xxi BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Suku1Pesisir merupakan salah satu suku yang secara administratif berada di wilayah Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah. Di Kota Sibolga, suku ini mendiami sebagian besar daerah pinggiran pantai dan sebagian kecil daerah pegunungan yang terdapat dalam empat bagian wilayah kecamatan. Daerah pinggiran pantai terdiri dari Kecamatan Sibolga Selatan dan Sibolga Kota. Sedangkan daerah pegunungan terdiri dari Kecamatan Sibolga Utara dan Sibolga Sambas. Mereka berasal dari keturunan beberapa suku, seperti Minangkabau, Batak Toba, Mandailing, Angkola dan Melayu yang berinteraksi dan membentuk adat-istiadatnya sebagai identitas baru (Takari 2008:124).
Setiap suku di seluruh Nusantara mempunyai adat-istiadat yang berbeda satu dengan lain. Hal ini juga berlaku pada Suku Pesisir. Adat-istiadat tercipta melalui gabungan gagasan dan mengandung norma berupa aturan-aturan yang berfungsi sebagai pengatur tingkah laku dan perbuatan. Penciptaan tersebut berhubungan erat dengan norma-norma dalam agama Islam. Suku Pesisir Sibolga menyebutnya dengan istilah sumando.
1
xxii
Sumando memiliki beberapa pengertian dalam Suku Pesisir. Menurut Pasaribu, sumandoadalah satu kesatuan ruang lingkup kebudayaan Suku Pesisir, meliputi adat-istiadat Pesisir, kesenian Pesisir, bahasa Pesisir, makanan Pesisir, dan lain-lain (dalam Sitompul 2013:3). Sumando juga dapat diartikan sebagai suatu pertambahan dan percampuran antara satu keluarga dengan keluarga lain diikat dengan pernikahan menurut agama Islam dan dikukuhkan dengan adat Pesisir (Radjoki 2012:29). Selain itu, sumando merupakan sebuah lembaga adat yang memberikan status pengakuan pada suatu perkawinan yang melaksanakannya sesuai dengan tata aturan yang berlaku.2 Dengan demikian, sumando merupakan gabungan gagasan dan tindakan yang terwujud dalam aktivitas.
Aktivitas-aktivitas tersebut dikategorikan sebagai upacara-upacara adat sumando.Pelaksanaan upacara adat sumandomerupakan “campuran” dari hukum Islam, adat Minangkabau, dan Batak (Sitompul 2013:9). Hal ini menunjukkan bahwa setiap upacara adat sumando bersifat sakral dan penting. Upacara adat sumando meliputi siklus kehidupan suatu individu, antara lain upacara adat perkawinan, kehamilan (manuju bulan), turun tanah (turun karai), sunat Rasul (khitanan), membangun atau menempati rumah baru, upa-upa sumangek, penyambutan tamu, dan kematian atau pengebumian.
Upacara adat perkawinan Suku Pesisir melibatkan aspek adat dan agama. Upacara ini dapat dilihat di Kota Sibolga setiap minggunya. Umumnya, upacara adat perkawinan dan akad nikah dilaksanakan pada hari sabtu. Sedangkan resepsi perkawinan dilaksanakan pada hari Minggu. Penulis yang lahir di Kota Sibolga, sejak kecil telah melihat resepsi perkawinan Suku Pesisir secara jelas, tetapi
2
xxiii
penulis belum mengetahui bagaimana proses upacara adat perkawinan Suku Pesisir dilaksanakan. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya intensitas pemakaian suatu perkawinan Suku Pesisir dengan melaksanakan adat sumando.
Menurut adat sumando, upacara adat Perkawinan Suku Pesisir dibagi dalam dua jenis gala, yaitu gala IX dan gala XII. Gala merupakan gelar yang ditentukan dalam upacara adat perkawinan pengantin dan berkenaan dengan seluruh syarat perlengkapan upacara adat perkawinan. Gala lazimnya dibicarakan dan disepakati bersama oleh pihak pengantin laki-laki, pengantin perempuan, kepala desa, dan pemuka adat dalam upacara adat mengantar uang (mangata kepeng). Gala IX dipakai apabila kedua pihak pengantin menghias rumah pengantin perempuan dengan 9 warna selendang dan menyembelih kambing. Sedangkan gala XII dipakai apabila kedua pihak pengantin menghias rumah pengantin perempuan dengan 12 warna selendang dan menyembelih lembu.
Selendang dan penyembelihan hewan memiliki makna dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir. Selendang bermakna untuk mempersatukan keberagaman masyarakat Pesisir yang berlatar belakang dari beberapa suku seperti, Batak Toba, Melayu, Mandailing, Angkola, dan Minangkabau yang dilambangkan oleh persatuan warna-warna yang terdapat dalam latar belakang suku-suku tersebut di atas. Sedangkan penyembelihan hewan bermakna menunjukkan status golongan dari masyarakat Suku Pesisir yang melangsungkan upacara adat perkawinan tersebut.
xxiv
Suku Pesisir. Hal itu disebabkan oleh pelaksanaan upacara adat Perkawinan sumando dengan gala IX atau XII turut melibatkan kesenian Pesisir.
Kesenian Pesisir dikenal dengan istilah kesenian sikambang. Kesenian sikambang terdapat dalam tahap puncak pelaksanaan upacara adat perkawinan. Kesenian tersebut meliputi musik instrumental, musik vokal, dan tari. Musik instrumental disebut dengan alat musik yaitu permainan repertoar-repertoar ansambel sikambang. Musik vokal disebut dengan lagu meliputi lagu kapulo pinang, lagu dampeng, lagu kapri, lagu duo, dan lagu sikambang. Sedangkan tari meliputi tari saputangan, tari payung, tari selendang, tari barande, dan tari anak. Kesenian ini dibawakan oleh para seniman-seniman yang berasal dari masyarakat Suku Pesisir. Secara umum, seniman kesenian sikambang berumur 40-50 tahun. Salah satu peranan kesenian sikambang tertuang dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir.
