• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESAKSIAN NON MUSLIM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BOYOLALI SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KESAKSIAN NON MUSLIM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BOYOLALI SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

KESAKSIAN NON MUSLIM SEBAGAI ALAT BUKTI

DALAM PERKARA PERCERAIAN

DI PENGADILAN AGAMA BOYOLALI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Islam

Oleh :

AHMAD ROIKAN

NIM : 22108010

JURUSAN SYARIAH

PROGRAM STUDI AL-AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

(2)
(3)

KESAKSIAN NON MUSLIM SEBAGAI ALAT BUKTI

DALAM PERKARA PERCERAIAN

DI PENGADILAN AGAMA BOYOLALI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Islam

Oleh :

AHMAD ROIKAN

NIM : 22108010

JURUSAN SYARIAH

PROGRAM STUDI AL-AHWAL AL-SYAKHSYIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

(4)
(5)

SKRIPSI

KESAKSIAN NON MUSLIM SEBAGAI ALAT BUKTI

DALAM PERKARA PERCERAIAN

DI PENGADILAN AGAMA BOYOLALI

DISUSUN OLEH AHMAD ROIKAN

NIM: 21208010

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Hukum Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada tanggal 31 Juli 2013 dan

telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Hukum Islam

Susunan Panitia Penguji

Ketua Penguji : Drs. Mubasirun, M.Ag __________________ Sekretaris Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag. __________________ Penguji I : Prof. Dr. Muh Zuhri, M.A __________________ Penguji II : Dr. Adang Kuswaya, M.Ag. __________________ Penguji III : Luthfiana Zahriani, S. H., M.H. __________________

Salatiga, 31 Juli 2013

Ketua STAIN Salatiga

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ahmad Roikan

NIM : 21208010

Jurusan : Syari’ah

Program Studi : Ahwal Al-Syakhshiyyah

menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakana hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Salatiga,10 Mei 2013

Yang menyatakan,

(7)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu akan menjaga

engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum

(hakim) sedangkan harta terhukum. Kalau harta itu akan

berkurang apabila dibelanjakan, tetapi ilmu akan

bertambah apabila dibelanjakan. (Sayidina Ali bin Abi

Thalib)

PERSEMBAHAN

Untuk orang tuaku, isteri dan buah hatiku yang tercinta

Almira Syafa Al Raihani dan Amanda Raisya Al Raihani,

para Guru dan Dosen STAIN Salatiga,

saudara-saudaraku, sahabat-sahabat seperjuanganku, serta

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan taufiq serta hidayah-Nya, tak lupa shalawat serta salam saya sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari jalan yang gelap menuju ke jalan yang terang, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : “Kesaksian Non Muslim Sebagai Alat Bukti Perceraian Di Pengadilan Agama Boyolali”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program S-1 Jurusan Syari’ah, Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga.

Penulisan skripsi ini tidak akan selesai bila tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah berkenan meluangkan waktunya guna memberikan bimbingan dan petunjuk yang berharga demi terselesainya skripsi ini. Sehingga pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M. Ag Selaku Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga.

2. Bapak Drs. Mubasirun, M.Ag Selaku Kepala Jurusan Syari’ah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga.

3. Bapak Ilyya Muhsin, S.HI, M.Si Selaku Kepala Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah (AHS) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun dan menyelesaikan skripsi.

(9)

4. Ibu Heny Satar Nurhaida, SH, M.Si Selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Dra. Hj. Andi Mulyani Hasyim, SH.MH.MSI Selaku Ketua Pengadilan Agama Boyolali yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian dan bapak Hakim, bapak Panitera, Wakil Panitera dan seluruh pegawai, karyawan dan karyawati Pengadilan Agama Boyolali yang telah membantu selama kegiatan penelitian di Pengadilan Agama Boyolali.

6. Bapak Tanwir Winoto dan Ibu Sobiroh Selaku Orang tua saya dan istri beserta anak anak tercinta yang telah banyak memberi bantuan moral dan spiritual sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman-teman semuanya yang telah bersedia memberikan kritik, saran dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga amal kebaikannya mendapatkan imbalan setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak kekurangannya, untuk itu diharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat khususnya bagi almamater dan semua pihak yang membutuhkannya.

Amiiin yaa rabbal ‘alamiin.

Salatiga, 10 Mei 2013

penulis,

Ahmad Roikan

(10)

ABSTRAK

Roikan, Ahmad. 2013. Kesaksian Non Muslim Sebagai Alat Bukti Perceraian Di Pengadilan Agama Boyolali). Skripsi. Jurusan Syari’ah. Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Heny Satar Nurhaida, SH.M.Si

Kata Kunci: Kesaksian Non Muslim Sebagai Alat bukti Perceraian

Dalam pelaksanaan Hukum Acara yang berlaku di Pengadilan Agama sama dengan Hukum Acara yang berlaku di Pengadilan Umum, namun terdapat penambahan pada hal yang pokok saja. Sehingga, di perlukan kesempurnaan pada masa yang akan datang. Agar masing-masing peradilan dapat menegakkan hukum secara sempurna dan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Menurut kebanyakan ahli Hukum Islam dalam Hukum beracara peradilan Islam bahwa seorang saksi itu mutlak harus beragama Islam kecuali dalam masalah wasiat ditengah perjalanan. Sedangkan pada Hukum Acara Peradilan Umum tidak di tentukan mengenai perbedaan agama tersebut. Salah satu alat pembuktian dalam Hukum Acara adalah keterangan saksi, keterangan saksi diperlukan untuk menguatkan suatu gugatan untuk menghasilkan putusan yang tepat. Keterangan saksi membutuhkan aturan yang tetap khususnya bagi Peradilan Agama, sehingga tidak terjadi perbedaan dalam memutuskan perkara oleh Hakim.

Dari paparan di atas, penelitian memfokuskan pada “ Kesaksian Non Muslim Sebagai Alat Bukti Perceraian”, sehingga peneliti mengetahui apakah diterimanya saksi non muslim sebagai alat bukti perceraian itu sudah sesuai dengan Hukum Peradilan Islam dan Perundang-undangan yang berlaku. Dan apakah alasan-alasan/ faktor yang melatar belakangi dan dasar hukumnya bahwa saksi non muslim dapat diterima sebagai alat bukti perkara perceraian di Pengadilan Agama Boyolali. Metode penelitian yang digunakan peneliti untuk menjawab rumusan masalah tersebut diatas adalah menggunakan metode penelitian kwalitatif yang memfokuskan penelitian pada studi kasus . Adapun pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan yuridis murni dan Pendekatan Yuridis Sosiologis.

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN LOGO STAIN SALATIGA...………. ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN ………. iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ……….. v

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN……...……… vi

KATA PENGANTAR...………. vii

ABSTRAK.. ……….……….. ix

DAFTAR ISI... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………... 1

B. Rumusan Masalah ………. 3

C. Tujuan Penelitian. ………... 4

D. Kegunaan Penelitian …...………. 4

E. Penegasan Istilah ………. 6

F. Tinjauan Pustaka ………. 7

G. Metode Penelitian ……… 8

(12)

BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG ALAT BUKTI

A. Pengertian Alat Bukti ………...…...………….. 13

B. Macam-Macam Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktiannya.. 14

C. Persangkaan …...……….. 17

Saksi Menurut Hukum Islam dan Perundang Undangan

yang berlaku ……….

PERKARA KESAKSIAN NON MUSLIM SEBAGAI

ALAT BUKTI PERCERAIAN DI PENGADILAN

AGAMA BOYOLALI

A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Boyolali ... 31

B. Perkara-Perkara Dengan Kesaksian Non Muslim Sebagai Alat Bukti Pengadilan Agama Boyolali ...……… 44

C. Alasan dan Faktor-Faktor yang melatar belakangi Pengadilan Agama Boyolali Menerima Perkara Kesaksian non muslim sebagai alat bukti Perceraian ...…

(13)

BAB IV ANALISIS KESAKSIAN NON MUSLIM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BOYOLALI

A. Analisis Terhadap Kesaksian Non Muslim Sebagai Alat Bukti Dalam Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Boyolali Menurut Hukum Islam dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku ...

58

B. Analisis Terhadap Alasan / Faktor yang melatar belakangi Saksi non Muslim dapat diterima sebagi alat bukti Perceraian di

Pengadilan Agama Boyolali ……….. 65

BAB V PENUTUP

A Kesimpulan ………... 69

B Saran ………. 70

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada prinsipnya penyelesaian perkara di Pengadilan Agama adalah

mengacu pada hukum acara perdata yang berlaku pada Pengadilan di

lingkungan Peradilan umum kecuali yang telah diatur secara khusus

sebagaimana yang diatur pada Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama.

