• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA KOMPONEN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN ADSORPSI DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI 3D SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISA KOMPONEN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN ADSORPSI DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI 3D SKRIPSI"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)ANALISA KOMPONEN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN ADSORPSI DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI 3D. SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik. DISUSUN OLEH:. ANTHONY TANNADY 110401139. DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(2) ABSTRAK. Energi surya merupakan energi terbesar di muka bumi, di Indonesia sendiri energi surya dapat dimanfaatkan ke berbagai hal. Berdasarkan data penyinaran matahari yang dihimpun dari 18 lokasi di Indonesia, radiasi surya di Indonesia untuk Kawasan Barat Indonesia (KBI) mencapai 4,5 kWh/m2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 10%, sementara itu untuk Kawasan Timur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Dengan demikian Energi surya tersebut dimanfaatkan sebagai sumber energi utama pada mesin pendingin siklus adsorpsi untuk menghasilkan efek pendinginan. Objek simulasi pada penelitian ini adalah evaporator dengan menggunakan software ansys 15.0 dan dimodelkan dengan software 3D CAD. Evaporator diisi dengan 5 liter metanol dan air yang akan didinginkan adalah sebanyak 6 liter. Simulasi dilakukan selama 30 menit awal prosess desorpsi yaitu dari jam 17.30 WIB sampai 18.00 WIB waktu aktual pengujian. Hasil simulasi yang didapat adalah temperatur air terendah yang dapat pada adalah sebesar 19,79 ℃ tekanan 12665 Pa, dengan ralat sebesar 7,21% dari hasil praktek. Efisiensi evaporator yang dihitung secara teoritis adalah sebesar 57,292% dan memiliki ralat terhadap praktek adalah sebesar 5,21%. Koefisien preformansi siklus secara teoritis adalah sebesar 0,039.. Kata kunci: energi surya, mesin pendingin, adsorpsi, evaporator, 3D, simulasi. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(3) ABSTRACT. Solar Energy is the biggest energy on the earth, solar enegy in Indonesia can be utilized for variety of things. Based on solar radiation data collected from 18 locations in Indonesia, solar radiation for West Indonesia area has reached 4,5 kWh/m2 /day with monthly variation about 10%, while East Indonesia area has reached about 5,1 kWh/m2 /day with monthly variation about 9%. Therefore, the solar energy can be utilized as the main source of energy for the adsorption refrigeration cycle cooling machine to produce cooling effect. The simulation object of this research is evaporator, which simulated with Ansys 15.0 and modeled with 3D CAD software. Evaporator is filled with 5 litres of methanol, and 6 liters of chilled water. This simulation simulated 30 minutes of desorption which start from 5.30 p.m to 6.00 p.m GMT+7 actual research time. The lowest chilled water temperature get from this simulation is about 19,79 ℃ at 12665 Pa pressure, and have an error presentage about 7,21% compared with the actual experiment. Theoretical efficiency of the evaporator is about 57,292% and have an error presentage about 5,21% compared with the actual experiment. Coefficient of Preformance from this cycle is 0,039.. Keyword: solar energy, cooling machine, adsorption, evaporator, 3D, simulation. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(4) KATA PENGANTAR. Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik pada waktunya. Penulisan Skripsi ini merupakan salah satu syarat bagi mahasiswa S-1 untuk dapat menyelesaikan pendidikan agar memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun Tugas Akhir yang dipilih merupakan bidang Teknik Pendingin dengan judul “ANALISA KOMPONEN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN ADSORPSIDENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI 3D”. Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat banyak dukungan dan masukan ide dari beberapa pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Bapak Tulus Burhanuddin Sitorus, ST., MT., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam pengujian dan penyusunan laporan skripsi, serta memberikan bahan-bahan referensi kepada penulis. 2. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, selaku Ketua Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Ir. M. Syahril Gultom, MT., selaku Sekertaris Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara. 4. Seluruh staf pengajar dan staf tata usaha Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara, yang telah membantu dan melengkapi segala keperluan dalam pengerjaan laporan ini. 5. Kepada kedua orang tua saya tercinta Andreal Tan dan Tan A Hun yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan baik secara moril maupun materi kepada penulis dengan kasih sayang.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(5) 6. Rekan satu tim penelitian, Efsartua Butarbutar, Daniel C Sibarani, dan John Piter Simanjuntak atas kerja sama yang keras dalam melakukan pengujian dan penyelesaian skripsi 7. Kepada teman saya Herry Gozali, S.Kom serta teman lainnya yang tidak terucapkan satu per satu atas dukungan yang telah diberikan. 8. Seluruh teman-teman mahasiswa Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara angkatan 2011 yang memberikan semangat serta solusi kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama penyelesaian skripsi ini. Akhir kata, Penulis juga berharap skripsi ini dapat bermafaat kedepannya, sebagai referensi untuk meningkatkan penelitian terhadap sistem pendingin adsorbsi ketahap yang lebih lanjut. Jika ada kesalahan pada penulisan dan penyusunan skripsi dapat diberi masukan melalui email. penulis yaitu. anthonytannady@yahoo.com. Terimakasih.. Medan,. Desember 2016. Penulis,. Anthony Tannady NIM. 110401139. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(6) DAFTAR ISI. ABSTRAK ........................................................................................................... i ABSTRACT ......................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii DAFTAR ISI ........................................................................................................ v DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………..viii DAFTAR TABEL…………………………………………………………….....x DAFTAR SIMBOL…………………………………………………………….xi BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah …………………………………………………2 1.3. Batasan Masalah................................................................................. 2 1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................... 3 1.5. Manfaat Penelitian ............................................................................. 3 1.6. Sistematika Penulisan ........................................................................ 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 5 2.1. Teori Umum Adsorpsi ........................................................................ 5 2.1.1. Jenis-jenis Adsorpsi .................................................................. 5 2.1.1.1. Adsorpsi Fisika ............................................................. 5 2.1.1.2. Adsorpsi Kimia ............................................................. 6 2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Adsorpsi .................. 6 2.1.2.1. Jenis Adsorbat ............................................................... 6 2.1.2.2. Suhu .............................................................................. 7 2.1.2.3. Tekanan Adsorbat ......................................................... 7 2.1.2.4. Karakteristik Adsorben ................................................. 7. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(7) 2.1.3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Adsorpsi ......... 8 2.1.4. Isoterm Adsorpsi ....................................................................... . 9 2.2. Sistem Refrigerasi Adsorpsi ............................................................... . 9 2.3. Adsorben ............................................................................................. 12 2.3.1. Jenis-jenis Adsorben ............................................................... 12 2.3.1.1.Adsorben Tidak Berpori (Non-Porous Sorbent) ............ 12 2.3.1.2.Adsorben Berpori( Porous Sorbents) ............................. 12 2.3.2. Kriteria Adsorben untuk Menjadi Adsorben Komersil ........... 13 2.4. Karbon Aktif sebagai Adsorben .......................................................... 14 2.5. Methanol sebagai Adsorbat ................................................................. 16 2.6. Studi Literatur Jurnal Internasional ..................................................... 17 2.7. Kalor (Q) …………………………………………………………… 22 2.7.1 Kalor Laten …………………………………………………… 22 2.7.2 Kalor Sensibel ……………………………………………….. 