Pada suatu upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kelurahan Pasar Belakang Kota Sibolga pada tanggal 15 Maret 2014 yang lalu juga, penulis melihat sekelompok laki-laki yang merupakan seniman kesenian sikambang. Fakta yang penulis dapat yaitu mereka berasal dari 3 domisili daerah dan grup yang berbeda, yaitu grup Nyiur Melambai dari kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah, grup Kesenian Sikambang Sepakat Bersama (KSSB) dari Kecamatan Sorkam, Kabupaten Tapanuli Tengah dan grup Rajo Janggi dari Kecamatan Sibolga Selatan, Kota Sibolga. Dari wawancara itu, penulis ingin mengenal dan mengetahui tentang seniman sikambang Pesisir dari 3 domisili daerah.
xxv
kesenian sikambang Pesisir Kota Sibolga dipanggil secara khusus dalam suatu upacara adat perkawinan. Namun saat upacara adat tersebut, kedua grup lainnya dipanggil dan digabungkan karena jumlah seniman grup Rajo Janggi semakin berkurang dan kurangnya kemampuan dalam menyajikan kesenian sikambang dengan jumlah penyaji yang terbatas.
Selain itu, menurut Bapak Syahriman Hutajulu, penyajian kesenian sikambang juga telah sering ditiadakan atau tidak dilaksanakan secara keseluruhan dalam suatu upacara adat perkawinan. Hal itu terjadi atas dasar permintaan dan kesepakatan bersama antara pihak keluarga pengantin laki-laki dan perempuan dengan pemuka adat dan kepala desa.
Kesenian sikambang baik nyanyian, musik iringan, tarian, maupun aspek sosial yang terdapat di dalam sumando menarik perhatian penulis. Dari wawancara itu, penulis ingin mengenal dan memahami lebih jauh lagi tentang dampeng. Dampeng merupakan bagian kesenian sikambang dan bagian adat perkawinan Suku Pesisir. Dampeng berperan penting dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir. Namun, pelaksanaan dampeng berintensitas rendah dalam setiap perhelatan upacara adat perkawinan.
xxvi
Mereka biasanya terbagi dalam dua bagian kelompok yakni pemimpin
dampeng (solo leader) yang dilakukan secara bergantian dan yang lainnya menjadi perespon nyanyian (group chorus). Dalam penyajiannya, dampeng dibawakan dengan gaya responsorial (call and response). Selain itu, dampeng merupakan nyanyian dengan bentuk melodi yang sama tetapi dengan teks
nyanyian yang baru (strophic).
Teks dampeng berisikan nasihat-nasihat atau pengalaman-pengalaman yang diambil dari proses kehidupan Suku Pesisir. Teks tersebut dinyanyikan
dalam bentuk pantun yang bersahut-sahutan. Isi teks dampeng disampaikan dan ditujukan kepada kedua pengantin, orang tua kedua pengantin, dan undangan yang
hadir dalam upacara.
Dalam suatu upacara adat perkawinan, dampeng akan disajikan pada dua tahap, yaitu (1) tahap memberangkatkan pengantin laki-laki (marapule) dan pihak keluarga pengantin laki-laki untuk memulai acara mengarak pengantin laki-laki
dari rumahnya menuju rumah pengantin perempuan (anak daro) dalam menjalani akad nikah (mangarak marapule) dan (2) mengantarkan pengantin laki-laki dari pelaminannya menuju pelaminan pengantin perempuan untuk menyandingkan
kedua pengantin (mampelok tampek basanding).
Dalam tahap mangarak marapule, dampeng disajikan pada siang hari dan dibawakan pada dua bagian acara, yaitu (1) dampeng mangarak dinyanyikan pada saat pengantin laki-laki diberangkatkan menuju rumah pengantin perempuan, (2)
dampeng barande dinyanyikan pada saat tari rande ditampilkan di depan pengantin laki-laki dan orangtua pengantin laki-laki sebelum menjalani acara akad
xxvii
dalam acara malam kesenian sikambang.3 Dampeng merupakan bagian dari upacara adat perkawinan Suku Pesisir yang khusus disajikan apabila kedua pengantin menentukan dan memilih adat galaIX atau gala XII.
Berdasarkan penentuan gala, dampeng akan dibawakan sesuai dengan jumlah gala yang dimilikinya, yaitu gala IX atau gala XII. Apabila upacara adat perkawinan tersebut menggunakan gala IX, maka dampeng akan dibawakan sebanyak 9 kali dalam setiap tahap upacara. Demikian pula dengan gala XII, dampeng akan dinyanyikan sebanyak 12 kali dalam setiap tahap upacara, baik upacara mangarak marapulemaupun upacara mampelok tampek basanding.
Penyajian dampeng dalam tahap mangarak marapule memiliki satu aturan, yakni dampeng mangarakdan dampeng barandeharus dibawakan dengan hitungan ganjil. Hal ini terlihat melalui penyajian dampeng mangarak dibawakan sebanyak 5 kali dan dampeng barande dibawakan sebanyak 7 kali. Selanjutnya, penyajian dampeng basanding dalam tahap mampelok tampek basanding dibawakan sebanyak 12 kali.