Dalam memeriksa dan menyelesaikan sengketa perkawinan pada

umumnya dan utamanya dalam perkara perceraian berlaku hukum acara

khusus yaitu diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, Peraturan

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 dan

Kompilasi Hukum Islam.

Diantara tugas hakim dalam penyelesaian perkara perceraian adalah

mengkonstatir artinya hakim harus menilai apakah peristiwa atau fakta yang

dikemukakan oleh para pihak adalah benar-benar terjadi dan hal ini hanya

dapat dilakukan melalui pembuktian.

Membuktikan artinya mempertimbangkan secara logis kebenaran suatu

fakta berdasarkan alat-alat bukti yang sah dan menurut hukum pembuktian

(15)

Tujuan pembuktian adalah untuk memperoleh kepastian bahwa suatu

fakta atau peristiwa yang diajukan itu benar-benar terjadi, guna mendapatkan

putusan hakim yang benar dan adil.

Adapun alat bukti yang sering diajukan dalam perkara perceraian

adalah berupa bukti saksi. Menurut Ibnu Rusyd, para ahli Hukum Islam

sepakat bahwa persyaratan dalam menerima kesaksian dari seorang saksi

harus beragama Islam sehingga saksi non muslim tidak dapat diterima

kesaksiannya. Demikian pula mayoritas para Hakim Peradilan Agama dalam

menyelesaikan perkara perceraian tetap mensyaratkan saksi sebagai alat bukti

harus beragama Islam dan saksi non muslim tidak dapat diterima

kesaksiannya, tetapi untuk saat sekarang ini pendapat diatas sudah sulit untuk

dipertahankan.

Masyarakat dalam era globalisasi dunia sekarang ini, kehidupan

masyarakat menjadi sangat komplek, termasuk kehidupan masyarakat

diwilayah hukum Pengadilan Agama Boyolali. Di dalam masyarakat yang

majemuk sudah terjadi pembauran dalam segala aspek kehidupan sehingga

banyak peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan rumah tangga /

keluarga muslim kebetulan disaksikan oleh non muslim dan peristiwa tersebut

menjadi suatu kasus yang memerlukan penyelesaian dan putusan oleh

Pengadilan Agama.

Seperti halnya kasus terjadinya pertengkaran antara suami istri dalam

(16)

menyaksikan adalah tetangganya yang non muslim, penganiayaan seorang

suami terhadap istrinya kemudian dilakukan visum oleh dokter non muslim.

Jika kesaksian mereka tidak dapat diterima, padahal saksi tersebut

yang kebetulan melihat secara langsung peristiwa-peristiwa yang dijadikan

dalil gugatanya, maka para pihak yang berpekara akan merasa dirugikan dan

menganggap diperlakukan tidak adil, bahkan para hakim pun akan mengalami

kendala dalam menyelesaikan perkara tersebut.

Saksi non muslim yang diajukan sebagai alat bukti dalam perkara

perceraian adalah merupakan permasalahan yang sering terjadi di Pengadilan

Agama Boyolali dan merupakan sebagian kendala Majelis Hakim dalam

menyelesaikan perkara tersebut.

Berdasarkan abstraksi diatas, penulis mengangkat topik permasalahan

ini dalam sebuah skripsi dengan judul: “ KESAKSIAN NON MUSLIM

SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERCERAIAN DI

PENGADILAN AGAMA BOYOLALI “.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka terdapat beberapa pokok

permasalahan yang menjadi topik pembahasan dalam skripsi yaitu:

1. Apakah diterimanya saksi non muslim sebagai alat bukti perkara

perceraian itu sesuai dengan Hukum Islam dan Perundang-undangan yang

(17)

2. Apakah alasan-alasan / faktor yang melatar belakangi dan dasar hukumnya

bahwa saksi non muslim dapat diterima sebagai alat bukti perkara

perceraian di Pengadilan Agama Boyolali ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan pembahasan dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui diterimanya saksi non muslim sebagai alat bukri

tersebut apakah sesuai dengan hukum Islam dan Peraturan

perundang-undangan yang berlaku .

2. Untuk mengetahui alasan atau faktor-faktor yang melatar belakangi dan

dasar hukumnya bahwa saksi non muslim dapat diterima sebagai alat bukti

dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Boyolali.

D. Kegunaan Penelitian

Untuk memberikan hasil penelitian yang berguna secara

kompreherensif, maka penelitian ini sekiranya bermanfaat di antaranya:

1. Teoritis

Dapat memberikan sumbangsih pemikiran terhadap kemajuan

perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pada ilmu hukum yang

memiliki kaitan dengan persoalan kesaksian non muslim sebagai alat bukti

dalam perkara perceraian, sehingga dapat mengungkap

(18)

2. Praktis

a. Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran

dalam upaya penyelesaian permasalahan-permasalahan hukum Islam

kontemporer yang sedang dihadapi oleh umat Islam sekaligus dapat

memberikan wawasan dan pemahaman kepada masyarakat bahwa

hukum Islam selalu berkembang dan dinamis.

b. Bagi Pengadilan Agama

Bagi kalangan praktisi hukum dengan hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberi sumbangsih dan masukan yang bermanfaat

dan berharga dalam melaksanakan tugas negara. Selain itu juga agar

pengadilan agama dapat memberi solusi pemecahan terbaik bagi para

pencari keadilan sehingga masyarakat puas dan mendapatkan keadilan

atas kinerja penegak hukum dalam mengambil suatu keputusan.

c. Bagi STAIN Salatiga

Bagi kalangan akademisi, dengan hasil penelitian ini dapat

dijadikan sumber informasi ilmiah guna melakukan pengkajian lebih

lanjut dan mendalam sehingga dapat dijadikan referensi dalam

menghadapi persoalan-persoalan yang mungkin timbul di kemudian

(19)

d. Bagi penulis

Dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan maupun pembentukan

pola fikir dalam pembaharuan perdata Islam sehingga dapat menjadi

pedoman di dalam melangkah meniti kehidupan sosial bermasyarakat.

E. Penegasan Istilah

Sebelum penulis membahas permasalahan, maka lebih dahulu perlu

dijelaskan pengertian istilah yang dipergunakan dalam judul skripsi ini,

dengan tujuan untuk mengetahui gambaran yang jelas dan tidak terjadi salah

penafsiran terhadap masalah yang dibahas. Oleh karena itu yang perlu penulis

jelaskan adalah sebagai berikut:

1. Saksi : Orang yang memberikan keterangan dimuka

sidang dengan memenuhi syarat-syarat tertentu,

tentang suatu peristiwa atau keadaan yang ia lihat,

dengar dan ia alami sendiri sebagai bukti

terjadinya peristiwa atau keadaan tersebut.

(Muktiarto, 1996 : 160)

membenarkan atau menggagalkan dakwaan atau

(20)

4. Perceraian : Dalam istilah ahli Fiqih disebut thalak atau

Furqoh; Thalak berarti membuka ikatan;

membatalkan perjanjian. Furqoh berarti bercerai,

kemudian kedua perkataan ini dijadikan istilah

oleh ahli fiqih yang berarti “Perceraian antara

suami istri”. (Depag, 1986 : 58)

5. Pengadilan Agama : Salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi

rakyat pencari keadilan yang beragama Islam,

mengenai perkara perdata tertentu yang diatur

dalam Undang-Undang. (Muktiarto, 1996 : 16)

6. Boyolali : Kota di Karesidenan Surakarta (Jawa Tengah)

Pengadilan Agama Boyolali jika ditinjau dari hukum Islam yang bertitik tolak

dari nash, kitab fiqih serta perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

F. Tinjauan Pustaka

Skripsi tentang Kesaksian atau saksi yang pernah ada yaitu tentang

kekuatan kesaksian testimonium de audito dalam hukum acara perdata,

dimana kesaksian seseorang berdasarkan sumber dari orang lain yang tidak

(21)

satu-satunya alat bukti saksi untuk diputuskanya suatu perkara tersebut, namun

tidak ada larangan kepada Majelis Hakim untuk mendengarnya di dalam

sidang untuk dijadikan sebagai bahan persangkaan guna menyusun bukti-

bukti yang lebih kuat. Berbeda dengan yang penulis teliti tentang kesaksian

saksi non muslim sebagai alat bukti dalam perceraian dimana diperbolehkan

kesaksian non muslim sebagai saksi dalam kasus perceraian.

Disini penulis ingin mendalami dan meneliti mengapa Pengadilan

Agama Boyolali menerima kesaksian non muslim sebagai alat bukti dalam

perkera perceraian. Selain itu juga untuk mengetahui

pertimbangan-pertimbangan apa saja yang digunakan oleh hakim dalam memutuskan

perkara tersebut.