23 2.7.3 Perpindahan Kalor …………………………………………… 24 2.8. Computational Fluid Dynamics (CFD) ............................................... 29 2.8.1 Penggunaan CFD …………………………………………….. 29 2.8.2 Manfaat CFD ………………………………………………… 30 2.8.3 Metode Diskritisasi CFD …………………………………….. 31 2.8.4 Heat Conduction Equation…………………………………… 32 2.8.5 Energy Equation……………………………………………… 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 37 3.1. Objek Penelitian …………………………………………………….. 37 3.2. Waktu dan Tempat ............................................................................... 38 3.3. Alat dan Bahan ..................................................................................... 38 3.3.1. Perangkat keras (Hardware) ..................................................... 38 3.3.2. Perangkat lunak (Software)....................................................... 39 3.4.Diagram Alir Simulasi.......................................................................... 40 3.4.1 Studi Literatur …………………………………………………. 41 3.4.2 Eksperimen dan Pengumpulan Data …………………………... 41 3.4.3 Simulasi Secara CFD …………………………………………. 41. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(8) 3.4.4 Analisa Data …………………………………………………... 42 3.4.5 Penarikan Kesimpulan ………………………………………… 42 3.5. Skema Pengujian ................................................................................. 42. BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN.......................................... 44 4.1. Desain 3D Evaporator ......................................................................... 44 4.2. Kondisi Batas dan Meshing pada Software Ansys 15.0 ...................... 45 4.3.Analisa pada Software Ansys 15.0 ...................................................... 46 4.3.1 Hasil Analisa pada Software Ansys 15.0 ………………..…….. 46 4.3.1.1 Analisa Kontur Fasa ………………………………….. 46 4.3.1.2 Analisa Kontur Temperatur …………………………... 47 4.3.1.3 Analisa Kontur Tekanan ……………………………… 49 4.4.Grafik Perbandingan Hasil Eksperimen dan Hasil Simulasi ............... 51 4.5. Perhitungan Teoritis Kondensor dan Evaporator ............................... 52 4.5.1. Kondensor .................................................................................. 52 4.5.2. Evaporator .................................................................................. 56 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 62 5.1. Kesimpulan ........................................................................................ 62 5.2. Saran ................................................................................................... 63 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..xiii LAMPIRAN…………………………………………………………………….xv. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(9) DAFTAR GAMBAR. Nomor. Judul. Halaman. 2.1.. Siklus Dasar Refrigerasi Adsorpsi ............................................... 9. 2.2.. Diagram Clayperon Ideal Sistem Pendingin Siklus Adsorpsi .... 11. 2.3.. Jenis-jenis adsorben ..................................................................... 14. 2.4.. Karbon Aktif ................................................................................ 16. 2.5.. Methanol Pro Analisys ................................................................. 18. 2.6.. Komponen utama siklus adsorpsi……………………………….. 19. 2.7. Prinsip kerja mesin pendingin siklus adsorpsi……………………. 21. 2.8.. Perpindahan panas pada kolektor surya ………………………..... 25. 2.9. Diagram Heat Conduction pada sistem …………………………. . 33. 3.1.. 3D Modeling Evaporator dengan software 3D CAD. .................. 38. 3.2.. Laptop .......................................................................................... 39. 3.3.. Diagram Alir Simulasi ................................................................ .. 40. 3.4.. Skema Pengujian Mesin Pendingin Adsorpsi……………………… 42. 4.1.. Dimensi Evaporator (dalam mm)................................................ ..… 44. 4.2.. Tampak 3D Evaporator pada Ansys 15.0… ............................... … 45. 4.3.. Model 3D Mesh Evaporator pada Ansys 15.0……………………... 45. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(10) 4.4.. Kontur fasa methanol liquid awal………………………………….. 46. 4.5.. Hasil Analisa Kontur Fasa Methanol Liquid pada menit ke-30 …….. 47. 4.6.. Hasil Analisa Kontur Fasa Methanol Liquid pada menit ke-30 (Potongan) …………………………………………………………… 47. 4.7.. Kontur Suhu Air pada menit ke-30 ………………………………… 47. 4.8.. Kontur Suhu pada menit ke-30 (Potongan) ………………………... 48. 4.9.. Kontur Tekanan pada menit ke-30 ............................................. … . 49. 4.10.. Kontur Tekanan pada menit ke-30 (Potongan) ……………………. 49. 4.11.. Plot hasil temperature pada tengah-tengah methanol-liquid … .. ….. 50. 4.12.. Plot hasil temperature pada tengah-tengah methanol-vapour………… 50. 4.13.. Grafik Simulasi vs Analisa ......................................................... ….. 51. 4.14.. Kotak Insulasi Evaporator …………………………………………. 56. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(11) DAFTAR TABEL. Nomor. Judul. Halaman. 2.1.. Sifat Metanol ................................................................................ 17. 2.2.. Korelasi empiris bilangan Nusselt rata-rata yang terjadi ………. 27. 3.1.. Input dan Output Simulasi ........................................................... 43. 4.1.. Data insulasi evaporator ………………………………………….. 57. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(12) DAFTAR SIMBOL. Simbol. Keterangan. Satuan. Qs. Kalor sensible. J. m. Massa zat. Cp. Panas jenis zat. J/kgoC. Le. Panas laten zat. J/kg. ΔT. Beda temperature. K. Konduktivitas termal. A. Luas bidang. m2. Δx. Tebal material. m. qcond. Laju perpindahan panas konduksi. W. qconv. Laju perpindahan panas konveksi. W. Ts. Temperatur permukaan. o. C. T∞. Temperatur lingkungan. o. C. mr. Massa refrigeran (metanol). kg. Vr. Volume refrigeran (metanol). Liter. xr. Ketinggian permukaan methanol. Cm. hsg. Panas laten methanol. Tw. Temperatur air. H. Koefisien Konveksi. W/m2.K. U. Koefisien perpindahan panas menyeluruh. W/m2oC. P. Tekanan. kg. o. C. W/moC. kJ/kg o. C. Pa. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(13) Nu. Bilangan Nusselt. . Spesifik Volum. Kg/m3. 𝜇. Viskositas Dinamik. N.s/m2. 𝛽. Koefisien Ekspansi. K-1. Pr. Bilangan Prandtl. Gr. Bilangan Grashof. Ra. Bilangan Rayleigh. ∑ 𝑅𝑡ℎ QL. Tahanan Termal Keseluruhan Kapasitas Kalor Penguapan Metanol. o. C/W J. h. Entalpi. kJ/kg. s. Entropi. kJ/kg.K. 𝜂. Efisiensi. %. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(14) BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Fenomena pasokan lisktrik defisit di Indonesia terutama di Sumatera Utara telah dialami selama bertahun-tahun, salah satu faktor pengguna energi listrik paling besar adalah dibidang pendinginan udara. Konsumsi energi listrik untuk pendingin dan pengkondisian udara pada gedung - gedung komersial di kota - kota besar Indonesia dapat mencapai 60%. Oleh karena itu, salah satu solusi yang dikembangkan saat ini adalah renewable energy dengan menggunakan energi surya. Indonesia berada di daerah katulistiwa yaitu 60 LU – 110LS, dimana lintasan semu matahari tidak berubah sepanjang tahun. Maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari rata - rata 10 – 12 jam dalam sehari. Menurut data putih energi Indonesia tahun 2006, diperkirakan rata – rata intesitas radiasi matahari yang jatuh pada wilayah permukaan pulau – pulau di Indonesia sekitar 4,8 kWh/m2 setiap harinya.[1] Energi ini dapat dimanfaatkan dalam bentuk listrik langsung (fotovoltik) dan juga dalam bentuk termal. Pemanfaatan energi surya dapat digunakan untuk beberapa aplikasi, seperti pengeringan dan pendingin (solar cooling). Dari kedua fakta di atas, kebutuhan akan pendingin yang cukup besar dan potensi energi surya yang cukup besar, menjadi latar belakang penelitian ini. Tema besar penelitian adalah menangkap energi radiasi surya dalam bentuk termal dan memanfaatkannya untuk menghasilkan pendinginan (refrigerasi). Oleh karena itu pada alat yang digunakan dibutuhkan alat (Alat Penukar Kalor) yang. mampu. untuk. mengkonversi. energi. termal. tersebut,. dan. memanfaatkan siklus termodinamika yaitu siklus adsorpsi. Sementara, penelitian dan perkembangan adsorbsi memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu Untuk mengurangi. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(15) waktu yang dibutuhkan dalam pengembangan dan mengurangi biaya pengembangan diperlukan teknologi simulasi. Karena melibatkan aliran fluida, bidang CFD (Computational Fluid Dynamics) dapat digunakan untuk membantu pemodelan proses adsorbsi. Akhir-akhir ini, CFD semakin banyak digunakan untuk melakukan analisa pemodelan simulasi. Program CFD merupakan salah satu teknologi simulasi yang dapat digunakan untuk melakukan penelitian dalam menganalisis permasalahan pada proses adsorpsi.. 