• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN CAREGIVER BURDEN PADA IBU DARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "GAMBARAN CAREGIVER BURDEN PADA IBU DARI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN CAREGIVER BURDEN PADA IBU DARI ANAK PENDERITA RETARDASI MENTAL DI SLB PROF. DR. SRI SOEDEWI

MASJCHUN SOFWAN, SH JAMBI

Ayutrisna Annisa*, Diva Mariska.T**, Fahrurazi**

*Mahasiswa Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Email : ayuta.annisa@gmail.com

ABSTRACT

Background : Caregiver Burden known as multidimensional response for negative and stress scoring that influence caregiver activities in case of caring disability patient. Parents of the children who have mental disability are showing feeling such as sadness, denial, depression, angry, and hard to accept their children condition as the impacts. The objective of this study is to describe caregiver burden representation of mother who have children with mental retardation in SLB Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH.

Method : This is analytical observasional study with stratified random sampling design. Sampling technique is using probability sampling. Subject of this study are directly observed using caregiver burden assesment that are given to the mother who have children with mental retardation.

Result : The result of this study shown most respondents goes through the lowest caregiver burden level, with amount 20 respondents (27%). Study result for objective burden observation, with highest amount 21 respondents (28,4%), go through highest level objective burden. While lowest amount 5 respondents (6,8%) go through low level of objective burden. The result of subjective burden

observation, with the highest amount 20 responds (27%), go through high level subjective burden, while the lowest amount 1 respondent (1,4%) go through low

level subjective burden.

(2)

ABSTRAK

Latar belakang : Caregiver Burden didefinisikan sebagai respon multidimensi terhadap penilaian negatif dan stres yang dirasakan berhubungan dengan aktivitas pengasuhan dalam hal merawat penderita disabilitas. Dampak orang tua yang memiliki anak tunagrahita menunjukkan perasaan sedih, denial, depresi, marah dan tidak menerima keadaan anaknya. Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui gambaran caregiver burden pada pada ibu dari anak dengan retardasi mental yang

bersekolah di SLB Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH.

Metode : Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan design stratified random sampling. Teknik pengambilan sampel dengan probability sampling. Subjek penelitian diobservasi langsung menggunakan caregiver burden assessment yang diberikan kepada ibu yang memiliki anak dengan retardasi mental.

Hasil : Hasil penelitian menunjukkan responden paling banyak mengalami caregiver burden derajat sangat rendah yaitu 20 orang (27%). Hasil penelitian pada objective burden jumlah tertinggi, yaitu 21 orang (28,4%), mengalami objective burden derajat sangat tinggi, sedangkan jumlah terendah, yaitu 5 orang (6,8%), mengalami objective burden derajat rendah. Hasil pada kategori subjective burden jumlah tertinggi, yaitu 20 orang (27%), mengalami subjective burden derajat tinggi, sedangkan jumlah terendah, yaitu 1 orang (1.4%), mengalami subjective burden derajat rendah.

Kesimpulan : Didapatkan caregiver burden derajat sangat rendah pada ibu yang memiliki anak dengan retardasi mental.

(3)

PENDAHULUAN

Retardasi mental merupakan suatu kelainan mental seumur hidup, diperkirakan lebih dari 120 juta orang di seluruh dunia menderita kelainan ini. Oleh karena itu retardasi mental merupakan masalah

di bidang kesehatan masyarakat, kesejahteraan sosial, dan pendidikan baik pada anak yang mengalami retardasi mental tersebut maupun keluarga dan masyarakat. Retardasi mental merupakan suatu keadaan penyimpangan tumbuh kembang seorang anak sedangkan peristiwa tumbuh kembang itu sendiri merupakan proses utama, hakiki, dan khas pada anak serta merupakan sesuatu yang terpenting pada anak tersebut. Terjadinya retardasi mental dapat disebabkan adanya gangguan pada fase pranatal, perinatal maupun postnatal. Mengingat beratnya beban keluarga maupun masyarakat yang

harus ditanggung dalam penatalaksanaan retardasi mental,

maka pencegahan yang efektif merupakan pilihan terbaik.1

Orang tua yang memiliki anak tunagrahita merupakan salah satu hal yang berada diluar konsep anak

idaman dari setiap pasangan suami istri atau orang tua. Anak-anak yang memiliki keterbelakangan mental ini sering mengalami kesukaran dalam mengikuti pendidikan selayaknya anak normal dan juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri

sendiri dalam masyarakat, sehingga dalam melakukan berbagai aktivitas ia harus dibantu oleh orang lain. Hal ini mengakibatkan anak-anak tersebut memiliki rasa ketergantungan yang sangat tinggi.2