Namun sekarang ini telah dijumpai suatu upacara adat perkawinan gala XII yang menyimpang dari syarat-syarat yang ditentukan. Misalnya, penyembelihan lembu digantikan dengan ayam dan pemasangan selendang berkurang jumlahnya dari 12 warna. Selain itu, penyajian dampeng telah dilaksanakan secara tidak menyeluruh dalam suatu upacara adat perkawinan. Berdasarkan pengamatan penulis, dalam beberapa upacara perkawinan dampeng hanya dibawakan dalam tahap mampelok tampek basanding atau tahap mangarak marapule.
3
xxviii
Pemahaman akan aspek-aspek tersebut akan memberikan suatu
pemahaman makna-makna yang terkandung dalam upacara adat perkawinan Suku
Pesisir. Makna-makna tersebut terpendam dalam masyarakatnya, adat-istiadatnya,
senimannya, dan kebudayaan musikalnya. Melalui pemahaman itu, penulis akan
melakukan penelitian yang dapat menjadi wawasan, pengayaan referensi, dan
pengenalan tentang kebudayaan Suku Pesisir.
Berdasarkan pemaparan-pemaparan di atas, dampeng mencakup empat
aspek yang menarik perhatian penulis, yakni (1) struktur melodi dampengsebagai
musik vokal Suku Pesisir; (2) makna teks dampeng yang disajikan untuk kedua
pengantin pada upacara adat perkawinan Suku Pesisir Kota Sibolga; (3) proses
penyajian dampengdalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga;
dan (4) proses upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga.
Keempat hal ini sangat relevan untuk dikaji secara etnomusikologis
sebagai bidang keilmuan yang penulis geluti selama empat tahun terakhir ini. Apa
yang dimaksud etnomusikologi itu adalah seperti berikut ini:
Ethnomusicology is the study of music in its cultural context. Ethnomusicologists approach music as a social process in order to understand not only what music is but why it is: what music means to its practitioners and audiences, and how those meanings are conveyed.
Ethnomusicology is highly interdisciplinary. Individuals working field may have training in music, cultural, anthropology, folkore, performance studies, dance, cultural studies, gender studies, race or ethnic studies, area studies, or other fields in the humanities, and social sciences. Yet all ethnomusicologists share a coherent foundation in the following approaches and methods: (1) Taking a global approach to music (regardless of area of origin, style, or genre). (2) Understanding music as social practice (viewing music as a human activity that is shaped by its cultural context). (3) Engaging in ethnographic fieldwork (participating in and observing the music being studied, frequently gaining facility in another music tradition as a performer or theorist), and historical research.
xxix
study of music, and a range of more specialized classes (e.g., sacred music traditions, music and politics, disciplinary approaches, and methods). Ethnomusicologists also play a role in public culture. Partnering with the music communities that they study, ethnomusicologists may promote and document music traditions or participate in projects that involve cultural policy, conflict resolution, medicine, arts programming, or community music. Ethnomusicolo-gists may work with museums, cultural festivals, recording labels, and other institutions that promote the appreciation of the world’s musics. http://www.ethnomusicology.org/ ?page= whatisethnomusicology
Dari kutipan dalam situs web etnomusikologi.org tersebut, maka dapat
dipahami bahwa etnomusikologi adalah studi musik dalam konteks budayanya.
Etnomusikolog biasanya melakukan pendekatan musik sebagai proses sosial
untuk memahami tidak hanya apa musik tapi mengapa: apa artinya praktik musik
dan khalayak, dan bagaimana makna yang disampaikan musik tersebut.
Etnomusikologi sangat interdisipliner. Para ilmuwan yang bekerja di
lapangan etnomusikologi ini mungkin saja berasal dari pelatihan musik, ilmuwan
antropologi budaya, cerita rakyat, kajian pertunjukan, tari, studi budaya, studi
gender, studi ras atau etnik, studi kawasan, atau bidang lainnya di bidang
ilmu-ilmu humaniora dan sosial. Namun, semua etnomusikolog berbagi landasan yang
koheren dalam pendekatan dan metodenya, seperti berikut: 1) Mengambil
pendekatan global untuk musik (terlepas dari daerah asal, gaya, atau genre). 2)
Memahami musik sebagai praktik sosial (melihat musik sebagai aktivitas manusia
yang dibentuk oleh konteks budaya). 3) Melakukan penelitian lapangan etnografi
(berpartisipasi aktif dalam mengamati musik yang sedang dipelajari, mengkaji
tradisi musik baik sebagai pemain atau ahli teori sekeligus), dan penelitian
sejarah musik.
Etnomusikolog aktif dalam berbagai bidang. Sebagai peneliti, mereka
xxx
elemen kehidupan sosial. Sebagai pendidik, mereka mengajar kursus musik dunia, musik populer, studi budaya musik, dan berbagai kelas yang lebih khusus (misalnya, tradisi musik sakral, musik dan politik, mengajarkan pendekatan disiplin ilmu dan metode). Etnomusikolog juga berperan dalam budaya masyarakat. Bermitra dengan komunitas musik yang mereka pelajari, etnomusikolog dapat mempromosikan dan mendokumentasikan musik tradisi atau berpartisipasi dalam proyek-proyek yang melibatkan kebijakan budaya, penyelesaian konflik, pengobatan, pemrograman seni, atau komunitas musik. Etnomusikolog dapat bekerja pada museum, festival budaya, rekaman label, dan lembaga lain yang mempromosikan apresiasi musik dunia. Dengan demikian, kerja keilmuan yang penulis lakukan adalah sesuai dengan uraian mengenai apa itu etnomusikologi seperti tersebut di atas.
xxxi
1.2 Pokok Masalah
Berdasarkan uraian dan penjelasan latar belakang di atas, penulis menentukan dua pokok masalah untuk membatasi wilayah pembahasan. Adapun pokok-pokok masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah struktur melodi dampeng yang disajikan dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kelurahan Pasar Belakang, Kota Sibolga? 2. Apakah makna teks dampeng yang disajikan dalam upacara adat
perkawinan Suku Pesisir di Kelurahan Pasar Belakang, Kota Sibolga?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Melalui penyusunan skripsi ini, penulis menentukan tujuan dan memperoleh manfaat penelitian. Berikut ini, penulis menguraikan tujuan dan manfaat penelitian sesuai dengan latar belakang dan pokok masalah yang telah dipaparkan sebelumnya.