G. Metode Penelitian

Untuk memperoleh data yang akurat, penulis menggunakan metode

penelitian sebagai berikut:

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Berangkat dari judul dan permasalahan atau kasus yang mendasari

penelitian, jenis penelitian ini adalah penelitian kwalitatif. Peneliti akan

memfokuskan penelitian pada studi kasus yang dilengkapi dengan

data-data di lapangan.

Dan dalam penelitian ini penulis menggunakan dua macam

pendekatan yaitu :

- Pendekatan yuridis murni normatif,yaitu penulis meneliti sesuatu kasus

(22)

- Pendekatan Yuridis Sosiologis, yaitu penulis meneliti

peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam masyarakat.

2. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen

sekaligus pengumpul data. Peneliti akan berpartisipan penuh dalam

mengumpulkan data.

3. Lokasi Penelitian

Peneliti mengambil lokasi penelitian di Pengadilan Agama

Boyolali yang beralamat di Jl. Pandanaran No 167 Boyolali. Peneliti

memilih lokasi tersebut karena kasus saksi non muslim terdapat di

Pengadilan Agama Boyolali.

4. Sumber Data

Berdasarkan sumbernya, sumber data penelitian dapat

dikelompokkan dalam dua jenis yaitu.

a. Data Primer

Data primer menurut Cahya Suryana, SH adalah data yang diperoleh

atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya.

Data primer disebut juga sebagai data asli atau data baru yang

memiliki sifat up to date. Untuk mendapatkan data primer, peneliti

harus mengumpulkannya secara langsung. Teknik yang dapat

digunakan peneliti untuk mengumpulkan data primer antara lain

(23)

b. Data Sekunder

Data sekunder menurut Cahya Suryana, SH adalah data yang

diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah

ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh

dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan,

jurnal, dan berkas perkara.

Pemahaman terhadap kedua jenis data di atas diperlukan sebagai

landasan dalam menentukan teknik serta langkah-langkah pengumpulan

data penelitian.

5. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data adalah proses untuk menghimpun data

yang diperlukan, relevan, serta dapat memberikan gambaran yang jelas

dari aspek yang akan diteliti baik penelitian pustaka ataupun penelitian

lapangan.

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:

a. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi dengan cara

mengumpulkan bahan-bahan pustaka, baik yang berupa buku-buku

literature maupun dokumen-dokumen. Disini yang penulis maksud

adalah data-data yang didapatkan dari Pengadilan Agama Boyolali

(24)

b. Wawancara (interview)

Pengumpulan data dengan cara mengadakan wawancara langsung

(direct interview) dengan pihak-pihak yang terkait dengan penelitian

ini. Penulis melakukan wawancara langsung dengan hakim-hakim dan

panitera yang menangani perkara tersebut, juga mewawancarai hakim

yang lainnya yaitu bapak Drs.Romadhon dan Drs.H.Asrori,SH.MH.

6. Analisis Data

Yang dimaksud dengan analisis data yaitu suatu cara yang dipakai

untuk menganalisa, mempelajari serta mengolah kelompok data tertentu,

sehingga dapat diambil suatu kesimpulan yang kongkret tentang

permasalahan yang diteliti dan dibahas. Dalam penelitian ini penulis

menggunakan analisa data deduktif yaitu cara memberi alasan dengan

berpikir dan bertolak dari pernyataan yang bersifat umum kemudian

ditarik pada persoalan yang berkaitan dengan penelitian yakni dengan

merujuk pada teori-teori setelah itu dikaitkan dengan kenyataan

dilapangan. Metode ini digunakan dalam rangka mengetahui bagaimana

penerapan kaidah-kaidah normatif dan yuridis dalam perkara kesaksian

saksi non muslim sebagai alat bukti dalam perceraian.

H. Sistematika Penulisan

Dalam menyelesaikan penelitian ini, penulis mencoba memberikan

gambaran seluruh penelitian dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

Bab pertama pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,

(25)

tinjauan pustaka, metode penelitian, (pendekatan dan jenis penelitian,

kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data,

analisis data), dan sistematika penulisan.

Bab kedua membahas pengertian alat bukti, macam-macam alat bukti

dan kekuatan pembuktiannya, persangkaan, pengakuan, sumpah, bukti saksi,

saksi menurut hukum islam dan perundang-undang yang berlaku.

Bab ketiga berisi hasil penelitian dalam perkara kesaksian non

muslim sebagai alat bukti dalam perkara perceraian di pengadilan agama

boyolali yang meliputi gambaran umum Pengadilan Agana Boyolali (sejarah

singkat Pengadilan Agama Boyolali, nama nama Ketua Pengadilan Agama

Boyolali, wilayah yuridiksi Pengadilan Agama Boyolali,), Perkara-perkara

dengan kesaksian non muslim sebagai alat bukti di Pengadilan Agama

Boyolali, Alasan dan faktor-faktor yang melatar belakangi Pengadilan Agama

Boyolali menerima perkara kesaksian non muslim sebagai alat bukti

perceraian.

Bab keempat berisi analisis terhadap perkara kesaksian non muslim

sebagai alat bukti dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Boyolali

yang meliputi analisis terhadap kesaksian non muslim sebagai alat bukti dalam

perkara perceraian di Pengadilan Agama Boyolali menurut hukum Islam dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku, analisis terhadap alasan / faktor

yang melatar belakangi kesaksian non muslim dapat diterima sebagai alat bukti

perceraian di Pengadilan Agama Boyolali.

Bab kelima adalah penutup, yang meliputi kesimpulan dan saran

(26)
(27)

BAB II

KETENTUAN UMUM TENTANG ALAT BUKTI

1. PENGERTIAN , MACAM-MACAM ALAT BUKTI DAN KEKUATAN

PEMBUKTIANNYA

1. Pengertian Alat Bukti

1.1 Menurut Bahasa

Kata alat bukti berasal dari dua kata yaitu : “alat” dan “bukti”.

Alat artinya : perkakas, berbagai-bagai alat.(Depdikbud, 1995 : 39)

Bukti artinya : tanda kebenaran, memberi bukti, menerangkan dengan

bukti.(Depdikbud, 1995 : 47)

1.2 Menurut Istilah

Menurut Prof.Dr.Sudikno Mertokusumo, SH alat bukti adalah

segala sesuatu yang dimaksudkan untuk memberi kepastian kepada

hakim tentang adanya peristiwa-peristiwa tertentu.

Menurut Prof.Subekti, SH alat bukti adalah segala sesuatu yang

dipergunakan sebagai pembuktian di depan hakim tentang terjadinya

peristiwa atau keadaan.

Dalam Ensiklopedia Indonesia disebutkan bahwa alat bukti adalah

macam-macam bahan yang dibutuhkan oleh hakim baik yang

(28)

untuk membenarkan atau menggagalkan dakwaan atau

gugatan.(Fauzan, 2005 :36)

Dari beberapa pendapat tersebut, maka dapat diambil pengertian

bahwa alat bukti adalah :

Segala sesuatu yang dimaksudkan untuk memberikan kepastian

kepada hakim tentang adanya peristiwa atau keadaan baik yang

diketahui sendiri oleh hakim maupun yang diajukan oleh pihak

untuk membenarkan atau menggagalkan dakwaan atau gugatan.

2. Macam-Macam Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktiannya.

Alat-alat bukti dalam acara perdata yang disebutkan dalam

Undang-Undang (pasal 164 HIR, 284 Rbg, 1866 BW) ada 5 macam yaitu :

2.1 Alat bukti tertulis / surat

Alat bukti tertulis yaitu segala sesuatu yang memuat tanda-tanda

bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk

menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai

pembuktian.

Alat bukti ini diatur dalam pasal 138,165,167 HIR, pasal 164, 285,

305 Rbg dan pasal 1867-1894 BW. Alat bukti tertulis yang diajukan

dalam acara perdata harus dibubuhi dengan meterai yang cukup, hal ini

untuk memenuhi pasal 2 (1) a Undang-Undang nomor 13 tahun 1985

(29)

“dikenakan bea meterai atas dokumen yang berbentuk surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan dan keadaan yang bersifat perdata”.(Amin, 1995 : 23)

2.2. Macam-macam alat bukti surat :

2.2.1. Akta yaitu surat yang diberi tanda tangan, yang menurut

peristiwa-peristiwa suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak

semula dengan sengaja untuk pembuktian.

Akta dibagi menjadi 2 yaitu :

- Akta otentik

Yaitu “akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang

diberi wewenang untuk itu dan dalam bentuk menurut

ketentuan yang ditetapkan untuk itu, baik dengan maupun

tanpa bantuan dari yang berkepentingan, di tempat mana

pejabat berwenang menjalankan tugasnya”.

