• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisa Kasus Atas Jual Beli Tanah Warisan (Studi Kasus Putusan MA Nomor 680 K/PDT/2009) Antara Aston Purba Dkk Melawan Patar Simamora Dan Gomar Purba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisa Kasus Atas Jual Beli Tanah Warisan (Studi Kasus Putusan MA Nomor 680 K/PDT/2009) Antara Aston Purba Dkk Melawan Patar Simamora Dan Gomar Purba"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia,

karena setiap orang tentu memerlukan tanah. Manusia hidup senang serba

berkecukupan jika mereka dapat menggunakan tanah yang dikuasai atau

dimilikinya sesuai dengan hukum alam yang berlaku, dan manusia akan

dapat hidup tentram dan damai jika mereka dapat menggunakan hak-hak

dan kewajibannya sesuai dengan batas-batas tertentu dalam hukum yang

berlaku yang mengatur kehidupan manusia itu dalam masyarakat.

Dewasa ini tanah bagi masyarakat merupakan harta kekayaan yang

memiliki nilai jual tinggi, di samping fungsinya sebagai sumber kehidupan

rakyat, sehingga setiap jengkal tanah akan dipertahankan sampai ia

meninggal dunia. Kebutuhan masyarakat akan tanah dari hari ke hari terus

meningkat, searah dengan lajunya pembangunan di segala bidang yang

dilaksanakan oleh bangsa Indonesia. Dengan demikian fungsi tanah pun

mengalami perkembangan sehingga kebutuhan masyarakat akan tanah juga

terus mengalami peningkatan. Luas tanah yang tersediapun relatif terbatas,

tidak seimbangnya antara persediaan tanah dengan kebutuhan akan tanah itu

dapat memacu timbulnya berbagai persoalan.

Hubungan antara manusia dengan tanah sangat erat, sehingga

(2)

dapat dimengerti dan dipahami, karena tanah adalah merupakan tempat

tinggal, tempat pemberi makan, tempat mereka dilahirkan, tempat ia

dimakamkan, tempat arwah leluhurnya. Maka selalu adanya pasangan antara

manusia dengan tanah, antara masyarakat dengan tanah.

Menurut B. Ter Haar BZN, “mengenai hubungan masyarakat dengan

tanah membagi hubungan baik keluar maupun kedalam, dan hubungan

perseorangan dengan tanah”.1

Berdasarkan atas berlakunya keluar maka masyarakat sebagai

kesatuan, berkuasa memungut hasil dari tanah dan menolak lain-lain orang

di luar hak jawab terhadap orang-orang di luar masyarakat atas perbuatan

dan pelanggaran di bumi masyarakat itu. Hak masyarakat atas tanah disebut

‘Hak Komunal’ dan oleh Van Vollenhoven diberi nama ‘Beschikling recht’

atau hak pertuanan, sifat istimewa dari hak pertuanan terletak pada daya hak

timbal balik terhadap hak perorangan atas tanah”.2

Sebagai suatu hak yang bersifat kebendaan, hak milik atas tanah

dapat beralih dan diperalihkan. Suatu hak atas tanah akan beralih jika

kepemilikannya berpindah kepada orang lain tanpa melalui suatu perbuatan

hukum tetapi beralih akibat beralihnya suatu peristiwa hukum tertentu,

misalnya terjadi suatu kematian atau meninggalnya seseorang maka harta

peninggalannya beralih kepada ahli warisnya. Suatu hak atas tanah dapat

diperalihkan jika melalui suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh

pemegang hak atas tanah tersebut. Peralihan hak atas tanah dapat terjadi

1

(3)

karena jual beli, hibah, tukar menukar, penyertaan modal dalam perusahaan

(inbreng), pemberian dengan wasiat dan lelang3

Dalam proses peralihan atau pemindahan hak, pihak yang

mengalihkan atau memindahkan hak harus mempunyai hak dan kewenangan

untuk memindahkan hak, sedangkan bagi pihak yang memperoleh hak

harus memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah yang baru. .

Dalam asas hukum nemo plus yuris, seseorang tidak dapat melakukan tindakan hukum yang melampaui hak yang dimilikinya, dan

akibat dari pelanggaran tersebut batal demi hukum (van rechtswegenietig), yang berakibat perbuatan hukum tersebut dianggap tidak pernah ada dan

karenanya tidak mempunyai akibat hukum dan apabila tindakan hukum

tersebut mengakibatkan kerugian, maka pihak yang dirugikan dapat

meminta ganti rugi kepada pihak-pihak yang melakukan perbuatan hukum

tersebut.4

Asas nemo plus yuris memberikan perlindungan hukum kepada pemegang hak yang sebenarnya terhadap tindakan pihak lain yang

mengalihkan haknya tanpa sepengetahuannya, oleh karena itu asas nemo plus yuris, selalu terbuka kemungkinan adanya gugatan kepada pemilik yang namanya tercantum dalam sertipikat dari orang yang merasa sebagai

pemiliknya.5

3

Andy Hartanto, Problematika Hukum Jual Beli Tanah Belum Bersertipikat, (Surabaya : Laksbang Mediatama, 2009), hal 42

4

Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak atas Tanah di Indonesia, (Surabaya : Arloka, 2003), hal 189

(4)

Menurut asas itikad baik orang yang memperoleh sesuatu hak

atas tanah dengan itikad baik, maka dia akan tetap menjadi pemegang hak

yang sah menurut hukum, namun untuk membuktikan dan menilai itikad

baik juga sulit karena hal itu berkaitan dengan batin dan perasaan

seseorang dalam melakukan suatu perbuatan hukum, dalam hal ini yang

dianggap beritikad baik yaitu seseorang itu hanya bersedia mendapatkan hak

dari orang yang terdaftar haknya.6

Menurut asas nemo plus yuris, orang tidak dapat mengalihkan hak melebihi dari hak yang ada padanya berarti bahwa pengalihan hak dari

orang yang tidak berhak adalah tidak diperbolehkan dan batal demi hukum.