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui struktur melodi dampeng dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga.
2. Untuk mengetahui makna teks dampeng dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga.
1.3.2 Manfaat Penelitian
xxxii
1. Sebagai modal awal bagi penulis untuk mengasah dan membekali kemampuan
selaku mahasiswi Etnomusikologi, Universitas Sumatera Utara.
2. Sebagai dokumentasi kebudayaan Suku Pesisir Kota Sibolga dan secara
khusus dapat memotivasi generasi muda Suku Pesisir Kota Sibolga.
3. Sebagai informasi dan catatan kebudayaan bagi Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kota Sibolga.
4. Sebagai sumber bacaan yang dapat memberikan informasi tentang kebudayaan
Suku Pesisir di Perpustakaan Umum Kota Sibolga.
5. Sebagai sumber referensi bagi peneliti lain yang memiliki keterkaitan judul
penelitian dengan dampeng.
1.4 Konsep dan Teori
Melalui konsep dan teori, penulis diarahkan dan difokuskan untuk
memperoleh gambaran tentang objek penelitian dan memecahkan pokok
permasalahan yang telah ditentukan. Selain itu, konsep dan teori juga berfungsi
sebagai pedoman dan dasar untuk mencari dan melengkapi data-data yang
dibutuhkan.
1.4.1 Konsep
Konsep menurut R. Merton (dalam buku Koetjaraningrat 1983:21)
merupakan definisi dari apa yang perlu diamati; konsep menentukan antara
variabel-variabel mana kita ingin menentukan adanya hubungan empiris.
Sedangkan Koentjaraningrat (2009:85) mengatakan bahwa, konsep merupakan
penggabungan dan perbandingan bagian-bagian dari suatu penggambaran dengan
asas-xxxiii
asas tertentu secara konsisten. Berdasarkan pengertian di atas, penulis menggambarkan hubungan beberapa konsep yang berkaitan dengan tulisan ini melalui definisinya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat (2008:58), kajian atau analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Berpedoman dengan definisi di atas, kata analisis dalam tulisan ini berarti hasil penguraian dan penelaahan objek penelitian. Melodi dan teks dampeng yang diperoleh sebagai inti penelitian diuraikan dan ditelaah untuk mendapat pengertian dan pemahaman tentang dampengsecara keseluruhan.
Musik dalam Oxford Universal Dictionary Third Edition (Merriam1964:27) didefinisikan sebagai berikut: That one of the fine arts which is concerned with the combination of sounds with a view to beauty of form and the
expression of thought or feeling. Artinya secara harfiah adalah salah satu bagian seni murni yang meliputi kombinasi bunyi-bunyian dengan suatu pandangan dalam memperindah bentuk dan ekspresi hasil pikiran atau perasaan.
Selain itu, musik diartikan American College Dictionary Text Edition (Merriam 1964:27) sebagai: An art of sound in time which expresses ideas and emotions in significant forms through the elements of rhythm, melody, harmony,
xxxiv
mengandung kombinasi bunyi-bunyian (ritme, melodi, harmoni, dan warna) dan
berbagai ide serta emosi.
Dampeng pada upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga
dapat penulis nyatakan sebagai objek kajian Etnomusikologi, karena terbentuk
dari bunyi-bunyian, emosi, struktur, dan bentuk dan diklasifikasikan sebagai
nyanyian. Selain itu, dampengjuga mengandung elemen melodi, ritme, harmoni,
dan tekstur. Berdasarkan seluruh pemaparan di atas, tulisan ini membahas tentang
struktur musik dampengyang difokuskan pada melodi.
Melodi menurut Michael Pilhofer and Holly Day (2007:219) dalam buku
Music Theory for Dummies, adalah sebagai berikut: The melody is the part of the
song we can’t get out of our heads. The melody is the lead line of a song, the part
that the harmony is built around, and the part of the song that gives as much
glimpse into the emotion of a piece as the rhythm does. Artinya secara harfiah
yaitu melodi adalah bagian dari lagu di mana kita tidak dapat melepaskannya dari
kepala kita. Melodi adalah garis awal dan akhir dari sebuah lagu, bagian yang
membangun harmoni, dan bagian dari lagu yang memberikan banyak pengenalan
ke dalam suatu emosi sebagaimana ritme juga.
Kebudayaan musik dunia mengandung unsur-unsur musikal secara murni.
Unsur-unsur musikal tersebut meliputi nada, ritme, harmoni, tekstur, dan bentuk.
Namun, unsur-unsur musikal terbentuk bersama berbagai unsur lainnya. Berbagai
unsur lainnya memiliki peranan dan tujuan yang sama. Mereka terlibat dan
mendukung unsur-unsur musikal.
Bahasa merupakan salah satu unsur pendukung kebudayaan musik dunia.
Bahasa dapat dikatakan sebagai jembatan yang mengantarkan proses
xxxv
pertunjukan kultural. Dengan demikian, bahasa menjadi sarana komunikasi lisan
dalam setiap pertunjukan seni. Bahasa dalam pertunjukan seni sering disebut
sebagai teks.
