• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

2.1. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)

Dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik (Good Government Governance) pada bidang pengelolaan keuangan Negara/daerah yang profesional, transparan dan akuntabel salah satunya adalah dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Langkah konkret yang telah dilakukan pemerintah adalah dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tersebut ditambah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang selanjutnya mengamanatkan tugas penyusunan standar tersebut kepada suatu komite standar yang independen yang ditetapkan dengan suatu keputusan presiden tentang Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP), maka terbitlah Keputusan Presiden RI Nomor 84 Tahun 2004 tentang Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) yang kemudian dirubah dengan Keputusan Presiden RI Nomor 2 Tahun 2005.

               

(2)

Selain menyusun SAP, KSAP juga mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai publikasi lainnya, antara lain Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (IPSAP) dan Buletin Teknis (Bultek). IPSAP dan Bultek merupakan pedoman dan inforamsi lebih lanjut yang akan diterbitkan oleh KSAP guna memudahkan pemahaman dan penerapan SAP, serta untuk mengantisipasi dan mengatasi masalah-masalah akuntansi maupun pelaporan keuangan.

Dengan dibentuknya Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) maka Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Definisi Standar Akuntansi Pemerintahan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2005 (Paragraf 5) adalah sebagai berikut:

Standar Akuntansi Pemerintahan, selanjutnya disebut SAP adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. Dengan demikian SAP merupakan persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum dalam upaya meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah di    .

Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah diharapkan akan adanya transparansi, partisipasi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara/daerah guna mewujudkan pemerintahan yang lebih baik (good government governance). Sehingga diperlukan langkah-langkah strategis yang perlu segera diupayakan dan diwujudkan bersama dalam rangka implementasi Standar Akuntansi Pemerintahan.                

(3)

SAP ini merupakan pelaksanaan atas Pasal 184 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan bahwa Gubernur atau Kepala Daerah menyampaikan rancangan Peraturan Daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang terdiri dari LRA, Neraca, LAK dan CaLK serta dilampiri dengan Laporan Keuangan BUMD yang telah diperiksa oleh BPK paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keuangan sebagaimana dimaksud disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

2.2. Akuntansi Pemerintahan

Akuntansi Pemerintahan atau yang lebih dulu dikenal dengan istilah Akuntansi Sektor Publik saat ini mendapat perhatian yang lebih besar dan berkembang sangat pesat terhadap praktik akuntansi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah (pusat maupun daerah), perusahaan milik Negara/daerah (BUMN/BUMD), dan berbagai organisasi publik lainnya dibandingkan dengan pada masa-masa sebelumnya. Tuntutan akuntabilitas organisasi publik (pemerintahan) menyebabkan akuntansi ini cepat diterima dan diakui sebagai ilmu yang dibutuhkan untuk mengelola urusan-urusan publik (Mardiasmo, 2009:1).

Sebelum tejadinya reformasi pengelolaan keuangan Negara, penerapan akuntansi pada pemerintahan menerapkan sistem pencatatan single entry. Menurut Abdul Halim dalam Abdul Hafiz Tanjung (2008:2), pada sistem ini pencatatan transaksi ekonomi dilakukan dengan mencatat satu kali, transaksi yang berakibat                

(4)

bertambahnya kas akan dicatat pada sisi penerimaan dan transaksi yang berakibat berkurangnya kas akan dicatat pada sisi pengeluaran.

Akibatnya pemerintah tidak memiliki catatan tentang piutang dan utang, apalagi catatan tentang aktiva tetap yang dimiliki dan ekuitas. Sehingga selama ini pemerintah kita tidak pernah menampilkan neraca sebagai salah satu bentuk laporan keuangan yang umum kita kenal guna menggambarkan posisi keuangan pemerintah. Hal ini disebabkan basis akuntansi yang digunakan selama ini adalah basis kas (cash basis), pada basis ini hanya mengakui arus kas masuk dan arus kas keluar. Rekening keuangan akhir akan dirangkum dalam buku kas, sehingga laporan keuangan tidak bisa dihasilkan karena ketiadaan data tentang aktiva dan kewajiban (Indra Bastian, 2006:18)

2.2.1. Pengertian Akuntansi Pemerintahan

Definisi akuntansi pemerintahan berdasarkan kamus akuntansi (Aliminsyah, 2003:78) adalah sebagai berikut:

Akuntansi Pemerintahan (Government Accouting) adalah aplikasi akuntansi di bidang keuangan Negara (public finance), khususnya pada tahapan pelaksanaan anggaran (budget execution), termasuk segala pengaruh yang ditimbulkannya, baik bersifat seketika maupun yang lebih permanen, pada semua tingkat unit pemerintahan. Akuntansi pemerintahan meliputi kegiatan penganalisasian, pencatatan, penyimpulan, pelaporan, dan penginterpretasian transaksi-transaksi unit dan agensi pe   

Sedangkan menurut Arief (2002:3) akuntansi pemerintahan dapat didefinisikan sebagai berikut:

Akuntansi pemerintahan adalah suatu aktivitas pemberian jasa untuk menyediakan informasi keuangan pemerinah berdasarkan proses                

(5)

pencatatan, pengklasifikasian, pengikhitisaran suatu transaksi keuangan

                

Dan berdasarkan National Council on Government Accounting (NCGA) concept statement 1 (dalam Renyowijoyo, 2008:37) adalah:

 Government Accounting is an integral branch of the accounting

disciplines. It is founded on the basis concepts and conventions underlying the accounting disciplines as a whole and shares many

   ! "

Dapat ditarik kesimpulan bahwa Akuntansi Pemerintahan adalah aktivitas mulai dari pencatatan, pengklasifikasian, pengikhtisaran, penginterpretasian, penyimpulan dan pelaporan pada pengelolaan keuangan pemerintahan (Negara) sehingga menyajikan informasi keuangan pemerintah.

