• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daur Ulang Dan Konservasi Energi Dalam A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Daur Ulang Dan Konservasi Energi Dalam A"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

DAUR ULANG DAN KONSERVASI ENERGI DALAM ALTERNATIF

PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN METODE LCA

Rizqi Puteri Mahyudin

Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru

Indonesia

E-mail : rizqiputeri@yahoo.com

ABSTRAK

Penulisan ini bertujuan untuk memaparkan potensi konservasi energi yang didapat dengan mengaplikasikan daur ulang pada beberapa jenis material sampah dan dibandingkan dengan alternatif pengelolaan sampah lainnya. Sebagian besar studi literatur yang ditemukan menggunakan metode Life Cycle Assessment (LCA) untuk mengkaji besarnya perbandingan penggunaan energi pada pilihan pengelolaan sampah secara daur ulang dengan metode pengelolaan yang lain seperti pembakaran, insinerasi dan lahan urug (landfilling). Dapat disimpulkan bahwa daur ulang dapat mengkonservasi energi lebih banyak yang ditunjukkan dengan konsumsi energi yang lebih rendah dibandingkan dengan pilihan pengelolaan sampah lainnya.

Kata kunci: daur ulang, energi, Life Cycle Assessment (LCA), pengelolaan sampah

ABSTRAK

This study aims to explain the conservation of energy by applying the recycling in some types of waste materials and compared to other waste management options. Most of the literature found using Life Cycle Assessment (LCA) to assess the extent of the comparison of energy use on the choice of recycling waste management with other management methods such as combustion, incineration and landfilling. It can be concluded that recycling can conserve more energy as indicated by the lower energy consumption compared to other waste management options.

Keyword: energy, Life Cycle Assessment (LCA), recycling, waste management

1.

PENDAHULUAN

Penghematan energi adalah manfaat yang sangat penting yang dapat diperoleh dari daur ulang. Penghematan energi atau konservasi energi biasanya ditunjukkan dengan data perbandingan jumlah konsumsi energi pada tahapan dalam memproses material daur ulang dengan tahapan dalam memproses material mentah.

Tahapan dalam mensuplai material daur

ulang ke industri (mencakup pengumpulan,

pemilahan, pengolahan awal, pemprosesan)

menggunakan energi lebih sedikit dibandingkan tahapan dalam mensuplai material mentah ke industri (mencakup ekstraksi, penyulingan, pengangkutan dan pemprosesan). Sebagai contoh, Clean Up Australian (2009) melaporkan bahwa memproduksi produk aluminium memerlukan energi intensif (mencakup dari proses produksi alumina memerlukan konsumsi langsung berupa energi panas dan uap, dan konsumsi tidak langsung berupa tenaga listrik, dan tahapan transportasi memerlukan bahan bakar fossil intensif mulai dari pertambangan, pabrik, sampai ke tangan konsumen dan menjadi

sampah di TPA) dibandingkan dengan memproduksi aluminium dari bahan daur ulang.

LCA (Life Cycle Assessment) merupakan salah satu perangkat pengambil keputusan strategi kelola sampah yang mempertimbangkan aspek lingkungan sebagai perhatian utama dan merupakan metodologi yang mempelajari dampak potensial dari produk atau sistem dari ekstraksi bahan mentah sampai produksi, penggunaan dan pembuangan (Bjarnadottir et al., 2002:10). Di saat sebagian besar penelitian daur hidup (LCA) telah melakukan pengukuran perbandingan dari produk pengganti yang memiliki fungsi yang mirip (misalnya antara gelas kaca dengan plastik untuk kemasan minuman), telah ada trend baru penggunaan pendekatan LCA untuk membandingkan alternatif proses produksi dan ini mencakup penggunaan LCA untuk

membandingkan strategi pengelolaan sampah

(Finnveden, 1999). Termasuk di dalamnya adalah perbandingan energi yang digunakan pada setiap pengelolaan sampah untuk memilih pengelolaan sampah yang terbaik.

