• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Rancang Bangun Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi Adsorben Alumina Aktif Terhadap Refrigeran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Rancang Bangun Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi Adsorben Alumina Aktif Terhadap Refrigeran"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus Adsorpsi

2.2.1 Teori Umum Adsorpsi

Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu

maupun

akhirnya membentuk suatu lapisan tipis atau film (zat terserap, adsorbat) pada

permukaannya. Berbeda dengan

fluida lainnya dengan membentuk suat

Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan substansi terlarut

(soluble) yang ada dalam larutan oleh permukaan zat atau benda penyerap dimana terjadi suatu ikatan kimia fisika antara substansi dengan penyerapnya.

Definisi lain menyatakan adsorpsi sebagai suatu peristiwa penyerapan

pada lapisan permukaan atau antar fasa dimana molekul dari suatu materi

terkumpul pada bahan pengadsorpsi atau adsorben.

Adsorpsi adalah pengumpulan dari adsorbat di atas permukaan adsorben,

sedang absorpsi adalah penyerapan dari adsorbat ke dalam adsorben dimana

disebut dengan fenomena sorption. Materi atau partikel yang diadsorpsi disebut

adsorbat, sedangkan bahan yang berfungsi sebagai pengadsorpsi disebut adsorben.

Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu adsorpsi fisika (disebabkan

oleh gaya Van Der Waals (penyebab terjadinya kondensasi gas untuk membentuk

cairan) yang ada pada permukaan adsorbens) dan adsorpsi kimia (terjadi reaksi

antara zat yang diserap dengan adsorben. Banyaknya zat yang teradsorbsi

tergantung pada sifat khas zat padatnya yang merupakan fungsi tekanan dan

(2)

Gambar 2.1 Siklus Dasar Refrigerasi Adsorpsi

Perhatikan siklus dasar refrigerasi adsorpsi di atas. Pada kondisi awal

sistem berada pada tekanan dan temperatur rendah, adsorben memiliki konsentrasi

refrigeran yang tinggi dan vessel lain terdapat refrigeran dalam bentuk gas

(gambar a). Vessel yang terdapat adsorben dipanaskan yang mengakibatkan

(3)

dalam adsorben berkurang atau menguap. Proses berkurangnya kandungan

adsorbat pada adsorben pada kasus ini disebut desorpsi.

Refrigeran yang terdesorpsi kemudian terkondensasi sebagai cairan di

dalam labu kedua dengan dikeluarkannya panas ke lingkungan dimana tekanan

dan temperatur sistem masih tinggi (gambar b). Pemanasan pada labu pertama

dihentikan, lalu pada botol labu yang pertama terjadi perpindahan panas ke

lingkungan sehingga tekanan sistem menjadi rendah. Tekanan sistem yang rendah

menyebabkan adsorbat cair pada botol labu yang kedua menguap dan terserap ke

botol pertama yang berisi adsorben. Proses terserapnya adsorbat ke adsorben pada

kasus ini disebut adsorpsi. Proses adsorpsi menghasilkan efek pendinginan yang

terjadi pada botol labu kedua, dimana pada tekanan rendah panas dari lingkungan

diserap untuk menguap adsorbat (d) sampai sistem kembali ke kondisi awal.

Siklus mesin pendingin adsorpsi dapat digambarkan pada diagram

Clayperon berikut ini.

Gambar 2.2 Diagram Clayperon pada Sistem Pendingin Siklus Adsorpsi[8]

Proses yang terjadi dapat di uraikan sebagai berikut ini.

1. Proses Pemanasan ( pemberian tekanan )

Proses pemanasan dimulai dari titik A dimana adsorben berada pada

(4)

menerima panas sehingga temperatur adsorber meningkat dan diikuti peningkatan

tekanan evaporasi menjadi tekanan kondensasi. Selama proses ini tidak ada aliran

refrigeran (metanol atau R134a yang masuk maupun yang keluar dari adsorber).