2.2.2. Tujuan Akuntansi Pemerintahan

Tujuan akuntansi pemerintahan secara umum adalah memberikan pelayanan kepada publik berupa informasi keuangan pemerintah. Namum terdapat tujuan pokok akuntansi pemerintahan menurut Renyowijoyo (2008:39) dan Nordiawan (2007:7) adalah sebagai berikut:

# a. Pertanggungjawaban (accountability and stewarrship)

Informasi keuangan harus lengkap, cermat, dan dalam bentuk dan tepat waktu yang tepat yang akan berguna bagi penanggung jawab pemerintahan dengan ketaatan dan kebijaksanaan.

b. Manjerial (Managerial)

Informasi keuangan yang berguna untuk perumusan kebijaksanaan, pengambilan keputusan dan kinerja pemerintah.

c. Pengawasan (controlling)

Akuntansi pemerintahan memungkinkan terselenggaranya pemeriksaan oleh aparat fungsional secara efektif dan   $

               

(6)

Sedangkan menurut American Accounting Association (1970) dalam Glynn (1993) (dalam Mardiasmo, 2009:14) menyatakan tujuan akuntansi pada organisasi sektor publik adalah untuk:

a. Memberikan informasi yang diperlukan untuk mengelola secara tepat, efisien, dan ekonomis atas suatu operasi dan alokasi sumber daya yang dipercayakan kepada organisasi. Tujuan ini terkait dengan pengendalian manajemen (management control).

b. Memberikan informasi yang memungkinkan bagi manajer untuk melapookan pelaksanaan tanggung jawab mengelola secara tepat dan efektif program dan penggunaan sumber daya yang menjadi wewenangnya; dan memungkinkan bagi pegawai pemerintah untuk melaporkan kepada publik atas hasil operasi pemerintah dan penggunaan dana publik. Tujuan ini terkait dengan akuntabilitas (accountability)

Dengan demikian akuntansi pemerintahan bertujuan untuk mewujudkan akuntabilitas sehingga dapat menghasilkan keputusan kebijakan yang baik dan menghasilkan fungsi pengawasan yang efektif dan efisien.

2.2.3. Perbedaan dan Persamaan Akuntansi Sektor Publik dengan Sektor Swasta

1) Perbedaan Akuntansi Sektor Publik dengan Sektor Swasta

Menurut Mardiasmo (2009:7) perbedaan sifat dan karakteristik sektor publik dengan sektor swasta dapat dilihat dengan membandingkan beberapa hal, yaitu: tujuan organisasi, sumber pembiayaan, pola pertanggungjawban, struktur organisasi, karakteristik anggaran, stakeholder yang dipengaruhi, dan sistem akuntansi yang digunakan. Berikut tabel perbedaannya:

               

(7)

Tabel 2.1

Perbedaan Sifat dan Karakteristik Organisasi Sektor Publik dengan Sektor Swasta

Perbedaan Sektor Publik Sektor Swasta

Tujuan Organisasi Nonprofit motive Profit motive Sumber Pendanaan Pajak, Retibusi, Utang, Obligasi

Pemerintah, Laba

BUMN/BUMD, Penjualan Aset Negara, dsb.

Pembiayaan Internal: Modal sendiri, laba ditahan, penjualan aktiva. Pembiayaan Eksternal: utang bank, obligasi, penerbitan saham.

Pertanggungjawaban Pertanggungjawaban kepada masyarakat (publik) dan parlemen (DPR/DPRD).

Pertanggungjawaban kepada pemegang saham dan kreditor. Struktur Organisasi Birokratis, kaku, dan hierarkis fleksibel: datar, piramid, lintas

fungsional, dsb. Karakteristik Anggaran terbuka untuk publik. tertutup untuk publik. Sistem Akuntansi cash Accounting Accrual Accounting Sumber: Mardiasmo (2008:8)

Tabel 2.2

Perbedaan Stakeholder Sektor Publik dengan Sektor Swasta

 Masyarakat pengguna jasa publik  Bank sebagai kreditor  Masyarakat pembayar pajak  Serikat buruh

 Perusahaan dan organisasi sosial ekonomi yang  Pemerintah

menggunakan pelayanan publik sebagai input atas  Pemasok

aktivitas organisasi  Distributor

 Bank sebagai kreditor pemerintah  Pelanggan  Badan-badan internasional, seperti Bank Dunia,  Masyarakat

IMF, ADB, PBB, dsb.  Serikat dagang (trade union)  Investor asing dan Country Analyst  Pasar Modal

 Generasi yang akan datang

 Lembaga negara (misal: Kabinet, MPR,  Manajemen

DPR/DPRD, dsb)  Karyawan

 Kelompok politik (partai politik)  Pemegang Saham  Manajer publik (gubernur, bupati, direktur

BUMN/BUMD)

 Pegawai pemerintah

Stakeholder Sektor Publik Stakeholder Sektor Swasta

Stakeholder Eksternal: Stakeholder Eksternal:

Stakeholder Internal: Stakeholder Internal:

Sumber: Mardiasmo (2008:12)                

(8)

2) Persamaan Akuntansi Sektor Publik dan Sektor Swasta

Meskipun sektor publik memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda dengan sektor swasta, akan tetapi dalam beberapa hal terdapat persamaan, yaitu:

a. Kedua sektor, baik sektor publik maupun sektor swasta merupakan bagian integral dari sistem ekonomi di suatu Negara dan keduanya menggunakan sumber daya yang sama untuk mencapai tujuan organisasi;

b. Keduanya menghadapi masalah yang sama, yaitu masalah kelangkaan sumber daya (scarcity of resources), sehingga baik sektor publik maupun sektor swasta dituntut untuk menggunakan sumber daya organisasi secara ekonomis, efisien, dan efektif;

c. Proses pengendalian manajemen, termasuk manajemen keuangan, pada dasarnya sama dikedua sektor. Kedua sektor sama-sama membutuhkan informasi yang handal dan relevan untuk melaksanakan fungsi manajemen, yaitu: perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian; d. Pada beberapa hal, kedua sektor menghasilkan produk yang sama,

misalnya: baik pemerintah maupun swasta sama-sama bergerak dibidang transportasi massa, pendidikan, kesehatan, penyediaan energi, dan sebagainya;

e. Kedua sektor terikat pada peraturan perundangan dan ketentuan hukum lain yang disyaratkan (Sumber: Mardiaso, 2009:13).

               

(9)

2.3. Akuntansi Aset Tetap (PP No. 24 Tahun 2005: PSAP No. 07)

Tujuan pernyataan standar ini adalah mengatur perlakuan akuntansi untuk aset tetap. Masalah utama akuntansi untuk aset tetap adalah saat pengakuan aset, penentuan nilai tercatat, serta penentuan dan perlakuan akuntansi atas penilaian kembali dan penurunan nilai tercatat (carrying value) aset tetap. pernyataan standar ini mensyaratkan bahwa aset tetap dapat diakui sebagai aset jika memenuhi definisi dan kriteria pengakuan suatu aset dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan (PSAP No. 07 Paragraf 1-2).

2.3.1. Pengertian Aset Tetap

Aset tetap merupakan barang milik negara/daerah yakni semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN/APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang syah (PP No. 06 Tahun 2006 Pasal 1). Oleh sebab itu, pengelolaannyapun harus tepat sehingga menghasilkan laporan yang akurat atas keberadaan aset tetap yang sebenarnya. Dalam PSAP No. 07 (2005:Paragraf 5) dinyatakan bahwa:

Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau social dimasa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sej   

Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah

                             

(10)

Adapun menurut Siregar (2004:178) pengertian aset adalah sebagai berikut:

Aset secara umum adalah barang (thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic value), nilai komersial (commercial value) atau nilai tukar (exchange value) yang dimiliki oleh badan usaha, instansi atau indiv   

Sedangkan menurut Bastian (2006:131) pengertian aset tetap adalah sebagai berikut:

Aktiva tetap (aset tetap) adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam operasi entitas pemerintah, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal entitas pemerintah dan mempunyai

        

Dalam Kamus Istilah Akuntansi (2003:161) ditegaskan pula bahwa

             rmanen dan dipergunakan untuk kegiatan

perusahaan, tidak untuk dijual dan yang jumlahnya cukup besar .