Dampak dari beban keluarga dengan anak tunagrahita telah dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sethi, Bhargava & Dhiman (2007) yang menyebutkan bahwa keluarga mengalami beban psikologis dan ekonomi yang cukup tinggi sebagai imbas dari merawat anak tunagrahita. Meningkatnya beban karena merawat anak tunagrahita akan mempengaruhi

fungsi keluarga dan turut berkontribusi dalam munculnya

(4)

Pada keluarga anak tunagrahita, masalah psikososial ansietas muncul sebagai reaksi dari stres akibat beban ekonomi dan perawatan yang tinggi, beban psikologis keluarga, penurunan kualitas hidup anak dan keluarga, serta dukungan sosial yang

berkurang.3

Perawatan dan tanggung jawab pada anggota keluarga dengan tunagrahita ini membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit, dan dapat menimbulkan beban bagi keluarga. Beban tersebut berkaitan dengan masalah obyektif dan subyektif yang berdampak terhadap peran, tanggung jawab, dan hubungan yang diharapkan oleh keluarga sebagai caregiver bagi anak tunagrahita.3

Hasil penelitian dari Erti Ikhtiarini di SLB Kabupaten Banyumas (2011, Februari 14), didapatkan informasi dari kepala

sekolah, beberapa keluarga sering mengeluhkan stres ketika merawat

anaknya, dikarenakan selain beban ekonomi yang dirasakan keluarga, juga ansietas akan masa depan anak yang selama ini lebih banyak bergantung kepada orang lain. Hal

ini dikuatkan oleh hasil penelitian juga diperkuat oleh hasil wawancara yang menguraikan bahwa beberapa orang tua dari anak tunagrahita, rata-rata orang tua tersebut mengeluhkan bahwa mereka merasa stres, sedih, beban ekonomi yang tinggi, ansietas

tentang perawatan yang selama ini diberikan dan tentang masa depan anaknya.3

Tingginya angka kejadian retardasi mental tentu tidak bisa dibiarkan begitu saja, anak-anak tersebut harus mendapat pendidikan yang baik terutama dari keluarga itu sendiri sehingga mereka lebih mandiri, minimal untuk aktivitas sehari-hari. Namun pada kenyataannya tidak semua keluarga yang dapat menerima kondisi kelainan yang dialami anaknya. Individu yang dapat menerima dirinya dengan baik, akan dengan mudah menyesuaikan diri dengan

lingkungannya. Individu yang tidak dapat menerima dirinya akan

(5)

Harga diri merupakan penilaian individu terhadap diri sendiri bertolak dari persepsinya terhadap penilaian lingkungan eksternal pada dirinya.2

Hasil penelitian di SLB-C Banjarmasin menunjukkan 59,26%

ibu penderita retardasi mental mengalami kecemasan. Ibu yang mengalami kecemasan ditinjau dari usia anak adalah 22,22% pada usia

anak ≤12 tahun dan 37,04% pada

usia anak >12 tahun. Ibu yang mengalami kecemasan ditinjau dari paritas adalah 33,33% ibu pada paritas rendah dan 25,93% paritas tinggi. Ibu yang mengalami kecemasan ditinjau dari tingkat pendidikan menunjukkan 40,74% pada tingkat pendidikan rendah dan 18,52% tingkat pendidikan tinggi. 4

Hasil penelitian di Sekolah khusus di Secunderabad persentase ibu dari anak-anak dengan

keterbelakangan mental yang memiliki status sosial ekonomi tinggi,

menengah dan rendah adalah masing-masing 30%, 43,3%, dan 26,6%. Ibu dari anak-anak dengan disabilitas memiliki persepsi yang tinggi terhadap situasi ekonomi dan

kecukupan pendapatan pada status ekonomi menengah.