Asas ini bertujuan melindungi pemegang hak yang sebenarnya, berdasarkan

asas ini pemegang hak yang sebenarnya dapat menuntut kembali haknya

yang telah terdaftar atas nama orang lain, dan asas ini berlaku pada sistem

pendaftaran tanah yang negatif.7

Suatu yurisprudensi jual beli telah ditetapkan dalam Putusan

Mahkamah Agung No. 350K/Sip/1968 yang menyatakan “jual beli adalah

bersifat obligatoir sedangkan hak milik atas barang yang diperjual belikan baru berpindah bila barang tersebut telah diserahkan secara yuridis,”

Menurut Mariam Darus Badrulzaman “jika ditinjau dari sistem

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan sejarah pembentukannya, maka

6

J.Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995), hal 177

7

(5)

Putusan Mahkamah Agung tersebut memang dapat

dipertanggungjawabkan.”8

Pemahaman Mahkamah Agung dalam Putusannya Nomor

952K/Sip/1974 bahwa jual beli adalah sah apabila telah memenuhi

syarat-syarat dalam KUHPerdata atau hukum jual beli dilakukan menurut hukum

adat secara riil dan kontan diketahui oleh kepala kampung, maka

syarat-syarat dalam Pasal 19 PP No. 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah,

tidak mengesampingkan syarat-syarat untuk jual beli dalam KUHPerdata

ataupun Hukum adat, melainkan hanya merupakan syarat bagi pejabat

agraria, hal ini terkait dengan pandangan hukum adat, dimana dengan telah

terjadinya jual beli antara penjual dan pembeli yang diketahui oleh kepala

kampung yang bersangkutan dan dihadiri oleh dua orang saksi serta

diterimanya harga pemberian oleh penjual, maka jual beli itu sudah sah

menurut hukum, sekalipun belum dilaksanakan dihadapan PPAT.9

Ketentuan di dalam Pasal 1457 KUHPerdata menggariskan, “bahwa pihak-pihak yang membentuk persetujuan jual beli masing-masing mengikatkan dirinya secara timbal balik (wederkerig). Penjual mengikatkan dirinya kepada pembeli untuk menyerahkan objek jual beli. Pembeli mengikatkan dirinya kepada penjual untuk membayar harga jual objek jual-beli.”10

Jual beli tanah pada hakikatnya merupakan salah satu pengalihan

hak atas tanah kepada pihak lain yang berupa dari penjual kepada pembeli

tanah. Syarat bahwa jual beli hak atas tanah baik yang bersertipikat maupun

8

Mariam Darus Badrulzaman, Beberapa Masalah Hukum dalam Perjanjian Kredit Bank dengan jaminan Hypotheek serta hambatan-Hambatannya dalam Praktik di Medan, ( bandung : Alumni, 1978), hal 118

9

Adrian Sutedi, Sertipikat Hak Atas Tanah, (Jakarta : Sinar Grafika,2011), hal129 10

(6)

belum bersertipikat harus dibuktikan dengan akta otentik yang dibuat oleh

Pejabat Pembuat Akta Tanah yang ditegaskan dalam Pasal 37 ayat 1

Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 yang menyatakan:

” Peralihan hak atas tanah dan Hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum dalam pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang bewenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Jadi apabila jual beli hak atas tanah yang belum bersertipikat

dilakukan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka jual beli cukup melalui akta bawah

tangan yang dibuat oleh kedua belah pihak dan dibenarkan dalam arti

diketahui dan ditandatangani serta dicatat dalam buku mutasi hak atas tanah

oleh kepala desa/lurah, sedangkan jika jual beli hak atas tanah tersebut

dilakukan setelah berlakunya Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997

tentang Pendaftaran Tanah, maka pembuktian adanya jual beli hak atas

tanah tesebut harus dibuat dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT), setelah itu barulah diajukan permohonan pendaftaran hak atas

tanah tersebut ke kantor pertanahan melalui pendaftaran sporadis.11

Proses jual beli hak atas tanah yang telah didaftarkan atau telah

bersertipikat memiliki resiko yang lebih rendah, karena hak kepemilikan

dan subyek hukum penjual telah jelas dan terang, sebaliknya bagi tanah

(7)

kerawanan yang lebih tinggi, karena terhadap obyek jual beli hak atas

tanahnya hanya menekankan pada kepercayaan bahwa orang tersebut

adalah pemiliknya. Oleh karena itu terhadap obyek jual beli hak atas tanah

yang belum bersertipikat atau belum didaftarkan lebih menekankan kejelian

dan kehati-hatian dari pembeli dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

yang membuat akta jual beli tanahnya, agar jelas dan terang penjual adalah

sebagai pihak yang sah dan berhak untuk menjual yang harus dicermati dari

persyaratan-persyaratan formil yang melekat sebagai alas hak atas tanah

tersebut. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum, ketertiban hukum dan

perlindungan hukum bagi para pihak walaupun tidak menutup kemungkinan

tetap saja ada permasalahan sengketa dalam jual beli tanah.12

Tanah yang pada dasarnya merupakan hasil dari warisan menjadi

milik bersama dari semua ahli waris pewaris. Dalam hal tanah tersebut ingin

dilaksanakan jual beli, maka semua ahli waris harus mengetahui dan

menyetujui dalam hal jual beli tersebut, karena jika salah satu saja dari ahli

waris tidak mengetahui dan menyetujui dalam hal jual beli tersebut maka

ahli waris dapat membatalkan jual beli tersebut dikarenakan dia memiliki

hak atas tanah tersebut.

