• Tidak ada hasil yang ditemukan

Case Study Report Sebuah Paradoks Ketera

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Case Study Report Sebuah Paradoks Ketera"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

CASE STUDY REPORT

SEBUAH PARADOKS KETERANGAN SAKSI DI SIDANG PENGADILAN

SEBAGAI KEKUATAN PEMBUKTIAN

R.M. AGUNG PUTRANTO

1206209684

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM SARJANA REGULER

(2)

1. Pendahuluan

Pengamatan untuk Case Study Report kali ini dilakukan pada tanggal 11 Maret 2015, pukul 13.20 WIB bertempat di Ruang Mr. Kusuma Atmadja, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl. Ampera Raya No. 133, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Adapun di dalam ruangan tersebut sedang berlangsung sidang dengan Nomor 49/PID.B/2015/PN/JKT.SEL yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dengan Terdakwa Yaqub Sugiarto Sutrisno, S.H. Sidang yang penulis hadiri sudah mencapai tahap pembuktian, dengan saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum yakni saudara Timotius Tumbur Simbolon, S.H.

Terdakwa Yaqub Sugiarto didakwa dengan dakwaan alternatif. Dakwaan alternatif pertama menggunakan Pasal 263 ayat (2) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, yang sekiranya berbunyi “…sebagai yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian,…” Sementara dakwaan alternatif kedua menggunakan Pasal 167 ayat (1) KUHP jo. Pasal 4 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, yang sekiranya berbunyi “…sebagai yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan memaksa masuk ke dalam rumah atau ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum atau berada di situ dengan melawan hukum dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu,…”

Terdakwa didakwa telah melakukan tindak pidana, sebagaimana disebutkan dalam dakwaan, bersama-sama dengan Saksi Timotius Tumbur Simbolon, S.H. dan P.S. Jemmy Mokolengsng, S.H., dimana kedua saksi tersebut disidangkan dalam berkas perkara terpisah.

2. Ketentuan Hukum

Yang dimaksud dengan saksi, menurut Pasal 1 butir 26 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah “orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.”

(3)

Keterangan saksi merupakan alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan pada Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Pasal 185 ayat (1) menegaskan bahwa “keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.” Selain itu, Pasal 185 ayat (5) menegaskan bahwa “baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan saksi.”

Tidak semua keterangan saksi yang mempunyai nilai sebagai alat bukti. Keterangan saksi yang mempunyai nilai ialah keterangan yang sesuai dengan apa yang dijelaskan Pasal 1 butir 27 KUHAP. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 butir 27 KUHAP, keterangan saksi yang dianggap bernilai sebagai alat bukti dalam perkara pidana ialah keterangan saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang:

a. Saksi lihat sendiri b. Saksi dengar sendiri c. Saksi alami sendiri

d. Serta menyebut alasan dari pengetahuannya itu

Dari penegasan bunyi Pasal 1 butir 27 KUHAP dihubungkan dengan bunyi penjelasan Pasal 185 ayat (1) KUHAP, dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu:

a. Setiap keterangan saksi di luar apa yang didengarnya sendiri dalam peristiwa pidana yang terjadi atau di luar apa yang dilihat atau dialaminya sendiri dalam peristiwa pidana yang terjadi, keterangan yang diberikan di luar pendengaran, penglihatan atau pengalaman sendiri mengenai suatu peristiwa pidana yang terjadi, tidak dapat dijadikan dan dinilai sebagai alat bukti. Adapun keterangan semacam itu tidak mempunyai kekuatan nilai pembuktian.

b. Testimonium de auditu atau keterangan saksi yang ia peroleh sebagai hasil pendengaran dari orang lain, tidaklah mempunyai nilai sebagai alat bukti. Keterangan saksi di sidang pengadilan berupa keterangan ulangan dari apa yang didengarnya dari orang lain, sehingga keterangan saksi semacam ini tidak dapat dianggap sebagai alat bukti.

(4)

Nomor 20/PK/Pid/1983. Dalam putusan ini ditegaskan bahwa orang tua terdakwa, polisi dan jaksa hanya menduga, tetapi dugaan itu semua hanyalah merupakan kesimpulan sendiri-sendiri yang tidak didasarkan dengan alat bukti yang sah.1

Saat ini, untuk kepentingan pembuktian, terdapat 5 (lima) alat bukti yang sah menurut KUHAP guna proses pembuktian acara pidana sebagai suatu proses mencari suatu kebenaran materiil, yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Alat-alat bukti yang sah tersebut antara lain:

1. Keterangan saksi 2. Keterangan ahli 3. Surat

4. Petunjuk

5. Keterangan terdakwa

Berdasarkan kelima alat bukti tersebut dapat dilihat bahwa keterangan saksi berada pada urutan pertama sebagai alat bukti dalam Hukum Acara Pidana. Hal itu mengartikan bahwa keterangan saksi merupakan salah satu alat bukti yang sangat penting dalam proses pembuktian perkara pidana.