1.2 Perumusan Masalah Mesin pendingin siklus adsorpsi mempunyai 3 komponen utama, yaitu kolektor, kondensor, dan evaporator. Kolektor sekaligus bertindak sebagai absorber dan solar kolektor. Kolektor ini berisi adsorben dan merupakan tempat terjadinya proses adsorpsi dari refrijeran. Pasangan adsorben dan refrijeran yang umum digunakan adalah karbon aktif dan metanol. Dapat dikatakan komponen ini adalah bagian yang paling penting dari mesin ini. [2]. Dalam skripsi ini, permasalahan yang akan diselesaikan adalah sebagai berikut : 1. Memodelkan evaporator menggunakan software CAD 3D dan mensimulasikan pedinginan pada air menggunakan software ansys 15.0. 2. Membandingkan hasil simulasi dan teoritis dengan hasil penelitian yang telah diteliti.. 1.3 Batasan Masalah. Dalam penelitian ini, penulis membatasi masalah pada : 1. Analisa evaporator menggunakan Software ansys 15.0. 2. Kondisi simulasi yang dilakukan adalah transient. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(16) 3. Kondisi yang disimulasikan adalah selama setengah jam dimulai dari jam 17:30 sampai 18:00 sore, pada saat terjadinya prosess penguapan absorbat. 4. Permodelan evaporator menggunakan software CAD 3D.. 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari simulasi ini adalah : 1. Mengetahui berapa suhu air terendah pada simulasi dan ralatnya dibandingkan dengan eksperimen. 2. Mengetahui terjadinya perubahan fasa yang ditandai dengan berubahya volume fasa methanol-liquid pada evaporator. 3. Mengetahui effisiensi evaporator dari segi teoritis serta ralatnya dibandingkan dengan eksperimen.. 1.5 Manfaat Penelitian. Manfaat penulisan skripsi ini adalah : 1. Aspek keilmuan dan akademis Penelitian. ini. berhubungan. dengan. mata. kuliah. Computational Fluid Dynamic (CFD) serta Perpindahan Panas I dan II, sehingga dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang luas bagi peneliti seta mengembangkan pengetahuan dibidang desalinasi.. 2. Aspek praktek dan implementasi Berfokus pada permodelan kasus pengeringan pada software CFD yang kemudian dibandingkan dengan hasil eksperimen.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(17) 3. Analisa dengan menggunakan software akan menghemat biaya penelitian. apabila. dibandingkan. dengan. menggunakan. peralatan yang akan menghabiskan biaya lebih mahal.. 1.6 Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh, sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penulisan serta sistematika penulisan.. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menjelaskan teori-teori yang mendukung dan menjadi pedoman dalam penyusunan skripsi.. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini membahas mengenai metode pelaksanaan penelitian, tempat, bahan dan alat serta prosedur simulasi yang digunakan dalam penelitian. BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISA Bab ini membahas mengenai data yang diperoleh dari hasil simulasi dan perbandingan data pengujian dengan analisa numerik hasil simulasi.. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini membahas mengenai kesimpulan yang diperoleh dari pengujian skripsi dan saran-saran yang diperlukan untuk memperbaiki hasil penelitian selanjutnya.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(18) BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Teori Umum Adsorpsi Kemampuan benda padat yang berpori untuk mengadsopsi volume gas dalam ukuran yang besar telah ditemukan pada abad ke-18 ditemukan oleh eksperimen yang dilakukan oleh Scheele dan Fontana [3]. Tetapi aplikasi pemisahan dan pemurnian dari prosess industri dalam ukuran besar baru dipraktekkan dalam beberapa tahun belakangan ini. Praktek adsorpsi mengunakan karbon aktif atau silica gel serta zeolite sintetis sebagai adsorbent telah dipakai secara luas pada akhir tahun 1950. 2.1.1. Jenis – Jenis Adsorpsi Berdasarkan Interaksi molekular antara permukaan adsorben dengan adsorbat, adsorpsi dibagi menjadi 2 yaitu : 2.1.1.1. Adsorpsi Fisika Adsorpsi Fisika terjadi karena adanya gaya Van der Waals. Pada adsorpsi fisika, gaya tarik menarik antara molekul fluida dengan molekul pada permukaan padatan (Intermolekuler) lebih kecil dari pada gaya tarik menarik antar molekul fluida tersebut sehingga gaya tarik menarik antara adsorbat dengan permukaan adsorben relatif lemah pada adsorpsi fisika, adsorbat tidak terikat kuat dengan permukaan adsorben sehingga adsorbat dapat bergerak dari suatu bagian permukaan ke permukaan lainnya dan pada permukaan yang ditinggalkan oleh adsorbat tersebut dapat digantikan oleh adsorbat lainnya. Keseimbangan antara. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(19) permukaan padatan dengan molekul fluida biasanya cepat tercapai dan bersifat reversibel. Adsorpsi fisika memiliki kegunaan dalam hal penentuan luas permukaan dan ukuran pori.. 2.1.1.2. Adsorpsi Kimia Adsorpsi kimia terjadi karena adanya ikatan kimia yang terbentuk antara molekul adsorbat dengan permukaan adsorben. Ikatan kimia dapat berupa ikatan kovalen/ion. Ikatan yang terbentuk kuat sehingga spesi aslinya tidak dapatditentukan. Karena kuatnya ikatan kimia yang terbentuk maka adsorbat tidak mudah terdesorpsi. Adsorpsi kimia diawali dengan adsorpsi fisik dimana adsorbat mendekat kepermukaan adsorben melalui gaya Van der Waals/ Ikatan Hidrogen kemudian melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia yang biasa merupakan ikatan kovalen .[4]. 2.1.2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Daya Adsorpsi Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi daya adsorpsi yaitu : 2.1.2.1. Jenis Adsorbat •. Ukuran molekul adsorbat, Ukuran molekul adsorbat yang sesuai merupakan hal yang penting agar proses adsorpsi dapat terjadi, karena molekul-molekul yang dapat diadsorpsi adalah molekul-molekul yang diameternya lebih kecil atau sama dengan diameter pori adsorben.. •. Kepolaran zat, Adsorpsi lebih kuat terjadi pada molekul yang lebih polar dibandingkan dengan molekul yang kurang polar pada kondisi diameter yang sama. Molekul-molekul yang lebih polar dapat menggantikan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(20) molekul-molekul yang kurang polar yang telah lebih dahulu teradsorpsi . Pada kondisi dengan diameter yang sama, maka molekul polar lebih dahulu diadsorpsi. 2.1.2.2. Suhu Molekul-molekul. adsorbat. menempel. pada. permukaan. adsorben. terjadi. pembebasan sejumlah energi sehingga adsorpsi digolongkan bersifat eksoterm. Bila suhu rendah maka kemampuan adsorpsi meningkat sehingga adsorbat bertambah. 2.1.2.3. Tekanan Adsorbat Bila tekanan adsorbat pada adsorpsi fisika meningkat maka jumlah molekul adsorbat akan bertambah namun pada adsorpsi kimia jumlah molekul adsorbat akan berkurang bila tekanan adsorbat meningkat. 2.1.2.4. Karakteristik Adsorben Ukuran pori dan luas permukaan adsorben merupakan karakteristik penting adsorben. Ukuran pori berhubungan dengan luas permukaan, semakin kecil ukuran pori adsorben maka luas permukaan semakin tinggi. Sehingga jumlah molekul yang teradsorpsi akan bertambah. Selain itu kemurnian adsorben juga merupakan karakterisasi yang utama dimana pada fungsinya adsorben yang lebih murni yang lebih diinginkan karena kemampuan adsorpsi yang baik.. 2.1.3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Adsorpsi. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(21) •. Temperatur, Oleh karena proses adsorpsi adalah proses yang eksotermis, maka adsorpsi akan berkurang pada temperatur lebih tinggi. Jika terdapat reaksi antara kontaminan yang teradsorpsi dan permukaan adsorben antara 2 atau lebih kontaminan kimia tersebut maka laju reaksinya akan meningkat pada temperatur yang lebih tinggi.. •. Kelembapan, Uap air mudah diadsorpsi oleh jenis adsorben polar sehingga kelembapan. yang. tinggi. dapat. mempengaruhi. dan. mengurangi. kemampuan adsorben tersebut untuk mengadsorpsi kontaminan. •. Laju Alir Pengambilan Sampel, Jika terlalu tinggi laju alir dapat mengurangi efisiensi adsorpsi. •. Adanya Kontaminan Lain, Adanya kontaminan lain dapat mengurangi efisiensi adsorpsi karena adanya kompetisi antar kontaminan tersebut pada bagian adsorpsi. Reaksi antar senyawaan juga mungkin terjadi, sehingga diperoleh hasil konsentrasi yang lebih rendah yang seharusnya.. •. Adsorpsi Zat Terlarut oleh Zat Padat, Penyerapan zat dari larutan, mirip dengan penyerapan gas oleh zat padat. Penyerapan bersifat selektif yang diserap hanya zat terlarut oleh pelarut. Bila didalam suatu larutan terdapat 2 buah zat ataupun lebih maka zat yang satu akan diserap lebih kuat dibanding zat yang lain. Zat yang dapat menurunkan tegangan permukaan maka lebih kuat diserap. Makin kompleks zat terlarut makin kuat diserap oleh adsorben. Makin tinggi temperatur, maka makin kecil daya serap. Namun pengaruh temperatur tidak sebesar pada adsorpsi gas. [5]. •. 2.1.4. Isoterm Adsorpsi. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(22) Isoterm adsorpsi adalah hubungan kesetimbangan antara konsentrasi dalam fase fluida dan konsentrasi di dalam partikel adsorben pada suhu tertentu. Ada beberapa isoterm adsorpsi yang diketahui seperti model isoterm Langmuir, Freundlich dan juga model isoterm Brunauer, Emmet, dan Teller (BET). 