Dalam PSAP No. 07 (2005:Paragraf 6-7) dinyatakan pula bahwa aset tetap sering merupakan suatu bagian utama aset pemerintah, dan karenanya signifikan dalam penyajian neraca. Termasuk dalam aset tetap pemerintah adalah:

a. Aset tetap yang dimiliki oleh entitas pelaporan namun dimanfaatkan oleh entitas lainnya, misalnya instansi pemerintah lainnya, universitas dan kontraktor;

b. Hak atas tanah.

Tidak termasuk dalam definisi aset tetap adalah aset yang dikuasai untuk dikonsumsi dalam operasi pemerintah, seperti bahan (materials) dan perlengkapan (supplies).                

(11)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aset tetap adalah aset berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun yang digunakan untuk kegiatan pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat baik langsung maupun tidak langsung dan tidak dimaksudkan untuk dijual kembali, serta memiliki nilai yang cukup besar.

2.3.2. Karakteristik Aset Tetap

Suatu aset tetap dapat dikatakan sebagai aset tetap jika memenuhi beberapa kriteria. Nordiawan (2005:229) menyebutkan bahwa karakteristik utama dari suatu aset tetap adalah:

a. Aset tetap diperoleh untuk digunakan dalam proses operasional perusahaan;

b. Aset tetap tidak dimaksudkan untuk dijual;

c. Aset tetap memiliki masa manfaat yang lama (lebih dari satu tahun) dan oleh karena itu didepresiasikan selama masa manfaat tersebut;

d. Aset tetap secara fisik dapat dilihat wujudnya.

Dijelaskan pula oleh Sukrisno (2004:261) bahwa ciri atau sifat dari aset tetap adalah:

a. Tujuan dari pembeliannya bukan untuk dijual kembali atau diperjualbelikan sebagai barang dagangan, tetapi untuk dipergunakan dalam kegiatan operasi perusahaan;

b. Mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun; c. Jumlahnya cukup material.

               

(12)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi karakteristik utama dari aset tetap adalah aset tersebut digunakan untuk kegiatan operasional bukan untuk dijual kembali dan memiliki nilai yang besar atau material. Aset tetap memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun dan memiliki wujud fisik yang nyata.

2.3.3. Klasifikasi Aset Tetap

Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas. Berdasarkan PSAP No. 07 (2005:Paragraf 9-15) klasifikasi aset tetap yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Tanah; yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap pakai.

b. Peralatan dan Mesin; mencakup mesin-mesin dan kendaraan bermotor, alat elektronik dan seluruh inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai.

c. Gedung dan Bangunan; mencakup seluruh gedung dan bangunan yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap pakai.

d. Jalan, Irigasi dan Jaringan; mencakup jalan, irigasi dan jaringan yang dibangun oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.

               

(13)

e. Aset Tetap Lainnya; mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap pakai.

f. Konstruksi Dalam Pengerjaan; mencakup aset tetap yang sedang dalam proses pembangunan namun pada tanggal laporan keuangan belum selesai seluruhnya.

Sementara itu, dalam paragraf 15 dijelaskan bahwa aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan di pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatat. Ada beberapa jenis aset tetap yang tidak disajikan dalam neraca tetapi cukup diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan karena alasan nilai budaya dan benda bersejarah.

2.3.4. Kapitalisasi Belanja Aset Tetap

Salah satu kriteria untuk dapat dikategorikan sebagai aset tetap adalah nilainya yang cukup besar. Aset teatp yang nilai per unitnya kecil dapat langsung dibebankan sebagai belanja pada saat perolehan. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu menetapkan batas untuk pengeluaran yang harus dikapitalisir sebagai aset tetap dan pengeluaran yang harus dibebankan sebagai belanja.

Kapitalisasi biaya harus ditetapkan dalam kebijakan akuntansi suatu entitas berupa kriteria seperti pada paragraf dan/atau suatu batasan jumlah biaya (capitalization thresholds) tertentu untuk dapat digunakan dalam penentuan                

(14)

apakah suatu pengeluaran harus dikapitalisasi atau tidak. Dikarenakan organisasi pemerintah sangatlah beragam dalam jumlah dan penggunaan aset tetap, maka suatu batasan jumlah biaya kapitalisasi (capitalization thresholds) tidak dapat diseragamkan untuk seluruh entitas yang ada. Masing-masing entitas harus menetapkan batasan jumlah tersebut dengan mempertimbangkan kondisi keuangan dan operasionalnya. Bila telah terbentuk maka batasan jumlah biaya kapitalisasi (capitalization thresholds) harus diterapkan secara konsisten dan diungkapkan dalam CaLK (PSAP No. 07 Paragraf 51-52).

2.3.5. Pengakuan Aset Tetap

Ada dua macam pengakuan aset menurut PSAP Nomor 01 (Paragraf 61) yaitu aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal, dan aset diakui pada saat diterima bukti bahwa telah terjadi perpindahan kepemilikan dan atau penguasaan secara hukum.

Dalam PSAP No. 07 (2005:Paragraf 16) dinyatakan, bahwa untuk dapat diakui sebagai aset tetap harus berwujud dan memenuhi kriteria:

a. Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan; b. Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;

c. Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan d. Diperoleh atau dibangun degnan maksud untuk digunakan.

Dalam menentukan apakah aset tetap mempunyai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, suatu entitas harus menilai manfaat ekonomik masa depan yang                

(15)

dapat diberikan oleh aset tetap tersebut, baik langsung maupun tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah. Manfaat tersebut dapat berupa aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah. Manfaat ekonomi masa yang akan datang akan mengalir ke suatu entitas dapat dipastikan bila entitas tersebut akan menerima manfaat dan menerima risiko terkait. Kepastian ini biasanya hanya tersedia jika manfaat dan risiko telah diterima entitas tersebut. Sebelum ini terjadi, perolehan aset tidak dapat diakui (PSAP No. 07 Paragraf 17).

Dan pada paragraf 20 dinyatakan bahwa, pengakuan aset tetap akan sangat andal bila aset tetap telah diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan/atau pada saat penguasaannya berpindah.

Saat pengkuan aset akan lebih dapat diandalkan apabila terdapat bukti bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara hukum, misalnya sertifikat tanah dan bukti kepemilikan kendaraan bermotor. Apabila perolehan aset tetap belum didukung dengan bukti secara hukum dikarenakan masih adanya suatu proses administrasi yang diharuskan, seperti pembelian tanah yang masih harus diselesaikan proses jual beli (akta) dan sertifikat kepemilikannya di instansi berwenang, maka aset tetap tersebut harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaan aset tetap tersebut telah berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan penguasaan atas sertifikat atas nama pemilik sebelumnya (PSAP No. 07 Paragraf 21).

