SEBUAH REFLEKSI DOKUMEN STRATEGIS U.S. NAVY: FORMULASI STRATEGI MARITIM INDONESIA
Oleh: Mayor Laut (P) Lucky Wuwung, Pasis Sesko AL Amerika Serikat T.A. 2015/6
“Naval strategy has indeed for its end to found, support, and increase as well in peace as in war the sea power of a country” A.T. Mahan
Pendahuluan
Pada bulan Maret 2015, Amerika Serikat menerbitkan sebuah dokumen strategis baru yang berjudul A Cooperative Strategy for 21st Century Seapower (CS21R) sebagai revisi dari dokumen serupa yang diterbitkan pertama kali tahun 2007 silam. Pada dasarnya, sebuah dokumen dapat dikategorikan sebagai dokumen strategis jika dokumen tersebut dapat berfungsi sebagai referensi dan pedoman yang mampu memberikan arah atau petunjuk bernilai strategis yang sangat penting bahkan vital bagi kepentingan sebuah negara atau organisasi tertentu. Bagi Angkatan Laut Amerika Serikat atau
U.S. Navy (USN), dokumen strategis tersebut merupakan
panduan utama dalam pembangunan, pengembangan dan penggunaan kekuatan militernya di laut dalam menghadapi kontijensi dan ancaman saat ini yang makin kompleks dan tidak menentu. Seiring dengan visi nasional Indonesia Poros Maritim Dunia yang dicanangkan Presiden Joko Widodo, saat ini TNI Angkatan Laut (TNI AL) sedang berupaya untuk membuktikan jati dirinya sebagai kekuatan pertahanan negara di laut melalui visi membangun TNI AL yang handal dan disegani serta berkelas dunia (A World Class Navy). Oleh karena itu, TNI AL perlu mempertimbangkan penyusunan strategi maritim Indonesia untuk memberikan arah dan pedoman yang tegas dan jelas tentang visi dan misi TNI AL ke depan yang juga dapat dijadikan landasan yang kokoh bagi kesinambungan pembangunan kekuatan dan kemampuan TNI AL dari masa ke masa.
CS21R
sejumlah prioritas maritim dalam era terbatasnya sumber daya namun diharapkan tetap mampu menunjukkan kemampuan tempur dan kehadiran kekuatan laut di depan (naval forward presence) untuk mendukung kepentingan nasional saat ini dan menuntun penyiapan kekuatan untuk menghadapi tantangan ke depan.
CS21R tetap merupakan dokumen strategis bersama yang disusun dan ditandatangani oleh pimpinan oleh tiga instansi yaitu USN, USMC (U.S. Marines Corps) dan USCG (U.S. Coast Guard) sama seperti dokumen sebelumnya. Namun demikian, CS21R berbeda dibandingkan dengan CS21
(2007) baik dalam isi maupun muatan penulisannya. Hal baru yang dimunculkan dalam dokumen
CS21R antara lain tentang pengaruh kebijakan anggaran pertahanan pemerintah AS (sequestration) dan meningkatnya kompleksitas lingkungan ancaman di dunia saat ini. Dokumen ini juga memperkenalkan istilah baru dalam penyebutan kawasan Asia Pasifik menjadi kawasan Indo-Asia Pasifik dengan cakupan area yang lebih luas. Cina juga menjadi salah satu penekanan khusus yang disinggung dalam dokumen CS21R. Konsep baru lain yang dimunculkan dalam CS21R adalah All Domain Access (ADA). ADA diarahkan untuk mengantisipasi kemampuan negara (misalnya Cina, Rusia dan Iran) dan aktor non-negara (misalnya, the Islamic State of Iraq and the Levant/ISIL atau
the Islamic State of Iraq and Syria/ISIS) dalam membatasi akses kekuatan militer yang modern seperti tentara Amerika Serikat melalui strategi anti-access/area denial (A2/AD).
Dalam kaitannya dengan pembangunan kekuatan,
CS21R menjelaskan bahwa kekuatan militer yang akan dibangun ditujukan agar dapat mendukung aksi militer untuk
mengalahkan satu musuh di kawasan melalui sebuah kampanye militer besar dan yang dilakukan dalam beberapa tahapan. Pada saat bersamaan, kekuatan yang dibangun harus juga memiliki kemampuan mencegah tercapainya tujuan militer agresor lain di kawasan berbeda. Untuk memenuhi kemampuan tersebut, USN dan
USMC harus menyiagakan armada dengan kekuatan lebih dari 300 kapal perang, termasuk 11 kapal induk, 14 kapal
selam nuklir rudal balistik (SSBN) (diganti oleh program penggantian 12 kapal selam nuklir kelas Ohio SSBN(X)), dan kapal angkut amfibi. Sementara itu, USCG harus menyiagakan armada dengan kekuatan sebanyak 91 kapal Coast Guard. Meskipun masih ditemukan sejumlah celah strategis dari proses dan konsep strategi yang diadopsi USN beberapa tahun terakhir ini1, USN masih
merupakan kekuatan Angkatan Laut terkuat dan terdepan di dunia saat ini, khususnya dari aspek kuantitas dan teknologi alutsista serta kemampuan, kompetensi dan kesiapan tempur personilnya.