Heykyung oh et al., (2009) melakukan penelitian tentang

caregiver burden dan social support

terhadap Ibu yang membesarkan anak dengan disabilitas mental di

Korea Selatan. Mereka menemukan bahwa responden menyatakan tingginya beban keseluruhan, terutama dalam bidang keuangan. Lebih besar beban pengasuh secara subjektif untuk ibu-ibu ini dikaitkan dengan peningkatan biaya yang berkaitan dengan disabilitas; faktor ibu yang berusia muda dan memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi; dan kurang mendukung sosial. Biaya tambahan yang dikeluarkan untuk pendidikan anak yang mengalami disabilitas mental adalah prediktor terkuat dari peningkatan beban pengasuh dan temuan menunjukkan bahwa dukungan sosial dapat

mengurangi beban ini.3,12

Caregiver Burden didefinisikan

(6)

Caregiver Burden mengancam fisik, psikologis, emosional dan kesehatan fungsional pengasuh. 5,15,16

METODE

Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan design

stratified random sampling untuk

mengetahui gambaran caregiver

burden pada ibu dari anak penderita

retardasi mental yang bersekolah di SLB Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH.

Populasi pada penelitian ini sebesar 207 orang dari data bulan Januari tahun ajaran 2014/2015, yaitu : semua ibu dari anak penderita retardasi mental yang bersekolah di

SLB C/C1 Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH.

Sampel pada kasus ini diambil secara acak atau dengan menggunakan cara

simple random sampling yang

didapatkan melalui teori probability

sampling untuk menentukan kelas

mana saja dan siswa/i yang akan

digunakan sebagai sampel pada penelitian kali ini.

Besar sampel minimal yang diambil sesuai dengan rumus

Lameshow :

� = �−�/ . � 1 − � . � � � − 1 + � −�/ . � 1 − �

n = Jumlah sampel yang dibutuhkan

N = Jumlah anak retardasi mental di SLB Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH

Z = Derajat kepercayaan 95% = 1,96

p = Proporsi = 0,5

d = Presisi absolut yang digunakan yaitu sebesar 10% = 0,1

jadi, N =

,9 2 . , − , .

, 2 − + ,9 2 . , − ,

= 55,83 ~ 56

(7)

Kriteria Inklusi

1. Ibu yang memiliki anak dengan diagnosis retardasi mental dan bersekolah di SLB Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH 2. Ibu yang tinggal serumah dan

mengasuh anak retardasi mental

sendiri tanpa menggunakan pengasuh

3. Ibu yang tinggal serumah dengan keluarga besarnya

4. Ibu yang mengasuh anak retardasi mental dengan menggunakan pengasuh

Kriteria Eksklusi

1. Ibu yang mempunyai anak lain yang menderita cacat/sakit dan menyekolahkan di SLB Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH tetapi tidak menderita retardasi mental

2. Ibu yang tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian ini Jenis data yang digunakan pada

penelitian ini adalah: 1. Data Primer

a. Data demografi ibu dan anak yang diperoleh dari pengisian kuesioner yang dibagikan kepada ibu.

b. Caregiver burden assessment

yang diperoleh dari pengisian kuesioner.

2. Data Sekunder

a. Gambaran umum SLB Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH meliputi jumlah

siswa.

b. Data profil sekolah Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan kuesioner yang berisi pernyataan

caregiver burden sebanyak 39 item

yang diadaptasi dari Zarit Burden

Scale dan The Montogomery

Borgatta Caregiver Burden Scale.

Skor tertinggi dalam setiap item

adalah 5 untuk respon ‘sangat setuju’

dan skor terendah 1 untuk respon

‘sangat tidak setuju’.

Cara pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan secara bertahap dimulai dari data di

SLB Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH berupa data siswa tahun pelajaran 2014/2015 bulan Januari

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian gambaran caregiver

burden pada ibu yang memiliki anak

retardasi mental dilakukan di SLB Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Kota Jambi pada bulan Juli 2015. Subyek penelitian yang

memenuhi kriteria inklusi serta bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini sebanyak 72 orang. HASIL

Karakteristik Subjek Penelitian Distribusi subjek penelitian berupa karateristik dari ibu yang memiliki anak retardasi mental di SLB disajikan dalam tabel 4.1 sebagai berikut :