Halim (2004:80) menjelaskan mengenai pengakuan aset tetap sebagai berikut:                

(16)

a. Aktiva tetap yang diperoleh bukan berasal dari donasi diakui pada akhir periode akuntansi berdasarkan jumlah belanja modal yang telah diakui dalam periode berkenaan.

b. Aktiva tetap yang diperoleh dari donasi diakui dalam periode berkenaan, yaitu pada saat aktiva tersebut diterima dan hak kepemilikannya berpindah.

c. Dalam pengakuan aktiva tetap harus dibuat ketentuan yang membedakan antara penambahan, pengurangan, pengembangan dan penggantian utama.

d. Penambahan adalah peningkatan nilai aktiva tetap karena diperluas atau diperbesar. biaya penambahan akan dikapitalisasi dan ditambah pada harga perolehan aktiva tetap yang bersangkutan.

e. Pengaurangan adalah penurunan nilai aktiva tetap karena berkurangnya kuanitas. Pengurangan aktiva tetap dicatat sebagai pengurangan harga perolehan aktiva tetap yang bersangkutan.

f. Pengembangan adalah peningkatan nilai aktiva tetap karena meningkatnya manfaat aktiva tetap. Pengembangan aktiva tetap diharapkan akan: 1) memperpanjang usia manfaat, 2) meningkatkan efisiensi, dan/atau 3) menurunkan biaya pengoperasian sebuah aktiva tetap. Biaya pengembangan akan dikapitalisasi dan ditambahkan pada harga perolehan aktiva tetap.

g. Penggantian utama adalah memperbarui bagian utama aktiva tetap. Biaya penggantian utama akan dikapitalisasi dengan cara mengurangi nilai bagian yang diganti dari harga aset yang semula dan menambah biaya penggantian pada har 

Dari uraian di atas, jelas bahwa suatu aset tetap baru diakui jika aset tetap tersebut memiliki umur ekonomis lebih dari satu tahun, biaya perolehan dapat diukur secara andal, tidak dimaksudkan untuk dijual tetapi dipergunakan untuk menunjang kegiatan operasional pemerintahan.

Jurnal transaksi untuk mengakui aset tetap adalah sebagai berikut: Dr. Belanja Modal  Aset Tetap Rp. XXX

(Tanah)

(Peralatan dan Mesin) (Gedung dan Bangunan) (Jalan, Irigasi dan Jaringan) (Aset Tetap Lainnya)

(Konstruksi dalam Pengejaan)

Cr. Piutang dari BUD Rp. XXX

               

(17)

Diakui dengan jurnal korolari untuk memunculkan aset tetap tersebut di dalam neraca, adalah sebagai berikut:

Dr. Aset Tetap Rp. XXX

(Tanah)

(Peralatan dan Mesin) (Gedung dan Bangunan) (Jalan, Irigasi dan Jaringan) (Aset Tetap Lainnya)

(Konstruksi dalam Pengejaan)

Cr. Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp. XXX

2.3.6. Pengukuran Aset Tetap

Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tatap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. Hal ini dinyatakan pula dalam PSAP Nomor 01 (2005:Paragraf 67) adalah sebagai berikut:

Aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. Selain tanah dan kostruksi dalam pengerjaan, seluruh aset tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatn, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan

       

Pengukuran dapat dipertimbangkan andal biasanya dipenuhi bila terdapat transaksi pertukaran dengan bukti pembelian aset tetap yang mengidentifikasikan biayanya. Dalam keadaan suatu aset yang dikonstruksi/dibangun sendiri, suatu pengukuran yang dapat diandalkan atas biaya dapat diperoleh dari transaksi pihak eksternal dengan entitas tersebut untuk                

(18)

perolehan bahan baku, tenaga kerja dan biaya lain yang digunakan dalam proses konstruksi. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan aset tetap tersebut (PSAP No. 07 Paragraf 18 dan 23).

Nordiawan (2007:232) menjelaskan bahwa baik dalam akuntansi komersial maupun akuntansi pemerintahan di Indonesia, pengukuran aset tetap dapat terjadi melalui dua cara, yaitu menggunakan biaya perolehan (historical cost) dan biaya wajar pada saat perolehan (fair value). Pengukuran aset tetap menggunakan biaya peroleha digunakan apabila aset tetap tersebut diperoleh dengan cara dibeli dari pihak ketiga atau dibangun sendiri. Sedangkan pengukuran aset tetap menggunakan biaya wajar pada saat perolehan (fair value) digunakan ketika informasi mengenai biaya perolehan tidak tersedia. Hal ini disebabkan karena aset tersebut tidak diperoleh dengan cara dibeli dari pihak ketiga ataupun dibangun sendiri.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengukuran aset tetap menggunakan biaya perolehan (historical cost) digunakan apabila aset tetap tersebut diperoleh dengan cara dibeli dari pihak ketiga atau dibangun sendiri. Namun jika nilai perolehan tidak tersedia atau tidak diketahui, maka dicatat sebesar nilai wajar (fair value) aset tetap tersebut pada saat perolehan.

               

(19)

2.3.7. Penilaian Awal Aset Tetap

Penilaian barang milik daerah dilakukan dalam rangka pengamanan dan penyusunan neraca daerah. Penilaian barang milik daerah tersebut berpedoman pada SAP dan dalam kegiatan penilaiannya harus didukung dengan data yang akurat atas seluruh kepemilikan barang milik daerah yang tercatat dalam daftar inventarisasi barang milik daerah. Penilaian barang milik daerah selain dipergunakan untuk penyusunan neraca daerah, juga dapat dipergunakan dalam rangka pencatatan, inventarisasi, pemanfaatan, pemindahtangan dan inventarisasi.

Definisi penilaian berdasarkan PP No. 06 Tahun 2006 Pasal 1 ayat 22, adalah sebagai berikut:

Penilaian adalah suatu proses kegiatan penelitian yang selektif didasarkan pada data/fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknik tertentu untuk memperoleh nilai barang milik negara/daerah 

Tujuan dari penilaian aset tetap adalah untuk menginventarisir serta pendukung penyusunan laporan kepemilikan aset tetap oleh pemerintah daerah dalam neraca. Sedangkan manfaat dari penilaian tersebut adalah dapat diketahui seberapa besar nilai kekayaan yang sebenarnya dimiliki, sehingga dapat diketahui seberapa besar potensi kemampunan investasi yang dapat dilakukan oleh pemeritah daerah.

Aset tetap yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai suatu aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap, pada awalnya harus diukur berdasarkan biaya perolehan. Bila aset tetap diperoleh dengan tanpa nilai, biaya aset tersebut adalah sebesar nilai wajar pada saat aset tersebut diperoleh.