Perlukah TNI AL memiliki Strategi Maritim?
Ada dua alasan utama bagi TNI AL untuk mempertimbangkan perumusan strategi yang menyerupai CS21R yang dapat digolongkan sebagai alasan teoritis dan praktis. Alasan teoritis, dalam dunia kemiliteran strategi bukanlah hal yang asing karena pada dasarnya strategi sangat berkaitan dengan usaha untuk memenangkan perang. Strategi dapat diartikan sebagai interaksi dari tiga faktor di dalamnya yaitu ends, ways, and means, yang banyak digunakan sebagai formulasi sebuah strategi. Jadi strategi menjelaskan cara (way) bagaimana sarana yang tersedia (means) akan digunakan untuk mencapai tujuan akhir (ends) dari sebuah kebijakan.2 Strategi maritim merupakan pemberi arah bagi seluruh aspek kekuatan nasional yang berhubungan dengan kepentingan nasional di laut. Memang angkatan laut memegang peran penting dalam konteks ini, namun demikian strategi maritim tidaklah sepenuhnya milik angkatan laut karena ada banyak stakeholder terkait antara lain perdagangan laut, perikanan, pertahanan, keamanan dan keselamatan di laut, sumber daya kelautan dan sebagainya. Jadi, sektor maritim merupakan domain yang diwarnai dengan interaksi kepentingan militer dan sipil yang kompleks.
“Naval strategy is but that part of it which determines the movements of the fleet when maritime strategy has determined what part the fleet must play in relation to the actions of the land forces; for it scarcely needs saying that it is almost impossible that a war can be decided by naval action alone” Sir Julian Corbett
Alasan praktis, dokumen strategi maritim sangat dibutuhkan sebagai landasan pembangunan TNI AL menuju Angkatan Laut yang handal dan disegani serta berkelas dunia. Strategi maritim memegang peran penting sebagai panduan strategis dalam pembangunan kekuatan TNI AL sesuai dengan konsep Minimum Essential Force (MEF) yang akan menunjang pencapaian visi maritim nasional Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Sebagai contoh, pemikiran pembangunan kekuatan TNI AL yang mengarah kepada konsep pembangunan alutsista berupa kapal perang berukuran besar yang mampu memproyeksikan kekuatan laut jarak jauh, peningkatan kompetensi sumber daya manusia TNI AL dan kemampuan pangkalan, khususnya di wilayah perbatasan dan laut lepas. Konsep strategis perlu digali lebih dalam sesuai dengan perkembangan lingkungan strategis secara global, regional dan nasional saat ini dan di masa yang akan datang.
Formulasi Strategi Maritim Indonesia
in the 21st Century https://www.hsdl.org/?view&did=768350.