- Akta di bawah tangan yaitu akta yang dibuat oleh para

pihak dengan sengaja untuk pembuktian oleh para pihak

tanpa bantuan dari seorang pejabat.(Subekti, 1983 : 419)

2.2.2. Surat-surat lainnya yang bukan akta, yaitu surat yang dibuat

tidak dengan tujuan sebagai alat bukti dan belum tentu

(30)

Sebagai alat bukti, kekuatan pembuktian akta otentik

merupakan bukti sempurna dan lengkap sebagai berikut :

1. Kekuatan bukti lahiriyah.

Sebagai asas berlaku akta publica probant sescipsa artinya

bahwa suatu akta yang ujudnya tampak sebagai akta otentik

serta memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, maka akta

itu berlaku sebagai akta otentik, kecuali bila terbukti

sebaliknya.

2. Kekuatan bukti formil.

Dalam arti formil, akta otentik menjadi bukti kebenaran

dari apa yang dilihat, didengar dan dilakukan oleh pejabat.

3. Kekuatan bukti materiil

Kekuatan pembuktian materiilnya yaitu tentang

kebenaran isi dari suatu perbuatan atau penyataan yang dimuat

di dalam akta tersebut.

Kekuatan pembuktian akta di bawah tangan, diatur

dalam pasal 2 dan 3 S, 1867 Nomor 29, pasal 288-290 Rbg, pasal

1875-1977 sebagai berikut :

1. Kekuatan pembuktian lahir.

Apabila tanda tangan diakui oleh para pihak yang

bersangkutan, maka mempunyai kekuatan hukum dan menjadi

bukti sempurna bagi para pihak yang bersangkutan dan isi

(31)

disangkal.Apabila tulisan atau tanda tangan akta itu dipungkiri,

maka ia tidak mempunyai kekuatan pembuktian lain.

2. Kekuatan pembuktian formil.

Apabila tanda tangan akta di bawah tangan telah diakui,

berarti bahwa keterangan atau pernyataan diatas tanda tangan

itu benar dari orang yang menandatanganinya. Kekuatan

pembuktian formil akta tersebut sama dengan kekuatan

pembuktian akta otentik.

3. Kekuatan bukti materiil.

Menurut pasal 1875 BW, akta di bawah tangan yang diakui

mempunyai kekuatan pembuktian materiil seperti akta otentik

yaitu bukti sempurna, bagi orang yang terhadap siapa akta itu

digunakan, bagi para pihak, bagi ahli warisnya, serta orang

yang mendapat hak dari padanya.

2.3. Persangkaan

Yaitu kesimpulan yang diambil dari suatu peristiwa yang sudah

terang dan nyata, dari peristiwa itu ditarik kesimpulan bahwa suatu

peristiwa lain yang harus dibuktikan juga telah terjadi.(Subekti, 1980 :

181)

Alat bukti persangkaan ini diatur dalam pasal 173 HIR dan 1916

(32)

Dalam hukum pembuktian, ada 2 macam persangkaan yaitu :

2.3.1 Persangkaan yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang

misalnya panggilan melalui Mass Media dianggap sah dan

patut (pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975).

2.3.2 Persangkaan yang ditetapkan oleh hakim dan keadaan yang

timbul di persidangan

Sebagai alat bukti saksi kekuatan bukti persangkaan juga dilakukan

oleh majelis hakim dikarenakan, Persangkaan merupakan pembuktian

sementara dan pada hakekatnya merupakan alat bukti yang bersifat

tidak langsung.Hakim bebas dalam menemukan persangkaan

berdasarkan kenyataan, setiap peristiwa yang telah terbukti dalam

persidangan dapat digunakan sebagai persangkaan jika memenuhi

syarat-syaratnya.

Kekuatan bukti persangkaan menurut Undang-Undang bersifat

memaksa, hakim terikat pada ketentuan Undang-Undang kecuali jika

dilumpuhkan oleh bukti lawan.

Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo, SH bukti persangkaan

hakim yang berdasarkan kenyataan, kekuatan pembuktiannya

diserahkan kepada pertimbangan hakim, maka hakim wajib

(33)

2.4. Pengakuan

Yaitu pernyataan seseorang tentang dirinya sendiri, bersifat sepihak

dan tidak memerlukan persetujuan pihak lain.(Fauzan, 2005 :52)

Pengakuan sebagai alat bukti diatur dalam pasal 174,175,176,HIR,

pasal 311,312,313 Rbg dan pasal 1923-1928 BW.

Pengakuan ini dapat diberikan di muka hakim di persidangan atau di

luar persidangan dan dapat pula diberikan secara tertulis maupun lisan

didepan sidang.

Bentuk pengakuan ada 3 macam yaitu :

2.4.1. Pengakuan murni.

2.4.2. Pengakuan dengan kualifikasi

2.4.3. Pengakuan dengan klausula.

Sebagai bentuk kekuatan pembuktian pengakuan dengan

pengertian dan penjelasan bahwa :

` 1. Pengakuan murni di muka sidang merupakan bukti yang

sempurna terhadap yang melakukannya, dan bersifat

menentukan karena tidak memungkinkan pembuktian lawan

(pasal 174 HIR, pasal 311 Rbg, pasal 1925 BW).

2. Pengakuan dengan kualifikasi ini merupakan pengakuan yang

(34)

karena itu pengakuan seperti ini harus diterima seutuhnya dan

tidak boleh dipisah-pisahkan, sehingga merugikan pihak yang

memberikan pengakuan.

Pengakuan ini harus diterima bulat dan pengakuan ini disebut

“ Pengakuan tidak boleh dipisah-pisahkan”.(Fauzan, 2005 :

53)

3. Pengakuan dengan klausula merupakan suatu pengakuan yang

disertai dengan keterangan tambahan yang bersifat

membebaskan. Pengakuan ini juga tidak boleh

dipisah-pisahkan, harus diterima seutuhnya.

2.5. Sumpah

Adalah suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan

pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat akan

sifat Maha Kuasa dari pada Tuhan, dan percaya bahwa siapa yang

memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum

olehnya.(Mukti, 1996 : 179)

Pada hakekatnya sumpah merupakan tindakan yang bersifat

relegius yang dipergunakan dalam peradilan.

Sumpah ada 2 macam yaitu :

(35)

Yaitu sumpah / janji untuk melakukan atau tidak melakukan dan

ini mempunyai fungsi formil yaitu syarat sah dilakukanya suatu

tindakan yang menurut hukum harus dilakukan diatas sumpah

itu.

Sumpah ini ada 6 macam :

1. Sumpah Jabatan

2. Sumpah PNS

3. Sumpah Saksi

4. Sumpah Ahli

5. Sumpah Juru Bahasa / Tplk

6. Sumpah Hakim.(Mukti, 1996 : 179)

2.5.2 Sumpah Assertoir / Confirmatoir

Yaitu sumpah / janji untuk memberikan keterangan guna

meneguhkan bahwa sesuatu itu benar demikian atau tidak benar.

Sumpah ini mempunyai fungsi materiil yaitu sebagai alat bukti

di muka pengadilan untuk menyelesaikan sengketa.

Sumpah ini ada 3 macam yaitu :

1. Sumpah Suppletoir / Pelengkap

2. Sumpah Decissoir / Pemutus

3. Sumpah Penaksir

Kekuatan alat bukti sumpah

(36)

a) Menyelesaikan perkara

b) Memiliki kekuatan pembuktian sempurna

c) Masih memungkinkan adanya bukti lawan dapat

dibatalkan dengan putusan hakim yang lebih tinggi. d) Apabila sumpah itu terbukti palsu, dapat dijadikan alasan

mohon peninjauan kembali kepada Mahkamah

Agung.(Mukti, 1996 : 185)

Apabila pihak yang diperintahkan tersebut telah

mengucapkan sumpah, maka ia dimenangkan, sedangkan

apabila pihak tersebut menolak untuk bersumpah, maka ia

akan dikalahkan dalam perkara.

Kekuatan hukum dari sumpah decissoir ialah bersifat :

a. Kebenaran peristiwa menjadi pasti.

b. Merupakan alat bukti yang bersifat menentukan. c. Tidak memungkinkan bukti lawan.

d. Pihak lawan tidak boleh membuktikan bahwa sumpah itu

palsu.

e. Tidak dapat dibatalkan oleh hakim yang lebih tinggi.

f. Apabila sumpah itu palsu berdasarkan putusan hakim

pidana, maka tidak dapat diajukan Peninjauan

Kembali.(Mukti, 1996 : 190)

Kekuatan sumpah penaksiran sama dengan sumpah

suppletoir yakni bersifat sempurna dan masih memungkinkan

pembuktian lawan.