               

(20)

Bastian (2002:71) menegaskan bahwa dasar penilaian aset tetap ada tiga hal. Pertama, aset tetap dinyatakan dalam neraca dengan nilai historis yaitu harga perolehan, jika tidak memungkinkan menggunakan harga perolehan maka nilai aset tetap didasarkan pada harga perolehan yang diestimasikan. Kedua, harga peroleha aset tetap yang dibangun denga cara swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan dan semua biaya lainnya yang berkenaan dengan pembangunan hingga aset tersebut siap dipakai. Ketiga, jika biaya perolehan suatu aset tetap dinyatakan dalam valuta asing, maka nilai rupiah itu akan ditetapkan berdasarkan nilai tukar (kurs tengah BI) pada saat perolehan.

Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan penilaian awal dilakukan dengan menggunakan biaya perolehan. Namun jika biaya perolehan tidak diketahui maka dapat menggunakan nilai wajar aset tersebut saat diperoleh.

2.3.8. Komponen Biaya Aset Tetap

Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari harga belinya atau konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan (PSAP No. 07 Paragraf 29).

Dalam PSAP No. 07 (Paragraf 31-36) menjelaskan komponen-komponen biaya untuk memperoleh aset tetap adalah sebagai berikut:

               

(21)

a. Tanah diakui perama kali sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan mencakup harga pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya pematangan, pengukuran, penimbunan dan biaya lainnya yang dikeluarkan sampai tanah tersebut siap pakai. Nilai tanah juga meliputi nilai bangunan tua yang terletak pada tanah yang dibeli tersebut jika bangunan tua tersebut dimaksudkan untuk dimusnahkan;

b. Biaya perolehan peralatan dan mesin menggambarkan jumlah pengeluaran yang telah dilakukan untuk memperoleh peralatan dan mesin tersebut sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan;

c. Biaya perolehan gedung dan bangunan menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh gedung dan bangunan sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian atau biaya konstruksi, termasuk biaya pengurusan IMB, Notaris dan Pajak;

d. Biaya perolehan jalan, irigasi dan jaringan menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh jalan, irigasi dan jaringan sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya perolehan atau biaya konstruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai;

e. Biaya perolehan aset tetap lainnya menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut sampai siap pakai.

f. Biaya administrasi dan biaya umum lainnya bukan merupakan suatu komponen biaya aset tetap sepanjang biaya tersebut tidak dapat diatribusikan secara langsung pada biaya perolehan aset atau membawa aset ke kondisi kerjanya. Demikian pula biaya permulaan (start-up) dan pra-produksi serupa tidak merupakan bagian biaya suatu aset

              

Selanjutnya jika pada biaya perolehan suatu aset yang dibangun dengan cara swakelola, maka ditentukan menggunakan prinsip yang sama seperti aset yang dibeli dan setiap potongan dagang serta rabat dikurangkan dari harga pembelian.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa biaya perolehan merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan aset tersebut sampai dengan aset tersebut dapat dimanfaatkan.

               

(22)

2.3.9. Cara Perolehan Aset Tetap

Untuk memperoleh aset tetap terdapat beberapa cara, yakni: perolehan secara gabungan, pertukaran aset (exchanges of assets) dan Aset Donasi (sumbangan atau hibah).

a. Perolehan Secara Gabungan

Salah satu cara untuk memperoleh aset tetap adalah dengan cara perolehan secara gabungan. Perolehan secara gabungan merupakan perolehan yang apabila entitas membeli aset dilakukan dengan satu pembayaran. Hal ini dijelaskan pula oleh Nordiawan (2007:237) bahwa perolehan secara gabungan adalah kondisi yang entitasnya memperoleh beberapa aset tetap dengan melakukan satu pembayaran untuk seluruh aset yang diterima.

Biaya perolehan dari masing-masing aset tetap yang diperoleh secara gabungan ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang bersangkutan (PSAP No. 07 Paragraf 42).

b. Pertukaran Aset (Exchange of Assets)

Selain secara gabungan, perolehan aset tetap dapat dilakukan dengan cara pertukaran dengan aset lain. Tukar menukar barang milik daerah/tukar guling adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah yang dilakukan antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat, antar Pemerintah Daerah atau antara Pemerintah Daerah dengan pihak lain, dengan menerima penggantian dalam bentuk barang, sekurang-kurangnya dengan nilai seimbang (Permendagri No. 17 Tahun 2007).                

(23)

Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran baik dengan aset yang tidak serupa ataupun aset yang serupa. Biaya dari pos semacam ini diukur berdasarkan nilai wajar aset yang diperoleh, yaitu nilai ekuivalen atas nilai tercatat aset yang dilepas setelah disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas yang ditransfer/diserahkan. Jika aset ditukarkan dengan aset yang serupa maka tidak ada keuntungan dan kerugian yang diakui dalam transaksi ini. Biaya aset yang baru diperoleh dicatat sebesar nilai tercatat (carrying amount) atas aset yang dilepas.

Nilai wajar atas aset yang diterima tersebut dapat memberikan bukti adanya suatu pengurangan (impairment) nilai atas aset yang dilepas. Dalam kondisi seperti ini, aset yang dilepas harus diturun-nilai-bukukan (written down) dan nilai setelah diturun-nilai-bukukan (written down) tersebut merupakan nilai aset yang diterima (PSAP No. 07 Paragraf 45).

c. Aset Donasi (Sumbangan atau Hibah)

Selain perolehan secara gabungan dan pertukaran aset, aset tetap juga dapat diperoleh dari hasil donasi (sumbangan). Donasi atau hibah merupakan pengalihan kepemilikan barang dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, antar pemerintah daerah, atau dari pemerintah daeragh kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian (Permendagri No. 17 Tahun 2007).

Aset tetap yang diperoleh dari sumbangan (donasi) harus dicatat sebesar nilai wajar pada saat perolehan. Sumbangan aset tetap ini didefinisikan sebagai transfer tanpa persyaratan suatu aset tetap ke satu entitas, misalnya perusahaan nonpemerintah memberikan bangunan yang dimilikinya untuk digunakan oleh                

(24)

satu unit pemerintah tanpa persyaratan apapun. Penyerahan aset tetap tersebut akan sangat andal bila didukung dengan bukti perpindahan kepemilikannya secara hukum, seperti adanya akta hibah (PSAP No. 07 Paragraf 46-47).

Tidak termasuk perolehan aset donasi, apabila penyerahan aset tetap tersebut dihubungkan dengan kewajiban entitas lain kepada pemerintah. Sebagai contoh, satu perusahaan swasta membangun aset tetap untuk pemerintah dengan persyaratan kewajibannya kepada pemerintah telah dianggap selesai. Perolehan aset tetap tersebut harus diperlakukan seperti perolehan aset tetap dengan pertukaran. Apabila perolehan aset tetap memenuhi criteria perolehan aset donasi, maka perolehan tersebut diakui sebagai pendapatan pemerintah dan jumlah yang sama juga diakui sebagai belanja modal dalam laporan realisasi anggaran (PSAP No. 07 Paragraf 48).