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Ibu

Karakteristik Ibu N % Umur

17-25 tahun 26-35 tahun 36-45 tahun 46-55 tahun 56-65 tahun

1

Kristen protestan / katolik Status pendidikan terakhir

Tidak sekolah SD

SMP SMA

Perguruan Tinggi atau kuliah Status pernikahan

Menikah Pekerjaan Responden

Bekerja Tidak Bekerja

25 49

32.4 67.6 Status ekonomi

Mampu Tinggal dengan keluarga

besar

dalam mengasuh anak Tidak ada

Orang lain Keluarga Urutan anak yang menderita

(9)

Karakteristik Anak

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa karakteristik anak yang menderita retardasi mental dan bersekolah di SLB Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan :

Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik

Anak

Karateristik Anak N % Jenis kelamin

Perempuan 12-16 tahun 17-25 tahun

28

didiagnosis retardasi mental Status pendidikan

anak saat ini Kategori kelas

C

Kondisi Burden Subyek Penelitian Dalam caregiver burden

assessment terdapat dua kategori

yaitu objective burden dengan pernyataan sebanyak 16 item dan

subjective burden memiliki

pernyataan sebanyak 23 item.

Dengan nilai tertinggi dalam setiap

assessment = 5, sedangkan nilai

terendah = 1. Data kemudian dibagi menjadi lima kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah.

Objective Burden

Dari hasil penelitian ini didapatkan hasil objective burden sebagai berikut :

Jika perhitungan pembagian kategori untuk aspek objective burden diterapkan dalam penelitian ini maka frekuensi terendah pada 5 orang (6,8%) mengalami objective burden dengan derajat rendah, frekuensi tertinggi pada 21 orang (28,4%) mengalami objective burden dengan derajat sangat tinggi.

Subjective Burden

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil subjective

burden sebagai berikut:

12

distribusi objective burden pada ibu

(10)

Gambar 4.2 Ditribusi subjective

burden pada ibu

Jika perhitungan pembagian kategori untuk aspek subjective

burden diterapkan dalam penelitian

ini maka akan didapatkan frekuensi tertinggi pada 20 orang (27%) mengalami subjective burden dengan derajat tinggi dan frekuensi terendah pada 1 orang (1,4%) mengalami

subjective burden dengan derajat

rendah.

Caregiver Burden (Total)

Dari hasil penelitian ini didapatkan hasil caregiver burden dari jumlah subjective burden dan

objective burden adalah sebagai

berikut :

Gambar 4.3 Ditribusi caregiver

burden pada ibu

Jika perhitungan pembagian kategori untuk aspek caregiver

burden diterapkan dalam penelitian

ini maka akan didapatkan frekuensi terendah pada 5 orang (6,8%) mengalami caregiver burden dengan derajat sedang dan frekuensi tertinggi pada 20 orang (27%) mengalami caregiver burden dengan derajat sangat rendah.

18

1 17

20 18

0 5 10 15 20 25

distribusi subjective burden pada ibu

distribusi subjective burden pada ibu

20

12

5 19

18

0 5 10 15 20 25

distribusi caregiver burden pada ibu

Ditribusi

(11)

Kondisi Caregiver Burden Subyek Berdasarkan Karakteristik Subyek Penelitian

Tabel 4.3 Hasil caregiver burden ibu berdasarkan karakteristik subjek penelitian

Karakteristik Subyek Penelitian

Caregiver Burden Sangat

Rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat Tinggi

F % F % F % F % F %

Umur anak 5-11 tahun 12-16 tahun 17-25 tahun

9 Jenis kelamin anak

Perempuan

mengalami retardasi mental < 7 tahun Tingkat pendidikan anak

SDLB Klasifikasi kelas

C

17-25 tahun 26-35 tahun 36-45 tahun 46-55 tahun 56-65 tahun

(12)

Karakteristik Subyek Penelitian

Caregiver Burden Sangat

Rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat Tinggi

F % F % F % F % F %

Status pendidikan terakhir Tidak sekolah

SD SMP SMA

Perguruan Tinggi

0 Status pernikahan

Menikah Pekerjaan Responden

Bekerja Tidak Bekerja

7 Status ekonomi

Kurang Tinggal dengan keluarga

besar

dalam mengasuh anak Tidak ada

Orang lain Keluarga Urutan anak yang menderita

retardasi mental Pertama

Karakteristik Anak

Dari hasil penelitian didapatkan anak retardasi mental yang diasuh oleh ibunya dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 59,5%