Teks adalah naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan
dari kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan, bahan tertulis untuk dasar
memberikan pelajaran, berpidato, dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa
Indonesiaedisi keempat 2008:1474). Dari definisi teks di atas, tekstual berarti hal
yang berikatan dengan suatu teks. Teks mengacu pada syair-syair dampeng yang
disajikan dalam bentuk pantun. Dalam tulisan ini, penulis menganalisis makna
teks yaitu berupa naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang dampeng.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat (2008:1595), ada
3 pengertian upacara, yaitu (1) tanda-tanda kebesaran; (2) peralatan (menurut
adat-istiadat); tingkah laku atau perbuatan yang terikat pada aturan-aturan tertentu
menurut adat atau agama; dan (3) perbuatan atau perayaan yang dilakukan atau
diadakan sehubungan dengan peristiwa penting. Berdasarkan 3 pengertian di atas
maka dapat disimpulkan bahwa upacara adalah perayaan yang diadakan
sehubungan dengan peristiwa penting dan sakral yang terikat pada aturan-aturan
tertentu menurut adat atau agama.
Menurut Koentjaraningrat (2009:93), adat merupakan seluruh
pengetahuan, gagasan, dan konsep yang dianut oleh sebagian besar warga suatu
masyarakat. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat
(2008:58), ada 2 pengertian adat yakni: (1) aturan yang lazim diturut atau
dilakukan sejak dahulu kala; (2) kebiasaan; cara yang sudah menjadi kebiasaan.
xxxvi
adalah aturan dan kebiasaan yang lazim dilakukan berdasarkan gabungan
pengetahuan, gagasan, dan konsep yang dianut oleh suatu masyarakat.
Adat dalam Suku Pesisir disebut dengan istilah adat sumando. Adat
sumando Pesisir memiliki beberapa konsep pengertian. Sumando dapat diartikan
sebagai kebudayaan Pesisir meliputi keseluruhan aspeknya, baik adat istiadat,
kesenian, bahasa, dan makanan. Sumando dapat mengacu pada panggilan untuk
setiap pemuda yang menikah dengan pemudi Pesisir. Selain itu, sumando juga
merupakan pertambahan dan percampuran antara satu keluarga dengan keluarga
lain diikat dengan pernikahan menurut Agama Islam dan dikukuhkan dengan adat
Pesisir. Dengan demikian, sumando adalah lembaga adat yang memberikan status
pengakuan pada suatu upacara yang melaksanakannya sesuai dengan tata aturan
yang berlaku.
Menurut Djojodigoeno (dalam Koentjaraningrat 2009:119), suku
merupakan suatu masyarakat yang terdiri dari warga suatu kelompok kekerabatan.
Sedangkan suku menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat (2008:58)
adalah golongan orang-orang (keluarga) yg seturunan; suku sakat; golongan
bangsa sebagai bagian dari bangsa yang besar; golongan orang sebagian dari
kaum yang seketurunan. Berdasarkan pengertian di atas, penulis menyimpulkan
bahwa, suku merupakan suatu masyarakat hidup berdampingan yang terdiri dari
golongan kelompok yang seturunan, bangsa, dan kekerabatan serta mempunyai
rasa identitas yang sama.
Pesisir adalah suatu masyarakat yang hidup berdampingan dengan
melaksanakan sistem, aktivitas adat tertentu sebagai gabungan golongan
kelompok yang seturunan, bangsa, dan kekerabatan serta rasa identitas yang
xxxvii
kebudayaan masyarakat Pesisir adalah merupakan melting pot (creole) antara
keturunan beberapa kelompok etnik, seperti: Minangkabau, Batak Toba,
Mandailing, Angkola, dan Melayu. Namun, secara mendalam seseorang dikenal
dan diidentitaskan sebagai masyarakat pendukung Suku Pesisir apabila ia
melakukan, melaksanakan dan mengikuti sumando Pesisir, yaitu: 1) adat Pesisir;
2) kesenian Pesisir; 3) bahasa Pesisir; dan 4) makanan Pesisir (Radjoki 2012:29).
Ada 6 tahap proses upacara adat perkawinan Suku Pesisir, yaitu (1)
risik-risik atau sirih tanyo; (2) marisik; (3) maminang; (4) manganta kepeng atau
batunangan; (5) mato karajo; dan (6) balik ari atau tapanggi (dalam Sitompul
2013:62).
Koentjaraningrat (1989:92) menyatakan bahwa perkawinan merupakan
salah satu tahap dalam siklus hidup manusia. Tahap-tahap yang ada di sepanjang
hidup manusia seperti masa bayi, masa anak-anak, masa remaja, masa pubertas,
masa sesudah menikah, masa tua, dan sebagainya. Perkawinan juga merupakan
media budaya dalam mengatur hubungan antar sesama manusia yang berlainan
jenis kelamin. Perkawinan bertujuan untuk mencapai suatu tingkat kehidupan
yang lebih dewasa dan pada beberapa kelompok masyarakat kesukuan
perkawinan dianggap sebagai alat agar seorang mendapat status yang lebih diakui
ditengah kelompoknya.
Berdasarkan pengertian di atas, pelaksanaan upacara adat perkawinan
Suku Pesisir di Kota Sibolga merupakan media budaya agar masyarakat Suku
Pesisir mendapat status yang lebih diakui ditengah kelompoknya. Hal tersebut
tercermin dalam pelaksanaan sumando dalam setiap perkawinan Suku Pesisir di
Kota Sibolga. Selain itu, perkawinan juga menandakan bahwa sudah terlewatinya
xxxviii 1.4.2 Teori
Teori merupakan landasan utama yang digunakan dalam penelitian ilmiah.