2. Proses desorpsi

Proses desorpsi berlangsung pada waktu panas diberikan dari titik B ke D

sehingga adsorber mengalami peningkatan temperatur yang menyebabkan

timbulnya uap desorpsi. Sehingga, adsorbat yang berada pada adsorben dalam

bentuk gas mengalir ke kondensor untuk mengalami proses kondensasi menjadi

cair dan mengalir ke kondensor.

3. Proses Pendinginan (penurunan tekanan)

Proses pendinginan berlangsung dari titik D ke F, adsorber melepaskan

panas dengan cara didinginkan sehingga suhu di adsorber turun dan diikuti oleh

penurunan tekanan dari tekanan kondensasi ke tekanan evaporasi.

4. Proses Adsorpsi

Proses adsorpsi berlangsung dari titik F ke A, Adsorber terus melepaskan

panas sehingga adsorber mengalami penurunan temperatur dan tekanan yang

menyebabkan timbulnya uap adsorpsi. Adsorbat dalam bentuk uap dihasilkan dari

proses penyerapan kalor oleh adsorbat dari air yang ada disekitar evaporator

sebesar kalor laten penguapan adsorbat tersebut.

2.2 Adsorben

2.2.1 Alumina Aktif

Alumina aktif dibuat dari aluminium hidroksida dengan dehydroxylating

dengan cara yang menghasilkan bahan yang sangat berpori, bahan ini dapat

memiliki luas permukaan signifikan lebih dari 200 meter persegi / g. Senyawa ini

digunakan sebagai pengering dan sebagai filter fluoride, arsenik dan selenium

dalam air minum. Alumina aktif terbuat dari aluminium oksida (alumina, Al2O3),

(5)

yang sangat tinggi untuk rasio berat, karena banyak "terowongan seperti"

pori-pori.

Gambar 2.3 Alumina Aktif

Table 2.1 Sifat alumina aktif [18]

Fisik

Luas Permukaan 320 m2 / grm ( minimal )

Total Volume Pori - Pori 0.50 CC / grm

Kapasitas adsorptive ( R.H 60% ) 22% ( dari berat )

Pengausan 0.2% ( dari berat )

Pengausan akibat gesekan 99.6% ( dari berat )

Kepadatan 47lbs/ft3 ( 753 kgs/m3 )

Ukuran

1/16”, 1/8”, 3/16”, 1/4'”

1.5mm, 3mm, 5mm,

6mm

2.2.2 Pembuatan Alumina Aktif

Aluminium oksida adalah sebuah senyawa kimia dari aluminium dan

oksida, dengan rumus kimia Al2O3. Nama mineralnya adalah alumina, dan dalam

bidang pertambangan, kramik dan teknik material senyawa ini lebih banyak

disebut dengan nama alumina

Proses pemurnian bauksit dilakukan dengan metode Bayer dan hasil akhir

adalah alumina. Secara alami, aluminium oksida terdapat dalam bentuk kristal

corundum. Batu mulia rubi dan sapphire tersusun atas corundum dengan

(6)

Aluminium oksida, atau alumina, merupakan komponen utama

dalam bauksit bijih aluminium yang utama.

Pabrik alumina terbesar di dunia adalah Alcoa, Alcan, dan Rusal.

Perusahaan yang memiliki spesialisasi dalam produksi dari aluminium oksida dan

aluminium hidroksida misalnya adalah Alcan dan Almatis. Bijih bauksit terdiri

dari Al2O3, Fe2O3, and SiO2 yang tidak murni. Campuran ini dimurnikan terlebih

dahulu melalui Proses Bayer:

Al2O3 + 3H2O + 2NaOH + panas → 2NaAl(OH)4

Fe2O3 tidak larut dalam basa yang dihasilkan, sehingga bisa dipisahkan

melalui penyaringan. SiO2 larut dalam bentuk silikat Si(OH)62-. Ketika cairan

yang dihasilkan didinginkan, terjadi endapan Al(OH)3, sedangkan silikat masih

larut dalam cairan tersebut. Al(OH)3 yang dihasilkan kemudian dipanaskan

2Al(OH)3 + panas → Al2O3 + 3H2O

Al2O3 yang terbentuk adalah alumina. Pada 1961,perusahaan General

Electric mengembangkan Lucalox, alumina transparan yang digunakan

dalam lampu natrium. Pada Agustus 2006, ilmuwan Amerika Serikat yang bekerja

untuk 3M berhasil mengembangkan teknik untuk membuat alloy dari aluminium

oksida dan unsur-unsur lantanida, untuk memproduksi kaca yang kuat, yang

disebutalumina transparan. Aloi adalah campuran dua atau lebih unsur pada

komposisi tetap tertentu yang mana juzuk utamanya adalah logam.

Tahapan pemurnian aluminium bisa dilihat pada gambar 10.

Pertama-tama bauksit dicampur dengan larutan kimia seperti kaustik soda. Campuran

tersebut kemudian dipompa ke tabung tekan dan kemudian dilakukan pemanasan.

Proses selanjutnya dilakukan penyaringan dan diikuti dengan proses penyemaian

untuk membentuk endapan alumina basah (hydrated alumina). Alumina basah

kemudian dicuci dan diteruskan dengan proses pengeringan dengan cara

memanaskan sampai suhu 1200 oC. Hasil akhir adalah partikel-partikel alumina

(7)

Gambar 2.4 Diagram proses pembuatan alumina[16]

2.2.3 Kegunaan Alumina Aktif

Alumina aktif digunakan untuk berbagai macam aplikasi adsorben dan

katalis termasuk adsorpsi katalis dalam produksi polyethylene , dalam produksi

hidrogen peroksida , sebagai adsorben selektif untuk bahan kimia, termasuk

arsenik , fluoride , dalam penghapusan belerang dari aliran gas ( Claus proses

Catalyst ) .

Alumina aktif juga banyak digunakan untuk menghilangkan fluoride dari

air minum . Di AS , ada program luas untuk fluoridate air minum . Namun , di

daerah tertentu , seperti daerah Jaipur India , ada cukup fluoride dalam air

menyebabkan fluorosis . Filter alumina aktif dapat dengan mudah mengurangi

kadar fluoride dari 0,5 ppm sampai kurang dari 0,1 ppm . Jumlah fluoride

kehabisan dari air yang disaring tergantung pada berapa lama air benar-benar

menyentuh media filter alumina . Pada dasarnya , semakin alumina di filter,

semakin sedikit fluoride bias mencapai akhir , air disaring . Suhu air yang lebih

rendah , dan air pH rendah ( air asam ) akan disaring lebih efektif juga. pH yang

ideal untuk pengobatan adalah 5.5 yang memungkinkan sampai tingkat

penghapusan 95 % .

(8)

Refrigeran adalah zat yang mengalir dalam mesin pendingin (refrigerasi)

atau mesin pengkondisian udara (AC). Zat ini berfungsi untuk menyerap panas

dari benda atau udara yang didinginkan dan membawanya kemudian

membuangnya ke udara sekeliling di luar benda/ruangan yang didinginkan.

Berdasarkan jenis senyawanya, refrigeran dapat dikelompokan menjadi 7

kelompok yaitu sebagai berikut:

1. Kelompok refrigeran senyawa halokarbon.

Kelompok refrigeran senyawa halokarbon diturunkan dari hidrokarbon

(HC) yaitu metana (CH4), etana (C2H6), atau dari propana (C3H8) dengan

mengganti atom-atom hidrogen dengan unsur-unsur halogen seperti khlor (Cl),

fluor (F), atau brom (Br). Jika seluruh atom hidrogen tergantikan oleh atom Cl

dan F maka refrigeran yang dihasilkan akan terdiri dari atom khlor, fluor dan

karbon. Refrigeran ini disebut refrigeran chlorofluorocarbon (CFC). Jika hanya sebagian saja atom hidrogen yang digantikan oleh Cl dan atau F maka refrigeran

yang terbentuk disebut hydrochlorofluorocarbon (HCFC). Refrigeran halokarbon

yang tidak mengandung atom khlor disebut hydrofluorocarbon (HFC).