(13)

yaitu 20 orang dari 35 responden dan di dalam penelitian tersebut dinyatakan bahwa anak laki-laki membutuhkan perhatian lebih banyak, sedangkan perempuan terlatih untuk lebih mandiri. Menurut jurnal, WHO mengatakan insiden

retardasi mental 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan, dimana kejadian tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak usia 6 sampai 17 tahun. Jika dihungkan dengan

caregiver burden kategori sangat

rendah 11 orang (14,9%) dan kategori sangat tinggi 11 orang (14,9%). Hal ini sesuai dengan hasil studi mengenai perkembangan anak perempuan dan anak laki-laki yang dilakukan oleh Junge pada tahun 2005 di Jerman, dipaparkan bahwa terdapat perbedaan kecil diantara keduanya. Anak laki-laki tampaknya membutuhkan perhatian lebih

banyak, jika dilihat dari sisi

caregiver burden kategori sangat

tinggi, sedangkan jika ditinjau dari sisi caregiver burden kategori sangat rendah anak laki-laki biasanya dalam kehidupan sehari- hari anak laki-laki lebih banyak diberikan kebebasan

dan kepercayaan yang lebih oleh ibunya. 19,20

Pada penelitian ini didapatkan tingkat caregiver burden ditinjau dari ibu yang memiliki anak usia 12-16 tahun dengan hasil 11 anak (14,9%) dimana menunjukkan

tingkat caregiver burden yang dialami ibu termasuk kategori tinggi dan sangat tinggi. Hasil penelitian ini memiliki hasil yang sama dengan penelitian Nordiyah dkk di SLB C Banjarmasin yang menyatakan bahwa kebanyakan ibu penderita retardasi mental mengalami kecemasan memiliki anak dengan usia >12 tahun. Hal ini kemungkinan terkait dengan tahap perkembangan anak, dimana pada usia anak >12 tahun merupakan usia anak yang telah memasuki usia remaja dan memungkinkan munculnya masalah-masalah baru yang memicu kecemasan pada seorang ibu. Selain

itu, ibu yang memiliki anak retardasi mental pada tahap perkembangan

(14)

Lama usia anak sejak didiagnosis retardasi mental sampai saat penelitian berlangsung memiliki frekuensi tertinggi pada usia < 7 tahun 37,8% (28 anak) dan frekuensi terendah pada usia 7-8 tahun 14,9% (11 anak). Menurut diagnosis

retardasi mental, dapat diketahui melalui tes intelegensi ketika berumur >3 tahun. Sehingga penelitian ini mendapatkan hasil yang sama bahwa anak pertama kali mendapatkan hasil diagnosis retardasi mental sejak berumur 3 tahun. Pada tabel caregiver burden jumlah terbanyak pada kategori kategori tinggi sebanyak 12,2% (9 anak), ini disebabkan iu yang masih belum bisa menerima anaknya yang mengalamai retardasi mental.1

Hasil penelitian dari status pendidikan anak retardasi mental yang saat ini sedang dijalani memiliki angka tertinggi pada SDLB

56,8% (42 siswa) sedangkan angka terendah terdapat pada SMALB 10,8%

(8 siswa). Dalam tabel caregiver

burden, ibu banyak mengalami

kategori sangat rendah 18,9% (14 orang), hal ini berkaitan dengan ibu yang merasa bila anaknya

disekolahkan akan menjadi lebih baik dalam sikap dan perilaku.

Pada tabel caregiver burden menunjukkan angka terbanyak pada kategori sangat tinggi 17,6% (13 anak) berada di kelas C1 dengan rentang IQ 35-50 yaitu anak yang

mengalami retardasi mental sedang. Peneliti menduga hal ini dikarenakan pengawasan terhadap anak menjadi salah satu beban fisik ibu sehingga ibu harus mengawasi anak lebih ketat daripada anak lainnya.

