KASUS PENYUAPAN PILKADA BALI KE KETUA MK
Politisi PDIP Hasto Kristianto menuding jika MK dibawah komando Akil Mochtar diduga
menerima suap Rp 80 miliar hingga Rp 200 miliar dengan memenangkan paket PastiKerta dalam
Pilgub Bali yang berlangsung Mei 2013 lalu.
Hasto bahkan berencana akan membawa laporan kasus suap yang dilakukan oleh paket Gubernur
dan Wakil Gubernur Bali yakni Made Mangku Pastika dan I Ketut Sudikerta ke KPK.
Terkait tudingan itu, Ketua Tim Pemenangan paket PastiKerta, Made Mudarta membantah keras
tuduhan yang dinilai tidak mendasar tersebut.
"Bagi kita itu berita simpang siur. Pilgub Bali sudah diputuskan MK dan itu sudah adil untuk
rakyat Bali. Itu murni kemenangan rakyat Bali. Tim kami tidak pernah melakukan perbuatan
melawan hukum. Saya meyakini keputusan MK semuanya memberi rasa keadilan," ujarnya
ketika di temui di Denpasar, Jumat (11/10/2013).
Menurut Ketua DPD Partai Demokrat itu, tuduhan suap pasca ditangkapnya Akil oleh KPK
hanya dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk memperkeruh suasana politik yang telah damai
di Bali.
"Memang ada ruang kosong yang dimanfaatkan oleh oknum tertentu. Sesama hakim di MK itu
sudah tahu pemenangnya (Pilkada Bali). Itu hanya dijadikan ajang mengamen untuk mencari
uang tertentu. Semuanya sudah sesuai dengan fakta persidangan," jelasnya.
Kasus suap, kata Mudarta tidak akan mempengaruhi putusan MK. Baginya, hakim MK sudah
profesional dalam memutuskan sehingga isu suap dan keputusan MK tak berkaitan.
"Semua sudah profesional dalam memutuskan. Isu suap dan keputusan MK tak berkaitan. Tapi
kalau ditemukan bukti dan fakta suap, silakan dilaporkan. Itu ranah pidana. Bagi mereka yang
menuding, menuduh ada unsur suap, kami persilakan untuk membuktikan. Teori hukum begitu,
siapa yang mendalilkan dia yang membuktikan," tegasnya.
Menurut Politisi muda itu, jika tuduhan suap yang tidak mendasar terus digulirkan maka itu telah
menebar fitnah dan menciptakan situasi politik yang tidak kondusif di Bali.
"Kalau kabar yang belum tentu ada buktinya terus digulirkan, akan mengganggu konsentrasi
masyarakat dan pemerintah yang tengah mengabdi untuk masyarakat. Rakyat kita sudah cerdas,"
imbuhnya.
"Saya ketua tim sejak awal saya ikuti semua. Nafas detaknya saya ikuti. Sama sekali tidak ada
pemberian uang sebesar Rp80 miliar. Bahkan kami sampai hari ini punya utang puluhan juta
untuk bayar baliho, baju, spanduk dan lainnya yang kami cicil. Tidak mungkin bisa menyuap
puluhan miliar ke MK. Kecuali Gubernur Bali gajinya Rp 1 triliun," ucapnya heran.
Sebagai ketua tim pemenangan, ia meminta agar Hasto segera bisa bertanggungjawab dan
membuktikan tuduhan suap tersebut. Jangan sampai hanya dilakukan untuk memanas-manasi
situasi di Bali.
"Permohonan yang digaribawahi yang mendalilkan segera membuktikan. Dugaan-dugaan itu
tidak dibuktikan akan mendapat hukuman setimpal. Disini selain hukum tertulis, juga ada hukum
karmapala. Hentikan berita palsu, tidak sehat bagi demokrasi kita. Kita dukung, kita siap
transparan. Kita sudah laporkan semua keuangan kita," pintanya.
Sebelumnya, sengketa Pemilukada Provinsi Bali sempat didaftarkan ke MK dengan nomor
62/PHPU.D-XI/2013 oleh pasangan calon nomor urut 1 paket PAS yaitu A.A Gede Ngurah
Puspayoga dan Dewa Nyoman Sukrawan. Namun, MK pada 20 Juni 2013 dalam putusannya
menyatakan bahwa pemilih yang menggunakan hak pilih lebih dari satu kali atau pemilih yang
diwakilkan dibenarkan dan Mahkamah menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya.
Atas putusan itu, MK yang diketuai Akil Mochtar memenangkan nomer urut 2 yakni Made
Mangku Pastika dan I Ketut Sudikerta atau paket Pas
tiKerta dalam Pilgub Bali.KRONOLOGI PENANGKAPAN KETUA MK TENTANG KASUS PENYUAPAN PILKADA
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva mengatakan, putusan MKmengenai Pilkada Bali tentang suara yang dapat diwakilkan bersifat spesifik. Oleh karena itu, prosedur memilih yang dapat diwakilkan tersebut tidak akan mengganggu Pemilu 2014 mendatang.
Hal ini disampaikan Hamdan dalam pertemuan tertutup dengan Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Demokrasi, Selasa (26/11/2013). Hadir dalam pertemuan tersebut Direktur LIMA Ray Rangkuti, Koordinator TEPI Jeirry Sumampow dan Wakil Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto.