2.2. Sistem Pendinginan Adorbsi Gambar 2.1 Siklus Dasar Refrigerasi Adsorpsi[6]. Pada kondisi awal sistem berada pada tekanan dan temperatur rendah, adsorben memiliki konsentrasi refrigeran yang tinggi dan vessel lain terdapat refrigeran dalam bentuk gas (gambar a). Vessel yang terdapat adsorben dipanaskan yang mengakibatkan naiknya temperatur dan tekanan sistem sehingga kandungan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(23) adsorbat yang ada di dalam adsorben berkurang atau menguap. Proses berkurangnya kandungan adsorbat pada adsorben pada kasus ini disebut desorpsi. Refrigeran yang terdesorpsi kemudian terkondensasi sebagai cairan di dalam labu kedua dengan dikeluarkannya panas ke lingkungan dimana tekanan dan temperatur sistem masih tinggi (gambar b). Pemanasan pada labu pertama dihentikan, lalu pada botol labu yang pertama terjadi perpindahan panas ke lingkungan sehingga tekanan sistem menjadi rendah. Tekanan sistem yang rendah menyebabkan adsorbat cair pada botol labu yang kedua menguap dan terserap ke botol pertama yang berisi adsorben. Proses terserapnya adsorbat ke adsorben pada kasus ini disebut adsorpsi. Proses adsorpsi menghasilkan efek pendinginan yang terjadi pada botol labu kedua, dimana pada tekanan rendah panas dari lingkungan diserap untuk menguap adsorbat (d) sampai sistem kembali ke kondisi awal.. Siklus mesin pendingin adsorpsi dapat digambarkan pada diagram Clayperon berikut ini.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(24) Gambar 2.2 Diagram Clayperon pada Sistem Pendingin Siklus Adsorpsi[2] Prosess pemanasan (prosess 1-2) dan prosess desorbsi (prosess 2-3) adalah stengah dari prosess keseluruhan dan prosess pendinginan (prosess 3-4) dan prosess adsorbs (prosess 4-1) adalah prosess yag terjadi pada saat terjadinya siklus Adsorpsi. Pada prosess pemanasan, adsorben menerima panas dari matahari dan meningkatkan panas pada adsorbent dan adsorbat adalah prosess pemanasan isoteric pada konsentrasi adsorbat = xmax. Ketika tekanan pada adsorben mencapai tekanan pada kondensor, uap adsorbat akan berpindah ke kondensor dan mengalami prosess kondensasi, maka konsentrasi dari adsorbat akan turun hingga minimumnya xmin. Pada akhir dari prosess desorbsi, siklus ini akan dilanjutkan dengan pendinginan kolektor, prosess pendinginan isoteric (prosess 3-4). Kemudian adsorbat yang telah berbentuk cair akan turun hingga evaporator, dimana dia akan mengalami prosess penguapan dengan menggunakan panas lingkungannya yaitu air. Pada akhirnya air akan mengalami pendinginan dan menjadi es sebahagian atau seluruhnya, setelah itu adsorbent akan mengadsorpsi uap adsorbent yang mengalir dari evaporator pada tekanan evaporator, ditandai dengan prosess 4-1 [2]. 2.3. Adsorben Adsorben merupakan bahan yang sangat berpori dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding-dinding pori atau pada letak-letak tertentu di dalam partikelnya. Karena pori-porinya biasa kecil maka luas permukaan dalam mencapai beberapa orde besaran lebih besar dari permukaan luar dan bisa sampai 2000 m2/gr. Dalam kebanyakan hal komponen yang diadsorpsi melekat. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(25) sedemikian kuat sehingga memungkinkan pemisahan komponen itu secara menyeluruh dari fluida tanpa terlalu banyak adsorpsi terhadap komponen lain. 2.3.1. Jenis – jenis Adsorben 2.3.1.1. Adsorben Tidak Berpori (Non-Porous Sorbent) Adsorben tidak berpori dapat diperoleh dengan cara presipitasi deposit kristalin seperti BaSO4 atau penghalusan padatan kristal. Luas permukaan spesifiknya kecil tidak lebih dari 10 m2 /g dan umumnya antara 0,1 s/d 1 m2/g. Adsorben yang tidak berpori seperti filter karet (rubber filters) dan karbon hitam bergrafit (graphitized Carbon Black) adalah jenis adsorben tidak berpori yang telah mengalami perlakuan khusus sehingga luas permukaannya dapat mencapai ratusan m2/g. 2.3.1.2. Adsorben Berpori( Porous Sorbents) Luas permukaan spesifik dsorben berpori berkisar antara 100 s/d 1000 m2/g. Biasanya digunakan sebagai penyangga katalis, dehidrator, dan penyeleksi komponen. Adsorben ini umumnya benbentuk granular. Klasifikasi pori menurut International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC) adalah : • Pori-pori berdiameter kecil (Mikropores d < 2 nm ) • Pori-pori berdiameter sedang ( Mikropores 2 < d <50 nm) • Pori-pori berdiameter besar ( Makropores d > 50 nm ) 2.3.2. Kriteria Adsorben untuk Menjadi Adsorben Komersil Kriteria yang harus dipenuhi suatu adsorben untuk menjadi adsorben komersial adalah :. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(26) 1. Memiliki. permukaan. yang. besar/unit. massanya. sehingga. kapasitas adsorpsinya akan semakin besar pula 2. Secara alamiah dapat berinteraksi dengan adsorbat pasangan 3. Ketahanan struktur fisik yang tinggi 4. Mudah diperoleh, harga tidak mahal, tidak korosif dan tidak beracun 5. Tidak ada perubahan volume yang berarti selama proses adsorpsi Mudah dan ekonomis untuk diregenerasi. Beberapa jenis adsorben berpori yang telah digunakan secara komersial antara lain karbon aktif, zeolit, silika gel, alumina aktif. Seperti pada gambar di bawah ini :. Gambar 2.3 Jenis-jenis adsorben[7]. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(27) 2.4. Karbon Aktif Sebagai Adsorben Karbon aktif secara komersial diketahui pertama kali karena penggunaannya sebagai topeng uap pada perang dunia I. Namun, pada abad ke-15 sudah diketahui bahwa karbon hasil dekompresiasi kayu dapat menyingkirkan bahan berwarna dari pada abad ke-17. Penerapan secara komersil arang kayu digunakan dalam sebuah pabrik gula di Inggris. Karbon aktif merupakan adsorben terbaik dalam sistem adsorpsi. Ini dikarenakan arang aktif memiliki luas permukaan yang besar dan daya adsorpsi yang tinggi sehingga pemanfaatannya dapat optimal. Karbon aktif yang baik harus memiliki luas permukaan yang besar sehingga daya adsorpsinya juga besar. Luas permukaan karbon aktif umumnya berkisar antara 300–3000 m2/g dan ini terkait dengan struktur pori pada karbon aktif tersebut. Karbon aktif adalah material berpori dengan kandungan karbon 87%-97% dan sisanya berupa hidrogen, oksigen, sulfur, dan material lain. Karbon aktif merupakan karbon yang telah diaktivasi sehingga terjadi pengembangan struktur pori yang bergantung pada metode aktivasi yang digunakan. Struktur pori menyebabkan ukuran molekul teradsorpsi terbatas, sedangkan bila ukuran partikel tidak masalah, kuantitas bahan yang diserap dibatasi oleh luas permukaan karbon aktif. Perbedaan antara arang dan arang aktif adalah pada bagian permukaannya. Bagian permukaan arang masih ditutupi oleh deposit hidrokarbon yang menghalangi keaktifannya, sementara bagian permukaan arang aktif relatif bebas dari deposit dan permukaannya lebih luas serta pori–pori yang terbuka sehingga dapat melakukan penyerapan.. Kemampuan adsorpsi arang aktif tidak hanya. bergantung pada luas permukaannya saja tetapi juga struktur dalam pori-pori. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(28) arang aktif, karakteristik permukan dan keberadaan grup fungsional pada permukaan pori. Pada saat pemilihan karbon aktif yang dipakai untuk aplikasi, ada beberapa spesifikasi yang perlu diperhatikan : 1. Kekerasan karbon aktif Penggunaaan karbon aktif sebagai penyaringan air, maka kekerasan karbon aktif, atau kuatnya karbon aktif terhadap abrasi sangat berpengaruh pada hasil penyaringan. 2. Densitas karbon aktif Densitas karbon aktif yang paling bagus adalah yang paling rendah, dimana dengan semakin kecil nilai densitas karbon aktif tersebut maka semakin banyak dan semakin rapat karbon aktif yang dipakai untuk memenuhi satu wadah dibandingkan dengan karbon aktif yang memiliki densitas yang tinggi. 3. Kadar iodine Kadar iodine adalah suatu nilai yang sangat penting dilihat pada saat pemilihan untuk aplikasi adsorbsi, kadar iodine menunjukan seberapa besar pori-pori berukuran mikro yang terdapat dalam karbon aktif tersebut, atau total permukaan dalam karbon aktif. Untuk aplikasi adsorbsi ini penulis menggunakan karbon aktif dengan nilai iodine menengah. [15]. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(29) Gambar 2.4 Karbon Aktif. 2.5. Metanol Sebagai Adsorbat Untuk terjadinya suatu proses pendinginan diperlukan suatu bahan yang mudah menguap ataupun berubah dari gas menjadi cair atau sebaliknya. Adapun sifat metanol dapat dilihat seperti tabel berikut ini. Tabel 2.1. Sifat Metanol [7] No. Sifat Metanol. Nilai Sifat Metanol. 1. Massa Jenis (cair). 787 Kg/m3. 2. Titik Lebur. -97.7 oC. 3. Titik Didih. 64,5 oC. 4. Klasifikasi EU. Flamamable (F), Toxic (T). 5. Panas Laten Penguapan (Le). 1100 kJ/kg. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(30) Metanol merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Pada keadaan atmosfer metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan additif bagi etanol industri. Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri. Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah beberapa hari, uap metanol tersebut akanteroksidasi oleh oksigendengan bantuan sinar matahari menjadi karbon dioksida dan air. [4]. Gambar 2.5 Methanol Pro Analisys. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(31) 2.6. Studi Literatur Jurnal Internasional Sistem pendinginan dengan menggunakan konsep siklus adsorpsi ini telah menarik minat para peneliti dan mengalami peningkatan sejak tahun 1990an karena sistem ini murah, ramah lingkingan dan mudah digunakan sebagai sistem pendingin, pembuatan es, pengawetan makanan dan penyimpanan vaksin.[2] Sistem ini bergantung pada suatu material solid yang berongga yang dapat mengadsorpsi dan mendesorbsi uap dari refrigerant pada kondisi tertentu. Siklus adsorbs ini mebutuhkan suatu lapisan adsorbent yang diletakan didalam kolektor surya untuk mendesorbsi refrigerant dalam siang hari dan melakukan adsorpsi pada refrigerant pada malam hari sehingga evaporator dapat menjadi dinggin dan dapat menghasilkan es. Pada siklus adsorpsi ini, medium yang digunakan sebagai pengadsorpsi (adsorbent) dapat dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu adsorpsi fisik (physical adsorption) dan adsorpsi kimia (chemical adsorption). Adsorpsi fisik disebabkan oleh gaya Van de Walls antara molekul adsorben dan adsorbat. Karena memiliki porositas yang tinggi, adsorben ini dapat menyerap adsorbat dan menempatkannya dalam celah - celahnya. Sementara adsorpsi kimia disebabkan oleh reaksi kimia antara adsorben dan adsorbat. Transfer elektron, pembentukan dan pemutusan ikatan kimia selalu terjadi pada adsorpsi kimia . Adsorbent fisik yang umum digunakan pada pendingin adsorpsi adalah karbon aktif (activated carbon), karbon aktif fiber (activated carbon fiber), silica gel, dan zeloit. Khusus untuk adsorben karbon aktif dibuat dari material yang banyak mengandung karbon antara lain dari kayu, batubara, limbah penyulingan minyak, dan cangkang kelapa.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(32) Gambar 2.6 Komponen utama siklus adsorpsi. Sebagai langkah awal telah dilakukan studi literatur hasil - hasil penelitian tentang mesin pendingin siklus adsorpsi khusunya yang menggunakan pasangan karbon aktif dan metanol telah dipublikasikan secara international. Sistem mesin pendingin siklus adsorpsi terdiri dari kolektor yang sekaligus bertindak sebagai generator, kondensor, dan evaporator. Komponen dari siklus ini dapat dilihat pada gambar 1 dan gambar 2 yang menjelaskan prinsip kerja proses desorpsi dan adsorpsi. Di dalam kolektor ini dimuat karbon aktif yang massa optimumnya menurut adalah sebesar 20 – 26 kg/m2. Kolektor ini harus tertutup, tidak tembus udara luar dan memiliki pipa penghubung yang menjadi laluan refrigeran masuk dan keluar dari generator. Karbon aktif akan menyerap uap refrigeran, uap ini akan menempati celah - celah kosong di antara karbon aktif dengan fasa hampir cair.. Karbon aktif yang mengandung metanol ini jika dipanaskan dengan. menggunakan sinar matahari, maka temperatur dan tekanannya akan naik. Kondisi ini akan membuat uap refrigeran pada suhu dan tekanan tinggi akan terlepas dari. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(33) adsorben dimana prosesnya disebut adsorpsi. Uap refrigeran ini akan mengaliri kondensor dan karena pendinginan uap akan berubah menjadi cair dan terakumalasi di evaporator. Proses ini akan berlangsung selama adanya energi panas dan sinar matahari. Pada malam hari atau jika adsorber ditutup, temperatur dan tekanan generator akan turun. Pada kondisi ini karbon aktif siap untuk menyerap metanol kembali. Kondisi ini akan membuat metanol yang ada di evaporator menguap dan diserap oleh karbon aktif dan proses ini disebut adsorpsi.. Gambar 2.7 Prinsip kerja mesin pendingin siklus adsorpsi Proses evaporasi metanol ini akan menyerap kalor dari air sebesar kalor latennya. Proses ini akan membuat air yang berada di evaporator akan berubah. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(34) menjadi es. Pada hari berikutnya proses akan berulang kembali. Dengan menggunakan siklus adsorpsi, penelitian yang menggunakan pasangan karbon aktif dan metanol sebagai refrigeran yang digerakkan oleh energi matahari telah banyak dilakukan dan dilaporkan dalam beberapa jurnal ilmiah. Pons dan Guillminot [8] merupakan pelopor penelitian di bidang ini, mereka melakukan perancangan dan pengujian mesin pembuat es yang digerakkan tenaga matahari. Kolektor yang digunakan adalah tipe plat datar dengan luas bidang penyerapan 6 m2 yang mengandung 130 kg karbon aktif. dan metanol sebagai refrigeran. sebanyak 18 kg. Pada kondisi sinar matahari yang baik dan lokasi pengujian ada di daerah Orsay, Francis, mereka mengklaim dapat menghasilkan 30 – 35 kg es per hari. Li dkk[9] melakukan pengujian performansi dan analisis mesin pembuat es dengan menggunakan solar kolektor tipe dua plat datar dengan metanol sebagai refrigeran. Pengujian dilakukan di laboratorium dan sinar matahari disimulasikan dengan menggunakan lampu quartz. Dengan total radiasi dan lampu sebesar 28 30 MJ dapat dihasilkan 7 – 10 kg es. Khattab [10], melakukan penelitian di cairo (300 latitute), juga menggunakan pasangan karbon aktif (produk lokal) dan metanol dan melakukan modifikasi pada kolektor. Hasil yang didapatkan adalah 6,9 kg es/m2 pada musim dingin dan 9,4 kg es/m2 pada musim panas. Li dkk melakukan pengembangan mesin pembuat es tanpa menggunakan katup. Kolektornya adalah tipe plat datar dengan luas 1 m2 dan mengandung 19 karbon aktif yang diproduksi di China. Dengan kapasitas penyinaran sebesar 18 – 22 MJ/m2 didapatkan es sebanyak 5 kg.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(35) 2.7 Kalor (Q) Kalor adalah energi yang berpindah yang mengakibatkan perubahan temperatur [12]. Pada abad ke-19 berkembang teori bahwa kalor merupakan fluida ringan yang dapat mengalir dari suhu tinggi ke suhu rendah, jika suatu benda mengandung banyak kalor, maka suhu benda itu tinggi (panas). Sebaliknya, jika benda itu mengandung sedikit kalor, maka dikatakan benda itu bersuhu rendah (dingin). Kuantitas energi kalor (Q) dihitung dalam satuan joules (J). Laju aliran kalor dihitung dalam satuan joule per detik (J/s) atau watt (W). Laju aliran energi ini juga disebut daya, yaitu laju dalam melakukan usaha. 2.7.1. Kalor Laten. Suatu bahan biasanya mengalami perubahan temperatur bila terjadi perpindahan kalor antara bahan dengan lingkungannya. Pada suatu situasi tertentu, aliran kalor ini tidak merubah temperaturnya. Hal ini terjadi bila bahan mengalami perubahan fasa. Misalnya padat menjadi cair, cair menjadi uap dan perubahan struktur kristal (zat padat) [12]. Energi yang diperlukan disebut kalor transformasi. Kalor yang diperlukan untuk merubah fasa dari bahan bermassa m adalah: QL= Le m...................................................................................(2.1.) dimana : QL= Kalor laten (J) Le= Kapasitas kalor spesifik laten (J/kg) m = Massa zat (kg) 2.7.2. Kalor Sensibel. Tingkat panas atau intensitas panas dapat diukur ketika panas tersebut merubah temperatur dari suatu substansi. Perubahan intensitas panas dapat diukur dengan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(36) termometer. Ketika perubahan temperatur didapatkan, maka dapat diketahui bahwa intensitas panas telah berubah dan disebut sebagai kalor sensible. Dengan kata lain, kalor sensibel adalah kalor yang diberikan atau yang dilepaskan oleh suatu jenis fluida sehingga temperaturnya naik atau turun tanpa menyebabkan perubahan fasa fluida tersebut [12].. Qs = m Cp ΔT............................................................................(2.2.) dimana: Qs = Kalor sensible (J) Cp = Kapasitas kalor spesifik sensibel (J/kg.K) ΔT = Beda temperatur (K) 2.7.3. Perpindahan Kalor. Panas hanya akan berpindah jika ada perbedaan temperatur, yaitu dari sistem yang bertemperatur tinggi ke sistem bertemperatur rendah. Perbedaan temperatur ini mutlak diperlukan sebagai syarat terjadinya perpindahan panas. Selama ada perbedaan temperatur antara dua sistem maka akan terjadi perpindahan panas. Mekanisme perpindahan panas yang terjadi dapat dikategorikan atas 3 jenis yaitu: konduksi, konveksi dan radiasi. 1. Konduksi Konduksi adalah proses perpindahan panas yang mengalir melalui suatu bahan padat dari daerah yang bersuhu lebih tinggi ke daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam suatu medium (padat, cair atau gas). Peristiwa ini menyangkut pertukaran energi pada tingat molekuler. Pegamatan gejala fisika dan serentetan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(37) pemikiran telah menghasilkan laju aliran kalor untuk konduksi. Kepadatan aliran (flux) energi perpindahan kalor secara konduksi disebuah batangan padat, sebanding dengan beda suhu dan luas penampang serta berbanding terbalik dengan panjangnya [13]. Pengamatan dibuktikan dengan serentetan percobaan sederhana. Fourter telah memberikan sebuah model matematika untuk proses ini. Dalam hal satu dimensi, model matematikanya yaitu : 𝑑𝑇. 