Disamping 3 macam sumpah tersebut di atas, dalam

(37)

1. Sumpah Li’an

Sumpah ini diatur dalam pasal 88 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, pasal 127 Kompilasi

Hukum Islam dan Alqur’an Surat Annur ayat 6-9.

Sumpah ini menyebabkan putusnya perkawinan antara

suami istri untuk selama lamanya karena suami menuduh

isterinya berbuat zina dan atau mengingkari anak dalam

kandungan atau yang sudah lahir dari isterunya, sedangkan

isterinya menolak tuduhan tersebut.(Mukti, 1996 : 190)

2. Yaminul Istidhhar

Yaitu sumpah penegasan yang berfungsi sama dengan

sumpah suppletoir, tetapi hanya bisa dipakai dalam

sengketa perkawinan, perceraian dan kelahiran, dimana

pihak lawan tidak hadir dalam sidang.

Sumpah ini hanya sebagai syarat penetapan hakim

terhadap orang yang ghaib, sehingga dalil-dalil gugat

harus dibuktikan dengan alat bukti lain yang

cukup.(Mukti, 1996 : 193)

Kekuatan pembuktian Yaminul Istidhhar ini sama

dengan sumpah suppletoir.

Disamping 5 macam alat bukti yang diuraikan di

atas menurut pasal 164 HIR, maka masih terdapat alat

(38)

mengenai kebenaran suatu peristiwa yang menjadi

sengketa yaitu antara lain :

1. Pemeriksaan di tempat / Descente

Yaitu pemeriksaan mengenai perkara oleh hakim

karena jabatannya, yang dilakukan diluar gedung atau

tempat kedudukan Pengadilan, agar hakim dengan

melihat sendiri memperoleh gambaran atau keterangan

yang memberi kepastian tentang peristiwa yang

menjadi sengketa.(Mukti, 1996 : 193)

Pemeriksaan setempat ini diatur dalam pasal 153 HIR,

pasal 180 Rbg dan pasal 211 RV.

Kekuatan pembuktian hasil pemeriksaan di tempat ini

diserahkan kepada pertimbangan hakim.

2. Keterangan Ahli / Saksi Ahli

Yaitu keterangan dari pihak ketiga yang obyektif dan

bertujuan untuk membantu hakim dalam pemeriksaan

guna menambah pengetahuan hakim sendiri.

Di dalam praktek pengadilan sering disebut saksi

ahli hal ini diatur dalam pasal 154 HIR, pasal 181 Rbg

dan 215 RV.

Hakim menggunakan keterangan ahli bertujuan

(39)

- Memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam

tentang sesuatu hanya dimiliki oleh seorang ahli

tertentu, misalnya : hal yang bersifat tehnis, ilmu

kedokteran dan lain-lain.

- Memperoleh kebenaran dan keadilan pada masalah

yang bersangkutan.

Kekuatan pembuktian saksi ahli ini adalah bebas,

hakim tidak wajib mengikuti pendapat ahli tertentu dan

bebas untuk menilai pendapat saksi ahli.

Hakim tidak terikat pada keterangan ahli, bahkan boleh

berpendapat lain daripada keterangan ahli, jika

bertentangan dengan keyakinannya. Apabila hakim akan

mengikuti pendapat saksi ahli, maka harus yakin bahwa

hal tersebut adalah benar sesuai dengan keyakinannya.

2.6. Bukti saksi

Yaitu orang yang memberikan keterangan di muka sidang dengan

memenuhi syarat-syarat tertentu, tentang suatu peristiwa atau keadaan

yang ia lihat, dengar dan ia alami sendiri, sebagai bukti terjadinya

peristiwa atau keadaan tersebut.(Mukti, 1996 : 116)

Alat bukti saksi ini diatur dalam pasal 168-172 HIR. Adapun

kewajiban saksi adalah sebagai berikut:

(40)

2. Mengangkat sumpah sesuai agamanya.

3. Memberikan keterangan sesuai dengan apa yang ia lihat, dengar

dan alaminya.(Mukti, 1996 : 163)

Kekuatan hukum alat bukti saksi dapat menguatkan bukti saksi,

apabila saksi telah memenuhi syarat formil dan materiil,

mempunyai nilai pembuktian bebas yaitu hakim bebas untuk

menilai kesaksian itu sesuai dengan nuraninya, tidak terikat dengan

keterangan saksi, bahkan hakim dapat menyingkirkannya asal

dipertimbangkan dengan cukup berdasarkan argumentasi kuat.

Menurut pasal 172 HIR, pasal 309 Rbg, 1908 BW, hakim tidak

wajib dan tidak dipaksa untuk mempercayai saksi, sehingga kesaksian

sebagai alat bukti berlainan dengan alat bukti surat, tidak bersifat

(41)

2. SAKSI MENURUT HUKUM ISLAM DAN

PERUNDANG-UNDANG YANG BERLAKU.

1. Saksi menurut Hukum Islam

Saksi menurut hukum Islam disebut “Syahid” untuk saksi laki-laki dan

“Syahidah” untuk saksi perempuan yang diambil dari kata

“Musyahadah” yang artinya : menyaksikan dengan dugaan dengan mata

kepala sendiri dan saksi adalah manusia hidup.(Roihan, 1994 : 156)

Hal ini berdasarkan Firman AllahS.A.W :

(#r ߉Îhô± tFó™$#urÈûøïy‰‹Íky

­

` ÏBöNà6 Ï9%y` Íh‘(

(diantaramu) “.(Q.S.Albaqoroh ayat 282).(Alqur’an dan terjemah,1976:

56)

Dan firman Allah yang berbunyi :

(#r ߉Íkô

­

r&urô“ ursŒ5A ô‰tã óOä3 ZÏiB(….

kamu…… “ (Q.S. Attholaq, ayat 2).(Alqur’an dan terjemah, 1976 : 945)

Para Jumhur Fuqaha menyamakan pengertian syahadah dengan

bayyinah, sedangkan menurut Ibnu Qayyim, pengertian bayyinah lebih

luas dari syahadah, karena bayyinah meliputi apa saja yang dapat

mengungkapkan dan menjelaskan kebenaran sesuatu perkara yang

disengketakan sebagaimana karinah-karinah yang qath’iyyah.(Ridlo,

(42)

Dari uraian diatas, maka kesaksian merupakan sebagaian dari Al

bayyinah karena bisa dua orang saksi dan bisa juga dalam bentuk lain

seperti sangkaan atau petunjuk ( dilalatul hal ).

Oleh karena itu menurut hukum Islam, pihak penggugat harus

membuktikan gugatannya dengan bayyinah, diantaranya adalah dengan

kesaksian saksi-saksi yang dapat mengungkapkan kebenaran dalil

gugatanya.

harus bersumpah “( H.R. Baihaqi)

Dalam hukum Islam, alat bukti saksi mempunyai syarat-syarat

tertentu pula sebagaimana syarat saksi dalam hukum acara perdata

sebagaimana tersebut diatas.

Menurut Madzab Syafii dan Iman Abu Hanifah, secara garis besar

ada 5 syarat sifat saksi yang harus dipegangi hakim dalam memeriksa

kesaksian yaitu :

1. Adil yaitu menjauhkan diri dari semua dosa besar, selalu

menjauhkan diri dari dosa-dosa kecil, selamat aqidahnya, tidak

mudah marah dan menjaga kehormatan dirinya.

2. Dewasa / baliqh

(43)

4. Merdeka / bukan budak

5. Mempunyai iktikad baik dalam memberi kesaksian di dalam

persidangan.

Menurut Sayid Sabiq, syarat saksi adalah sebagai berikut :

1. Saksi harus memberikan kesaksian yang ia lihat dan alami sendiri

seperti mengetahui terangnya matahari dengan mata kepalanya sendiri.

2. Saksi tidak memberikan keterangan kesaksiannya secara ragu atau

secara istifadlah (testimonium de audito).

3. Batas minimal saksi adalah dua orang laki-laki atau satu orang laki-laki

dan dua orang wanita.(Sayid, 1971 : 427)

Dalam praktek Peradilan Islam, menetapkan alat bukti saksi sebagai

berikut :

1. Perkara zina / tuduhan zina, saksi harus empat orang laki-laki yang

beragama Islam dan adil.

2. Perkara pidana, saksi harus dua orang laki-laki yang beragama Islam

dan adil

3. Masalah harta, boleh saksi seorang laki-laki dan dua orang

perempuan.