"Kita tadi mempertanyakan Pemilukada di Bali yang dapat diwakilkan karena khawatir itu akan
diterapkan juga di Pemilu 2014 mendatang. Pak Hamdan menjelaskan, putusan tersebut bersifat spesifik hanya di Bali saja," kata Ray.
putusan yang menyatakan putusan tersebut bersifat spesifik.
"Jadi membedakan mana putusan yang bersifat spesifik dan mana putusan yang tidak, itu bagaimana caranya?" ujar Ray.
Sementara itu, Jerry mengaku mengkhawatirkan putusan tersebut akan dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk mengambil keuntungan di Pemilu 2014 mendatang. Karena itu, dia meminta MK untuk menegaskan kepada publik bahwa putusan tesebut hanya berlaku spesifik.
"Kami tidak meminta putusan itu dicabut, tapi kami hanya meminta MK lihat kedepan. Efek apa yang akan timbul dari putusan itu," jelas dia.
Persoalan Pilkada Provinsi Bali tahun 2013 tertuang dalam perkara nomor 62/PHPU.D-XI/2013. Mantan Ketua MK Akil Mochtar yang terlibat kasus dugaan suap, bersama rekan sepanelnya saat itu, Maria Farida Indriarti dan Anwar Usman, mengeluarkan putusan yang mengizinkan pemilih untuk dapat diwakilkan suaranya dalam pemilu.
Proses tangkap tangan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar (AM) berawal dari penyelidikan KPK yang dilakukan sekitar awal September 2013. Dalam proses penyelidikan
tersebut, KPK menerima informasi mengenai rencana penyerahan uang kepada Akil di kediamannya di Kompleks Widya Chandra, Jakarta.
Uang tersebut rencananya akan diserahkan oleh pihak-pihak yang berperkara dalam sengketa Pemilihan
Kepala Daerah (Pilkada) Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
"Pada awal September 2013, KPK sudah memulai penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi kemudian dilakukan AM selaku hakim MK. Berdasarkan penyelidikan itu, diketahui informasi yang berkembang, akan terjadi penyerahan uang di kediaman AM," kata Ketua KPK Abraham Samad dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (3/10/2013).
Menindaklanjuti informasi tersebut, kata Abraham, tim penyelidik KPK memantau kediaman Akil pada 2 Oktober 2013 sekitar pukul 22.00 WIB. Dari pemantauan tersebut, lanjutnya, tampak Toyota Fortuner tiba di kediaman AM. Mobil ini diketahui dikemudikan oleh M, suami dari anggota DPR asal Fraksi Partai Golkar Chairun Nisa.
Ketika tiba di rumah AM, kata Abraham, Chairun Nisa tampak didampingi seorang pengusaha
Palangkaraya bernama Cornelis Nalau. "Selanjutnya, CN (Chairun Nisa) dan CNA (Cornelis Nalau) masuk ke ruangan AM," kata Abraham.
Tak lama kemudian, KPK menangkap Bupati Gunung Mas Hambit Bintih serta pihak swasta berinisial DH di sebuah hotel di kawasan Jakarta Pusat.
Penangkapan Adik Ratu Atut
Abraham mengatakan, penangkapan tidak hanya dilakukan di dua lokasi tersebut. Pada Rabu (2/10/2013), malam, penyidik KPK juga menangkap seorang pengusaha bernama Tubagus Chaery Wardana di kediamannya di Jalan Denpasar, Jakarta. Chaery diketahui sebagai adik dari
Gubernur Banten Ratu Atut dan juga suami dari Wali Kota Tangerang Airin Rachmi Diany.
Diduga, Chaery terlibat serah terima uang dengan Akil terkait sengketa Pemilihan Kepala Daerah di Lebak. Terkait dengan penangkapan Chaery, penyidik KPK juga meringkus seorang advokat bernama Susi Tur Andayani di kawasan Lebak, Banten.
Abraham menuturkan, penangkapan ini berawal dari informasi yang diterima KPK mengenai rencana penyerahan uang. Adapun Susi telah lama mengenal Akil. Selanjutnya, menurut Abraham, Susi diketahui menerima uang dari Tubagus Chaery alias Wawan melalui seseorang berinisial F di Hotel Aston, Jakarta. Uang sekitar Rp 1 miliar tersebut dimasukkan ke dalam tas warna biru dan disimpan Susi di kediaman orangtuanya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.
"Uang tersebut akan diserahkan kepada AM (Akil)," ujar Abraham.
Kemudian, sekitar pukul 22.00 WIB, lanjutnya, Susi bergerak menuju kawasan Lebak. Di sana, tim penyidik KPK menangkap advokat itu. Selanjutnya, penyidik menangkap Tubagus di Jalan Denpasar IV, Nomor 35, Jakarta. Lalu, penyidik menuju rumah orangtua Susi untuk mengamankan uang Rp 1 miliar yang disimpan dalam tas biru.
KPK pun melakukan pemeriksaan intensif terhadap mereka yang tertangkap tangan. Setelah melakukan pemeriksaan, KPK menetapkan status tersangka terhadap enam orang, yakni Akil, Chairun Nisa,