𝑞 = −𝑘. 𝐴. 𝑑𝑥 .........................................................................................(2.3.) dimana : q = Laju perpindahan panas (W) A = Luas penampang dimana panas mengalir (m2) 𝑑𝑇 𝑑𝑥. = Gradien suhu pada penampang, atau laju perubahan suhu T. terhadap jarak dalam arah aliran panas x (K) k = Konduktivitas termal bahan (W/m.K) Daya hantar termal merupakan suatu karakteristik dari bahan dan perbandingan K/l disebut hantaran (konduktivitas) yang ditentukan oleh struktur molekul bahan. Semakin rapat dan tersusun rapinya molekul-molekul yang umumnya terdapat pada logam akan memindahkan energi yang semakin cepatdibandingkan dengan susunan yang acak dan jarang yang pada umumnya terdapat terdapat pada bahan bukan logam. Bahan yang mempunyai konduktifitas termal yang tinggi dinamakan konduktor, sedangkan bahan yang konduktifitas termal rendah disebut isolator. Nilai angka konduktifitas termal menunjukan beberapa cepat kalor mengalir dalam bahan tertentu.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(38) Gambar 2.8. Perpindahan panas pada kolektor surya Peristiwa perpindahan konduksi pada mesin pendingin tenaga surya terjadi pada sisi-sisi kolektor yang diisolasi oleh rockwool, styrofoam,busa hitam dan kayu. Energi panas hilang (Qloss) dan berpindah dari ruang dalam kolektor menuju temperatur yang lebih dingin (temperatur lingkungan). 2.. Konveksi Perpindahan kalor konveksi bergantung pada konduksi antara permukaan. benda padat dengan fluida terdekat yang bergerak. Persamaan laju perpindahan panas secara konveksi secara umum: 𝑞 = ℎ𝐴(∆𝑇)..........................................................................................(2.4.) dimana: q = Laju perpindahan panas konveksi (W) h = koefisien pindahan panas konveksi (W/m2K) A = luas penampang (m2) ΔT = perubahan suhu (K) -. Konveksi Alami (Natural Convection). Konveksi jenis ini terjadi karena proses pemanasan yang menyebabkan fluida berubah densitasnya (kerapatannya) dan bergerak naik. Gerakan fluida dalam. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(39) konveksi bebas terjadi karena gaya buoyancy (apung) yang dialaminya apabila kerapatan fluida di dekat permukaan perpindahan kalor berkurang sebagai akibat proses pemanasan.[14] Bilangan Grashof merupakan perbandingan antara gaya buoyancy terhadap gaya viskositas fluida.. 𝐺𝑟𝐿 =. 𝑔𝛽(𝑇𝑆 −𝑇∞ )𝐿3𝐶 𝑣2. ...................................................................(2.5). dimana: g adalah percepatan gravitasi (m/s2); 𝛽 adalah koefisien ekspansi volume, 1/K (𝛽=1𝑇 untuk gas ideal); Ts adalah temperatur permukaan (oC); 𝑇∞ adalah temperatur fluida yang bergerak di sekitar permukaan (oC); Lc adalah karateristik panjang dari bentuk geometri (m); 𝜈 adalah viskositas kinematik (m2/s). Tabel 2.2. Korelasi empiris bilangan Nusselt rata-rata yang terjadi pada permukaan proses konveksi bebas[14].. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(40) Dari nilai Grashof dan Prandtl dapat dihitung nilai Rayleigh dengan rumus 2.6 untuk plat datar dan 2.7 untuk fin :. 𝑅𝑎𝐿 =. 𝑅𝑎𝐿 =. 𝑔𝛽(𝑇𝑠 −𝑇∞ )𝐿3 𝜗2. 𝑃𝑟 ……………………………………….(2.6). 𝐴 𝑔𝛽(𝑇𝑠 −𝑇∞ )( 𝑠 )3 𝑝. 𝜗2. 𝑃𝑟…………………………………….(2.7). Dimana As adalah luas seluruh perukaan fin, dan p adalah total perimeter atau panjang rusuk fin.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(41) 3.. Radiasi. Radiasi adalah proses perpindahan panas tanpa melalui media. Bila energi radiasi mengenai permukaan suatu bahan, maka sebagian akan dipantulkan (refleksi) , sebagian lagi akan diserap (absorbsi) dan sebagian lagi akan diteruskan (transmisi). Kebanyakan benda padat tidak bisa mentransmisikan radiasi thermal sehingga penerapan transmisivitas dianggap nol [14]. Energi yang diradiasikan dari suatu permukaan ditentukan dalam bentuk daya pancar (emissive power) yang secara termodinamika dapat dibuktikan bahwa daya pancar tersebut sebanding dengan pangkat empat dari temperatur absolutnya. Untuk radiator ideal, biasanya berupa benda hitam (black body). Persamaan untuk mencari perpindahan panas radiasi adalah sebagai berikut: 4 𝑞𝑟𝑎𝑑 = 𝜀 𝐴 𝜎(𝑇𝑠4 − 𝑇𝑠𝑢𝑟 )....................................................................(2.6.). dimana : qrad = laju perpindahan panas radiasi (W) ε = emisivitas bahan A = luas permukaan (m2) 𝜎 = kontanta Stefan – Boltzmann (5,67 x 10-8 W/m2K4) Ts = suhu permukaan (K) Tsur = suhu lingkungan (K) Penggunaan energi surya meliputi pengaturan kedudukan permukaan pengumpul (kolektor) pada berbagai sudut dengan bidang horizontal. Sementara pengukuran radiasi. pada. permukaan. horizontal. di. banyak. tempat. sudah. dilaksanakan,pemanasan pada permukaan miring harus dihitung. Lapisan luar. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(42) matahari yang disebut fotosfer memancarkan suatu spektrum radiasi yang kontiniu. 1. Luas permukaan benda yang bertemperatur, yang akan menentukan besar kecil jumlah pancaran yang akan dapat dilepaskan. 2. Sifat permukaan yang berhubungan dengan kemudahan memancarkan atau menyerap panas. 3. Kedudukan masing-masing permukaan satu terhadap yang lain akan menentukan besar fraksi pancaran yang dapat diterima oleh permukaan lain. 2.8 Computational Fluid Dynamics (CFD) Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah suatu cabang dari mekanika fluida yang menggunakan metode numerik untuk menyelesaikan dan menganalisa elemen-elemen yang akan disimulasikan. Pada proses ini, komputer diminta untuk menyelesaikan perhitungan-perhitungan numerik dengan cepat dan akurat. Prinsip kerja pada CFD adalah model yang akan kita simulasikan berisi fluida akan dibagi menjadi beberapa bagian atau elemen. Elemen-elemen yang terbagi tersebut merupakan sebuah kontrol perhitungan yang akan dilakukan oleh software selanjutnya elemen diberi batasan domain dan boundry condition. Prinsip ini lah yang banyak digunakan pada proses perhitungan dengan menggunakan bantuan komputasi. 2.8.1 Penggunaan CFD CFD dalam aplikasinya dipergunakan diberbagai bidang antara lain : 1. Pada bidang teknik a. Mendesain ruang atau lingkungan yang aman dan nyaman.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(43) b. Mendesain aerodinamis kendaraan agar menghemat konsumsi bahan bakar. c. Mendesain performa pembakaran pada piston kendaraan. 2. Pada bidang olahraga a. Menghitung kekuatan dan kecepatan pada tiap cara tendangan. pada. sepakbola. b. Menganalisa aerodinamis pada sepatu bola. 3. Pada bidang kedokteran. a. Menganalisa peredaran udara pada pasien yang mengalami penyakit sinusitis. 2.8.2 Manfaat CFD Terdapat tiga hal yang menjadi alasan kuat menggunakan CFD, yakni : 1. Insight-Pemahaman mendalam Ketika melakukan desain pada sebuah sistem atau alat yang sulit untukdibuat prototype-nya atau sulit untuk dilakukan pengujian, analisis CFD memungkinkan untuk menyelinap masuk secara virtual ke dalam alat/sistem yang akan dirancang tersebut.. 2. Foresight-Prediksi menyeluruh CFD adalah alat untuk memperidiksi apa yang akan terjadi pada alat/sistem, dan CFD dapat mengubah-ubah kondisi batas (variasi kondisi batas). 3. Efficiency-Efisiensi waktu dan biaya. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(44) Foresight yang diperoleh dari CFD sangat membantu untuk mendesain lebih cepat dan hemat uang. Analisis/simulasi CFD akan memperpendek waktu riset dan desain sehingga juga akan mempercepat produk untuk sampai pasaran. 2.8.3 Metode Diskritisasi CFD Secara matematis CFD mengganti persamaan-persamaan diferensial parsial dari kontinuitas, momentum dan energi dengan persamaan-persamaan aljabar linear.CFD merupakan pendekatan dari persoalan yang asalnya kontinum (memiliki jumlah sel tak terhingga) menjadi model yang diskrit (jumlah sel terhingga). Perhitungan/komputasi aljabar untuk memecahkan persamaanpersamaan diferensial parsial ini ada beberapa metode (metode diskritisasi), diantaranya adalah sebagai berikut :. 1. Finite Volume Method (FVM) Metode ini adalah pendekatan yang umum digunakan dalam CFD, persamaan yang mengatur diselesaikan melalui volume kontrol diskrit. Metode volume terbatas menyusun kembali persamaan diferensial parsial yang mengatur (biasanya persamaan Navier-Stokes) dalam bentuk konservatif, dan kemudian discretize persamaan baru.. 2. Finite Element Method (FEM) Digunakan dalam analisis struktural dari padatan, tetapi juga berlaku untuk cairan. Namun, formulasi FEM membutuhkan perawatan khusus untuk memastikan solusi konservatif. Perumusan FEM telah diadaptasi untuk digunakan dengan dinamika fluida yang mengatur persamaan.Meskipun FEM harus hati-hati. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(45) dirumuskan untuk menjadi konservatif, jauh lebih stabil dibandingkan dengan pendekatan volume terbatas.. 