PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bawang merah merupakan komoditi hortikultura yang tergolong sayuran rempah.
Sayuran rempah ini banyak dibutuhkan terutama sebagai pelengkap bumbu
masakan guna menambahkan cita rasa dan kenikmatan makanan. Hampir setiap
makanan menggunakan bawang merah sebagai bumbu pelengkap. Walaupun
penambahannya tidak begitu banyak, tetapi jika belum memakai bawang merah
belum terasa nikmat (Rahayu, 1999).
Bawang merah lazim dikonsumsi sebagai bumbu atau pelengkap masakan.
Hampir semua jenis makanan di tanah air ini senantiasa menyertakan bawang
merah sebagai penambah cita rasa. Penggunaan lainnya yang sebagai obat
tradisional dan kegunaan-kegunaan lain yang cukup penting. Jadi wajarlah jika
bawang merah sering disebut sebagai umbi multiguna (Jaelani, 2007).
Dari segi ekonomi budidaya bawang merah memang memberikan keuntungan
cukup besar bagi para petani. Mengingat saat ini kebutuhan pasar akan bawang
merah semakin meningkat tajam, seiring dengan meningkatnya jumlah pelaku
bisnis makanan yang tersebar di berbagai daerah. Tingginya nilai ekonomi yang
dimiliki sayuran ini, membuat para petani di berbagai daerah tertarik
membudidayakannya untuk mendapatkan keuntungan besar dari potensi bisnis tersebut. Kondisi ini terjadi karena bawang merah sering dimanfaatkan
masyarakat untuk bahan baku pembuatan bumbu masakan, dan menjadi bahan
pelengkap berbagai menu kuliner
(http://bisnisukm.com/potensi-bisnis-budidaya-bawang-merah.html).
Semakin meningkatnya kebutuhan pasar akan bawang merah, produksi bawang
merah Sumatera Utara belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat khususnya
di Sumatera Utara. Sumatera Utara memiliki kabupaten penghasil bawang merah
yakni Simalungun, Dairi dan Samosir, tetapi bawang merah yang diproduksi
adalah jenis bawang yang berukuran kecil. Benih umbi bawang merah Sumatera
Utara kurang unggul, jika di bandingkan dengan provinsi lain di Indonesia,
misalnya di Brebes, Jawa Tengah (http://www.antaranews.com/berita/364318/
sumut-perluas-areal-tanaman-bawang-petani).
Produksi bawang merah di Sumatera Utara dari tahun 2007-2011 cenderung
meningkat walaupun pada tahun 2010 mengalami penurunan produksi dari tahun
sebelumnya. Namun produksi bawang merah di Sumatera Utara ini tidak cukup
untuk memenuhi konsumsi Sumatera Utara. Oleh karenanya impor bawang merah
selalu harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ini. Perkembangan
Tabel 1.1. Perkembangan produksi dan konsumsi bawang merah di Sumatera
Sumber: * Sumatera Utara dalam angka 2008-2012 **Sumatera Utara dalam angka 2008-2012 *** Survei sosial ekonomi 2007-2011
****Hasil perhitungan (Konsumsi perkapita x Jumlah penduduk)
Dari perhitungan jumlah konsumsi pada tabel 1.1 di atas, selanjutnya dapat
dijelaskan adanya kekurangan produksi bawang merah di Sumatera Utara.
Perbedaan produksi dan konsumsi bawang merah di Sumatera Utara dapat dilihat
pada tabel 1.2 berikut.
Tabel 1.2 Perbedaan produksi dan konsumsi bawang merah di Sumatera Utara.
merah ini dilakukan melalui pelabuhan Belawan. Bawang merah yang diimpor
melalui pelabuhan Belawan ini selain untuk memenuhi kebutuhan Sumatera Utara
juga untuk memenuhi kebutuhan provinsi lain di pulau Sumatera. Perkembangan
jumlah impor bawang merah Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel 1.3 berikut.
Tabel 1.3 Perkembangan impor bawang merah Sumatera Utara.
Sebagaimana dengan perkembangan jumlah produksi, luas panen bawang merah
di Sumatera Utara juga mengalami kenaikan dari tahun 2007 sampai 2010 sebesar
380 ha. Namun dalam periode 2010 sampai 2011 luas panen bawang merah di
Sumatera Utara menurun dari 1.610 Ha pada tahun 2010 menjadi 1.335 Ha pada
tahun 2011. Luas panen bawang merah berkurang 275 Ha. Perkembangan luas
panen bawang di Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel 1.4 berikut.