4. Khusus perkara yang lazim hanya diketahui perempuan seperti

keperawanan, aib perempuan, dapat dengan dua atau empat orang

(44)

2. Saksi Menurut Perundang-Undangan Yang Berlaku.

Menurut hukum acara perdata pada umumnya, alat bukti saksi diatur

dalam pasal 139-152, 168-172 HR ( pasal 165-179 Rbg ), 1895 dan

1902-1912 BW.

Saksi yang diajukan oleh para pihak di depan persidangan agar dapat

menjadi alat bukti harus memenuhi syarat yang meliputi syarat formil

maupun syarat materiil.

2.1. Syarat formil saksi yaitu :

2.1.1 Berumur 15 tahun keatas dan sehat akalnya.

2.1.2 Bukan orang yang dilarang untuk didengar sebagai saksi ( pasal

144-145 HIR ) yaitu keluarga sedarah dan semenda karena

perkawinan menurut garis lurus dari pihak yang berperkara, isteri

maupun suami dari salah satu pihak meskipun sudah bercerai.

2.1.3 Menghadap di persidangan dan mengangkat sumpah serta

memberikan keterangan secara lesan.

2.2. Syarat materiil saksi menurut pasal 170 dan 171 HIR yaitu :

2.2.1 Menerangkan peristiwa yang dilihat, didengar dan dialami

sendiri.

2.2.2 Diketahui sebab-sebab ia mengetahui peristiwanya dari sumber

pengetahuan yang jelas, bukan merupakan pendapat /

kesimpulannya sendiri.

2.2.3 Keterangan saksi harus saling bersesuai satu sama lain dan tidak

(45)

BAB III

PERKARA KESAKSIAN NON MUSLIM SEBAGAI ALAT

BUKTI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BOYOLALI

A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Boyolali

1. Letak Geografis Pengadilan Agama Boyolali

Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis terhadap Dra.Hj. Andi

Muliany Hasyim, SH, MH, MSI Hakim Pengadilan Agama Boyolali pada hari

Jum’at tanggal 7Desember 2012, bahwa Kabupaten Boyolali terletak pada arah

selatan dari Kabupaten Semarang dengan jarak tempuh sepanjang 70 Km. Secara

geografis Kabupaten Boyolali berada di bagian tenggara lereng gunung Merapi

dan berada pada titik koordinat 7° 28' lintang selatan dan garis bujur 107° 48’

bujur timur, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kabupaten Semarang dan Purwodadi

Sebelah Timur : Kabupaten Sragen dan Karanganyar

Sebelah Selatan : Kabupaten Klaten dan Sukoharjo

Sebelah Barat : Kabupaten Magelang.

Secara administratif Kabupaten Boyolali terdiri dari 19 kecamatan dan 150

desa/kelurahan, luas wilayah 1.015 Km, dengan jumlah penduduk berdasar

sensus tahun 2010 sebanyak 944.181 orang dengan perincian 461.806 orang

laki-laki dan 482.375 orang perempuan. Dilihat dari pemeluk agama, Islam

sebagai agama mayoritas dengan jumlah 915.282 orang, Kristen 11.479, Katolik

(46)

2. Sejarah Singkat Pengadilan Agama

Boyolali

a. Masa sebelum Penjajahan Belanda.

Kabupaten Boyolali berada di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram. Dalam sejarah

Kerajaan Mataram terdapat beberapa jabatan keagamaan di tingkat desa diantaranya Kaum,

Amil, Modin, Kayim dan Lebai. Kemudian di tingkat kecamatan ada Penghulu dan Naib.

Sementara di tingkat kabupaten seorang bupati didampingi oleh patih untuk urusan bidang

pemerintahan umum dan seorang penghulu di bidang agama. Pada pusat Kerajaan Matarm,

dilingkungan kerajaan terdapat dijumpai Kanjeng Penghulu atau Penghulu Ageng yang

berfungsi sebagai Hakim pada Mejelis Pengadilan Agama saat itu. Konsep dari sebuah

"pengadilan" agama saat itu juga masih sederhana sekali, sebuah majelis hanya terdiri dari

Penghulu yang bertugas mengadili suatu perkara perdata, yang terdiri dari Penghulu Kanjeng

dan Penghulu Kabupaten.

Dengan demikian pada saat itu pola masyarakat Kerajaan Mataram telah ada Majelis

Agama yang bertugas menyelesaikan sengketa antar umat islam di bidang tertentu dan peranan

Hakim dipegang oleh seorang Penghulu, baik Penghulu Kabupeten (untuk tingkat Kabupaten)

dan Penghulu Kanjeng (untuk tingkat Kerajaan).

b. Masa Penjajahan Belanda

Pada tanggal 19 Januari 1882 Raja Belanda Willem III dengan ketetapan Nomor 24

menetapkan suatu peraturan tentang Pengadilan Agama dengan nama ”Priesteraden” untuk

Jawa dan Madura di muat dalam Staatsblad 1882 Nomor 152, diatara pasal adalah : Pasal 1 :

(47)

wilayah hukumnya sama dengan wilayah hukum Landraad, Pasal 2 menyebutkan : Pengadilan

Agama tersusun atas :

1. Penghulu diperbantukan kepada Landraad sebagai ketua.

2. Sekurang-kurangnya tiga dan sebanyak-banyaknya delapan ”pristers” sebagai anggota.

Berdasarkan Staatsblad 1882 Nomor 152 Tentang Pembentukan Pengadilan Agama di

Jawa dan Madura yang dinyatakan mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 1882, maka secara

resmi Pengadilan Agama diakui sebagai Peradilan yang sah di wilayah jajahan Belanda. Saat

itu pimpinan Pengadilan Agama dijabat oleh seorang ketua yang merangkap pejabat Adviseur

Bij De Landraadatau yang dikenal dengan Penghulu Landraad .Kemudian berdasarkan

Staatsblad 1937 Nomor 116 tentang Kekuasaan dan Kewenangan Pengadilan Agama

membahas tentang hal-hal diantaranya: masalah yang bisa diselesaikan melalui Pengadilan

Agama adalah masalah-masalah kewarisan dan kebendaan yang berkaitan dengan perkawinan,

dengan dasar tersebut Kompetensi Pengadilan Agama meliputi :

1) Persilisihan

antara suami isteri yang beragama Islam.

2)

Perkara-perkara tentang nikah, talak, rujuk dan perceraian antara orang-orang yang beragama Islam

yang memerlukan perantaraan Hakim Agama (Islam).

3) Memberi

putusan perceraian.

4) Menyatakan

(48)

5) Perkara mahar

(mas kawin ), sudah termasuk mut’ah.

6) Perkara

tentang keperluan kehidupan suami isteri yang wajib diadakan oleh suami.

c. Masa Penjajahan Jepang

Pada masa ini, Pengadilan Agama tetap dipertahankan berdasarkan Paraturan

Peralihan Pasal 4 Undang-Undang Bala Tentara Jepang (Osamu Saire) tanggal 7 Maret

1942 Nomor 1 yang menyatakan bahwa Pengadilan Agama masuk dalam Departemen

Kehakiman (Shihobu) dari Gunseilanbu (nama kabinet waktu itu) dan disebut degan istilah

Sooriyo Hooin (Pengadilan Agama dalam istilah Jepang).

Pada masa ini melalui proses penelusuran sejarah dapat diketahui administrasi dari

Pengadilan Agama seperti Ketua, Mejelis dan karyawan yang membantu dalam proses

persidangan.

d. Masa Kemerdekaan

Pada saat permulaan Indonesia merdeka Pengadilan Agama berada di bawah

Departeman Kehakiman (sekarang Kementerian Kehakiman), dan berdasarkan Penetapan

Pemerintah No. 1/S.D tanggal 3 Januari 1945 Departemen Agama (sekarang Kementerian

Agama) berdiri, maka Pengadilan Agama beralih di bawah Departemen Agama

(berdasarkan Penetapan Pemerintah Nomor 5/SD tanggal 25 Maret 1946).

Pengadilan Agama Boyolali sebelum tahun 1949 berkantor di serambi masjid,

kemudian sejak tahun 1949 sampai dengan tahun 1955 Kantor Pengadilan Agama Boyolali

(49)

Pandanaran 67 Boyolali. Perkara yang ditangani oleh Pengadilan Agama Boyolali masih

sedikit karena masih banyak perceraian (Cerai Talak) yang dijatuhkan oleh suami tidak

dilakukan di muka persidangan Pengadilan Agama Boyolali, namun setelah lahirnya

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang berlaku secara efektif, dan

sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 maka tugas-tugas Pengadilan Agama

menjadi semakin bertambah, perkara-perkara perkawinan diatur dengan jelas, sehingga

volume perkara yang diterima di Pengadilan Agama Boyolali meningkat.