2. Kelompok refrigeran senyawa organik cyclic.

Kelompok refrigeran ini diturunkan dari butana. Aturan penulisan nomor

refrigeran adalah sama dengan cara penulisan refrigeran halokarbon tetapi

ditambahkan huruf C sebelum nomor. Contoh dari kelompok refrigeran ini adalah:

1. R-C316 C4Cl2F6 1,2-dichlorohexafluorocyclobutane

2. R-C317 C4ClF7 chloroheptafluorocyclobutane

3. R-318 C4F8 octafluorocyclobutane

3. Kelompok refrigeran campuran Zeotropik.

Kelompok refrigeran ini merupakan refrigeran campuran yang bisa terdiri

dari campuran refrigeran CFC, HCFC, HFC, dan HC. Refrigeran yang terbentuk

merupakan campuran tak bereaksi yang masih dapat dipisahkan dengan cara

(9)

4. Kelompok refrigeran campuran Azeotropik.

Kelompok refrigeran Azeotropik adalah refrigeran campuran tak bereaksi

yang tidak dapat dipisahkan dengan cara destilasi. Refrigeran ini pada konsentrasi,

tekanan dan temperatur tertentu bersifat azeotropik, yaitu mengembun dan

menguap pada temperatur yang sama, sehingga mirip dengan refrigeran tunggal.

Namun demikian pada kondisi (konsentrasi, temperatur atau tekanan) yang lain

refrigeran ini bisa saja menjadi bersifat zeotropik.

5. Kelompok refrigeran senyawa organik biasa

Kelompok refrigeran ini sebenarnya terdiri dari unsur C, H dan lainnya.

Namun demikian cara penulisan nomornya tidak dapat mengikuti cara penomoran

refrigeran halokarbon karena jumlah atom H nya jika ditambah dengan 1 lebih

dari 10 sehingga angka kedua pada nomor refrigeran menjadi dua digit. Sebagai

contoh butana (C4H10), jika dipaksakan dituliskan sesuai dengan cara penomoran

refrigeran halokarbon, maka refrigeran ini akan bernomor R-3110, sehingga akan

menimbulkan kerancuan..

6. Kelompok refrigeran senyawa anorganik.

Kelompok refrigeran ini diberi nomor yang dimulai dengan angka 7 dan

digit selanjutnya menyatakan berat molekul dari senyawanya. Contoh dari

refrigeran ini adalah:

7. Kelompok refrigeran senyawa organik tak jenuh.

Kelompok refrigeran ini mempunyai nomor empat digit, dengan

menambahkan angka kempat yang menunjukkan jumlah ikatan rangkap didepan

(10)

2.3.1 Metanol ( CH3OH)

Untuk terjadinya suatu proses pendinginan diperlukan suatu bahan yang

mudah dirubah bentuknya dari gas menjadi cair atau sebaliknya. Adapun

properties Metanol dapat dilihat seperti tabel berikut ini.

Tabel 2.2 Properties Metanol[15]

Properties Metanol

Massa jenis

Le

787 kg/m3, cair

1100 kJ/kg

–97,7 °C

64.5 °C

Flammable (F), Toxic (T)

Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus. Metanol merupakan bentuk

berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar,

dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan dari pada

Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan

sebagai bahan aditif bagi etanol industri. [15]

Gambar 2.5 Metanol ( CH3OH)

Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme

(11)

beberapa hari uap metanol tersebut akan

sinar [15]

2.3.2 Etanol

Etanol disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau

alkohol saja adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak

berwarna, dan merupakan alcohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan

sehari – hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada

minuman beralkohol dan thermometer modern. Etanol adalah salah satu obat

rekreasi yang paling tua.