Namun pada tahun 2011, Mahkamah Konsitusi (MK) sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 melalui putusan nomor 65/PUU-VIII/2010 membuat suatu pembaharuan dengan mengabulkan permohonan pengujian Pasal 1 angka 26 dan 27 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Dalam amar putusannya yang dibacakan pada tanggal 8 Agustus 2011 tersebut, MK menyatakan bahwa “Pasal 1 angka 26 dan 27, Pasal 65, Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945) sepanjang pengertian saksi dalam pasal-pasal tersebut tidak dimaknai orang yang selalu mendengar, melihat, serta mengalami suatu peristiwa.2

Mahkamah Konstitusi tidak memberikan batasan yang cukup jelas mengenai sejauh mana nilai keterangan seseorang dapat dijadikan sebagai saksi. Pertimbangan hakim yang diberikan oleh majelis hakim yang memutuskan perkara tersebut hanya menjelaskan bahwa nilai kesaksian saksi bukanlah terletak apakah dia melihat, mendengar dan mengalami sendiri

1 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Jilid II, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1986), hlm. 809.

2 Agus Sahbani, “MK ‘Rombak’ Definisi Saksi dalam KUHAP”,

(5)

suatu peristiwa. Namun terletak pada sejauh mana relevansi kesaksian yang diberikan terhadap perkara yang sedang berjalan.

Mengenai relevansi terhadap alat bukti saksi, menurut M. Yahya Harahap mencari relevansi haruslah diujikan cara pemeriksaannya kepada landasan hukum, agar dalam mencari dan mengarahkan keterangan saksi dalam pemeriksaan, benar-benar tertuju kepada urgensi sesuai dengan yang dikehendaki ketentuan hukum itu sendiri.3

Relevansi alat bukti secara sederhana dapat diukur dari apakah alat bukti tersebut sesuai dengan fakta yang dibuktikan. Relevansi sangat penting dalam hal pembuktian perkara pidana. Pentingnya makna relevansi ini dijelaskan oleh Eddy O.S Hiraej dalam pembuktian perkara pidana adalah sebagai berikut:4

a. Bukti harus relevan atau berhubungan

b. Bukti harus dapat dipercaya, maksudnya bukti tersebut dapat diandalkan sehingga untuk memperkuat bukti harus didukung oleh bukti lainnya

c. Bukti tidak boleh didasarkan pada persangkaan yang tidak semestinya, bukti tersebut haruslah bersifat objektif dalam memberikan informasi mengenai suatu fakta

Relevansi seorang saksi juga dapat didukung oleh alasan “pengetahuannya”. Tegasnya harus mempunyai “sumber pengetahuan” yang logis atau masuk akal. Misalnya, saksi katakan melihat sendiri peristiwa tindak pidana penganiayaan di rumahnya sewaktu ia masih berada di kantor. Hal ini tidaklah dapat dikatakan sebagai kesaksian yang relevan. Jadi, setiap unsur keterangan harus diuji dengan sumber pengetahuan saksi, dan setelah diuji dengan sumber pengetahuan, benar terdapat ketepatan keterangan yang masuk akal, antara keterangan saksi dengan sumber pengetahuannya harus benar-benar konsisten antara yang satu dengan yang lain.5

Sehingga dapat disimpulkan setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010 tersebut, ketentuan saksi dan keterangan saksi yang berada didalam KUHAP telah diperluas maknanya menjadi keterangan dari orang yang tidak harus melihat, mendengar, atau mengalami suatu peristiwa pidana sepanjang keterangan yang diucapkan relevan dengan peristiwa pidana yang sedang berlangsung dan menjelaskan alasan pengetahuannya itu.

3 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hlm. 144.

4 Eddy O.S Hiraej, Teori dan Hukum Pembuktian, (Jakarta: Erlangga, 2012), hlm. 13.

(6)

3. Hasil Pengamatan

Berdasarkan pada pengamatan di lapangan, saksi di sidang pengadilan dengan Nomor 49/PID.B/2015/PN/JKT.SEL yakni saudara saksi Timotius Tumbur Simbolon, memberikan keterangan di sidang pengadilan yang didasari atas pendapat maupun rekaan.