Tanah warisan yang akan diperjualbelikan tentu memiliki

konsekwensi dengan para ahli warisnya yakni bahwa setiap ahli waris

berhak atas kepemilikan tanah tersebut. Maka ketika ada satu orang ahli

waris menjual tanah warisan dan telah terjadi kesepakatan antara pihak

12

(8)

penjual tanah warisan tersebut dengan pihak pembelinya. Namun, setelah

tanah dijual dan dibayar oleh pembeli secara sah dihadapan saksi, ada ahli

waris lain yang sebenarnya juga berhak atas kepemilikan tanah warisan

tersebut mempersengketakan karena merasa dirinya tidak diikutkan dalam

jual tanah tersebut. Dengan kata lain ahli waris dari tanah warisan tersebut

tidak menyetujui untuk adanya peralihan hak atas tanah untuk dimiliki

orang lain, sehingga terjadi sengketa atas jual beli tanah tersebut.

Seorang ahli waris harus meminta persetujuan dari ahli waris lainnya

apabila hendak menjual tanah warisannya, sebab ahli waris yang lainnya

juga mempunyai hak atas tanah tersebut. Jika seseorang yang berhak atas

tanah warisan membangkitkan dugaan bahwa dia adalah pemilik

satu-satunya dari tanah tersebut, maka pembelian tersebut tidak boleh dianggap

diadakan berdasarkan persyaratan-persyaratan secara diam-diam. Akan

tetapi jika ada ahli waris lainnya yang juga berhak atas tanah tersebut tidak

dilibatkan, dalam arti tidak ada persetujuannya, maka akan terjadi sengketa

atas jual beli tanah tersebut.

Timbulnya sengketa bermula dari pengaduan ahli waris yang berisi

keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah warisan, baik terhadap

status tanah, maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh

penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuaan yang berlaku.

Pada saat sekarang ini banyak terjadinya penjualan tanah yang

merupakan warisan dari pewaris tanpa sepengetahuan dari seluruh ahli

(9)

untuk menguasai tanah warisan tersebut serta tidak mau berbagi dengan ahli

waris lainnya.

Hal tersebut diatas pada akhirnya akan menjadi suatu permasalahan

yang harus diselesaikan melalui jalur pengadilan, karena para pihak

beranggapan tidak dapat lagi menyelesaikan permasalahan tersebut secara

kekeluargaan dan secara musyawarah dan mufakat.

Salah satu contoh sengketa tanah warisan dapat ditemukan dalam

Putusan Pengadilan Negeri Tarutung Nomor 21/Pdt.G/2006/PN.Trt jo. Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 330/Pdt/2007/PT.MDN jo. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 680 K/PDT/2009 bahwa

menurut keterangan pihak penggugat yang merupakan anak dari pewaris

Alm. KK Willy Purba, memberikan keterangan bahwa semasa hidupnya

Alm. KK Willy Purba ada memiliki sebidang tanah adat warisan yang

belum pernah dibagi-bagi kepada para keturunan/ahli warisnya yang sah,

sehingga tanah adat warisan tersebut haruslah dikatakan sebagai tanah adat

warisan bersama oleh seluruh keturunan/ahli waris dari Alm. KK Willy

Purba.

Adapun tanah adat/warisan yang disebut sebagai tanah perkara adalah

sebelah Utara berbatasan dengan ladang milik Parulian Purba, sebelah

Selatan berbatasan dengan Jalan Desa ke Aek Lung, sebelah Timur

berbatasan dengan Huta Lumban Raja, dan sebelah Barat berbatasan dengan

(10)

Pada tahun 1992 oleh Gomar Purba (Tergugat II) telah menjual tanah

adat/warisan tersebut kepada Patar Simamora (Tergugat I) tanpa seijin dan

sepengetahuan dari ahli waris lainnya karena Gomar Purba menganggap

bahwa tanah yang dijualnya adalah tanah miliknya, dan Patar Simamora

(Tergugat I) membelinya berdasarkan pengakuan Gomar Purba

(Tergugat II) dan keterangan dari para saksi bahwa tanah objek perkara

adalah bagian masing-masing para ahli waris yang telah dialihkan atau

melakukan jual beli atas harta warisan Alm. KK Willy Purba sehingga

menjadi bagian masing-msing kepada pihak ahli waris.

Namun perbuatan Tergugat II dan Tergugat I menurut keterangan

pihak Penggugat, para Tergugat mengadakan transaksi jual-beli tanah adat

yang merupakan warisan bersama yang belum pernah dibagi (boedel) oleh seluruh keturunan ahli waris yang sah, jelas adalah merupakan perbuatan

melawan hukum, sehingga transaksi jual beli tersebut haruslah dinyatakan

batal demi hukum atau tidak sah.

Pada tingkat Pengadilan Negeri hakim mengabulkan gugatan

penggugat serta membatalkan transaksi jual beli yang dilakukan oleh

tergugat atas tanah waris yang belum dibagi tersebut. Putusan Pengadilan

Negeri Tarutung ini juga dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Medan

yang mengabulkan permohonan para Penggugat yang menyatakan benar

bahwa tanah yang dijadikan objek sengketa memang merupakan tanah

(11)

menghukum para Tergugat untuk mengembalikan atau mengosongkan tanah

kepada para Penggugat.