Pada tahun 1976 Pengadilan Agama Boyolali telah memiliki gedung tersendiri

seluas 348 m², yang terletak di Jl. Printis Kemerdekaan Boyolali, dibangun diatas tanah

seluas 546 m² dari Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali / tanah hak milik Negara

dengan status hak pakai sebagaimana tersebut dalam seftifikat Hak Pakai Nomor : 12 tahun

1987.

Pada bulan Juni 2004, Pasca satu atap pengadilan dibawah lembaga Mahkamah

Agung khususnya lembaga Peradilan Agama mengalami kemajuan yang signifikan,

Mahkamah Agung Republik Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan citra Peradilan

yang lebih berwibawa dan bermartabat, baik dari segi sarana dan prasarana maupun

kualitas sumber daya manusia (SDM), Dan berdasarkan Surat Kepala Badan Urusan

Administrasi MA-RI Nomor 42/BUA-PLS-KEP/XII/2006, tanggal 12 Desember 2006

kemudian ditindak lanjuti dengan penandatanganan Berita Acara Serah Terima Gedung

lama Pengadilan Negeri Boyolali yang terletak di Jalan Pandanaran No. 167 Boyolali

(50)

melalui DIPA PTA Jawa Tengah gedung lama Pengadilan Negeri Boyolali tersebut

direnovasi dan selesai pada bulan Desember 2007. Dan secara resmi Pengadilan Agama

Boyolali berkantor di Jalan Pandanaran Nomor 167 Boyolali sejak bulan Pebruari 2008

sampai sekarang.

Eksistensi Pengadilan Agama makin diakui setelah diundangkannya

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, Lembaga Peradilan Agama

mengalami perubahan besar dan mendasar yang diperkuat keberadaannya melalui Pasal 106

Undang-Undang Peradilan Agama, kemudian Undang-Undang tersebut diubah dengan

menambah dan memperluas kewenangan Peradilan Agama dengan Undang-Undang Nomor

3 Tahun 2006 dan lebih disempurnakan lagi dengan perubahan kedua atas Undang-Undang

Peradilan Agama dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009.

e. Masa berlakunya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974

Sejak kehadiran dan diundangkan berlakunya undang-undang no.14 tahun 1970

pada tanggal 17 Desember 1970 kedudukan dan posisi Pengadilan Agama semakin jelas

dan mandiri termasuk Pengadilan Agama Boyolali, namun umat Islam Indonesia masih

harus berjuang karena belum mempunyai undang-undang yang mengatur tentang keluarga

muslim. Melalui proses kehadiranya pada akhir tahun 1973 membawa suhu politik naik.

Para ulama dan umar Islam Boyolali juga ikut berpartisipasi untuk mewujudkan

undang-undang perkawinan, maka akhirnya terbitlah Undang-undang-undang Nomor 1 tahun 1974 yang

diundangkan pada tanggal 2 januari 1974 sebagai ketentuanhasil kompromi yang luas

seluruh rakyat Indonesia.

(51)

peraturan pemerintah No.9 tahun 1975. Pengadilan Agama Boyolali dilihat dari fisiknya

masih tetap seperti dalam keadaan sebelumnya, namun fungsi dan peranannya semakin

mantap karena semakin banyak perkara masuk yang menjadi kewenangannya, sehingga

terasa sekali Pengadilan Agama Boyolali kekurangan personel atau pegawai. Untuk

mengatasi hal itu Pengadilan Agama Boyolali merekrut tenaga tidak tetap atau tenaga

honorer. Dan sarana dan prasarana yang digunakan untuk menangani dan menyelesaikan

perkara yang masuk masih sangat sederhana. Untuk melaksanakan pemanggilan kepada

para pihak diangkatlah juru sita.

f. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

Sejak diundangkannya Undang-undang No.7 tahun 1989 posisi Pengadilan Agama

Boyolali semakin kuat. pengadilan agama berwenang menjalankan keputusannya sendiri

tidak perlu lagi melalui pengadilan negeri. Selain itu hukum acara yang berlaku di

Pengadilan agama sama dengan hukum acara yang berlaku di pegadilan negeri.

Dalam usaha memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka, sesuai

dengan tuntutan reformasi di bidang hokum, telah dilakukan perubahan terhadap

Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman

sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 35 tahun 1999 tentang

perubahan atas Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuan pokok kekuasaan

kehakiman.

(52)

Sebelum Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 diberlakukan, Pengadilan Agama

secara administrasi dan finansial berada dibawah Departemen Agama. Akan tetapi sejak

undang-undang tersebut diberlakukan, pembinaan tekhnis peradilan, organisasi,

administrasi dan finansial dilakukan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia. Maka

sesuai petunjuk Mahkamah Agung mulai diadakan pemisahan jabatan antara kepaniteraan

dan kesekretariatan begitu juga rangkap jabatan antara jurusita dan panitera pengganti

selain itu hakim juga diberi tugas pengawasan bidang-bidang.

Undang-undang Republik Indonesia tahun 1945 berdasarkan pasal 24 ayat (2)

bahwa peradilan Agama merupakan salah satu lingkungan peradilan yang berada di bawah

Mahkamah Agung bersama badan peradilan lainnya. Di lingkungan peradilan umum,

peradilan tata usaha Negara, dan peradilan militer, peradila agama merupakan salah satu

badan peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan penegakan hukum

dan keadilan bagi rakyat pencari keadilan perkara tertentu antara orang-orang yang

beragama Islam di bidang perkawinan, waris, hibah, wakaf, zakat, infaq, shodaqoh dan

bidang ekonomi syari’ah.

Secara bertahap namun pasti semenjak peradilan agama berada dalam satu atap

bersama dibawah naungan Mahkamah Agung, secara administrasi Pengadilan Agama

Boyolali mulai mendapatkan perhatian, salah satunya dengan pembangunan gedung baru,

kantor Pengadilan Agama Boyolali yang semula berada di Jl. Perintis Kemerdekaan,

Boyolali sampai dengan tanggal 1 Januari 2007 kantor Pengadilan Agama Boyolali pindah

ke gedung baru di Jl. Pandanaran No.167 Boyolali. Kemudian kantor lama digunakan

(53)

3. Nama-Nama Ketua Pengadilan Agam

Boyolali

Sejak terbentuk Pengadilan Agama Boyolali tahun 1937, Penghulu /Ketua

Pengadilan Agama Boyolali telah beberapa kali berganti, namun nama-nama Ketua

Pengadilan Agama sebelum tahun 1949 tidak dapat diketemukan walaupun telah berusaha

dengan mengunjungi informan dan mencari di beberapa literature. Dan untuk Ketua

Pengadilan Agama Boyolali dari tahun 1949 sampai sekarang nama Ketua Pengadilan

Agama Boyolali serta periodenya seperti tersebut dibawah ini :

1. Ky. Djamaludin, Masa Jabatan Ta

1949 – 1955

2. Pujo Taruno,Masa Jabatan Tahun 1955

1962

3. Dirjo Sukarso,Masa Jabatan Tahun 1962

(54)

4. Drs. Achmad Slamet,Masa Jab

Tahun 1974 – 1980

5. Drs. A. Barizi,Masa Jabatan Tahun 1980

– 1984

6. Drs.H. Muzamil, SH Masa Jab

Tahun 1985 - 1997

7. Drs. H. Ali Muchson, M.Hum M

Jabatan Tahun 1997 - 2003

8. Drs.H. Syadzali Musthofa, SH M

Jabatan Tahun 2003 - 2007

9. Drs.H. Noor Salim, SH.M.H M

Jabatan Tahun 2007 – 2010

10. Dra. Hj. A. Muliany

Hasyim,SH.,MH.,MSI Masa Jabatan Tahun 2010 – sekarang

(55)

Wilayah yurisdiksi Pengadilan Agama Boyolali Kabupaten Boyolali terletak pada arah selatan

dari Kota Semarang dengan jarak tempuh sepanjang kurang lebih 70 Km.

Secara Geografis Kabupaten Boyolali berada di bagian tenggara lereng gunung Merapi (alam :

Laut, Selat, Samudra, Sungai) atau secara administrasi (kewilayahan ) Pengadilan Agama

Boyolali berbatasan sebagai berikut :

Sebelah Barat Kabupaten Magelang

Sebelah Utara Kabupaten Semarang dan Purwodadi

Sebelah Timur Kabupaten Sukoharjo,Karanganyar dan Sragen

Sebelah Selatan Kabupaten Klaten dan Sukoharjo.