2.3.10. Aset Bersejarah (Heritage Assets)

Dalam PSAP No. 07 (2005:Paragraf 64), pemerintah tidak mengharuskan untuk menyajikan aset bersejarah (heritage assets) di neraca, namun aset tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Beberapa aset tetap dijelaskan sebagai aset bersejarah dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah. Contoh dari aset bersejarah adalah bangunan bersejarah, monumen, tempat-tempat purbakala (archaeological sites) seperti candi, dan karya seni (works of arts). Karakteristik-karakteristik di bawah ini sering dianggap sebagai ciri khas dari suatu aset bersejarah, yaitu:

               

(25)

a. Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar;

b. Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat pelepasannya untuk dijual;

c. Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun;

d. Sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus mencapai ratusan tahun.

Aset bersejarah biasanya diharapkan untuk dipertahankan dalam waktu yang tak terbatas dan dibuktikan dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah mungkin mempunyai banyak aset bersejarah yang diperoleh selama bertahun-tahun dan dengan cara perolehan beragam termasuk pembelian, donasi, warisan, rampasan, ataupun sitaan. Aset ini jarang dikuasai dikarenakan alasan kemampuannya untuk menghasilkan aliran kas masuk, dan akan mempunyai masalah sosial dan hukum bila memanfaatkannya untuk tujuan tersebut.

Aset bersejarah harus disajikan dalam bentuk unit, misalnya jumlah unit koleksi yang dimiliki atau jumlah unit monumen, dalam CaLK dengan tanpa nilai. Biaya untuk perolehan, konstruksi, peningkatan, rekonstruksi harus dibebankan sebagai belanja tahun terjadinya pengeluaran tersebut. Biaya tersebut termasuk seluruh biaya yang berlangsung untuk menjadikan aset bersejarah tersebut dalam kondisi dan lokasi yang ada pada periode berjalan.

               

(26)

Beberapa aset bersejarah juga memberikan potensi manfaat lainnya kepada pemerintah selain nilai sejarahnya, sebagai contoh bangunan bersejarah digunakan untuk ruang perkantoran. Untuk kasus tersebut, aset ini akan diterapkan prinsip-prinsip yang sama seperti aset tetap lainnya, dan untuk aset bersejarah lainnya, potensi manfaatnya terbatas pada karakteristik sejarahnya, sebagai contoh monumen dan reruntuhan (ruins).

2.3.11. Pengeluaran Setelah Perolehan (Subsequent Expenditures)

Dalam PSAP No. 07 (2005:Paragraf 50) dinyatakan bahwa pengeluaran setelah perolehan awal suatu aset tetap yang memperpanjangmasa manfaat atau yang kemungkinan besar memberi manfaat ekonomik dimasa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja, harus ditambahkan pada nilai tercatat aset yang bersangkutan.

Pengeluaran setelah perolehan terdiri dari pengeluaran untuk pemeliharaan dan pengeluaran yang akan menambah nilai buku.

Kapitalisasi biaya harus ditetapkan dalam kebijakan akuntansi suatu entitas berupa criteria dan/atau suatu batasan jumlah biaya (capitalization thresholds) tertentu untuk dapat digunakan dalam penentuan apakah suatu pengeluaran harus dikapitalisasi atau tidak.

Dikarenakan organisasi pemerintah sangatlah beragam dalam jumlah dan penggunaan aset tetap, maka suatu batasan jumlah biaya kapitalisasi (capitalization thresholds) tidak dapat diseragamkan untuk seluruh entitas yang ada. Masing-masing entitas harus menetapkan batasan jumlah tersebut dengan                

(27)

mempertimbangkan kondisi keuangan dan operasionalnya. Bila telah terbentuk maka batasan jumlah biaya kapitalisasi (capitalization thresholds) harus diterapkan secara konsisten dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

Menurut Nordiawan (2007:236) pengeluaran setelah perolehan dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yakni:

1. Pengeluaran untuk pemeliharaan aset tetap. Pengeluaran ini bersifat memperpanjang masa manfaat dalam bentuk peningkatan kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja. Semua pengeluaran dibebankan sebagai belanja pemeliharaan.

2. Pengeluaran yang terjadi harus dikapitalisasi (ditambahkan ke aset yang bersangkutan) sehingga nilai buku dari aset tersebut akan bertambah. Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan yang termasuk pengeluaran setelah perolehan adalah pengeluaran untuk pemeliharaan aset tetap yang tidak menambah nilai buku aset dan pengeluaran yang harus dikapitalisasi, yang menambah nilai buku aset yang bersangkutan.

Jurnal untuk pengeluaran yang bersifat memperpanjang masa manfaat (pemeliharaan aset tetap) adalah sebagai berikut:

Dr. Belanja Pemeliharaan Aset Tetap Rp. XXX

Cr. Kas di Bendahara Pengeluaran Rp. XXX

Sedangkan jurnal untuk pengeluaran yang bersifat menambah nilai buku aset tetap adalah:

               

(28)

Dr. Belanja Modal Aset Tetap Rp. XXX

Cr. Kas di Bendahara Pengeluaran Rp. XXX

Dr. Aset Tetap Rp. XXX

Cr. Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp. XXX

2.3.12. Pengukuran Berikutnya (Subsequent Measurment) Terhadap Pengakuan Awal

Aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap tersebut dikurangi akumulasi penyusutan. Apabila terjadi kondisi yang memungkinkan penilaian kembali, maka aset tetap akan disajikan dengan penyesuaian pada masing-masing akun aset tetap dan akun Diinvestasikan dalam Aset Tetap. Pengukuran berikutnya terdiri dari penyusutan (Depreciation) dan penilaian kembali (Revaluation).

1) Penyusutan (Depreciation)

Dalam Buletin Teknis Nomor 05 mengenai Akuntansi Penyusutan dijelaskan bahwa penyusutan aset tetap bukan merupakan metode alokasi biaya untuk periode yang menerima manfaat aset tetap tersebut sebagaimana diberlakukan di sektor komersial. Penyesuian nilai ini lebih merupakan upaya untuk menunjukkan pengurangan nilai karena pengkonsumsian potensi manfaat aset oleh karena pemakaian dan atau pengurangan nilai karena keusangan. Adanya penyusutan akan memungkinkan pemerintah mendapat suatu informasi tentang keadaan potensi aset yang dimilikinya. Tujuan utama dari penyusutan bukan                

(29)

untuk menumpuk sumber daya tetapi untuk menyusuaikan nilai aset tetap untuk mencerminkan nilai wajarnya.