Etanol termasuk ke dalam alcohol rantai tunggal, dengan rumus kimia

C2H5OH dan rumus empiris

dimetil etil. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan

singkatan dari gugus etil (C2H5). [15]

Gambar 2.6 Alkohol Cair/Etanol ( C2H5OH)

Fermentasi gula menjadi etanol merupakan salah satu reaksi organic paling

awal yang pernah dilakuan manusia. Efek dari konsumsi etanol yang

memabukkan juga telah diketahui sejak dulu. Pada zaman modern, etanol yang

ditujukan untuk kegunaan industri dihasilkan dari produk sampingan pengilangan

(12)

Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia

yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada

parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah

pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia

lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar.

2.3.3 Amonia

Amonia adalah

didapati berupa

amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaa

sendiri adalah senyaw

amonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusaka

bahkan Sekalipun amonia diatur sebagai gas tak mudah terbakar,

amonia masih digolongkan sebagai baha [15]

Gambar 2.7 Amonia Cair (NH3)

2.3.4 Musicool

Refrigeran hidrokarbon merupakan refrigeran alternatif jangka panjang

refrigeran CFC/HCFC. Dua keunggulaan penting yang dimilikinya adalah ramah

lingkungan dan karakteristik termodinamika yang handal sehingga meningkatkan

kinerja dan menghemat konsumsi energi sistem refrigerasi secara aman.

Musicool adalah refrigeran dengan bahan dasar hidrokarbon alam

(13)

dirancang sebagai alternatif pengganti refrigeran sintetik yang masih memiliki

potensi merusak alam.

Gambar 2.8 MC-134

Musicool telah memenuhi persyaratan teknis sebagai refrigeran. Dari hasil

pengujian menunjukan bahwa dengan beban pendinginan yang sama Musicool

memiliki keunggulan-keunggulan dibanding refrigeran sintetik, diantaranya

beberapa parameter memberikan indikasi data lebih kecil, seperti: kerapatan

bahan (density), rasio tekanan kondensasi terhadap evaporasi, dan nilai viskositasnya, sedangkan beberapa parameter lain memberikan indikasi data lebih

besar, seperti: efek refrigerasi, COP, kalor laten, dan konduktivitas bahan.

Perhatikan tabel sifat fisika dan termodinamika Musicool di bawah ini.

Tabel 2.3 Sifat Fisika dan Thermodinamika[13]

No Parameter MC-12 MC-22 MC-134

1. Normal boiling point, °C -32,90 -42,05 -33,98

2. Temperatur kritis, °C 115,5 96,77 113,8

3. Tekanan kritis, Psia 588,6 616,0 591,8

4. Panas jenis cairan jenuh pada 37,8° C,kJ/kgK 2,701 2,909 2,717

5. Panas jenis uap jenuh pada 37,8 ° C, kJ/ kgK 2,003 2,238 2,014

6. Tekanan cairan jenuh pada 37,8 °C, Psia 134,4 188,3 139,4

(14)

8. Kerapatan uap jenuh pada 37,8°C (kg/m³) 17,12 28,53 17,76

Hidrokarbon dapat terbakar bila berada di dalam daerah segitiga api yaitu

tersedianya: hidrokarbon, udara dan sumber api. Jika salah satu dari ketiga faktor

tersebut tidak terpenuhi maka proses kebakaran tidak akan tejadi. Hal ini

mengakibatkan tidak akan terjadi kebakaran di dalam sistem refrigerasi karena

tidak adanya udara (tekanan sistem refrigerasi lebih tinggi dari tekanan atmosfer).