Kerlinger (dalam Sugiono 2009:79), mengemukakan bahwa: Theory is a set of
interrelated construct (concepts), definitions, and proposition that present a
systematic view of phenomena by specifying relations among variables, with
purpose of explaining and predicting the phenomena.
Artinya secara harafiah, teori adalah sebuah rangkaian hubungan konsep,
definisi, dan proposisi yang menunjukkan suatu urutan yang sistematis dari
fenomena dengan menggambarkan hubungan antara banyak variabel, dengan
tujuan menjelaskan dan memprediksikan fenomena tersebut. Dengan ini, penulis
menggunakan teori untuk membahas dan menjawab pokok permasalahan.
Untuk mengetahui sistem upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota
Sibolga, penulis berpedoman pada sistem upacara keagamaan yang menjadi
perhatian dari para ahli antropologi yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat
(2009:296), yakni secara khusus mengandung empat aspek: (1) tempat upacara
dilakukan; (2) saat-saat upacara dijalankan; (3) benda-benda dan alat upacara; dan
(4) orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.
Setiap kebudayaan musik dunia memiliki sistem-sistem musik yang
berbeda. Karena kebudayaan musik dunia dikerjakan dengan cara yang tidak sama
oleh setiap pendukung kebudayaan (Nettl 1977:3). Sistem-sistem musik tersebut
dapat berupa teori, penciptaan, pertunjukan, pendokumentasian, penggunaan,
fungsi, pengajaran, estetika, kesejarahan, dan lain-lain.
Salah satu sistem yang terlihat jelas dalam suatu kebudayaan musik dunia
adalah pengajarannya yang diwariskan dari mulut ke mulut (oral tradition) (Nettl
xxxix
menciptakan hasil kebudayaan musik yang berbeda dari setiap generasi. Hal ini
tentu dapat dijadikan sebagai hal yang menarik untuk diteliti dan harus diketahui
tentang materi-materi lisan dan variasi ragam musik yang menggunakan
istilah-istilah ideal dari suatu kebudayaan musik itu sendiri.
Tradisi lisan dalam pewarisan kebudayaan musik menciptakan berbagai
ragam variasi musik dan materi-materi lisan. Dampeng merupakan bagian dari
pewarisan musik vokal Suku Pesisir yang tercipta bersamaan dengan perubahan
waktu dan lingkungan sebagai konsekuensi dari tradisi lisan. Selain itu, generasi
pewaris dampeng juga menambahkan ragam baru melalui bakat musikalitas dan
semangat yang menambah keindahan bunyi dampeng.
Suatu kebudayaan musik mengandung tiga level analisis, antara lain
konseptualisasi tentang musik, perilaku yang berhubungan dengan musik, dan
bunyi musik itu sendiri (Merriam 1964: 32). Dalam hal ini, peneliti memilih
analisisi level ketiga yaitu bunyi musik itu sendiri. Merriam menyatakan bahwa
bunyi mempunyai struktur dan merupakan sebuah sistem. Berdasarkan pernyataan
di atas, peneliti melakukan analisis struktur bunyi musik yaitu struktur melodi
dampeng dalam kebudayaan musik Suku Pesisir.
Dalam menganalisis struktur melodi dampeng penulis berpedoman pada
teori weighted scale (bobot tangga nada) yang dikemukakan oleh William P.
Malm. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi, yaitu (1)
tangga nada (scale); (2) nada dasar (pitch center); (3) wilayah nada (range); (4)
jumlah nada (frequency of notes); (5) jumlah interval (prevalent intervals); (6)
pola kadensa (cadence patterns); (7) formula melodik (melodic formulas); dan (8)
xl
Selain itu, untuk mendukung teori weighted scale (bobot tangga nada)
digunakan juga cara mendeskripsikan musik (description of musical
compositions) yang dikemukakan oleh Bruno Nettl. Hal-hal yang patut
diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi dampeng, yaitu (1) tonalitas, (2)
ritme, (3) bentuk, (4) tempo, dan (5) kontur melodi (1964:1450-1550).
Untuk membantu proses analisa struktur melodi dampeng, penulis
menggunakan metode transkripsi. Transkripsi merupakan proses menotasikan
bunyi yang didengar dan mengalihkan bunyi menjadi simbol visual. Dalam
menyelesaikan transkripsi, penulis berpedoman pada notasi musik yang
dikemukakan oleh Seeger (1967), yaitu notasi preskriptif dan deskriptif. Notasi
preskriptif merupakan notasi yang dimaksudkan sebagai alat pembantu untuk
penyaji supaya dapat menyajikan komposisi musik. Sedangkan notasi deskriptif
adalah notasi yang dimaksudkan untuk menyampaikan ciri-ciri dan detail-detail
komposisi musik yang belum diketahui oleh pembaca.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis menggunakan notasi deskriptif
dalam pembahasan transkripsi melodi dampeng. Hal ini didasari oleh tujuan
notasi deskriptif yang menyampaikan informasi tentang dampengsecara jelas dan
mendetail, sehingga harapan komponis dampengdapat diungkapkan.