(3)

rendah pada daur ulang dibanding dengan alternatif pengelolaan sampah yang lain. Dengan mengamati korelasi antar beberapa variabel amatan pada berbagai studi, peneliti dapat mengintegrasikan hasil‐hasil tersebut dan mengkonstruksi teori (Hunter & Schmidt, 1990). Diharapkan kajian dapat membantu mengkonstruksi teori dengan cara mengumpulkan banyak studi dan meringkas hasil studi tersebut.

2.

METODE LCA, DAUR ULANG

DAN KONSERVASI ENERGI

Menurut Morissey dan Brown (2004: 297-308), model pengelolaan sampah kota yang sebagian besar merupakan penunjang dalam pengambilan keputusan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu model yang berdasarkan analisis manfaat dan biaya (cost benefit), berdasar LCA (Life Cycle Assessment)/analisis daur hidup, dan berdasar pengambilan keputusan multikriteria.

LCA telah banyak digunakan untuk

mengevaluasi dan membandingkan strategi

pengelolaan sampah serta dampaknya terhadap lingkungan sehingga dapat memilih strategi terbaik dalam pengelolaan sampah (Kondo dan Nakamura, 2004:236-246; Morris, 2005:273-284; Ozeler et.al, 2006; Liamsanguan dan Gheewala, 2008:132; Cherubini et.al, 2008; Al-Salem dan Lettieri, 2009:397; Abduli et.al, 12; Kilaru, 2010:1-2).

Dalam kajian LCA, mempertimbangkan fungsi dari setiap pilihan pengelolaan sampah yang dikaji adalah penting untuk perbandingan. Salah satu contoh adalah kajian energi pada pilihan pengelolaan dengan pembakaran sampah yaitu panas dan listrik yang dihasilkan dari pembakaran sampah, serta material baru yang dihasilkan dari daur ulang. Contoh tersebut dimasukkan dalam perhitungan dengan asumsi bahwa fungsi yang dihasilkan akan menggantikan produk lain. Panas dan listrik yang dihasilkan dari pembakaran sampah diasumsikan untuk menggantikan panas dan listrik yang dihasilkan dengan cara yang lain. Contoh lainnya yaitu untuk daur ulang, material yang didaur ulang diasumsikan menggantikan material lain sebagai bahan produksi (Tyskeng dan Finnveden, 2010: 744).

Gambar 1. Representasi pada sistem daur ulang (Tyskeng dan Finnveden, 2010: 745)

Ekvall dan Finnveden (2005:288)

mengatakan bahwa perbandingan antara daur ulang dan insinerasi dengan pemulihan energi pada kertas sangat dipengaruhi oleh asumsi-asumsi dan beberapa faktor utama pada tahapan kuantifikasi energi yang masuk dan keluar (Life Cycle Inventory). Faktor tersebut yaitu energi apa yang digantikan oleh insinerasi sampah kertas, material apa yang yang digantikan oleh serat kertas daur ulang, bagaimana penggunaan bubur kayu yang dapat dihemat, energi tambahan apa yang digunakan saat proses daur

ulang, dan dampak lingkungan apa yang

berhubungan dengan perubahan permintaan energi listrik.

Penggunaan LCA sebagai penentu keputusan memungkinkan peneliti untuk melihat perbandingan dampak lingkungan secara komprehensif. Dampak lingkungan yang banyak diteliti diantaranya adalah deplesi abiotik, pemanasan global, deplesi lapisan ozon, asidifikasi, eutrofikasi, oksidasi fitokimia, toksisitas terhadap manusia dan ekotoksisitas daratan. Selain itu perhitungan LCA adalah salah satu perangkat yang efektif untuk mengukur aliran dinamik sumberdaya dan dapat memberikan informasi penting mengenai beban lingkungan per kg atau per ton dari sampah yang dihasilkan (Ekvall et al., 2007:990). Salah satunya adalah perbandingan penggunaan energi yang digunakan dalam beberapa skenario pengelolaan. Diantara penelitian yang telah

dilakukan Tyskeng dan Finnveden (2010)

menemukan bahwa perbandingan dengan

menggunakan analisis LCA pada beberapa

pengelolaan sampah dihasilkan bahwa daur ulang menggunakan energi paling efisien.

