Banyak acara televisi yang buruk yang ditonton oleh anak
termasuk acara – acara ataupun berita – berita tentang penindasan yang tentunya
melakukan perilaku menyimpang termasuk
ijime.
Oleh sebab itu, orang tua
dituntut untuk bisa meluangkan waktunya dan melakukan pengawasan terhadap
tontonan anak – anak mereka agar anak – anak mereka tidak terpengaruh dampak
buruk dari program televisi yang ditonton olah anak mereka.
3.3
Sekolah
Merupakan kewajiban sekolah untuk melindungi peserta didik dari
terjadinya tindak kekerasan terhadap siswa. Apabila tindak kekerasan di sekolah
tidak ditangani secara serius akan berdampak negatif terhadap kondisi lingkungan
belajar siswa. Kondisi lingkungan yang kurang kondusif untuk kegiatan belajar
akan berdampak kepada penurunan prestasi belajar siswa dan prestasi sekolah
secara umum. Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan oleh sekolah berkaitan
dengan pencegahan atau minimalisasi terjadinya tindak kekerasan di sekolah.
Langkah -langkah tersebut diantaranya :
1.
Sekolah harus membangun sistem atau mekanisme untuk mencegah dan
menangani kasus
ijime
di sekolah. Dalam tahap ini perlu dikembangkan
aturan sekolah atau kode etik sekolah yang mendukung lingkungan
sekolah yang aman dan nyaman bagi semua anak dan mengurangi
terjadinya
ijime
serta sistem penanganan korban
ijime
di setiap sekolah.
Sistem ini akan mengakomodir bagaimana seorang anak yang menjadi
korban
ijime
bisa melaporkan kejadian yang dialaminya tanpa rasa takut
2.
Di lingkungan sekolah harus dibangun kesadaran dan pemahaman tentang
ijime
dan dampaknya kepada semua warga sekolah, mulai dari murid, guru,
kepala sekolah, pegawai sekolah hingga orangtua. Sosialisasi tentang
program anti
ijime
perlu dilakukan dalam tahap ini sehingga semua warga
sekolah memahami dan mengerti apa itu
ijime
dan dampaknya.
3.
Sekolah menyediakan berbagai kegiatan positif kepada siswa yang dapat
membangun sikap sportifitas, kebersamaan, dan saling menyayangi antar
warga sekolah.
4.
Perlu dibangun komunikasi secara terbuka antara sekolah, orang tua dan
siswa melaui pertemuan-pertumuan yang secara rutin diadakan. Pertemuan
dengan orang tua ini bertujuan agar pihak sekolah dan guru mengetahui
perhatian orang tua pada anaknya, pola hubungan anak dengan orang tua
dan upaya orang tua dalam mendukung aktivitas anak di sekolah dan
upaya orang tua dalam menanggulangi
ijime
melalui jejaring dengan
banyak pihak. Selain dengan orang tua, pertemuan dan wawancara dengan
siswa juga diperlukan untuk mengetahui secara mendalam tentang akar
masalah, situasi sekolah, bentuk, alasan, dan kondisi
ijime
. Dengan adanya
pertemuan dan wawancara dengan orang tua dan murid ini maka pihak
sekolah maupun guru dapat melakukan tindakan yang sesuai dengan
keadaan yang terjadi.
5.
Perlu tindakan tegas terhadap siswa yang melakukan tindakan kekerasan di
sekolah yang sudah melampaui batas-batas toleransi yang telah diberikan.
6.
Tidak kalah pentingnya adalah menghentikan praktek-praktek kekerasan di
ramah anak dengan penerapan positive discipline di sekolah. Langkah ini
membutuhkan komitmen yang kuat dari guru untuk menghentikan
praktek-praktek kekerasan dalam mendidik anak. Pelatihan tentang metode
positif disiplin perlu dilakukan kepada guru dalam tahap ini.
7.
Membangun kapasitas siswa dalam hal melindungi dirinya dari pelaku ijime dantidak menjadi pelaku. Untuk itu anak-anak bisa diikutkan dalam pelatihan anti
ijime serta berpartisipasi aktif dalam kampanye anti ijime di sekolah. Dalam
tahap ini metode dari anak untuk anak (child to child) dapat diterapkan dalam
kampanye dan pelatihan.
8.
Pihak sekolah memberikan perhatian khusus pada tempat – tempat sepertihalaman bermain, toilet, kantin, tempat berolahraga dan gudang di sekolah. Hal
ini penting sebab pada tempat – tempat inilah sering terjadi tindakan ijime.
9.
Sekolah memberikan tindakan yang tegas kepada guru yang melakukan tindakanijime jika terbukti guru tersebut melakukan tindak kekerasan ataupun ijime.
Selain itu, guru juga memiliki peran yang sangat penting dalam proses
penanggulangan ijime. Adapun beberapa alasan peran guru sangat penting dalam
penanggulangan ijime adalah :
1. Kebanyakan orang berpikir bahwa masalah ijime adalah masalah murid/siswa
saja sehingga lebih memusatkan perhatian pada murid. Padahal ketidak
pedulian guru terhadap siswa turut menjadi ekselator (pelestari)
kesinambungan peristiwa ijime. Oleh karena itu, guru dituntut perhatiannya
dalam masalah ijime ini sebab jika guru tidak memberikan penih perhatiannya
terhadap masalah ini, maka masalah ini akan terus berlanjut.
2. Guru merupakan figur teladan yang langsung dapat dilihat oleh siswa/murid,
bertindak dengan benar setiap hari, maka siswa lebih mungkin melakukan ijime
atau menjadi korban ijime. Itu sebabnya dalam proses belajar mengajar, guru
harus sadar bahwa proses mengajar adalah untuk meningkatkan kapital sosial
dan kognitif.