3. Finite Difference Method (FDM) Memiliki sejarah penting dan sederhana untuk program. Hal ini hanya digunakan dalam beberapa kode khusus. Modern Kode beda hingga menggunakan sebuah batas tertanam untuk menangani geometri yang kompleks, membuat kodekode yang sangat efisien dan akurat. Cara lain untuk menangani geometri termasuk penggunaan tumpang tindih grid, dimana solusinya adalah interpolated di jaringan masing-masing. Metode diskritisasi yang dipilih umumnya menentukan kestabilan dari program numerik/CFD yang dibuat atau program software yang ada. Oleh karenanya, diperlukan kehati-hatian dalam cara mendiskritkan model khususnya cara mengatasi bagian yang kosong atau diskontinu.. 2.8.4 Heat Conduction Equation Untuk mengetahui temperatur pada medium (padat, cair, gas dan combinasi fasa) karena distribusi temperatur terhadap perubahan posisi pada keadaan steady dan terhadap waktu pada keadaan transient adalah tujuan utama dari analisa konduksi. Setelah distribusi temperatur diketahui, maka heat flux pada setiap titik didalam maupun dipermukaan medium tersebut dapat diketahui dengan perhitungan menggunakan hokum Fourier. [11]. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(46) Gambar 2.9 Diagram Heat Conduction pada sistem. Ekspansi Taylor dari gambar diatas dapat ditulis : 𝑄𝑥+𝑑𝑥 = 𝑄𝑥 +. 𝜕𝑄𝑥 ∆𝑥 … … … … … … … … … 2.7𝑎) 𝜕𝑥. 𝑄𝑦+𝑑𝑦 = 𝑄𝑦 +. 𝜕𝑄𝑦 ∆𝑦 … … … … … … … … … 2.7𝑏) 𝜕𝑦. 𝑄𝑧+𝑑𝑧 = 𝑄𝑧 +. 𝜕𝑄𝑧 ∆𝑧 … … … … … … … … … 2.7𝑐) 𝜕𝑧. Inlet energy pada sistem tersebut adalah 𝐺∆𝑥∆𝑦∆𝑧, dan energi yang tersimpan dalam sistem adalah , dan energi yang tersimpan dalam sistem adalah 𝜌∆𝑥∆𝑦∆𝑧𝑐𝑝 𝜕𝑇 … … … … … … … … … 2.8) 𝜕𝑡 Maka dari kesetimbangan energi didapat Energi Inlet + Energi yang terbentuk = Energi yang tersimpan + Energi yang terbuang. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(47) Maka, 𝐺∆𝑥∆𝑦∆𝑧 + 𝑄𝑥 +𝑄𝑦 + 𝑄𝑧=. 𝜌∆𝑥∆𝑦∆𝑧𝑐𝑝 𝜕𝑇 + 𝑄𝑥+𝑑𝑥 + 𝑄𝑦+𝑑𝑦 + 𝑄𝑧+𝑑𝑧 . 2.9) 𝜕𝑡. Substitusi persamaan 1a,1b,1c pada persamaan 3, didapat −. 𝜕𝑄𝑦 𝜌∆𝑥∆𝑦∆𝑧𝑐𝑝 𝜕𝑇 𝜕𝑄𝑥 𝜕𝑄𝑧 ∆𝑥 − ∆𝑦 − ∆𝑧 + 𝐺∆𝑥∆𝑦∆𝑧 = … . .2.10) 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧 𝜕𝑡. Total perpindahan panas Q pada setiap sumbu adalah : 𝑄𝑥 = ∆𝑦∆𝑧 𝑞𝑥 = −𝑘𝑥 ∆𝑦∆𝑧. 𝜕𝑇 … … … .2.11𝑎) 𝜕𝑥. 𝑄𝑦 = ∆𝑥∆𝑧 𝑞𝑦 = −𝑘𝑦 ∆𝑥∆𝑧. 𝜕𝑇 … … … .2.11𝑏) 𝜕𝑦. 𝑄𝑧 = ∆𝑥∆𝑧 𝑞𝑧 = −𝑘𝑧 ∆𝑦∆𝑥. 𝜕𝑇 … … … .2.11𝑐) 𝜕𝑧. Substitusi persamaan 2.11a, 2.11b, 2.11c, pada persamaan 2.10 dan dibagi dengan volume ∆𝑥∆𝑦∆𝑧 didapat : 𝜕 𝜕𝑇 𝜕 𝜕𝑇 𝜕 𝜕𝑇 𝜕𝑇 [𝑘𝑥 ] + [𝑘𝑦 ] + [𝑘𝑧 ] + 𝐺 = 𝜌𝑐𝑝 … … 2.12) 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑧 𝜕𝑧 𝜕𝑡 Persamaan 6 merupakan konduksi panas transient dari sebuah sistem yang diam diekspresikan dalam koordinat kartesian, Konduktifitas thermal , k, dari persamaan diatas adalah vector, dan dapat ditulis dalam bentuk skalar jadi : 𝑘𝑥𝑥 𝑘 = [ 𝑘𝑦𝑥 𝑘𝑧𝑥. 𝑘𝑥𝑦 𝑘𝑦𝑦 𝑘𝑦𝑧. 𝑘𝑥𝑧 𝑘𝑦𝑧 ] … … 2.13) 𝑘𝑧𝑧. Persamaan 2.8 dan 2.13 digunakan untuk menyelesaikan permasalahan konduksi panas dalam kondisi material anisotropicdengan sebuah variasi arah dalam konduktifitas thermalnya. Pada beberapa material, persamaan konduksi panas dengan konduktifitas thermal konstan dapat ditulis :. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(48) 𝜕 2 𝑇 𝜕 2 𝑇 𝜕 2 𝑇 𝐺 1 𝜕𝑇 + + + = … … 2.14) 𝜕𝑥 2 𝜕𝑦 2 𝜕𝑧 2 𝑘 𝛼 𝜕𝑡 𝑘. Dimana 𝛼 = 𝑝𝑐. 𝑝. adalah diffusi thermal, merupakan parameter yang. penting dalam analisa konduktifitas panas transient. Untuk kondisi steady maka rumus 8 dapat dipersingkat menjadi 𝜕 2𝑇 𝜕 2𝑇 𝜕 2𝑇 + + = 0 … … 2.15) 𝜕𝑥 2 𝜕𝑦 2 𝜕𝑧 2 Untuk kondisi 1 dimensi, maka rumus 9) dapat dipersingkat lagi menjadi 𝑑 𝑑𝑇 (𝑘 ) = 0 … … 2.16) 𝑑𝑥 𝑑𝑥. 2.8.5 Energy Equation ANSYS Fluent menyelesaikan persamaan energi dengan rumus : 𝜕 (𝜌𝐸) + ∇. (𝑣⃑ (𝜌𝐸 + 𝑝)) = ∇. (𝑘𝑒𝑓𝑓 ∇𝑇 − ∑ ℎ𝑗 𝐽⃑𝑗 + (𝜏̿𝑒𝑓𝑓 . 𝑣⃑)) + 𝑆ℎ . . .2.17) 𝜕𝑡 𝑗. Dimana 𝑘𝑒𝑓𝑓 adalah effektivitas konduktif (k+𝑘𝑡 , dimana 𝑘𝑡 adalah konduktivitas thermal turbulent, didevinisikan tergantung model turbulensi yang dipakai), dan 𝐽⃗𝑗 adalah flux diffuse dari species j. Sebelah kanan persamaan diatas menyatakan transfer energi melalui konduksi, diffusi material, dan viscous dissipation. 𝑆ℎ termasuk dalam reaksi kimia, dan panas volumetric yang ditentukan pengguna. Dari rumus diatas : 𝐸 =ℎ−. 𝑝 𝑣2 + … … … … … … … … … … .2.18) 𝜌 2. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(49) Dimana entalpi sensibel dari h untuk gas ideal adalah : ℎ = ∑ 𝑌𝑗 ℎ𝑗 … … … … … … … … … .2.19) 𝑗. dan untuk incompressible flows adalah : 𝑝 ℎ = ∑ 𝑌𝑗 ℎ𝑗 + … … … … … … … … … … .2.20) 𝜌 𝑗. dimana 𝑌𝑗 adalah fraksi massa dari species j dan 𝑇. ℎ𝑗 = ∫. 𝑐𝑝 𝑗 𝑑𝑇 … … … … … … … … . .2.21). 𝑇𝑟𝑒𝑓. 𝑇𝑟𝑒𝑓 yang dipakai dalam menghitung sensible energi dikalkulasikan tergantung pada solver dan models yang digunakan. Untuk pressure-based solver 𝑇𝑟𝑒𝑓 adalah 298.15 K diluar dari PDF model yang dimana 𝑇𝑟𝑒𝑓 adalah ditentukan dengan input parameter dari pengguna. Untuk density-based solver 𝑇𝑟𝑒𝑓 adalah 0 K terkecuali ketika modeling species transport dengan reaksi dimana 𝑇𝑟𝑒𝑓 merupakan inputan untuk material.[11]. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(50) BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Analisa evaporator dilakukan secara simulasi 3D dengan menggunakan software ansys 15.0. Analisa simulasi evaporator dilakukan dengan menggunakan data-data seperti panas (heat source) yang berasal dari air dengan temperatur awal sebesar 299,32 K dan asumsi-asumsi seperti tekanan dibawah satu atm yaitu tekanan vakum sebesar 12,6 kPa yang diberikan pada evaporator. Analisa dilakukan untuk memperhatikan parameter perubahan fasa (volume fraction) cair menjadi uap, penyebaran temperatur yang terjadi pada evaporator. Hasil analisa yang didapat dibandingkan dengan hasil pengujian. 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang dipakai adalah komponen evaporator pada alat pendingin adsorpsi yang terletak di lantai IV Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara. Evaporator dicelupkan kedalam air sebanyak 6 Liter dan di buat dengan stainless steel bertebal 1mm, evaporator terdiri dari 2 bagian, yaitu methanol liquid dengan volume 5 Liter dibagian bawah dan methanol vapour dibagian atas, dengan tujuan untuk membentuk batas antara methanol liquid dan vapour sehingga dapat di lihat perubahan fasa yang terjadi.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(51) Gambar 3.1 3D Modeling Evaporator dengan software 3D CAD. 3.2 Waktu dan Tempat Simulasi evaporator berlokasi di Laboratorium Pusat Riset Sustainable Energi Gedung J20 Magister Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara. Waktu melakukan simulasi berlangsung selama 3 bulan dimulai dari tangal 27 Juni 2016. 3.3 Alat dan Bahan Jenis peralatan yang dibutuhkan untuk analisis evaporator adalah sebuah laptop dengan spesifikasi sebagai berikut : 3.3.1. Perangkat keras (Hardware) Dalam hal ini perangkat keras yang digunakan adalah laptop yang digunakan untuk melakukan simulasi fluent pada evaporator. a. Laptop Laptop yang digunakan memiliki spesifikasi sebagai berikut:. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(52) - Processor: Intel Core i5. - System: Windows 8 64 – bit. - RAM: 4 GB. - CPU : 3,40 GHz. Gambar 3.2 Laptop 3.3.2. Perangkat lunak (Software) Perankat lunak (software) yang digunakan untuk melakukan simulasi fluent pada evaporator ada 2 jenis yaitu : a. Software Berbasis 3D CAD. Software ini berfungsi untuk mendesain komponen-komponen evaporator, bagian metanol cair dan metanol uap dan kemudian digabungkan dengan cara assembly. b. Software ansys 15.0 Software ini digunakan untuk melakukan proses mesh dan menganalisis temperatur, tekanan serta volume fasa dari metanol pada komponen evaporator ini. Software ini juga dapat digunakan untuk menganalisa aliran fluida dan perpindahan panas yang terjadi pada komponen evaporator. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(53) 3.4.Diagram Alir Simulasi Secara garis besar, pelaksanaan simulasi ini dilaksanakan berurutan dan sistematis seperti ditunjukkan pada gambar 3.3. Mulai. Identifikasi masalah dan menetapkan tujuan penelitian. Studi awal : Studi Litelatur. Pengumpulan Data : -. Data Evaporator Data Temperatur. Pengolahan Data : Komputasi Data. Tidak Bandingkan dengan hasil pengujian. Ya Analisa Data Kesimpulan. Selesai. Gambar 3.3 Diagram Alir Simulasi. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(54) Keterangan diagram alir pada gambar 3.3 dijelaskan sebagai berikut : 3.4.1. Studi Literatur Penulisan melakukan studi literatur berupa pengumpulan bahan-bahan penulisan seperti buku-buku, jurnal ilmiah, dan hasil penelitian sebelumnya. Selain itu, penulis juga mengumpulkan bahan dari sumber di internet untuk mempelajari teknis pengerjaan penelitian dan simulasi. 3.4.2. Eksperimen dan Pengumpulan Data Pada tahap ini dilakukan eksperimen berdasarkan cara yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Eksperimen yang dilakukan merupakan prinsip adsorpsidesorpsi dimana absorben dipanaskan menggunakan energi surya pada siang hari, kemudian pada malam hari dengan memanfaatkan konveksi alamiah dan membuka katup pemisah absorbat dengan absorben dibuka mengakibatkan arbsorbat menguap dan diserap oleh absorben (proses ini disebut proses adsorbsi). Kemudian pada siang hari ditutuplah valve yang tadi dibuka dan kemudian membuka katup yang menghubungkan reactor ke kondensor dan ke tempat asal absorbat untuk terjadi prosess desorpsi. Kemudian data yang diperlukan dari hasil eksperimen dicatat, kemudian data-data ini akan dimasukan dan kemudian dibandingkan hasilnya dengan proses simulasi program ansys 15.0. 