Secara umum, daur ulang dapat menghemat energi lebih banyak dibanding dengan insinerasi dan pembakaran. Morris (1996) melaporkan bahwa konservasi energi yang dilakukan pada proses daur ulang dibandingkan dengan insenerasi terletak pada tenaga listrik yang diperlukan. Pada tahapan daur ulang mulai dari pengumpulan material daur ulang, pemisahan dari sampah tercampur, memproses material daur ulang di pabrik, sampai pengiriman ke tangan konsumen, keseluruhan memerlukan energi kelistrikan lebih sedikit dibanding insinerasi. Hasil

(4)

yang sama juga terjadi pada insenerasi yang menghasilkan energi dari sampah. Mengubah sampah menjadi energi melalui pembakaran juga kurang efisien dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar insenerator langsung menjadi menjadi listrik. Energi listrik dari sampah sangat dipengaruhi oleh perubahan musim, keheterogenan sampah, dan campuran sampah basah yang dapat menyulitkan pembakaran pada tungku pembakaran. Hasilnya hanya 507 kWh listrik yang dihasilkan dari insenerasi setiap metric ton pembakaran sampah.

Morris (2005:273-284) kembali

menggunakan metode LCA untuk mengevaluasi dan

membandingkan beban lingkungan pada

pengelolaan sampah dengan daur ulang, insenerasi dan langsung dibuang pada landfill. Morris

menemukan bahwa daur ulang sampah

menghabiskan lebih sedikit energi dan menimbulkan beban lingkungan (pemanasan global, asidifikasi, eutrofikasi, emisi, toksisitas ke manusia dan toksikologi ekologis) lebih kecil dibandingkan dengan landfilling atau insinerasi.

Cherubini et al. (2008:2552) membandingkan empat strategi pengelolaan yaitu landfill tanpa pemanfaatan gas, landfill dengan pembakaran biogas untuk menghasilkan listrik, sorting plant dengan pemisahan fraksi sampah anorganik dengan organik, dan pembakaran langsung dari sampah. Hasil penelitian ini dapat diterapkan untuk kota-kota besar Eropa, menunjukkan bahwa landfilling adalah pilihan pengelolaan sampah yang paling buruk dan penghematan energi yang signifikan dicapai melalui daur ulang.

Berdasarkan hasil penelitian Morris (1996), Morris (2005) dan Cherubini et al. (2008) dapat dikatakan bahwa daur ulang lebih baik dalam hal penghematan energi dibanding dengan insinerasi dan pembakaran sampah menjadi energi. Akan tetapi Tyskeng dan Finnveden (2010: 746) menganalisis beberapa hasil penelitian yang mengatakan bahwa daur ulang material plastik lebih baik dalam penghematan energi dibanding pembakaran dengan tiga pengecualian sebagai berikut:

1. Jika daur ulang plastik tidak digunakan untuk menggantikan jenis plastik lainnya, tapi untuk menggantikan bahan mentah lain contohnya kayu.

2. Jika sampah yang didaur ulang adalah material yang tercampur kotoran, misalnya plastik pembungkus makanan (contohnya pembungkus

mayyonaise). Maka ada kemungkinan

melakukan pembakaran lebih baik dibandingkan daur ulang.

3. Jika diasumsikan faktor subtitusinya cukup tinggi, misalnya 1:0,5 (2 kg plastik daur ulang dapat menggantikan 1 kg plastik mentah). Dalam kasus ini, kemungkinan pembakaran akan lebih efisien energi.

Perbandingan penggunaan energi yang lebih rendah pada beberapa jenis material yang didaur ulang dibandingkan dengan material mentah juga

telah dikaji oleh beberapa penelitian. Morris (2005:275) menemukan bahwa lebih banyak energi yang dapat dikonservasi pada daur ulang dengan material bekas (bukan berasal dari bahan mentah) dibanding pembuatan produk baru. Contohnya pada produksi kertas koran, kertas kardus, wadah gelas, kaleng aluminium dan pellet plastik menggunakan material mentah memerlukan 25,7 juta Btu.

Sedangkan pembuatan dengan menggunakan

material daur ulang hanya memerlukan 11,4 juta Btu dengan kuantitas yang sama. Choate et. al (2005) juga melaporkan penghematan energi kaitannya dengan proses daur ulang pada beberapa jenis material dalam unit British thermal units (Btu) per ton (Gambar 2).