3. Guru merupakan konselor yang mudah dan cepat bagi siswa. Dalam hal ini
semua guru menjadi sangat penting sebagai orang yang melakukan
pertolongan pertama.
4. Guru sangat dibutuhkan perannya untuk menciptakan atmosfer yang yang
mengurangi ijime dan mendorong proses kelompok yang mendukung dan
merangkul siswa – siswa yang rentan mengalami ijime.
Begitu besarnya peran guru dalam proses penangulangan ijime, maka untuk
menangulanginya seorang guru haruslah menjadi seorang guru yang profesional. Adapun
guru yang profesional adalah :
a.Guru yang profesional selalu bekerja keras untuk memenangkan rasa hormat dari
muridnya.
b. Guru yang profesional menghargai muridnya dan orang lain secara sejajar dan
mencoba untuk memahami mereka secara individu. Berusaha sesering
mungkin berkomunikasi secara terbuka dengan murid – muridnya, rekan –
rekan guru, para orang tua dan atasannya. Ia menyadari bahwa interaksi sosial
yang menyenangkan dan efektif akan mendorong terwujudnya pendidikan
yang bermutu.
c.Guru yang profesional menyadari bahwa hubungannya dengan para muridnya
harus memuaskan bagi kedua belah pihak. Oleh sebab itu, ia mampu bertindak
tenang, masuk akal dan tidak emosional, termasuk saat menangani masalah –
d. Guru yang profesional secara aktif mendorong muridnya untuk
mengembangkan bakat, kemampuan dan keterampilan dirinya. Ia merasa
bahagia bila muridnya berhasil.
Selain peran dari sekolah dan guru, dalam rangka menanggulangi ijime di sekolah
perlu adanya upaya – upaya bimbingan konseling yang terintegrasi. Pelaksanaan
pemberian bimbingan konseling kepada siswa sebagai pelaku dan penderita ijime, atau
guru – guru dan staf sekolah sebagai pelaku bisa saja dengan konseling kelompok atau
konseling individual. Bimbingan kelompok diberikan kepada semua siswa sebagai upaya
tidak langsung dalam merubah sikap dan perilaku siswa melalui penyajian informasi yang
teliti atau menekankan dorongan untuk berfungsinya kemampuan – kemampuan kognitif.
Selain itu bisa menggunakan media elektronik seperti pemutaran film terjadinya ijime dan
dampaknya terhadap kehidupan seseorang korban ijime.
Pendekatan bimbingan konseling yang digunakan dalam mengatasi ijime di sekolah,
bisa dengan menggunakan pendekatan eklektik yaitu suatu pendekatan yang terintegrasi
seperti pendekatan perilaku, pendekatan berpusat pada pribadi, pendekatan transaksi
analitis, humanistik dan sebagainya.
Pendekatan perilaku digunakan dalam konseling kelompok untuk mengatasi ijime,
asumsinya bahwa perilaku, kognisi, perasaan bermasalah itu terbentuk karena dipelajari.
Oleh karena itu semua dapat dirubah dengan suatu proses belajar yang baru. Pendekatan
perilaku bisa mengintervensi dari teori belajar sosial (sosial-learning theory), seperti
penguatan kembali (reinforcement), pemberian contoh (modellin), pembentukan,
penataan kembali kognisi, latihan santai (relaxtion) dan sebagainya.\
Penguatan kembali (reinforcement), bisa dilakukan oleh guru – guru atau teman –
teman supaya klien bisa percaya diri. Teknik ini bisa dilakukan sendiri dengan bagaimana
berusaha untuk menguatkan diri sendiri dan meningkatkan kemampuan mengolah diri
dan tidak tergantung pada orang lain. Pemberian contoh merupakan alat yang sangat kuat ,
gurunya atau temannya, misalnya bagaimana guru menghargai pendapat siswa walaupun
salah, atau menghargai karyanya, siswa diajarkan untuk bisa menghargai, saling toleransi,
saling menghormati, dan saling menyayangi.
Penataan kembali kognisi (cognitive restructuring), adalah proses menemukan dan
menilai kognisi seseorang, menemukan dampak negatif pemikiran tertentu dan belajar
mengganti kognisi tersebut dengan pemikiran yang lebih realistik dan cocok.
Pendekatan berpusat pada pribadi (person-center approach), didasari asumsi bahwa
manusia cenderung bergerak ke arah keseluruhan dan perwujudan diri. Individu –
individu di dalam dirinya memiliki sumber daya yang luas untuk memahami dirinya
sendiri dan untuk mengubah konsep dirinya. Oleh karena itu, konselor bersifat
menghargai tanpa syarat, empati dan keaslian.
Pendekatan Ekstensial Humanistik berasumsi bahwa manusia memiliki
kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata
yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Teknik yang digunakan
adalah kesadaran diri, kebebasan dan tanggung jawab, keterpusatan, dan kebutuhan akan
orang lain.
Pendekatan Analisis Transaksional, berasumsi bahwa orang – orang bisa belajar
mempercayai dirinya sendiri, berpikir dan memutuskan untuk dirinya sendiri, dan
mengungkapkan perasaannya. Pendekatan ini berlandaskan teori kepribadian yang
menggunakan tiga pola tingkah laku atau perwakilan ego yang terpisah yaitu orang tua,
orang dewasa, dan anak. Kemudian berpendapat bahwa manusia memerlukan belaian
baik secara fisik maupun emosional. Jika belaian tidak terpenuhi, maka mereka tidak
akan berkembang secara sehat. Oleh karena itu seorang konselor harus berperan
memberikan perhatian pada masalah – masalah emosinal dan berperan sebagai guru,