Namun dalam tingkat Mahkamah Agung, membatalkan putusan

Pengadilan Tinggi Medan dan menyatakan bahwa mengabulkan gugatan

Penggugat dr/Tergugat I dkk untuk seluruhnya, karena pembeli beritikad

baik di lindungi dan syarat syarat sahnya jual beli telah terpenuhi dengan

adanya akta jual beli yang di buat di hadapan Camat Dolok Sanggul selaku

Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) sementara serta menyatakan surat

penyerahan tanah tertanggal 2 Nopember 1991 serta akta jual beli No.

28/09/1991 tertanggal 2 Nopember 1991 adalah sah dan berharga.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka penelitian ini

menarik untuk diangkat menjadi judul penelitian tesis ini tentang

“Analisa Kasus Atas Jual Beli Tanah Warisan (Studi Kasus Putusan MA

No. 680 K/PDT/2009).”

B.Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan pokok permasalahan

yang akan diteliti dan dibahas secara lebih mendalam pada penelitian ini

sebagai beriksut :

1. Bagaimana prosedur jual beli tanah warisan yang sesuai dengan

(12)

2. Bagaimana akibat hukum perjanjian jual beli tanah warisan yang dijual

oleh salah seorang ahli waris tanpa sepengetahuan ahli waris yang

lainnya?

3. Apakah pertimbangan hakim dalam Putusan Makhamah Agung

No.680/K/PDT/2009 telah memenuhi rasa keadilan kepada seluruh ahli

waris ?

C.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam penulisan tesis ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana prosedur jual beli tanah

yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria ( UUPA )

2. Untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana akibat hukum terhadap

perjanjian jual beli tanah warisan yang dijual oleh salah seorang ahli

waris tanpa sepengetahuan ahli waris yang lainnya

3. Untuk mengetahui dan menganalisa apakah pertimbangan hakim dalam

Putusan Makhamah Agung No.680/K/PDT/2009 telah memenuhi rasa

keadilan kepada seluruh ahli waris.

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara

(13)

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para

akademisi maupun masyarakat umum dan dapat memberi manfaat guna

menambah khasanah ilmu hukum secara umum dan hukum perjanjian

secara khusus yang diharapkan dapat memberikan masukan bagi

penyempurnaan peraturan dalam proses pelaksanaan jual beli,

khususnya mengenai Analisa Kasus Atas Jual Beli Tanah Warisan

(Studi Kasus Putusan MA. No. 680 K/PDT/2009).

2. Manfaat Praktis

Pembahasan tesis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak yang

memiliki permasalahan sengketa tanah dalam hal jual beli, sehingga

dapat memberikan jalan keluar terhadap masalah yang akan diteliti dan

pengembangan ilmu pengetahuan hukum dalam bidang hukum agrarian.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran terhadap judul penelitian tesis yang

ada pada Program Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana

Universitas Sumatera Utara penelitian dengan judul “ Analisa Kasus

Atas Jual Beli Tanah Warisan (Studi Kasus Putusan MA. No. 680

K/PDT/2009) belum pernah dilakukan, tetapi penelitian yang pernah

(14)

1. Tesis atas nama Effendi, Nim 077611043 dengan judul Jual Beli Tanah

Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor dan Pendaftaran

Haknya di Kantor Pertanahan Medan.

2. Tesis atas nama Linda, Nim : 067011048 dengan judul Perlindungan

Hukum Terhadap Para Pihak Dalam Pelaksanaan Jual Beli Tanah &

Bangunan

3. Tesis atas nama Wuryandari Dwi, Nim: 017011066 dengan judul

Keabsahan Jual Beli Tanah Hak Tanpa Melalui PPAT (Studi Kasus di

Pengadilan Negeri Medan).

4. Tesis atas nama Febrina Lorence Sitepu, Nim : 097005022 dengan judul

Analisis Mengenai Perlindungan Konsumen Dalam Perjanjian Jual Beli

Tanah Berikut Bangunan Diatasnya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping

mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski

mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan

teori yang lebih umum.13 Atau menjelaskan gejala spesifik atau proses

sesuatu terjadi dan teori harus diuji dengan menghadapkannya pada

fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.14

13

H.R. Otje Salman dan Anton F Susanto, Teori Hukum , (Bandung : Refika Aditama, 2005), hal 21

14

(15)

Teori merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara

rasional digabungkan dalam pengalaman empiris, sehingga teori tentang

ilmu merupakan penjelasan rasional yang sesuai dengan objek penelitian

dijelaskannya dan untuk mendapat verifikasi, maka harus didukung oleh

data empiris yang membantu dalam mengungkapkan kebenaran.15

Beberapa pakar ilmu pengetahuan memberikan definisi tentang teori

sebagai berikut :16

a. Braithwaite mengemukakan bahwa teori adalah sekumpulan hipotesis yang membentuk suatu sistem deduktif, yaitu yang disusun sedemikian rupa, sehingga dari beberapa hipotesis yang menjadi dasar pikiran beberapa hipotesis, semua hipotesis lain secara logika mengikutinya.