Dapat dilihat bahwa penghematan energi yang diperoleh berbeda-beda tergantung pada jenis material yang didaur ulang dan daur ulang material alumunium per ton menghasilkan penghematan energi yang paling besar.

Gambar 2. Penghematan energi per ton

material daur ulang (Choate

et. al

, 2005)

Sesuai dengan Choate et. al (2005), Clean Up Australian (2009) juga melaporkan bahwa produksi produk aluminium dari material bekas memerlukan 90-95% energi lebih sedikit dibandingkan dengan memproduksi aluminium primer. Hal ini juga didukung oleh laporan EPA (1990) bahwa untuk memproduksi 1 ton aluminium baru dari aluminium daur ulang hanya memerlukan 5% dari energi yang diperlukan untuk memproduksi aluminium dari bahan mentah.

Daur ulang pada beberapa jenis plastik juga dapat menghemat energi. Shen et al. (2010: 42)

melaporkan bahwa daur ulang serat PET

(polyethylene terephthalate) bekas dapat menghemat 45-85% penggunaan energi yang tidak dapat diperbaharui (Non Renewable Energy Use atau

disingkat NREU) dibandingkan dengan

(5)

mekanis, semi mekanis dan daur ulang secara kimia (depolimerisasi PET), dari hasil penelitian ditemukan bahwa daur ulang secara mekanis memerlukan NREU yang paling kecil. Selain itu dapat dilihat pada gambar 4 bahwa pengambilan bahan mentah serat PET menggunakan NREU dalam jumlah yang paling tinggi pada semua metode daur ulang.

Gambar 3. Perbandingan penggunaan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui (Non Renewable

Energy Use) pada 3 alternatif metode daur ulang (Shen et al., 2010: 44).

Ekvall dan Finnveden (2000:292)

membandingkan beberapa studi dengan metode LCA dan menemukan bahwa daur ulang kertas

menghasilkan keuntungan berupa efisiensi

penggunaan sumberdaya yaitu total penggunaan energi, total penggunaan biomassa, penggunaan energi listrik seperti energi nuklir dan hidropower dimana keseluruhannya ditemukan lebih kecil penggunaannya pada kasus daur ulang. Tentunya hasil ini tergantung dari asumsi dan faktor utama yang dipertimbangkan saat tahapan kuantifikasi masukan dan keluaran energi.

3.

KESIMPULAN

LCA merupakan salah satu perangkat yang efektif dalam mengkaji dampak lingkungan yang dihasilkan dari suatu proses salah satunya kuantifikasi penggunaan energi. Hasil dari studi literatur yang ditemukan, pengelolaan sampah dengan daur ulang mengkonsumsi energi yang lebih sedikit dibandingkan dengan beberapa pengelolaan

sampah lain seperti pembakaran sampah

(combustion) dan insenerasi dengan menghasilkan energi serta lahan urug (landfilling). Hal yang konsisten juga ditunjukkan dengan daur ulang pada beberapa jenis material bekas seperti kertas, plastik

PET, dan aluminium. Produksi dengan

menggunakan bahan baku material daur ulang tersebut mengkonsumsi energi yang lebih kecil dibandingkan dengan produksi menggunakan bahan baku mentah.

DAFTAR PUSTAKA

Abduli M.A., Naghib A., Yonesi M., Akbari A. 2010. Life cycle assessment (LCA) of solid waste management strategies in Tehran: landfill and composting plus landfill. Environ Monit Asses Journal. DOI European Journal of Scientific Research; 34 (3): 395-405

Bjarnadóttir H.J., Friðriksson G.B., Johnsen T., Sletsen H. 2002. Guidelines for the use of LCA in the waste management sector. NORDTEST Tekniikantie 12 FIN-02150 ESPOO Finland

Clean Up Australian. 2009. Steel and Aluminium Fact Sheet. www.cleanup.org.au

Cherubini F., Bargigli S., Ulgiati S. 2008. Life cycle assessment of urban waste management: Energy performances and environmental impacts. The case of Rome, Italy. Waste Management;28:2552–2564