Karakteristik Ibu

Karakteristik umur ibu tertinggi 36-45 tahun 55,4% (41 orang) dan yang mengalami

caregiver burden kategori rendah

sebanyak 14 orang. Hal ini sama dengan teori Supartini (2004) menyatakan usia orang tua berpengaruh dalam mengasuh anak. Usia terlalu muda dan terlalu tua tidak dapat menjalankan secara

optimal karena diperlukan kekuatan fisik dan psikososial. Penelitian

(15)

Jika ditinjau dari sudut agama didapatkan hasil mayoritas responden beragama Islam 83,8% (62 orang). Seperti yang disampaikan oleh Darling bahwa salah satu faktor penerimaan ibu terhadap keterbatasan anak adalah agama,

dimana orang tua yang lebih intens dalam melakukan praktek agama cenderung bersikap lebih menerima anak-anak mereka yang terhambat secara fisik. Sehingga caregiver

burden dengan kategori sedang,

dalam hal ini dapat dilihat bahwa seluruh subyek dalam penelitian ini memiliki penghargaan yang tinggi terhadap agama. 2,8

Tingkat pendidikan orang tua yang mengasuh anak retardasi mental terbanyak pada jenjang pendidikan SMA 47,3% (35 orang) dimana orang tua pada jenjang pendidikan tersebut memiliki tingkat

caregiver burden kategori sangat

tinggi 11 orang (14,9%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di SLB

Negeri 1 Bantul dan di SLB Kabupaten Banyumas, yang menyatakan bahwa pendidikan SMA/sederajat telah memiliki pola pikir yang baik sebagai hasil

pendidikan formal yang cukup dan mereka juga dituntut sebagai penanggung jawab utama dalam merawat anak retardasi mental. Sebab tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua serta pengalamannya sangat berpengaruh

dalam mengasuh anak. Tetapi jika ditinjau dari segi caregiver burden ibu lebih banyak mengalami

caregiver burden derajat sangat

tinggi, mungkin dikarenakan tuntutan sebagai penanggung jawab utama dalam merawat anaknya yang mengalami retardasi mental.3,19

Status pernikahan memiliki kecenderungan caregiver burden pada kategori sangat rendah 25,7% (19 orang) dan tinggi 25,7% (19 orang). Peneliti menduga ibu yang berstatus menikah pada kategori sangat rendah memiliki orang yang bisa diajak bekerjasama dan berdiskusi dalam hal mengasuh dan

mendidik anaknya, sedangkan pada kategori tinggi disebabkan karena

ibu meresa tertekan dengan pendapat orang lain dan menjadi sulit untuk mengambil keputusan.

(16)

yang tidak bekerja 67,6% (50 orang). Memiliki tingkat caregiver burden kategori tinggi 20,3% (15 orang). Peneliti menduga ibu rumah tangga memiliki tingkat stress lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang bekerja dikarenakan ibu yang bekerja

memiliki aktifitas yang lebih bervariasi dibandingkan dengan ibu rumah tangga.

Status ekonomi dari penelitian ini didapatkan hasil tertinggi pada status ekonomi cukup 64,9% (48 orang). Memiliki tingkat

caregiver burden kategori tinggi 15

orang (20,3%). Hal ini sama dengan penelitian Karenhappachu yang mengatakan bahwa status sosio-ekonomi seorang ibu dengan anak retardasi mental memiliki hasil terbanyak pada tingkat menengah. Status ekonomi ini mendukung ibu untuk menyekolahkan anaknya atau memberikan perhatian lebih dan

penjagaan terhdap anaknya. Selain memberikan dukungan terhadap ibu

dalam mengasuh anaknya, status ekonomi ini dapat memberikan dampak stres pada ibu. Sebab yang mengatur keungan dalam keluarga adalah seorang ibu. 18

Ibu yang menggunakan pengasuh untuk anaknya yang mengalami retardasi metal 4,1% (3 orang), ibu yang dibantu oleh keluarga besarnya dalam mengurus anaknya 16,2% (12 orang), dan ibu yang tidak menggunakan pengasuh

dan tinggal dengan keluarga besarnya 79,9% (59 orang). Hal ini sama dengan penelitian Diva dan Karenhappachu yang menyatakan bahwa seorang anak lebih baik diasuh oleh orang tuanya tanpa bantuan orang lain. Bila hasil ini digabungkan dengan caregiver

burden maka ibu tanpa adanya

pengasuh memiliki kategori sangat rendah 17 orang (23%). Hal ini menjelaskan bahwa tanpa adanya pengasuh beban ibu dalam mengasuh anaknya menjadi lebih ringan.17,18