b. Fred. N. Kerlinger menguraikan teori adalah sekumpulan konstruksi (konsep, definisi dan dalil) yang saling terkait, yang menghadirkan suatu pandangan yang secara sistematis tentang fenomena dengan menetapkan hubungan diantara beberapa variable, dengan maksud menjelaskan dan meramalkan fenomena. c. Jack Gibbs, berpendapat bahwa teori adalah sekumpulan

pernayataan yang saling berkaitan secara logis dalam bentuk penegasan empiris mengenai sifat-sifat dari kelas-kelas yang terbatas dari berbagai kejadian atau benda.

d. Kartini Kartono menyatakan bahwa teori adalah suatu prinsip umum yang dirumuskan untuk menerangkan sekelompok gejala-gejala yang saling berkaitan.

e. S. Nasution mengemukakan teori adalah susunan fakta-fakta yang saling berhubungan dalam bentuk sistematis, sehingga dapat dipahami. Fungsi dan peranan teori dalam penelitian ilmiah adalah mengarahkan, menerangkan serta meramalkan fakta.

Agar kerangka teori yang meyakinkan, maka harus memenuhi

syarat-syarat17

15

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : CV. Mandar Maju, 1994), hal. 27.

:

16

Ibid ,hal 113-114 17

(16)

a. teori yang digunakan dalam membangun kerangka berfikir harus merupakan pilihan dari sejumlah teori yang dikuasai secara lengkap dengan mencakup perkembangan-perkembangan terbaru. b. analisis filsafat dari teori-teori keilmuan dengan cara berpikir

keilmuan yang mendasari pengetahuan tersebut dengan pembahasan secara ekspilist mengenai postulat, asumsi dan prinsip yang mendasarinya.

c. mampu mengidentifikasikan masalah yang timbul sekitar disiplin keilmuan tersebut, teori merupakan pijakan bagi peneliti untukmemamahi persoalan yang diteliti dengan benar dan sesuai dengan kerangka berfikir ilmiah.

Teori kepastian Hukum merupakan salah satu penganut aliran

Positivisme yang lebih melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom atau hukum dalam bentuk peraturan tertulis. Artinya karena hukum itu otonom,

sehingga semata-mata untuk kepastian hukum dalam melegalkan kepastian

hak dan kewajiban seseorang. Vant Kan berpendapat bahwa tujuan

hukum adalah menjaga setiap kepentingan manusia agar tidak diganggu

dan terjamin kepastiannya.18

Kerangka teori yang digunakan dalam menganalisa

permasalahan dalam tesis ini adalah teori kepastian hukum, yaitu teori

yang menjelaskan bagaimana hukum dapat mengatur perjanjian jual

beli sehingga jual beli terjadi dengan aman dan tertib tanpa menimbulkan

sengketa atau perjanjian jual beli itu tidak menimbulkan resiko kerugian

bagi pihak-pihak yang ada dalam jual beli, bahkan merugikan pihak lain

akibat adanya perjanjian jual beli tersebut.

18

(17)

Teori Kepastian Hukum mengandung pengertian yaitu adanya

aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa

yang boleh dan perbuatan apa yang tidak boleh dilakukan, dan berupa

keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena

adanya aturan hukum yang bersifat umum sehingga individu dapat

mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara

terhadap individu.19

Tugas kaidah-kaidah hukum adalah untuk menjamin adanya

kepastian hukum. Dengan adanya pemahaman kaidah-kaidah hukum

tersebut, masyarakat sungguh-sungguh menyadari bahwa kehidupan

bersama akan tertib apabila terwujud kepastian hukum dalam hubungan

sesama manusia.

20

Tujuan Hukum menurut Van Apeldoorn adalah mengatur

pergaulan hidup secara damai, hukum menghendaki perdamaian.21

Kelengkapan data diri penjual pada dasarnya adalah kepastian akan

kepemilikan pada pihak yang menjual suatu benda (menjual merupakan

tindakan kepemilikan) adalah orang yang memiliki hak milik atas benda

tersebut dengan kata lain, bahwa eigendom (hak milik) adalah hak yang

paling sempurna atas suatu benda. Orang yang mempunyai hak milik atas

suatu benda dapat berbuat apa saja dengan benda itu (menjual,

19

J.B Daiyo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Prennahlindo,2001), hal 120 20

Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum , (Jakarta : Rieneka Cipta,1995), hal 49 21

(18)

menggadaikan, memberikan, bahkan merusak), asal saja ia tidak

melanggar undang-undang atau hak orang lain.

Menurut Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah menghendaki perjanjian jual beli harus dibuat dalam

bentuk akta otentik yang dibuat dihadapan pejabat yang berwenang, karena

pengalihan tanah dari pemiliknya kepada penerima disertai dengan

penyerahan yuridis, penyerahan yang harus memenuhi formalitas

undang-undang, meliputi pemenuhan syarat, dilakukan melalui prosedur yang telah

ditetapkan, menggunakan dokumen, dibuat oleh/dihadapan Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT).22

Menurut KUHPerdata, jual beli adalah suatu perjanjian dimana

pihak yang satu (penjual) mengikatkan dirinya untuk menyerahkan hak

milik atas suatu benda dan pihak lain (pembeli) untuk membayar harga yang

telah dijanjikan sesuai pasal 1457 KUHPerdata, adapun menurut pasal 1458

KUHPerdata jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak pada

saat dicapai kata sepakat mengenai benda yang diperjualbelikan beserta

harganya walaupun benda belum diserahkan dan harga belum dibayar.