9 Padang Lawas Utara - 25 5 7 7
Jumlah 1230 1291 1353 1610 1335
Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka 2008-2012
Di Sumatera Utara terdapat 9 daerah kabupaten yang memproduksi komoditi
bawang merah. Pada tahun 2011 kabupaten yang paling besar luas panennya
adalah kabupaten Simalungun dengan luas panen sebesar 403 ha, dan yang luas
panennya terbesar kedua adalah kabupaten Dairi dengan luas panen sebesar 316
ha. Dari uraian diatas diketahui bahwa permasalahan utama adalah menurunya
luas panen di Sumatera Utara terutama kabupaten Samosir dan Dairi.
Produktivitas bawang merah di Sumatera Utara tergolong tinggi. Rata-rata
produktivitas bawang merah di Sumatera Utara tahun 2011 mencapai 98,9 kw/ha.
Produktivitas tertinggi di kabupaten Simalungun dengan produktivitas 146,7
kw/ha dan produktivitas terendah di kabupaten Tapanuli Selatan dengan
produktivitas hanya 7,1 kw/ha. Menurut Pitojo (2005) produktivitas bawang
merah yang dikembangkan di Sumatera Utara mencapai 74 kw/ha. Luas panen,
produksi dan produktivitas bawang merah di Sumatera Utara tahun 2011 dapat
dilihat pada tabel 1.6 berikut.
Jumlah 1335 13.203,92 98,9 Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka 2012
Bawang merah sudah lama dikembangkan di kabupaten Dairi khususnya di
kecamatan Silahisabungan. Kecamatan Silahisabungan merupakan satu-satunya
kecamatan yang memproduksi komoditi bawang merah di kabupaten Dairi.
Namun terjadi penurunan luas panen dalam satu tahun terakhir. Penurunan jumlah
luas panen bawang merah pada satu tahun terakhir di Sumatera Utara khususnya
kabupaten Dairi dapat dilihat pada tabel 1.4. Karena itu peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang bagaimana pengaruh faktor sosial ekonomi petani
terhadap luas tanam bawang merah di kabupaten Dairi, khususnya di kecamatan
Silahisabungan.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan penelitian
sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh faktor sosial (umur, pendidikan formal, penyuluhan,
dan inovasi teknologi budidaya) secara simultan dan parsial terhadap
keputusan petani dalam menentukan luas tanam bawang merah?
2. Bagaimana pengaruh faktor umur, pendidikan formal dan penyuluhan secara
simultan dan parsial terhadap faktor inovasi teknologi budidaya bawang
merah?
3. Bagaimana pengaruh faktor ekonomi (harga bibit, harga pupuk, harga
pestisida, upah tenaga kerja luar keluarga, modal usaha, ketersediaan lahan,
harga bawang merah, dan keuntungan usaha) secara simultan dan parsial
4. Bagaimana pengaruh faktor harga bibit, harga pupuk, harga pestisida dan
upah tenaga kerja secara simultan dan parsial terhadap faktor modal usaha?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian
ini adalah:
1. Untuk menjelaskan pengaruh dari faktor sosial (umur, pendidikan formal,
penyuluhan, dan inovasi teknologi budidaya) secara simultan dan parsial
terhadap keputusan petani dalam menetukan luas tanam bawang merah.
2. Untuk menjelaskan pengaruh dari faktor umur, pendidikan formal dan
penyuluhan secara simultan dan parsial terhadap faktor inovasi teknologi
budidaya.
3. Untuk menjelaskan pengaruh faktor ekonomi (harga bibit, harga pupuk, harga
pestisida, upah tenagakerja, modal usaha, ketersediaan lahan, harga bawang
merah, dan keuntungan usaha) secara simultan dan parsial terhadap keputusan
petani dalam menetukan luas tanam bawang merah.
4. Untuk menjelaskan pengaruh faktor harga bibit, harga pupuk, harga pestisida
dan upah tenaga kerja secara simultan dan parsial terhadap faktor modal
usaha.
Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah maupun lembaga lainnya dalam
mengambil kebijakan khususnya dalam bidang analisis ekonomi usahatani
2. Sebagai bahan informasi bagi para petani jika ingin melaksanakan usahatani
bawang merah.
3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak yang membutuhkan
informasi tentang bawang merah, baik untuk kepentingan akademis maupun