(56)

Secara astronomis Pengadilan Agama Boyolali terletak pada titik koordinat :

a. 70 28’ Lintang Selatan

b. 1070 48’ Bujur Timur

Data Wilayah Hukum Pengadilan Agama Boyolali. dari 19 kecamatan terdiri 261 Desa dan 3

Kalurahan adalah sebagai berikut :

1. KECAMATAN AMPEL terbagi 20 Desa dengan jarak /radius terjauh dari Pengadilan

Agama Boyolali kurang lebih 55 km

2. KECAMATAN CEPOGO terbagi 14 Desa dengan jarak /radius terjauh dari Pengadilan

Agama Boyolali kurang lebih 55 km.

3. KECAMATAN BOYOLALI terbagi 3 Kelurahan dan 6 Desa dengan jarak /radius terjauh

dari Pengadilan Agama Boyolali kurang lebih 5 km.

4. KECAMATAN MOJOSONGO terbagi 12 Desa dengan jarak /radius terjauh dari

Pengadilan Agama Boyolali kurang lebih 5 km.

5. KECAMATAN TERAS terbagi 13 Desa dengan jarak /radius terjauh dari Pengadilan

Agama Boyolali kurang lebih 10 km.

6. KECAMATAN SAWIT terbagi 12 Desa dengan jarak /radius terjauh dari Pengadilan Agama

Boyolali kurang lebih 15 km.

7. KECAMATAN MUSUK terbagi 20 Desa dengan jarak /radius terjauh dari Pengadilan

Agama Boyolali kurang lebih 55 km.

8. KECAMATAN BANYUDONO terbagi 15 Desa dengan jarak /radius terjauh dari

Pengadilan Agama Boyolali kurang lebih 14 km.

9. KECAMATAN SAMBI terbagi 16 Desa dengan jarak /radius terjauh dari Pengadilan

(57)

10. KECAMATAN NGEMPLAK terbagi 12 Desa dengan jarak /radius terjauh dari

Pengadilan Agama Boyolali kurang lebih 30 km.

11. KECAMATAN NOGOSARI terbagi 13 Desa dengan jarak /radius terjauh dari

Pengadilan Agama Boyolali kurang lebih 30 km.

12. KECAMATAN SIMO terbagi 13 Desa dengan jarak /radius terjauh dari Pengadilan

Agama Boyolali kurang lebih 35 km.

13. KECAMATAN KARANGGEDE terbagi 16 Desa dengan jarak /radius terjauh dari

Pengadilan Agama Boyolali kurang lebih 40 km.

14. KECAMATAN SELO terbagi 8 Desa dengan jarak /radius terjauh dari Pengadilan

Agama Boyolali kurang lebih 55 km.

15. KECAMATAN KLEGO terbagi 13 Desa dengan jarak /radius terjauh dari Pengadilan

Agama Boyolali kurang lebih 40 km.

16. KECAMATAN ANDONG terbagi 16 Desa dengan jarak /radius terjauh dari Pengadilan

Agama Boyolali kurang lebih 40 km.

17. KECAMATAN KEMUSU terbagi 13 Desa dengan jarak /radius terjauh dari Pengadilan

Agama Boyolali kurang lebih 50 km.

18. KECAMATAN WONOSEGORO terbagi 18 Desa dengan jarak /radius terjauh dari

Pengadilan Agama Boyolali kurang lebih 45 km.

19. KECAMATAN JUWANGI terbagi 10 Desa dengan jarak /radius terjauh dari Pengadilan

(58)

B. Perkara

Perkara dengan kesaksian non muslim sebgai alat bukti di Pengadilan Agama

Boyolali.

Peranan hakim sebagai aparat penegak hukum, pada prinsipnya tidak lain dari pada

melaksanakan fungsi Peradilan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Dalam

menjalankan fungsi Peradilan ini, para Hakim Pengadilan Agama harus menyadari

sepenuhnya bahwa tugas pokok hakim adalah menegakkan hukum dan keadilan. Hakim

harus berusaha semaksimal mungkin agar setiap putusan yang dijatuhkan itu mengandung

asas hukum yang benar. Jangan sampai ada putusan yang justru menimbulkan keresahan

dan kekacauan dalam kehidupan masyarakat.

Dalam perkara di Pengadilan Agama baik perkara cerai gugat maupun cerai talak,

para pihak yang berperkara diwajibkan untuk mengajukan alat bukti yang berupa saksi

walaupun sudah ada pengakuan. Hal ini mengakibatkan para pihak sering merasa kesulitan

bahkan merasa dirugikan karena saksi yang dihadirkan tidak diterima sebagai alat bukti

oleh Majelis Hakim yang memeriksanya karena tidak beragama Islam.

Seperti halnya dengan Perkara-perkara yang ada dibawah ini :

1. Perkara Nomor : 0159/Pdt.G/2011/PA.Bi

Telah di terima dan terdaftar di register perkara di Pengadilan Agama Boyolali

dengan Nomor : 0159/Pdt.G/2011/PA.Bi, dengan Pemohon Bowo Santoso Bin D.

Wignyo Sumarto, Umur 41 tahun, Agama Islam, Pekerjaan Karyawan PT. Coca-cola,

(59)

Kabupaten Semarang. Melawan Hidayah Binti Abdul Fatah, umur 37 tahun, Agama

Islam, Pekerjaan Swasta, bertempat tinggal di Dusun Dudan Rt.07/01 Desa Teras,

Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali. Tentang Duduk Perkaranya : point ke 3 dan 5

,Bahwa pada mulanya rumah tangga Pemohon dan Termohon dalam keadaan baik,

rukun dan bahagia namun kemudian menjadi goyah karena sering terjadi perselisihan

dan pertengkaran yang disebabkan Termohon selalu mencurigai dan menuduh Pemohon

telah menjalin hubungan cinta dengan wanita lain. Bahwa sejak itu Pemohon merasa

tidak dapat dapat lagi mengendalikan dan membina Termohon, Pemohon berpendapat

antara Pemohon dan Termohon sudah tidak ada lagi saling pengertian dan tidak ada lagi

kecocokan, dan kemudian Pemohon dan Termohon berpisah rumah.Kemudian

Pemohon mengajukan 2 (dua) orang saksi yaitu Joko Margono, Umur 32 tahun,

Agama Katolik, Pekerjaan Karyawan PT. Coca Cola, dengan Sigit Wahyudi, Umur 30

Tahun, Agama Katolik, Pekerjaan Karyawan PT. Coca Cola. Dengan alasan kedua

saksi tersebut yang menyaksikan langsung peristiwa pertengkaran antara Bowo Santoso

dengan istrinya bahkan menyaksikan saat Pemohon disiram bensin oleh istrinya

kemudian baju-baju Pemohon yang ada dilemari dibakar oleh Termohon. Tentang

Hukumnya : Menimbang, bahwa kesaksian para saksi telah disampaikan, setelah

mengangkat sumpah dan kesaksian para saksi sesuai dengan apa yang mereka lihat,

dengar sendiri dan ternyata kesaksiannya para saksi telah menguatkan dalil permohonan

Pemohon dan sebagaian diakui kebenarannya oleh Termohon, sehingga keterangan para

saksi dapat dijadikan alat bukti. Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum tersebut,

maka Majelis Hakim berpendapat rumah tangga Pemohon dan Termohon telah pecah

Referensi

Dokumen terkait

Sajian khas dari telur yang diaduk den- gan bumbu masakan, didadarkan dengan cara khusus menghasil- kan dadar telur menyerupai renmda ( hiasan pakaian yang disebut rendo ), wah

Dari hasil diperoleh bahwa dispersi padat lebih dapat meningkatkan disolusi kurkumin secara signifikan dibandingkan dengan campuran fisik.. Secara statistik dinyatakan bahwa tidak

Penelitian dengan judul faktor kondisi, fekunditas, dan seks rasio ikan yang ditangkap di Sungai Serayu pada tempat bermuaranya Sungai Logawa wilayah Kecamatan

Tegangan yang timbul karena pensakelaran dapat mencapai 2 atau 3 kali tegangan normal, oleh karena itu dikhawatirkan tegangan karena pensakelaran dapat

Berdasarkan sajian data tersebut di atas, maka dapat dirumuskan kesimpulan bahwa secara umum mahasiswa program studi bimbingan dan konseling memiliki kecenderungan

Dari tiga tipe tanaman tebu yang berbeda di PT.Perkebunan Nusantara VII Bungamayang Lampung Utara, tanaman tebu umur 0-3 bulan dengan indeks keseragaman yaitu 0,91 yang

Untuk itu dalam rangka pengujian kredibiltas data dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau

Bernadetta Diana Nugraheni, SE., M.Si., QIA selaku Dosen Wali serta segenap Dosen Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya yang telah memberikan ilmu pengetahuan