Hal ini membuat jaksa penuntut umum, majelis hakim bahkan penasehat hukum terdakwa terlihat tampak kebingungan dengan kesaksian yang diberikan oleh saudara saksi Timotius Simbolon. Meskipun pengertian saksi telah dirombak melalui putusan nomor 65/PUU-VIII/2010 oleh Mahkamah Konstitusi menjadi tidaklah harus selalu orang yang mendengar, melihat dan mengalami sendiri peristiwa pidana, akan tetapi kesaksian yang diberikan tetap harus menunjukan adanya relevansi dengan perkara a quo.

Bahwa saksi Timotius Tumbur Simbolon seolah memberikan kesaksian yang tidak menguntungkan ataupun memberatkan Terdakwa sehingga tidaklah jelas kehadiran beliau di sidang pengadilan sebagai saksi a charge atau saksi a de charge. Keterangan saksi sebagaimana berdasarkan hasil pengamatan, lebih kepada keterangan yang menguntungkan atau dalam hal ini membela kepentingan diri pribadi saksi yang dalam perkara a quo tertuduh ikut melakukan tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa secara bersama-sama.

Di atas, penulis sudah kemukakan betapa pentingnya relevansi bukti yang dihadirkan di muka persidangan dengan perkara pidana yang tengah diadili. Namun praktek di lapangan, saksi Timotius malah memberikan bukti kepada majelis hakim yang dianggap kurang penting. Adapun saksi memberikan dokumen yang menyatakan dirinya sebagai seorang advokat yang mana hal tersebut sama sekali tidak ada relevansinya dengan perkara yang tengah diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Selain itu berulang kali saksi berkata di sidang pengadilan “...saya ini advokat lho, saya penegak hukum yang dilindungi oleh undang-undang...” yang mana menurut majelis hakim, hal tersebut sangat tidak relevan dengan tujuan saksi dihadirkan di sidang pengadilan.

(7)

4. Penutup

Implikasi yuridis dari lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman Republik Indonesia melalui putusan nomor 65/PUU-VIII/2010 mengenai saksi dan keterangan saksi dalam perkara pidana adalah bahwa setelah adanya putusan tersebut definisi saksi dan keterangan saksi menjadi orang yang tidak harus mendengar, melihat dan mengetahui secara langsung dan keterangan saksi. Pun dapat diperluas maknanya menjadi keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang didengar, dilihat dan alami sendiri dengan menyebut alasan pengetahuannya itu, termasuk pula keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana dari orang yang tidak selalu mendengar, melihat dan mengalami suatu peristiwa pidana. Keterangan dari orang yang meskipun tidak melihat, mendengar dan mengalami suatu peristiwa dapat menjadi saksi dan dapat pula bernilai sebagai alat bukti keterangan saksi

(8)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Harahap, M. Yahya. 1986. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Jilid II. Jakarta: Pustaka Kartini.

______. 2003. Pembahasan Permasalahan dan penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika.

Hiraej, Eddy O.S. 2012. Teori dan Hukum Pembuktian. Jakarta: Erlangga.

Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

______. Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UU No. 8 Tahun 1981, LN No. 76 Tahun 1981.

INTERNET

Sahbani, Agus. “MK ‘Rombak’ Definisi Saksi dalam KUHAP”.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini adalah penelitian korelasi yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara frekuensi mendengarkan musik R&B dengan tingkat stres pada remaja.. Variabel

Pada siklus II, siswa sudah mulai aktif bekerja kelompok, hal ini dapat dilihat dari keseriusan siswa saat diskusi baik di kelompok ahli maupun di kelompok asal ,

Berkaitan dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan struktur yang membangun dalam lirik lagu album

Penurunan pada semua nilai indikator kemiskinan tersebut mengindikasikan bahwa program pendayagunaan zakat oleh BAZNAS Kota Bogor terbukti memiliki implikasi yang positif

Setelah kita mengetahui betapa tinggi perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan dan betapa Allah SWT mewajibkan kepada kaum muslimin untuk belajar dan terus belajar, maka Islampun

persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57, Menteri, direktur jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang zakat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan

Skripsi dengan judul: Identifikasi Senyawa Fitokimia Calcium Channel Blocker dengan Molecular Docking sebagai Pengembangan Terapi Hipertensi..

Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis zeolit dari abu dasar batubara melalui reaksi peleburan dengan padatan NaOH yang dilanjutkan dengan perlakuan hidrotermal dengan