Anak pertama bisa menjadi faktor ibu mengalami caregiver

burden dengan kategori sangat

rendah 9 orang (12,2%) dan sangat tinggi 9 orang (12,2%). Sama halnya

(17)

memiliki anak lagi dibandingkan seseorang yang telah memiliki cukup banyak anak. Sehingga terdapat kemungkinan memiliki anak yang normal. Dari sisi caregiver burden dengan kategori sangat tinggi menggambarkan bahwa ibu takut

memiliki anak lagi, dikarenakan jika anak tersebut lahir juga mengalami hal yang sama dengan anak pertamanya.4

Caregiver Burden

Caregiver burden pada ibu

yang memiliki anak penderita retardasi mental mempunyai hasil yang mayoritasnya terdapat pada kategori sangat rendah. Hal ini menggambarkan walaupun ibu tersebut mengalami masalah terkait dengan pengasuhan anaknya yang menderita retardasi mental tetapi ibu masih dapat mengatasi permasalahannya dengan baik.

KESIMPULAN

Hasil penelitian ini didapatkan

responden paling banyak mengalami

caregiver burden derajat sangat

rendah, yaitu sejumlah 20 orang (27%), dengan karakteristik ibu mayoritas menikah (94.6%), tidak

bekerja (67.6%), status ekonomi cukup (64.9%), tidak tinggal dengan keluarga besar (85.1%), tidak ada yang membantu mengasuh anak (79.9%), dan ibu dengan anak pertama yang mengalami retardasi mental (40.5%). Serta karakteristik

anak mayoritas berjenis kelamin laki-laki (59.5%) dengan rentang umur 12-16 tahun (47.3%).

DAFTAR PUSTAKA

1. Sularyo T.S, Kadim M. Retardasi Mental. Sari Pediatri; Desember 2000. Vol. 2, No. 3. hal. 170 – 177. 2. Benny F, Nurdin, A. E,

Chundrayetti E. Artikel Penelitian Penerimaan Ibu yang Memiliki Anak Retardasi Mental di SLB YPAC Padang. Jurnal FK Unand 2014;3(2), 159–162. 3. Dewi, Erti Ikhtiarini.

Pengaruh Terapi Kelomok Suportif Terhadap Beban dan Tingkat Ansietas Keluarga dalam Merawat Tunagrhita di Sekolah Luar Biasa (SLB) Kabupten Banyumas (Tesis Magister). Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan UI; 2011. 4. Norhidayah, Wasilah S,

(18)

5. Kim, H., Chang, M., Rose, K., Kim, S. Predictors of caregiver burden in caregivers of individuals with dementia. Journal of Advanced Nursing 18 June 2011: 68(4) p. 846–855. 6. Sadock B, Sadock V A. Buku

Ajar Psikiatri Klinis, edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2010.

7. Adhimukti DH, Juanda H.

Diagnosis dan

Penatalaksanaan Retardasi Mental (Referat). Jakarta: Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Soebroto; 2011.

8. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Jakarta: Binarupa Aksara; 2010. 9. Maslim R. Diagnosis

Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan DSM-V. 2nd ed. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2013. 10. Casmini, M. Pendidikan

Segregasi. Modul I:

Pendidikan Luar Biasa (serial online) (diakses 24 April 2015). Diunduh dari: URL: http://file.upi.edu/.

11. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Sekolah Luar Biasa (SLB). Jakarta; 2010.

12. Nevid, J.S., Rathus, S.A. Greene, B. (2005). Psikologi Abnormal, Edisi kelima, Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. 13. Triana N. Y, Andriany M.

Stres dan Koping Keluarga

Dengan Anak Tunagrahita Di SLB C Dan SLB C1 Widya Bhakti Semarang (Skripsi). Semarang: Studi Ilmu Keperawatan Undip; 2010. 14. Salamiah, S. Retardasi

Mental (Tesis Magister). Medan: Departemen Kedokteran Gigi Anak FKG USU;2010.

15. Fitrikasari, A., S, A. K., Woroasih, S., S, W. S. A., Gambaran Beban Caregiver Penderita Skizofrenia di Poliklinik Rawat Jalan RSJ Amino Gondohutomo Semarang. Medica Hospitalia, 2012; 1(2): 118–122.

16. Oh, H, Lee, E. O. Caregiver Burden and Social Support among Mothers Raising Children with Developmental Disabilities in South Korea. International Journal of Disability, Development and Education June 2009: 56(2), 149–167.