Dengan terjadinya jual beli, hak milik atas tanah belum beralih kepada

pembeli walaupun harga sudah dibayar dan tanah sudah diserahkan kepada

pembeli.23

22

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, Cetakan I, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1994), hal 55

Hal ini juga didukung oleh Pasal 1471 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata, yang berbicara mengenai jual beli (pada dasarnya dalam

23

(19)

jual beli tanah sama dengan jual beli pada umumnya), yang secara implisit

mempersyaratkan bahwa penjual haruslah pemilik dari barang yang

dijual. Jual beli atas barang orang lain adalah batal dan dapat

memberikan dasar kepada pembeli untuk menuntut penggantian biaya,

kerugian dan bunga, jika ia tidak mengetahui bahwa barang itu kepunyaan

orang lain. Dalam hal ini apabila tanah tersebut dijual setelah m enjadi

tanah warisan, m aka yang m em iliki hak atas tanah tersebut adalah ahli

waris m enurut pasal yang diatur sebagai berikut :

Pasal 833 ayat (1) KUHPerdata yaitu :

Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak miik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal.

Pasal 832 ayat (1) KUHPerdata yaitu :

Menurut Undang-Undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini.

Seharusnya jual beli tanah warisan ini disetujui oleh semua ahli

waris sebagai pihak yang mendapatkan hak milik atas tanah tersebut akibat

pewarisan, jika ingin dilakukan penjualan atau dapat membuat surat

persetujuan di bawah tangan yang dilegalisir notaris setempat atau dibuat

surat persetujuan dalam bentuk akta.

Dalam hal jual beli tanah tersebut tidak ada persetujuan dari para

ahli waris, maka tanah tersebut dijual oleh orang yang tidak berhak untuk

menjualnya (karena yang sekarang memegang hak milik atas tanah tersebut

yaitu para ahli waris). Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 1471

(20)

dan masing-masing pihak dikembalikan ke keadaannya semula sebelum

terjadi peristiwa “jual beli” tersebut, yang mana hak milik atas tanah tetap

berada pada ahli waris. Selain itu, jual beli tanpa menyertakan sertipikat

tanah juga bertentangan dengan persyaratan dalam proses jual beli tanah.

Para ahli waris yang merasa haknya dilanggar karena tanah milik

mereka dijual tanpa persetujuan dari mereka, dapat melakukan gugatan

perdata atas dasar perbuatan melawan hukum, sebagaimana diatur

dalamPasal 1365 KUHPerdata, yang berbunyi:

“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”

Unsur-unsur perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUH

Perdata sebagai berikut:24

a. Harus ada perbuatan (positif maupun negatif) b. Perbuatan itu harus melawan hukum

c. Ada kerugian

d. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian

e. Ada kesalahan.

Dalam hal ini, perbuatan orang yang menjual tanah para ahli waris

tanpa persetujuan ahli waris merupakan perbuatan yang melanggar hak

subjektif para ahli waris. Untuk dapat menggugat penjual tanah tersebut atas

dasar perbuatan melawan hukum, harus dapat membuktikan bahwa orang

yang hendak digugat memenuhi semua unsur-unsur perbuatan melawan

(21)

Hal ini didukung juga dengan adanya Pasal 834 KUHPerdata, yang

memberikan hak kepada ahli waris untuk memajukan gugatan guna

memperjuangkan hak warisnya terhadap orang-orang yang menguasai

seluruh atau sebagian harta peninggalan, baik orang tersebut menguasai atas

dasar hak yang sama atau tanpa dasar sesuatu hak pun atas harta peniggalan

tersebut.

Mengenai apakah dapat menarik kembali hak milik atas tanah yang

telah dijual, hal itu bergantung pada apa dalam petitum gugatan dan

bergantung pada putusan hakim.

Pasal 1365 KUHPerdata jo. Pasal 834 KUHPerdata telah memberikan

para ahli waris dasar untuk meminta kembali tanah warisan tersebut. Para

ahli waris dapat memajukan gugatan untuk meminta agar diserahkan

kepadanya segala haknya atas harta peninggalan beserta segala hasil,

pendapatan, dan ganti rugi.

Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor. 24 Tahun 1997

tentang Pendaftaran Tanah, jual beli dilakukan oleh para pihak di hadapan

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang bertugas membuat aktanya.

Dengan dilakukannya jual beli di hadapan PPAT, dipenuhi syarat terang

(bukan perbuatan hukum yang gelap, yang dilakukan secara

sembunyi-sembunyi). Akta jual beli yang ditandatangani para pihak membuktikan

telah terjadi pemindahan hak dari penjual kepada pembelinya dengan

disertai pembayaran harganya, telah memenuhi syarat tunai dan

(22)

bersangkutan telah dilaksanakan. Akta tersebut membuktikan bahwa benar

telah dilakukan perbuatan hukum pemindahan hak untuk selama-lamanya

dan pembayaran harganya. Karena perbuatan hukum yang dilakukan

merupakan perbuatan hukum pemindahan hak, maka akta tersebut

membuktikan bahwa penerima hak (pembeli) sudah menjadi pemegang

haknya yang baru. Akan tetapi, hal itu baru diketahui oleh para pihak dan

ahli warisnya, karena juga baru mengikat para pihak dan ahli warisnya

karena administrasi PPAT sifatnya tertutup bagi umum.25

Pengadilan adalah jalan terakhir untuk meminta hak atas tanahnya

dikembalikan kepada pemilik tanah yang sebenarnya dan pengadilan

memiliki peranan untuk mewujudkan keadilan, maka penelitian ini juga

didukung oleh teori keadilan.