Salah satu sumber daya untuk dapat memahami perilaku manusia melalui
hubungannya dengan musik adalah teks. Meskipun teks adalah perilaku bahasa,
tetapi bunyi musik dan teks merupakan satu bagian integral dalam musik
(Merriam 1964:187). Dalam musik vokal dampeng, teks merupakan karakteristik
penting lainnya, di mana melodi dampeng yang sama dinyanyikan dengan teks
xli
Studi teks juga memberikan kesempatan dalam menemukan
hubungan-hubungan antara aksen bahasa dan aksen musik sebagai reaksi musikal (Nettl
1977:9). Untuk menganalisa struktur teks dampeng, penulis berpedoman pada
teori William P. Malm. Dalam buku terjemahan Music Culture of the Pasific, the
Near East, and Asia, ia menyatakan bahwa dalam musik vokal, hal sangat penting
diperhatikan adalah hubungan antara musik dengan teksnya. Apabila setiap nada
dipakai untuk setiap silabel atau suku kata, gaya ini disebut silabis. Sebaliknya
bila satu suku kata dinyanyikan dengan beberapa nada disebut melismatik.
Dalam mendalami makna-makna teks dalam dampeng, penulis
menggunakan teori semiotik. Teori semiotik adalah sebuah teori mengenai
lambang yang dikomunikasikan. Istilah semiotik berasal dari bahasa Yunani,
semeion. Panuti Sudjiman dan van Zoest (dalam Bakar 2006:45-51) menyatakan
bahwa semiotika berarti tanda atau isyarat dalam satu sistem lambang yang lebih
besar. Menurut Ferdinand de Saussure (perintis semiotika dan ahli bahasa),
semiotik adalah the study of “the life of signs within society”.
Secara harafiah dapat diartikan dengan studi dari tanda-tanda kehidupan
dalam masyarakat. Selain itu, teori pendekatan semiotik sosial (social semiotics)
yang diperkenalkan oleh Halliday juga menyatakan bahwa bahasa adalah sistem
arti dan sistem lain (yaitu sistem bentuk dan ekspresi) untuk merealisasikan arti
tersebut. Berdasarkan pengertian di atas, kedua teori di atas akan mengarahkan
penulis untuk menganalisis makna tersurat dan tersirat dampeng di balik
xlii 1.5 Metode Penelitian
Menurut Koetjaraningrat (2009:35), metode ilmiah dari suatu pengetahuan
merupakan segala cara yang digunakan dalam ilmu tersebut, untuk mencapai
suatu kesatuan. Sedangkan penelitian diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu
pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip
dengan sabar, hati-hati, dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran (Mardalis
2006:24). Jadi, metode penelitian adalah segala cara yang digunakan untuk
memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sistematis untuk mewujudkan
kebenaran dan kesatuan pengetahuan. Dalam melaksanakan penelitian, penulis
menggunakan metode kualitatif yang bersifat mengumpulkan, mengkhususkan,
dan menerangkan data dengan penguraian makna-makna.
1.5.1 Studi Pustaka
Koetnjaraningrat (2009:35) menyatakan bahwa studi pustaka bersifat
penting karena membantu penulis untuk menemukan gejala-gejala dalam objek
penelitian. Melalui studi pustaka, penulis sebagai peneliti awam diperkaya dengan
informasi-informasi pendukung awal dalam berbagai sumber buku yang
berhubungan dengan penulisan skripsi ini.
Dalam ilmu Etnomusikologi, ada dua sistem kerja dalam penelitian, yaitu
desk work(kerja laboratorium) dan field work (kerja lapangan). Studi kepustakaan
tergolong ke dalam kerja laboratorium. Di mana sebelum melakukan penelitian,
peneliti mengumpulkan data-data dan merangkum data-data yang telah didapat.
Kerja ini dimaksudkan untuk mempermudah peneliti saat terjun ke lapangan.
Selain itu, penulis dipersiapkan dan diarahkan untuk melakukan penelitian
xliii
Studi kepustakaan juga membantu penulis dalam menemukan data-data
yang berhubungan dengan kinerja dan pengembangan tulisan ini. Tahap awal
yang penulis lakukan dalam studi kepustakaan adalah melakukan studi
kepustakaan dengan cara mempelajari tulisan-tulisan yang berhubungan dengan
objek pembahasan. Selanjutnya, penulis mencari dan mengumpulkan informasi
dan referensi dari skripsi yang ada di Departemen Etnomusikologi. Penulis juga
mempelajari bahan lain seperti buku dari Badan Perpustakaan, Arsip dan
Dokumentasi Provinsi Sumatera Utara, Dinas Pariwisata Kota Sibolga, dan
artikel-artikel lainnya yang mendukung penyelesaian skripsi ini.
Penulis mengumpulkan data dengan menggunakan teknologi internet,
sesuai dengan kemajuan teknologi yang ada pada saat ini. Dengan melakukan
penelusuran data online di situs www.google.com dan website resmi Kota
Sibolga, penulis mendapat banyak anjuran-anjuran situs lain seperti
www.wikipedia.com, repository Universitas Sumatera Utara, blog-blog, dokumen
PDF (portable data file), dan lain-lain. Semua informasi dan data yang didapat
baik melalui skripsi, buku, artikel, dan internet membantu penulis untuk
mempelajari dan membandingkannya untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.
1.5.2 Penelitian Lapangan
Dalam penelitian lapangan, peneliti sekaligus penulis menunggu terjadinya
gejala yang menjadi objek dan masuk ke dalamnya yaitu dampeng dalam suatu
upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga. Untuk itu, penelitian
lapangan bersifat penting untuk mengumpulkan fakta-fakta dan keterangan
melalui pengamatan, wawancara, dan perekaman atau dokumentasi. Observasi
berulang-xliv
ulang dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga untuk
memperoleh data yang maksimal. Wawancara dilakukan dengan berinteraksi pada
peserta upacara adat perkawinan Suku Pesisir. Secara khusus dilaksanakan dengan
informan pangkal terutama kepada informan pokok atau kunci sebagai
narasumber penulis. Perekaman atau dokumentasi dilakukan dengan
sebaik-baiknya di mana penulis melakukan rekaman audio secara fokus untuk
memperoleh data melodi dampeng dan rekaman audiovisual untuk memperoleh
proses penyajian dampeng dalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota
Sibolga.