Choate A., Pederson L., Scharfenberg J., Ferland H. 2005. Waste Management and Energy Savings: Benefit by the Number. US EPA. Ekvall T., and Finnveden G. 2000. The application

of life cycle assessment to Integrated solid waste management P art 2ðperspectives on energy and material recovery from paper. Trans icheme, vol 78, part b (2000) 288-294 EPA. 1990. Recycling Cost Analysis and Energy

Balance. Bulletin 409

Finnveden, G., 1999. Methodological aspects of life cycle assessment of integrated solid waste

management systems. Resources,

Conservation and Recycling; 26 (3–4):173– 187

Hunter, J.E. and Schmidt, F.L. 1990. Methods of Meta‐Analysis. Sage Publication

Kilaru, Prabhu K. 2010. Estimation of carbon emissions from municipal solid waste and determination of the impact of recycling on emissions. Thesis. The University of Toledo Kondo Y. and Nakamura S. 2004. Evaluating

Alternative Life-Cycle Strategies for Electrical Appliances by the Waste Input-Output Model’s. Int J LCA 9 (4): 236-246 Liamsanguan C., Gheewala S.H. 2008. LCA: A

decision support tool for environmental assessment of MSW management systems. Journal of Environmental Management 87 (2008) 132–138

Morris J. 2000. Recycling versus incineration: an energy conservation analysis. Journal of hazardous material. 47 (1996) 277-293 Dampak penggunaan material mentah PET

(6)

Morris, J. 1996. Recycling Versus Incineration: an energy conservation analysis. Journal of Hazardous Materials 47 (1996) 277-293. Morris J. 2005. Comparative LCAs for Curbside

Recycling Versus Either Landfilling or Incineration with Energy Recovery. Int J. LCA: Case Studies; 10 (4): 273-284

Morissey A.J. and Browne J. 2004. Waste management models and their application to

sustainable waste management. Waste

Management; 24(2004): 297–308

Tyskeng S., Finnveden G. 2010. Comparing Energy Use and Environmental Impacts of Recycling and Waste Incineration. Journal Of Environmental Engineering (2010): 744-748.

Ozeler D., Yetis U., Demirer G.N. 2006. Life cycle assesment of municipal solid waste management methods: Ankara case study. Environment International Journal 32 (2006) 405 – 411

Gambar

Gambar 1.  Representasi pada sistem daur ulang (Tyskeng dan Finnveden, 2010: 745)
Gambar 2. Penghematan energi per ton material daur ulang (Choate et. al, 2005)
Gambar 3. Perbandingan penggunaan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui (Non Renewable Energy Use) pada 3 alternatif metode daur ulang (Shen et al., 2010: 44)

Referensi

Dokumen terkait

film sebagai unsur pragmatik yang juga penting dalam penerjemahan film.. Berdasarkan perbandingan teks sumber dengan korelasinya dalam teks sasaran, ditemukan 13 teknik

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah faktor determinan yang paling utama dalam menjelaskan perilaku konservasi energi pada skala rumah tangga

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang bagaimana pengaruh variasi temperatur deposisi terhadap besarnya lebar celah pita energi

Sebagian dari energi bebas yang semula dihasilkan oleh degradasi glukosa menjadi laktat, yang disimpan dalam bentuk fosfogliseroil fosfat dan fosfoenolfiruvat, dapat

bahwa partisipasi pemerintah dalam penyediaan dan pemanfaatan sumber energi baru dan energi terbarukan untuk pembangkitan tenaga listrik maupun untuk non tenaga

Sebagian besar narasumber berpen-dapat bahwa dalam kondisi perbandingan rasio utang terhadap modal dengan perusahaan sejenis ditemukan tidak wajar, Pemeriksa Pajak dapat

Berdasarkan hasil penumbuhan lapisan tipis, selanjutnya ditentukan laju deposisi lapisan tipis serta besarnya celah pita energi optik material yang ditumbuhkan pada

Perubahan yang diamati adalah tekanan air,putaran motor dan arus listrik Mengkaji ulang suatu alat yang ada disuatu lab konversi energi teknik mesin yang berkenaan dengan judul yang