Penyesuaian nilai aset tetap dilakukan dengan berbagai metode yang sistematis sesuai dengan masa manfaat. Metode penyusutan yang digunakan harus dapat menggambarkan manfaat ekonomik atau kemungkinan jasa (services potential) yang akan mengalir ke pemerintah. Nilai penyusutan untuk masing-masing periode diakui sebagai pengurang nilai tercatat (carrying amount) aset tetap dan diinvestasikan dalam aset tetap.

Metode penyusutan yang dapat digunakan dalam PSAP No. 07 (2005:Paragraf 56) adalah: metode garis lurus (straight line method), metode saldo menurun ganda (double declining balance method), dan metode unit produksi (unit of production method). Pada Paragraf 57 dinyatakan, selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut. Berikut dijelaskan metode-metode penyusutan yang dinyatakan dalam SAP.

a. Metode Garis Lurus (Straight Line Method)

Metode ini menghasilkan nilai sama untuk setiap periode akuntansi. Oleh karena itu biasanya digunakan dasar waktu (periode akuntansi) atau masa manfaat. Dasar perhitungan nilai penyusutan dalam metode ini adalah harga perolehan dikurangi (jika ada) dengan nilai sisa aset tetap yang bersangkutan. Nilai sisa/nilai residu adalah taksiran nilai wajar aset tetap apabila telah habis masa manfaatnya. Dirumuskan sebagai berikut:                

(30)

       

 

  

   

     

b. Metode Saldo Menurun Ganda (Double Declining Balance Method) Metode ini dapat dilakukan dengan cara tarif metode garis lurus dikalikan dua, namun dasar penyusutannya adalah nilai buku, yaitu harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan.

Penyusutan per periode = (Nilai yang Dapat Disusutkan  Akumulasi

Penyusutan Periode Sebelumnya) x tarif penyusutan.

Dirumuskan sebagai berikut:

        

     

 

c. Metode Unit Produksi (Unit of Production Method)

Metode ini dapat dilakukan berdasarkan perkiraan output (kapasitas produksi yang dihasilkan) aset tetap yang bersangkutan. Tarif penyusutan dihitung dengan membandingkan antara nilai yang dapat disusutkan dan perkiraan output (kapasitas produksi yang dihasilkan) dalam kapasitas normal.

Penyusutan per periode = Produksi Periode Berjalan x Tarif Penyusutan

Dirumuskan sebagai berikut:

                                           

(31)

2) Penilaian Kembali (Revaluation)

Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintahan menganut penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran. Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional (PSAP No. 07 Paragraf 58).

Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan mengenai penyimpangan dari konsep biaya perolehan di dalam penyajian aset tetap serta pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan suatu entitas. Selisih antara nilai revaluasi dengan nilai tercatat aset tetap dibukukan dalam ekuitas dana pada akun Diinvestasikan pada Aset Tetap (PSAP No. 07 Paragraf 59).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian kembali tidak diperkenankan oleh Standar Akuntansi Pemerintahan. Penyimpangan dari konsep biaya perolehan di dalam aset tetap serta pengaruh penyimpangan tersebut harus disajikan dalam laporan keuangan.

2.3.13. Penghentian dan Pelepasan Aset Tetap

Dalam PSAP No. 07 (2005:Paragraf 76-       

aset tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan atau bila aset secara permanen dihentikan pengunaannya dan tidak ada manfaat ekonomik masa yang akan datang. Aset tetap yang secara permanen dihentikan atau dilepas harus dieliminasi dari Neraca dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Aset tetap                

(32)

yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan ke po          

Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis pengelolaan Barang Milik Daerah menjelaskan bahwa penghapusan barang milik daerah adalah tindakan penghapusan barang Pengguna/Kuasa Pengguna dan penghapusan dari Daftar Inventaris Barang Milik Daerah. Penghapusan tersebut harus dengan penerbitan surat keputusan Kepala Daerah tentang Penghapusan Barang Milik Daerah.

Pada prinsipnya semua barang milik daerah dapat dihapuskan, yakni: a. Penghapusan barang tidak bergerak berdasarkan pertimbangan/alasan-alasan sebagai berikut:

1) Rusak berat, terkena bencana alam (force majeure); 2) Tidak dapat digunakan secara optimal (idle); 3) Terkena planologi kota;

4) Kebutuhan organisasi karena perkembangan tugas;

5) Penyatuan lokasi dalam rangka efisiensi dan memudahkan koordinasi;

6) Pertimbangan dalam rangka pelaksanaan rencana strategis Hankam.

b. Penghapusan barang bergerak berdasarkan pertimbangan/alasan-alasan sebagai berikut:

1) Pertimbangan Teknis, antara lain:                

(33)

Secara fisik barang tidak dapat digunakan karena rusak dan tidak ekonomis bila diperbaiki;

Secara teknis tidak dapat digunakan lagi akibat modernisasi; Telah melampaui batas waktu kegunaannya/kadaluwarsa; Karena penggunaan mengalami perubahan dasar spesifikasi; Selisih kurang dalam timbangan/ukuran disebabkan

penggunaan/susut dalam penyimpanan/pengangkutan; 2) Pertimbangan ekonomis, antara lain:

Untuk optimalisasi barang milik daerah yang berlebih (idle); Secara ekonomis lebih menguntungkan bagi daerah apabila

dihapus, karena biaya operasional dan pemeliharaannya lebih besar dari manfaat yang diperoleh.

3) Karena hilang/kekurangan perbendaharaan atau kerugaian, yang disebabkan:

Kesalahan atau kelalaian Penyimpan dan/atau Pengurus Barang; Diluar kesalahan/kelalaian Penyimpan dan/atau Pengurus

Barang;

Mati, bagi tanaman atau hewan/ternak;

Karena kecelakaan atau alasan tidak terduga (force mjeure). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa alasan penghapusan aset tetap dari neraca bisa dari pertimbangan teknis maupun ekonomis dan karena alasan hilang/kekurangan perbendaharaan atau kerugian.                

(34)

Aset tetap yang secara permanen dihentikan atau dilepas harus dieliminasi dari Neraca dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

2.3.14. Pengungkapan Aset Tetap

Dalam PSAP No. 07           

keuangan harus mengungkapkan untuk masing-masing jenis aset tetap sebagai berikut:

a. Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat (carrying amount);

b. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan: 1) penambahan, 2) pelepasan, 3) akumulasi penyusutan dan perubahan nilai (jika ada), dan 4) mutasi aset tetap lainnya;

c. Informasi penyusutan, meliputi: 1) nilai penyusutan, 2) metode penyusutan yang digunakan, 3) masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan, 4) nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada

     

Pengungkapan dalam laporan keuangan harus jelas agar para pengguna laporan keuangan mendapatkan informasi yang jelas dari laporan keuangan yang disajikan.

           aporan keuangan juga harus

mengungkapkan:

a. Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap;                

(35)

b. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset tetap;

c. Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi dan; d. Jumlah kom   

              ika aset tetap dicatat

pada jumlah yang dinilai kembali, hal-hal berikut harus diungkapkan: a. Dasar peraturan untuk menilai kembali aset tetap;

b. Tanggal efektif penilaian kembali; c. Jika ada, nama penilai independen;

d. Hakikat setiap petunjuk yang digunakan untuk menentukan biaya pengganti;

e. Nilai t    

Dalam SAP Berbasis Akrual yang dituangkan dalam PP RI No. 71 Tahun 2010, aset bersejarah diungkapkan secara rinci, antara lain nama, jenis, kondisi dan lokasi aset dimaksud.