3.4.3. Simulasi Secara CFD Simulasi secara CFD dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu melakukan pemodelan geometri, melakukan meshing, menentukan kondisi batas,. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(55) menginput data-data yang dibutuhkan seperti tekanan awal dan temperatur pemanas, selanjutnya silanjutkan dengan simulasi. 3.4.4. Analisa Data Hasil simulasi dicatat dan dibandingkan dengan hasil eksperimen seperti data temperatur yang ditampilkan berupa grafik dan menghitung ralat. 3.4.5. Penarikan Kesimpulan Penarikan kesimpulan ini berdasarkan korelasi terhadap tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya.. 3.5 Skema Pengujian. Gambar 3.4 Skema Pengujian Mesin Pendingin Adsorpsi.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(56) Prinsip kerja skema pengujian, yaitu : 1. Termokopel digunakan untuk mengukur besarnya perubahan temperatur air yang terjadi dalam pengujian dan mengirimkan data tersebut ke termokopel Cole-Palmer. 2. Termokopel Cole-Palmer akan mencatat temperatur setiap 5 detik dan data tersebut akan dikirim ke laptop dengan USB. 3. Data perubahan temperatur kemudian ditampilkan di laptop untuk selanjutnya dapat digunakan untuk keperluan analisis.. Data-data praktek yang dijadikan input pada program ansys 15.0 serta output yang diinginkan dari simulasi tersebut dapat dilihat pada tabel 3.1 dibawah.. Tabel 3.1 Input dan Output Simulasi. Input. Output. Temperatur air awal. Temperatur air akhir. Tekanan sistem. Tekanan akhir sistem. Dimensi Evaporator. Volume frasa metanol. Volume air. Effisiensi teoritis metanol. Volume metanol. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(57) BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini, akan dilakukan pembahasan mengenai hasil simulasi analisa tiga dimensi pada evaporator. Analisa yang dilakukan pada evaporator meliputi analisa fasa (volume fraction), penyebaran temperatur yang terjadi pada evaporator yang akan ditampilkan dalam bentuk kontur, disertai dengan grafik kenaikan temperatur hasil simulasi.. 4.1 Desain 3D Evaporator Evaporator didesain dengan Software CAD tiga dimensi (3D). Desain tersebut dibuat berdasarkan data dari hasil perancangan evaporator. Evaporator terbuat dari bahan stainless steel dengan tebal 1 mm, disambungkan dengan 3 buah pipa ¾ inch. stainless steel. Pipa pertama (dari kiri kekanan) dihubungkan langsung ke absorber sebagai saluran adsorpsi sedangkan pipa ketiga dihubungkan ke kondensor sebagai saluran desorpsi. Sedangkan pipa yang di tengah untuk pengisian metanol setelah proses assembling selesai. Kemudian di import ke dalam ansys geometry dan mengubah material bahan. Seperti bagian fluida kerja bahannya adalah fluida.. Gambar 4.1 Dimensi Evaporator (dalam mm). UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(58) Gambar 4.2 Tampak 3D Evaporator pada Software Ansys 15.0. 4.2 Kondisi Batas dan Meshing pada Software Ansys 15.0 Kondisi batas yang digunakan pada evaporator adalah sisi pembatas antara methanol dengan air dibatasi dengan bahan stainless-steel untuk membatasi pergerakan cairan dan aliran uap pada evaporator. Salah satu dari ketiga pipa stainless-steel diberi batasan berupa outflow untuk aliran keluaran uap dari evaporator. Sedangkan sisanya diberi batasan wall. Setelah kondisi batas diberikan, pengaturan mesh pada evaporator di atur sesuai dengan kondisi awal. Meshing pada evaporator ini menghasilkan 65.618 titik dan 280.924 bagian, secara jelas dapat dilihat pada gambar 4.3.. Gambar 4.3 Model 3D Mesh Evaporator pada Software Ansys 15.0. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(59) 4.3 Analisa pada Software Ansys 15.0 Setelah desain selesai dan kondisi batas diberikan pada Geometry Software Ansys 15.0, analisa evaporator dilanjutkan dengan memasukkan data-data awal perhitungan, baik sifat material maupun kondisi awal dari system untuk selanjutnya dikalkulasi dan dianalisa. Simulasi pada Software Ansys 15.0 dilakukan selama stengah jam, dimulai pada jam 17.30 WIB disaat terjadinya prosess adsorbsi. Dengan asumsi-asumsi seperti panas berasal dari air dengan temperatur awal sebesar 377.32 K, ketebalan dinding stainless-steel 0.001 m, tekanan dibawah 1 atm yaitu tekanan vakum sebesar 12,6 kPa yang diperoleh dari pengukur tekanan vakum hasil penelitian, suhu awal sistem 298 K, gravitasi sebesar 9.81 m/s2.. 4.3.1. Hasil Analisa pada Software Ansys 15.0. Setelah data diinput, analisa evaporator diiterasi dengan flow time sebesar 1800s atau stengah jam, hasil analisa yang didapat sesuai dengan hasil penelitian. Hasil analisa perubahan fasa (volume fraction) cair menjadi uap, temperatur, dan aliran fluida pada evaporator yang disertai parameter yang dicapai akan ditampilkan pada gambar di bawah :. 4.3.1.1 Analisa Kontur Fasa Dari hasil analisa kontur, dapat diperhatikan bahwa pada gambar 4.5 dan 4.6, terjadi perubahan fasa methanol liquid menjadi methanol vapour.. Gambar 4.4 Kontur fasa methanol liquid awal. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(60) Gambar 4.5 Hasil Analisa Kontur Fasa Methanol Liquid pada menit ke-30. Gambar 4.6 Hasil Analisa Kontur Fasa Methanol Liquid pada menit ke-30 (Potongan). Kontur fasa memiliki nilai antara 0 dan 1, dan warna merah menandakan fasa methanol cair dan warna biru diatas menandakan fasa methanol gas. Maka dapat dilihat bahwa fasa metanol cair mengecil dari dari dasar sampai atas evaporator menyaakan bahwa metanol cair mengalami prosess penguapan. Nilai rata-rata volume frasa metanol cair adalah sebanyak 0,883.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(61) 4.3.1.2 Analisa Kontur Temperatur Dari hasil analisa kontur, dapat dilihat bahwa methanol mengalami penguapan pada suhu 292K pada tekanan 12 kPa. Air yang merupakan sumber panas mengalami pendinginan dari suhu awal 299.32K hingga mencapai suhu sekitar suhu penguapan methanol yaitu 292K. Ga mba r 4.8. Ga mba r 4.7 Kon tur Suh u Air pad a men it ke-30 Gambar 4.9 Gambar 4.8 Kontur Suhu pada menit ke-30 (Potongan). Dapat dilihat dari gambar 4.7 bahwa air mengalami prosess pendinginan dari segala sisi, suhu awal air normal 299,32 K menurun hingga rata-rata 292,9 K dan dari gambar 4.8 dapat dilihat bahwa air mengalami prosess pendinginan lebih pada sisi bawah evaporator dikarenakan adanya lekukan yang membuat luas permukaan yang lebih besar sehingga mempercepat prosess pendinginan.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(62) 4.3.1.3 Analisa Kontur Tekanan Simulasi dimulai dengan memasukan nilai tekanan awal sebesar 12,6 kPa pada sistem. Dari gambar 4.10 dan 4.11 dibawah dapat dilihat bahwa sistem mengalami penurunan tekanan hingga mencapai tekanan 11,78 kPa selama prosess desorpsi berlangsung.. Gambar 4.9 Kontur Tekanan pada menit ke-30. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(63) Gambar 4.10 Kontur Tekanan pada menit ke-30 (Potongan). Gambar 4.12 dan 4.13 dibawah menunjukan hasil monitor tekanan pada tengah-tengah methanol-liquid dan pada tengah-tengah methanol-vapour.. Gambar 4.11 Plot hasil tekanan pada tengah-tengah methanol-liquid. Gambar 4.12 Plot hasil tekanan pada tengah-tengah methanol-vapour. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

Gambar

Gambar 2.3 Jenis-jenis adsorben[7]
Gambar 2.7  Prinsip kerja mesin pendingin siklus adsorpsi
Gambar 2.8. Perpindahan panas pada kolektor surya
Gambar 2.9 Diagram Heat Conduction pada sistem
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Analisis Terhadap Kesaksian Non Muslim Sebagai Alat Bukti Dalam Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Boyolali Menurut Hukum Islam dan Peraturan Perundang-undangan yang

mana masing-masing siswa harus bertanggung jawab dalam kerja kelompok dan pada penilaian, baik untuk pencapaian kinerja dan pembelajaran sosial capaian ada

Hasil penelitian yang telah dilakukan di lapangan guna mendapatkan ukuran ukuran meubel pada ruang belajar anak usia dini pada ruang belajar PAUD Al Abidin di

[r]

vulgaris pada pekerja yang khususnya memakai kosmetik dengan frekuensi setiap. hari dan durasi yang

Technology has started to take its rightful place in hotel administration (simplification of check-in and check-out procedures, global reservation systems, marketing management

bea, retribusi, dan pungutan lain yang sah serta biaya asuransi (apabila diperlukan) yang harus dibayar oleh penyedia untuk pelaksanaan pengadaan

Akan tetapi, mengingat wanita mempunyai suatu kodrat yang tidak bisa dilawan seperti mengandung, melahirkan, dan menyusui, maka perlu disikapi juga bahwa perlu aturan yang jelas