1.5.2.1 Observasi
Observasi atau pengamatan digunakan dalam rangka mengumpulkan data
dalam suatu penelitian merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh
perhatian untuk menyadari adanya sesuatu rangsangan tertentu yang diinginkan,
atau suatu studi yang disengaja dan sistematis tentang keadaan atau fenomena
sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan mengamati dan mencatat (Mardalis
2006:63). Metode observasi menggunakan kerja pancaindera mata sebagai alat
bantu utamanya selain pancaindera lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan
kulit (Burhan Bungin 2007:115).
Observasi yang dilakukan penulis bertujuan untuk melihat dan mengetahui
secara jelas tentang dampengdalam upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota
Sibolga. Selain mengamati dampeng dalam suatu upacara adat perkawinan Suku
Pesisir, penulis juga berkomunikasi dengan pelaku upacara adat lainnya secara
xlv
Tahap awal kerja lapangan ini dilakukan dengan cara observasi langsung
ke lapangan, yaitu mengikuti dan melihat upacara adat perkawinan Suku Pesisir di
Kota Sibolga yang melaksanakan adat sumando dan dampeng, melakukan
pengamatan serta berbaur dengan peserta upacara, baik pengantin, orang tua
pengantin, tamu dan undangan, serta penyaji dampeng. Hal itu dilakukan agar
mendapat komunikasi yang baik dengan masyarakat dan peserta upacara adat
yang lainnya demi mendapat informasi yang lebih baik.
1.5.2.2 Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang
melengkapi dan menjelaskan data yang diperoleh melalui observasi.
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan pada si peneliti (Mardalis 2006:64).
Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan dalam rangka mengumpulkan
keterangan-keterangan tentang dampengdalam kehidupan Suku Pesisir.
Koentjaraningrat (1983:138-139) menyatakan pada umumnya ada
beberapa macam wawancara yang dikenal oleh para peneliti.
xlvi
Metode wawacara yang digunakan penulis adalah wawancara berstruktur,
tak berstruktur, dan kombinasi keduanya. Pada awal penerapan wawancara,
penulis telah mempersiapkan daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada
informan pokok. Namun, kenyataannya siklus wawancara itu berubah. Hal itu
disebabkan oleh munculnya pertanyaan lain berdasarkan hasil saat wawancara
berlangsung. Dalam wawancara yang berikutnya, penulis akan melakukan
kolaborasi wawancara di mana akan dipersiapkan baik pertanyaan-pertanyaan
terfokus kepada informan pokok dan garis-garis besar topik wawancara diluar
daftar pertanyaan yang akan menggali informasi sedetail mungkin.
Dalam wawancara kali ini, penulis menetapkan 2 narasumber, yaitu Bapak
Khairil Hasni Siregar dan Bapak Syahriman Irawady Hutajulu. Kedua narasumber
tersebut adalah budayawan Suku Pesisir, sekaligus yang mempunyai pengetahuan
tinggi tentang kesenian yang ada di Sibolga dan Tapanuli Tengah. Kedua
narasumber juga termasuk dalam penyaji dampeng dalam upacara-upacara adat
perkawinan yang dilaksanakan di Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Selain itu, penulis juga mewawancarai penyaji dampeng lainnya serta beberapa
tokoh masyarakat lainnya yang berkaitan dengan pengembangan tulisan ini.
1.5.2.3 Perekaman atau Dokumentasi
Untuk pendokumentasian data yang berkaitan dengan dampeng dalam
upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga, penulis menggunakan
kamera digital dan perekam suara. Spesifikasi dari kamera digital yang dipakai
adalah merek Samsung Smart Camera WB30F, sedangkan spesifikasi dari
perekam suara adalah merek Sony IC Recorder ICD-312. Data rekaman atau
xlvii
audiovisual pada upacara adat perkawinan sumando saudara Dewi Astuti Bandar
dengan Surya Dharma Kombih pada hari Sabtu tanggal 15 Maret 2014.
1.5.3 Kerja Laboratorium
Dalam kerja laboratorium, penulis akan mengumpulkan seluruh data yang
terkumpul dari observasi, wawancara, dan perekaman atau dokumentasi. Data
wawancara dituliskan kembali untuk memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam. Selanjutnya, penulis seluruh data observasi, wawancara, dan
perekaman diuraikan secara detail dan ditafsirkan dengan pendekatan emik dan
etik.
Data audio yang menjadi objek penelitian penulis ditranksripsikan dengan
cara didengar berulang kali dan dituliskan dalam bentuk notasi. Selanjutnya,
seluruh data dibentuk dan dijadikan sebagai data secara detail sesuai dengan objek
penelitian dalam penulisan skripsi. Data yang dipergunakan dalam tulisan ini
merupakan data-data yang diperlukan sesuai dengan kriteria disiplin ilmu
Etnomusikologi.
1.6 Lokasi Penelitian
Secara umum, suatu upacara adat perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga
diadakan di rumah pengantin perempuan. Dengan demikian, lokasi penelitian
penulis berada di rumah pengantin perempuan yang beralamat di Jalan Perintis
Kemerdekaan No. 52, Kelurahan Pasar Belakang, Kecamatan Sibolga Kota, Kota
Sibolga. Penulis memilih kota Sibolga sebagai lokasi penelitian karena upacara
xlviii
lokasi penelitian ini juga masih menggunakan bahasa Pesisir, kesenian Pesisir,