Hidrokarbon termasuk kelompok refrigeran A3, yaitu refrigeran tidak

beracun yang mempunyai batas nyala bawah (Low Flammability Limit/LFL) kurang dari 3,5%. Hidrokarbon dapat terbakar jika berada di antara ambang batas

nyala 2-10% volume. Bila konsentrasi hidrokarbon di udara kurang dari 2% maka

tidak cukup hidrokarbon untuk terjadinya pembakaran, demikian juga bila

konsentrasinya di atas 10% karena oksigen tidak cukup untuk terjadinya

pembakaran. [13]

2.4 Keamanan Refrigeran

Refrigeran dirancang untuk digunakan pada ruangan tertutup atau tidak

bercampur dengan udara luar. Jika ada kebocoran karena sesuatu hal yang tidak

diinginkan, maka refrigeran ini akan keluar sistem dan bisa saja terhirup oleh

manusia. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka refrigeran harus

dikategorikan aman atau tidak aman. Ada dua faktor yang digunakan untuk

mengklasifikasikan refrigeran bedasarkan keamanan, yaitu bersifat racun dan

mudah terbakar.

Berdasarkan toxicity, refrigeran dapat dibagi dua kelas, yaitu kelas A bersifat tidak beracun pada konsentrasi yang ditetapkan dan kelas B jika bersifat

racun. Batas yang digunakan untuk mendefinisikan sifat racun atau tidak adalah

sebagai berikut. Refrigeran dikategorikan tipe A jika pekerja tidak mengalami

gejala keracunan meskipun bekrja lebih dari 8 jam/hari (40 jam/minggu) di

lingkungan yang mengandung konsentrasi refrigeran sama atau kurang dari 400

(15)

Berdasarkan sifat mudah terbakar, refrigeran dapat dibagi atas 3 kelas,

kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Yang disebut kelas 1 jika mudah terbakar jika diuji

pada tekanan 1 atm (101 kPa) temperatur 18,3oC. Kelas 2 jika menunjukkan

keterbakaran yang rendah saat konsentrasinya lebih dari 0,1 kg/m3 pada 1 atm dan

temperatur 21,1oC atau kalor pembakarannya kurang dari 19 MJ/kg. Kelas 3

sangat mudah terbakar. Refrigeran ini akan terbakar jika konsentrasinya kurang

dari 0,1 kg/m3 ataun kalor pembakarannya lebih dari 19 MJ/kg.

Berdasarkan defenisi ini, sesuai dengan standar 34-1997. Refrigeran

diklasifikasikan menjadi 6 kategori.

1. A1 : sifat racun rendah dan tidak terbakar.

2. A2 : Sifat racun rendah dan sifat terbakar rendah.

3. A3 : Sifat racun rendah dan mudah terbakar.

4. B1 : sifat racunlebih tinggi dan tidak terbakar.

5. B2 : sifat racun lebih tinggi dansifat terbakar rendah.

6. B3 : sifat racun lebih tinggi dan mudah terbakar.

2.5 Kalor (Q)

Kalor adalah salah satu bentuk energi yang dapat mengakibatkan

perubahan suhu. Pada abad ke 19 berkembang teori bahwa kalor merupakan fluida

ringan, yang dapat mengalir dari suhu tinggi ke suhu rendah, jika suatu benda

mengandung banyak kalor, maka suhu benda itu tinggi (panas). Sebaliknya, jika

benda itu mengandung sedikit kalor, maka dikatakan benda itu bersuhu rendah

(dingin). Kuantitas energi kalor (Q) dihitung dalam satuan joules (J). Laju aliran kalor dihitung dalam satuan joule per detik (J/s) atau watt (W). Laju aliran energi

ini juga disebut daya, yaitu laju dalam melakukan usaha

2.5.1 Kalor Laten

Suatu bahan biasanya mengalami perubahan temperatur bila terjadi

perpindahan kalor antara bahan dengan lingkungannya. Pada suatu situasi tertentu,

aliran kalor ini tidak merubah temperaturnya. Hal ini terjadi bila bahan mengalami

(16)

struktur kristal (zat padat). Energi yang diperlukan disebut kalor transformasi.