Teori keadilan yang dikemukan oleh Aristoteles, keadilan akan terjadi

apabila kepada seseorang diberikan apa yang menjadi miliknya. Seseorang

dikatakan berlaku tidak adil apabila orang itu mengambil lebih dari bagian

yang semestinya. Orang yang tidak menghiraukan hukum juga adalah orang

yang tidak adil, karena semua hal yang didasarkan kepada hukum dapat

dianggap sebagai adil. Jadi, keadilan adalah penilaian dengan memberikan

kepada siapapun sesuai dengan apa yang menjadi haknya, yakni dengan

bertindak proporsional dan tidak melanggar hukum.26

25

Budi Harsono, Hukum Agraria : Sejarah Pembentukan Isi dan Pelaksanaannya,

Jakarta, Djambatan, 1997), hal 235 (Selanjutnya disebut Budi Harsono II) 26

(23)

Hal tersebut berarti, konsep keadilan diperlukan pada saat

pengambilan keputusan setelah lahir sengketa. Dalam hal ini, keadilan

berarti merupakan suatu hasil yang diperoleh melalui suatu putusan. Putusan

yang dihasilkan tentulah bersumber pada kaidah Normatif hukum. Rumusan

ini menjadi jelas apabila melihat putusan pengadilan yang selalu berkepala

Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Isi putusannya

merupakan penerapan asas-asas hukum yang dikaitkan dengan perkara yang

diselesaikannya.27

Dalam pandangan Thomas Aquinas, suatu hukum disebut adil jika

hukum tersebut dapat berfungsi efektif dalam menjamin atau melindungi

hak-hak subyek yang diaturnya, termasuk yang diatur dalam hukum positif.

Keadilan merupakan “Kehendak yang kekal diantara satu orang dan

sesamanya untuk memberikan segala sesuatu yang menjadi haknya”.

Definisi ini memberikan gambaran hubungan antara “hak dan keadilan” hak

yang dimiliki setiap manusia.

28

Setiap pelaku pelanggaran dari suatu hak atas tanah sebagai hak yang

mutlak dapat diberikan keleluasaan untuk menuntutnya terhadap para

pelanggar melalui pengadilan agar hak-haknya diberikan dengan menuntut

penghukuman pelanggar dari haknya untuk memenuhi kewajiban-kewajiban

dipersenjatai dengan putusan hakim, dan selanjutnya dapat menugaskan juru

sita untuk melaksanakan suatu putusan hakim tersebut berdasarkan

Undang-Undang. Dengan putusan hakim yang berisikan penghukuman tentunya

27

Adrian Sutedi, Sertipikat Hak Atas Tanah , (Jakarta : Sinar Grafika, 2011), hal 25 28

E. Sumaryono, Etika Hukum Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas,

(24)

diperoleh kepastian hukum antara pihak-pihak yang bersengketa harus

selalu diberikan putusan yang adil.29

Untuk itulah didalam menyelesaikan segala permasalahan hukum

termasuk sengketa tanah, peran pengadilan sangat penting untuk

menciptakan kepastian hukum dan memberikan rasa adil bagi para pihak

yang berperkara. Pengadilan merupakan penentu siapa pemilik tanah hak

milik yang sesungguhnya dari tanah yang diperkarakan.

2. Konsepsi.

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan

konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori observasi, antara

abstrak dengan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan

abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut

defenisi operasional.30

Terlihat dengan jelas, bahwa suatu konsepsi pada hakikatnya

merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka

teoretis (tinjauan pustaka), yang sering kali masih bersifat abstrak. Namun

demikian, suatu kerangka konsepsi belaka kadang-kadang dirasakan masih

juga abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang akan

menjadi pegangan konkrit didalam proses penelitian.31

29

J.P.H. suijling, Hak-Hak Subjektif dalam Hukum Perdata dan Hukum Publik,

(Bandung : Armico, 1985), hal 13, Terjemahan Hoesein Soemdiredja.

30

(25)

Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis perlu

didefenisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi

agar secara operasional dapat dibatasi ruang lingkup variabel dan dapat

diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah

ditentukan. Konsep itu adalah sebagai berikut :

a. Perjanjian adalah “suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan sesuatu hal, maka timbullah suatu hubungan antara dua

orang tersebut yang dinamakan perikatan.”32

b. Perjanjian jual beli menurut Pasal 1457 KUHPerdata adalah “suatu

perjanjian dengan perjanjian itu pihak yang satu mengikatkan dirinya

untuk menyerahkan hak milik atas barang dan pihak yang lain untuk

membayar harga yang telah dijanjikan.

c. Tanah adalah permukaan bumi atau lapisan bumi diatas sekali, keadaan

bumi suatu tempat, permukaan bumi yang diberikan batas, bahan dari

bumi atau bumi sebagai lahan sesuatu.33

d. Waris adalah soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan

kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seorang pada waktu ia meninggal

dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.”

34

e. Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, terpenuh, yang dapat

dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6.”

32

R.Subekti, Op.Cit., hal. 1 33

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta, Edisi II, Cetakan III, 1994 ), hal 12

34

(26)

Turun temurun artinya hak milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, maka hak miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek hak milik. Terkuat artinya hak milik atas tanah lebih kuat dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan dari gangguan pihak lain, dan tidak mudah hapus. Terpenuh artinya hak milik atas tanah memberi wewenang kepada pemiliknya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain.35

f. Tanah bersertipikat adalah tanah yang telah memiliki surat tanda bukti

hak yang telah diadministrasi oleh negara dengan didaftarkan di kantor

Pertanahan Negara yang memiliki sampul map yang berlogo burung

Garuda yang dijahit menjadi satu dengan surat ukur atau situasi tanah.

g. Tanah yang belum bersertipikat adalah hak yang dibuat dibawah tangan

yang dibubuhi tanda kesaksian oleh kepala adat/kepala desa/kelurahan

yang dibuat oleh PPAT yang tanahnya belum dibukukan dan didaftarkan.