17. Tarastin, DM. Korelasi Social

Support dan Caregiver

Burden pada Ibu dari Anak

Penderita Autisme di Day

Care Jiwa Anak RSUD dr.

Soetomo Surabaya (Tesis Magister). Surabaya: Departemen/SMF Ilmu kedoteran Jiwa FK Unair; 2012.

(19)

19. Nuraini, RD. Indarwati, F. Romadzati. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Tingkat Kemandirian pada Anak Retardasi Mental Sedang di SLB Negeri 01 Bantul (Skripsi). Naskah Publikasi FKIK UMY, 18 Juli 2014.

20. Ilmi, B. Wahyuni, S. Mato, R. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perkembangan Sosial Anak Retardasi Mental di SLB (C) YPPLB Cendrawasih Makassar. Vol. 1, No. 5, ISSN: 2302-1721; 2012.

21. Kayandi, F. Suryadi, D. The, M. Penyesuaian Diri Ibu yang Memiliki Anak Retardasi Mental Sedang. Arkhe Th. 14, No. 2, September 2009. Jurnal Psikologi Untar: 97-105.

22. Ramayuni, R. Nurdin, A. E, Nurhajjah. S. Karakteristik Penderita Retardasi Mental di SLB Kota Bukittinggi. MKA, Vol. 37, No. 3, Desember 2014. Jurnal FK Unand: 181-186.

23. Kearifan Lokal dalam Seloko Jambi (2015, 29 April). Diperoleh 23 Agustus 2015, dari

http://kebudayaan.kemdikbud .go.id/bpnbtanjungpinang/20 15/04/29/kearifan-lokal-dalam-seloko-jambi/

24. Ariani, M. Saeselo, D. A, Surilena. Karakteristik Pola Asuh dan Psikopatologi Orang Tua Penyandang Retardasi Mental Ringan di Sekolah Luar Biasa-C (SLBC) Harapan Ibu. Damianus

Journal of Medicine; Vol.13, No.2, Juni 2014: 74-83. 25. Munafiah, S. Irdawati,

Zulaica, E. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Kemandirian Toilet Training pada Anak Retardasi Mental di SLB Negeri Surakarta. Naskah Publikasi

FIK Universitas

Muhammadiyah Surakarta; 2013.

26. Persepsi Keluarga Terhadap Nilai Anak (2014, 02 April). Diperoleh 29 Agustus 2015, dari

http://kaltim.bkkbn.go.id/_lay outs/mobile/dispform.aspx?Li st=8c526a76-8b88-44fe-

8f81-2085df5b7dc7&View=69dc0

83c-a8aa-496a-9eb7-b54836a53e40&ID=260 27. Tuegeh, J. Rompas, F.

Gambar

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Ibu
Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik
Gambar 4.3 Ditribusi caregiver
Tabel 4.3 Hasil caregiver burden ibu berdasarkan karakteristik subjek penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Pemindah bahan 'material handling e1uipment( merupakan peralatan yang digunakan untuk memindahkan muatan dari satu tempat ketempat yang lain. Adapun jenis jenis peasawat

Satrio Pamungkas, 2017, Pengaruh Displin Kerja dan Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening Pada Perusahaan “X” Yogyakarta,

Hipotesis Dana Bagi Hasil berpengaruh terhadap Belanja Modal ini ditolak karena berdasarkan pengujian besarnya nilai signifikasi dari Variabel DBH lebih besar

ABSTRAK. Jepara merupakan kota yang hampir 30% perekonomiannya bertopang pada seni mengolah kayu. Tidak sedikit negara di penjuru dunia yang mengetahui industri di Jepara

Bahan bakar yang digunakan oleh Kapal Container Tanto Fajar 3 adalah MFO (Marine Fuel Oil). MFO merupakan bahan bakar yang dihasilkan dari jenis residu yang

Kesimpulan: 1) Customer Relationship Management berpengaruh positive dan signifikan terhadap loyalitas nasabah. Semakin baik Customer Relationship Management yang ada

Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh dari pelaksanaan 2 siklus tindakan perbaikan pembelajaran, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: Metode belajar

ƒ Dalam hal kontrak tahunan, syarat di mana perusahaan siap untuk melakukan renewal mungkin berbeda dari syarat yang berlaku sebelumnya. ƒ Misal, dengan meningkatnya kejadian