Kalor yang diperlukan untuk merubah fasa dari bahan bermassa m adalah

QL = Le m ... (2.1) Dimana :

QL = Kalor laten zat (J)

Le = Kapasitas kalor spesifik laten (J/kg)

m = Massa zat (kg)

2.5.2 Kalor sensibel

Tingkat panas atau intensitas panas dapat diukur ketika panas tersebut

merubah temperatur dari suatu subtansi. Perubahan intensitas panas dapat diukur

dengan termometer. Ketika perubahan temperatur didapatkan, maka dapat

diketahui bahwa intensitas panas telah berubah dan disebut sebagai panas

sensible. Dengan kata lain, kalor sensibel adalah kalor yang diberikan atau yang

dilepaskan oleh suatu jenis fluida sehingga temperaturnya naik atau turun tanpa

menyebabkan perubahan fasa fluida tersebut.

Qs = m Cp∆T ... (2.2) Dimana:

Qs = Kalor sensible (J)

Cp = Kapasitas kalor spesifik sensible (J/kg.K)

∆T = Beda temperature (K)

2.5.3 Perpindahan Panas

Panas hanya akan berpindah jika ada perbedaan temperatur, yaitu dari

sistem yang bertemperatur tinggi ke sistem bertemperatur rendah. Perbedaan

temperatur ini mutlak diperlukan sebagai syarat terjadinya perpindahan panas.

Selama ada perbedaan temperatur antara dua sistem maka akan terjadi

perpindahan panas. Mekanisme perpindahan panas yang terjadi dapat

dikategorikan atas 3 jenis yaitu: konduksi, konveksi dan radiasi

(17)

Perpindahan panas dari partikel yang lebih panas ke partikel yang lebih

dingin sebagai hasil dari interkasi antara partikel tersebut. Karena partikelnya

tidak berpindah, umumnya konduksi terjadi pada medium padat, tetapi bisa juga

cair dan gas. Perpindahan panas di sini terjadi akibat interaksi antara partikel

tanpa diikuti perpindahan partikelnya. Perhatikan gambar di bawah ini.

Gambar 2.9 Perpindahan Panas Konduksi Melalui Sebuah Plat

Secara matematik, untuk plat datar seperti gambar di atas ini, laju

perpindahan panas konduksi dirumuskan dengan persamaan:

𝑄 = 𝑘𝐴∆𝑇

∆𝑥. . . (2.3) Atau sering dirumuskan dengan persamaan berikut ini.

𝑄= 𝑘𝐴𝑑𝑇

𝑑𝑥 . . . (2.4) Dimana:

(18)

x = panjang (m)

k = daya hantar (konduktivitas) (W/m.K)

2. Konveksi

Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas antara permukaan

padat yang berbatasan dengan fluida mengalir. Fluida di sini bisa dalam fasa cair

atau fasa gas. Syarat utama mekanisme perpindahan panas konveksi adalah

adanya aliran fluida. Perhatikan gambar di bawah ini.

Gambar 2.10 Perpindahan Panas Konveksi dari Permukaan Pelat

Secara matematik perpindahan panas konveksi pada permukaan pelat rata

dapat dirumuskan dengan persamaan berikut ini.

Qh = hA(Ts-Tf) ... (2.5) Dimana:

h = koefesien konveksi (W/m2K)

A = luas penampang perpidahan panas (m2)

Ts= Temperatur permukaan

Tf = Temperatur fluida

3. Radiasi

Qc

Aliran Udara

Aliran Udara

(19)

Perpindahan panas radiasi adalah panas yang dipindahkan dengan cara

memancarkan gelombang elektromagnetik. Berbeda dengan mekanisme konduksi

dan konveksi, radiasi tidak membutuhkan medium perpindahan panas. Sampainya

sinar matahari ke permukaan bumi adalah contoh yang jelas dari perpindahan

panas radiasi.

Persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung laju perpindahan

panas radiasi antara permukaan pelat (gambar 2.8) dan lingkungannya adalah:

Qr= eσAT4 ...(2.6) Dimana σ : konstanta Boltzmann: 5,67 x 10-8 W/m2 K4

e : emisivitas (0 ≤ e ≤ 1)

T = Temperatur (K)

4. Konveksi Natural

Jika aliran fluida terjadi secara alami, sebagai akibat perpindahan panas

yang terjadi. Konveksi ini disebut konveksi natural atau kadang disebut konveksi

bebas dalam bahasa Inggris disebut natural convection atau free convection. Pada kasus konveksi natural pada bidang horizontal panjang yang

digunakan menghitung bilangan RaL adalaha panjang karakteristik yang

didefenisikan dengan persamaan:

𝐿= 𝐴

𝐾. . . (2.7)

Dimana A menyatakan luas bidang horizontal dan K adalah keliling.

Dengan menggunakan panjang karakteristik (L) ini bilangan RaL dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan berikut (2.8).

RaL = 𝑔𝛽

(𝑇𝑠−𝑇𝑙)𝐿3

𝑣2 𝑃𝑟...(2.8)

Pola konveksi natural pada permukaan horizontal diperlihatkan seperti

(20)

Gambar 2.11 Konveksi Natural pada Bidang Horizontal (tipe a)

Persamaan untuk menghitung Nu seperti gambar di atas (bidang

horizontal) dapat digunakan yang diajukan oleh Llyod Moran (1974):

Untuk 104 < RaL < 107 :

Nu = 0,54R𝑎𝐿0,25...(2.9)

Untuk 107 < RaL < 109

Nu = 0,15R𝑎𝐿1/3...(2.10)

Jika polanya ditunjukkan seperti gambar di bawah ini, yaitu fluida panas akan terdesak dari permukaan yang panas dan mengalir ke sebelah luar. Untuk mengisi kekosongan akibat aliran ini maka fluida dibawahnya akan mengalir ke atas.

Gambar

Gambar 2.1 Siklus Dasar Refrigerasi Adsorpsi
Gambar 2.2 Diagram Clayperon pada Sistem Pendingin Siklus Adsorpsi[8]
Gambar 2.3 Alumina Aktif
Gambar 2.4 Diagram proses pembuatan alumina[16]
+7

Referensi

Dokumen terkait

Proses adsorpsi menghasilkan efek pendinginan yang terjadi pada botol labu yang kedua, dimana pada tekanan rendah panas dari lingkungan diserap untuk menguapkan adsorbat

Proses adsorpsi meghasilkan efek pendinginan yang terjadi pada botol labu kedua, dimana pada tekanan rendah panas dari lingkungan diserap untuk menguapkan adsorbat (Gambar 2.5b)

Proses adsorpsi meghasilkan efek pendinginan yang terjadi pada botol labu kedua, dimana pada tekanan rendah panas dari lingkungan diserap untuk menguapkan adsorbat (Gambar 2.2b)

Penyebab hal ini terjadi adalah pada saat melakukan penvakuman, tekanan di adsorber jauh lebih rendah dibandingkan dengan tekanan pada masuk evaporator yaitu

pendinginan yang terjadi pada botol labu kedua, dimana pada tekanan rendah. panas dari lingkungan diserap untuk menguapkan adsorbat

Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu adsorpsi fisika yang disebabkan oleh gaya Van Der dan secara kimia (terjadi reaksi antara zat yang diserap dengan adsorben). Apabila

Proses adsorpsi meghasilkan efek pendinginan yang terjadi pada botol labu kedua, dimana pada tekanan rendah panas dari lingkungan diserap untuk menguapkan adsorbat (Gambar 2.5b)

Proses adsorpsi menghasilkan efek pendinginan yang terjadi pada botol labu yang kedua, dimana pada tekanan rendah panas dari lingkungan diserap untuk menguapkan adsorbat