G.Metode Penelitian.

Secara Etimologi metode diartikan sebagai jalan atau cara melakukan

atau mengerjakan sesuatu, metode berasal dari bahasa yunani “Methodos”

yang artinya “jalan menuju”, bagi kepentingan ilmu pengetahuan, metode

merupakan titik awal menuju proposisi-proposisi akhir dalam bidang

pengetahuan tertentu.36

35

Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2007), hal 90-91.

36

(27)

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan

pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk

mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan

menganalisanya, disamping itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam

terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu

pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala

yang bersangkutan.37

Pemilihan suatu metodologi yang baik untuk suatu penelitian

tergantung kepada sasaran penelitian, bahan yang tersedia, kondisi yang

meliputi kegiatan penelitian, dan terutama jenis informasi yang diperlukan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan

Jenis Penelitian yang dipergunakan adalah dengan menggunakan metode

penelitian yuridis normatif. “metode penelitian yuridis normatif

dipergunakan untuk mempelajari peraturan perundang-undangan”38

Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian adalah

metode deskriptif analitis yaitu dengan menggambarkan keadaan yang

berhubungan dengan permasalahan jual beli harta warisan.

yang

berkaitan dengan jual beli, sehingga dapat diketahui apakah landasan

legalitas yang telah memadai untuk menggambarkan tentang

pertimbangan-pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam

peradilan.

37

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : UI Press, 2007), hal 43

Penelitian

38

(28)

deskriptif ini dimulai dengan pengumpulan data yang berhubungan dengan

pembahasan di atas, lalu menyusun, mengklasifikasikan dan

menganalisisnya serta kemudian menginterprestasikan data, sehingga

diperoleh gambaran yang jelas tentang fenomena yang diteliti.39

2. Sumber Data.

Dalam penelitian ini jenis data yang diperlukan, yaitu data sekunder, data

sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen publikasi, artinya data

sudah dalam bentuk jadi,40

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum berupa peraturan-peraturan

mengenai jual beli yang mempunyai kekuatan mengikat berupa peraturan

perundang-undangan, diantaranya Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 50

Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. yang terdiri dari :

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan

bahan hukum primer berupa buku-buku yang berhubungan dengan objek

yang diteliti.

c. Bahan hukum tersier, yakni yang memberikan informasi lebih lanjut

mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus

hukum dan kamus besar hukum bahasa Indonesia.

39

Ibid, hal 10 40

(29)

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara library research dan field research yaitu :

a. Studi Dokumen yaitu yang terdiri dari bahan hukum yang berkaitan

dengan hukum agrarian dan perjanjian jual beli yang ditunjang dengan

bahan hukum lainnya.

b. Wawancara yaitu dengan melakukan Tanya jawab secara langsung

dengan membuat daftar pertanyaan yang sudah direncanakan dengan

nara sumber yaitu Hakim Pengadilan Negeri Tingkat I Medan,

Pengadilan Negeri Tingkat I Medan, Camat di daerah Dolok sanggul, dan

Notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di daerah Dolok Sanggul,

Notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Kota Medan.

4. Analisa Data

Semua data yang diperoleh dari bahan pustaka dianalisa secara

kualitatif yaitu data yang diperoleh melalui penelitian lapangan maupun

penelitian kepustakaan kemudian disusun secara sistematis dan

selanjutnya dianalisa secara kualitatif, data kemudian dianalisa secara

interpretative menggunakan teori maupun hukum positif yang telah

dituangkan kemudian secara induktif ditarik kesimpulan.41

41

Rommy Hanitidjo Soemitro I, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : Rajawali, 1984), hal 119

Metode

penarikan kesimpulan yang dipakai adalah metode deduktif dan induktif.

(30)

dijadikan pedoman untuk menjawab permasalahan dalam analisa kasus

jual beli tanah warisan. Dengan metode induktif, data primer yang

diperoleh setelah dihubungkan dangan aturan-aturan hukum yang

berkaitan dengan jual beli tanah warisan sehingga dapat ditarik

Referensi

Dokumen terkait

arsip yang ada.indikasi kinerja pegawai perpustakaan masih rendah dapat dilihat. dari kehadiran pada jam kerja yang sudah ditentukan dan efektivitas jam

 Keterampilan membaca ( ناديعلاو نآرقلا لوزن ( ةءارقلا dengan ditanggapi aktif oleh peserta didik dari kelompok lainnya sehingga diperoleh

Pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara menonton televisi, bermain video game dan menggunakan komputer dengan kejadian miopia

[r]

Pengelolaan memori utama sangat penting untuk sistem komputer, penting untuk memproses dan fasilitas masukan/keluaran secara efisien, sehingga memori dapat

Posisi dalam klaster yang saling berjauhan untuk keenam spesies tersebut kemungkinan terjadi karena urutan nukleotida pada gen RubisCO yang mereka miliki

Penerapan Metode Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Analisa Perubahan Penggunaan Lahan (Studi Kasus: Wilayah Kali Surabaya). Analisis Perubahan

Negara berkembang merupakan Negara yang sedang dalam proses dalam kemajuan dari setiap aspek Negara tersebut.. Komponen-komponen dari aspek Negara