Saat ini, TNI AL memiliki sebuah Doktrin TNI AL yang dinamakan Eka Sasana Jaya yang secara hierarki berkedudukan di bawah Doktrin TNI dan Doktrin Pertahanan Negara. Pada hakekatnya doktrin berbeda dengan strategi, oleh sebab itu Doktrin Eka Sasana Jaya tidak dapat menggantikan fungsi strategi maritim. TNI AL sesungguhnya telah menyusun Strategi Pertahanan Laut Nusantara (SPLN) yang berganti nama menjadi Strategi Pertahanan Maritim Indonesia (SPMI).3 Namun demikian, SPMI perlu diperbaharui dan dijadikan dokumen strategis resmi yang akan mengarahkan pembangunan TNI AL ke depan sesuai dengan perkembangan lingkungan geostrategis pada level global, regional dan nasional. Misalnya, kehadiran Bakamla memperkenalkan tatanan baru dalam pertahanan, keamanan dan keselamatan maritim Indonesia.4 Kondisi ini akan mengarahkan penugasan TNI AL dengan kecenderungan pada fungsi pertahanan negara di laut tanpa sepenuhnya meninggalkan dua fungsi asasi lainnya yaitu diplomasi dan konstabulari. Oleh karena itu, TNI AL dan Bakamla berkoordinasi dengan institusi (stakeholder) terkait lainnya perlu menyusun strategi maritim bersama dalam upaya mensinergikan upaya penegakkan kedaulatan dan hukum serta pertahanan negara di laut.5
Dalam upaya perumusan strategi maritim Indonesia yang mencakup aspek pertahanan, keamanan dan keselamatan di laut maka TNI AL dan Bakamla perlu mempertimbangkan tiga faktor yang mempengaruhi berikut ini:
Pertama, ketersediaan panduan strategis pada tingkat nasional dan institusi atas dalam hal ini Presiden, Kementerian yang membawahi TNI AL dan Bakamla serta Mabes TNI sebagai organisasi induk TNI AL. Sampai saat ini Indonesia belum memiliki Strategi Keamanan Nasional (National Security Strategy) seperti sejumlah negara maju seperti Amerika Serikat dan Australia. Jika Indonesia nantinya memutuskan untuk menyusun dokumen strategis tertinggi ini maka tugas tersebut dapat diperankan oleh Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas).6 Selain itu, Buku Putih Pertahanan yang diterbitkan Kementerian Pertahanan perlu disesuaikan dengan kebijakan baru di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo yang memperkenalkan visi nasional Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.
3 Mencari Strategi Pertahanan Bagi Indonesia http://www.tandef.net/mencari-strategi-pertahanan-bagi-indonesia.
4 UU No.32 tahun 2014 Pasal 59 ayat 3 berbunyi “Dalam rangka penegakan hukum di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi, khususnya dalam melaksanakan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia, dibentuk Badan Keamanan Laut”.
5 UU No.32 tahun 2014 pasal 13 ayat 2c Pembangunan Kelautan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan melalui perumusan dan pelaksanaan kebijakan pertahanan, keamanan, penegakan hukum, dan keselamatan di laut.
Kedua, perlunya upaya bersama dari bagian-bagian terkait dalam institusi TNI AL dan Bakamla7 untuk merumuskan dokumen strategis di bidang pertahanan, keamanan dan
keselamatan maritim yang tepat dan mampu mendukung visi nasional Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia saat ini dan di masa yang akan datang. Di dalam lingkungan TNI AL, upaya ini perlu melibatkan Mabesal dalam hal ini Staf Umum, khususnya Staf Perencanaan dan Anggaran (Srena) yang selama ini menjalankan fungsi perumusan dokumen strategis TNI AL,
Seskoal dan Kobangdikal sebagai lembaga pendidikan yang menitikberatkan strategi pertahanan dan peperangan laut, serta Armada, Korps Marinir dan Puspenerbal sebagai unsur pelaksana strategi maritim.
Ketiga, perlunya upaya pengembangan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dan kepakaran sebagai pemikir strategis di bidang pertahanan dan keamanan maritim. Lembaga pendidikan TNI AL, seperti Seskoal, Kobangdikal dan Akademi TNI AL perlu mengoptimalkan pembelajaran di bidang strategi maritim dan peperangan laut sebagai materi pelajaran yang pokok di dalam kurikulumnya. TNI AL harus memiliki ahli-ahli maritim yang berpikiran strategis (strategic thinkers) seperti Mahan dan Corbett yang mampu menuangkan teori-teori strategi maritim dan Sea Power ke dalam sebuah strategi maritim Indonesia yang sesuai dengan situasi, kondisi dan tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini dan di masa yang akan datang. Namun demikian, penguasaan strategi maritim sebaiknya tidak hanya terbatas bagi pengambil keputusan dalam tubuh TNI/TNI AL atau Kementerian Pertahanan akan tetapi perlu dipahami juga oleh para pemimpin sipil dan wakil rakyat (Komisi I DPR RI). Adanya dukungan politik dari pemerintah secara menyeluruh akan memudahkan formulasi strategi maritim Indonesia.
Penutup
Bertolak dari pembelajaran konsep strategi maritim USN, TNI AL dapat melakukan sebuah refleksi terhadap upayanya untuk mengambil langkah-langkah yang tepat dalam memformulasikan startegi maritim Indonesia selaras dengan momentum visi nasional Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Sekarang adalah saat terbaik bagi TNI AL untuk berperan aktif dan menunjukkan jati dirinya dalam membangkitkan kembali kejayaan maritim Indonesia manakala kesempatan itu masih terbuka sebelum suatu saat nanti mungkin kesempatan itu akan hilang atau tertutup kembali. Akhir kata, Majulah Angkatan Lautku dan Jayalah Bangsaku.