Sedangkan menurut Bastian (2006:133) mengenai pengungkapan dijelaskan sebagai berikut:

 Hal-hal yang perlu diungkapkan pada akuntansi aktiva tetap antara lain:

1. Penentuan nilai aktiva tetap. Aktiva tetap dinilai dengan harga perolehan;

2. Penyusutan aktiva tetap. Aktiva tetap pemerintah disusukan menurut metode akuntansi yang lazim;

3. Pelepasan aktiva tetap. Aktiva tetap akan dilepas melalui penjualan dan pertukaran. Hasil penjualan aktiva tetap akan diakui seluruhnya sebagai pendapatan. Aktiva tetap yang diperoleh karena pertukaran dinilai sebesar nilai wajar aktiva tetap yang diperoleh atau nilai wajai aktiva yang diserahkan, mana yang lebih mudah;

               

(36)

4. Penghapusan aktiva tetap. Aktiva tetap akan dihapus apabila rusak berat, usang, hilang, dan sebagainya berdasarkan surat keputusan

    

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam pengungkapan aset tetap pada laporan keuangan harus diungkapkan hal-hal berikut:

a. Kebijakan akuntansi untuk aset tetap;

b. Dasar penilaian yang digunakan untuk mencatat aset tetap;

c. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan penambahan, pelepasan, akumulasi penyusutan dan mutasi aset tetap lainnya.

d. Informasi penyusutan yang meliputi: nilai penyusutan, metode penyusutan yang digunakan, nilai manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan.

2.4. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)

Laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) merupakan komponen penting untuk menciptakan akuntabilitas sektor publik. Adanya tuntutan yang semakin besar terhadap pelaksanaan akuntabilitas publik menimbulkan implikasi bagi manjemen pemerintahan untuk memberikan informasi kepada publik, salah satunya adalah informasi akuntansi berupa laporan keuangan (Mardiasmo, 2009:159).

LKPD merupakan laporan keuangan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh pemerintah daerah sebagai                

(37)

entitas pelaporan. Juga merupakan alat pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan keuangan daerahnya selama satu periode dan harus melewati pemeriksaan BPK agar penyajian laporan keuangan tersebut memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance).

Selain itu pula, LKPD juga merupakan indikator kredibilitas pemerintah daerah yang tercermin dari transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Sebagai indikator kredibilitas pemerintah daerah dalam menjalankan fungsinya, laporan keuangan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam pengelolaan keuangan daerah.

2.4.1. Pengertian Laporan Keuangan

Definisi laporan keuangan berdasarkan PP No. 08 Tahun 2006 Pasal 1 ayat (1) adalah sebagai berikut:

Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara/daerah selama suatu periode.

Laporan Keuangan menurut Kieso, Weygandt dan Warfield (2002: Paragraf 3):

laporan keuangan adalah suatu proses pencatatan yang merupakan suatu ringkasan dari transaksi keuangan yang terjadi selam tahun buku bersangkutan, yang berguna bagi pemakai laporan keuangan dalam pengambilan keputusan. Laporan keuangan merupakan bagian dari

        

Menurut Mahmudi (2007:11) adalah sebagai berikut:

laporan keuangan adalah informasi yang disajikan untuk membantu stakeholder dalam membuat keputusan sosial, politik, dan ekonomi

                            

(38)

Adapun definisi laporan keuangan daerah menurut Baridwan (2000:17) adalah:

Laporan Keuangan Daerah merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan, suatu ringkasan dari transaksi keuangan yang terjadi selama

        

Sedangkan menurut Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan (Alimsyah, 2006:412):

laporan keuangan (financial reports) adalah laporan-laporan yang bersifat keuangan (selain financial reports) yang merupakan hasil dari

       

laporan keuangan (financial reports) adalah laporan yang dirancang untuk para pembuat keputusan, baik didalam maupun diluar perusahaan, mengenai posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan 

Dari pengertian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa laporan keuangan adalah bentuk informasi keuangan dari hasil sebuah proses akuntansi dalam membuat keputusan yang berkualitas selama satu periode.

2.4.2. Peranan Laporan Keuangan

Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan.

Setiap entitas pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan                

(39)

kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan sebagai berikut:

(a) Akuntabilitas

Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.

(b) Manajemen

Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah untuk kepentingan masyarakat. (c) Transparansi

Memberikan informasi keuangan yang terbukan dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan.

(d) Keseimbangan Antargenerasi (intergenerational equity)

Membantu para pengguan dalam mengetahui kecukupan penerimaan pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan dating                

(40)

diasumsikan akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut (Kerangka Konsepteual Akuntansi Pemerintahan: Paragraf 21-22). Dalam PP No. 71 Tahun 2010 tentang SAP Berbasis Akrual pada Kerangaka Konseptual Akuntansi Pemerintahan Paragraf 25 ditambahkan mengenai peranan laporan keuangan selain akuntabilitas, manajemen, transparansi dan keseimbangan antargenerasi yakni:

(e) Evaluasi Kinerja

Mengevaluasi kinerja entitas pelaporan, terutama dalam penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola pemerintah untuk mencapai kinerja yang direncanakan.

2.4.3. Tujuan Laporan Keuangan

Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan:

(a) Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran;

(b) Menyediakan informasi mengenai kesesuaian cara memperoleh berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran;

(c) Menyediakan informai mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah dicapai;                

(41)

(d) Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya; (e) Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas

pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan pinjaman;

(f) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan selam periode pelaporan.

Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan menyediakan informasi mengenai pendapatan, belanja, transfer, dana cadangan, pembiayaan, aset, kewajiban, ekuitas dana, dan arus kas suatu entitas pelaporan (Kerangka Konsepteual Akuntansi Pemerintahan: Paragraf 23-24).

Sedangkan menurut Mardiasmo (2009:162) tujuan umum laporan keuangan bagi organisasi pemerintah adalah:

1) Untuk memberikan inforamasi yang digunakan dalam pembuatan keputusan ekonomi, sosial, dan politik serta sebagai bukti pertanggungjawaban (accountability) dan pengelolaan (stewardship); dan

2) Untuk memberikan informasi yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja manajerial dan organisasional.

               

(42)

2.4.4. Pengguna Laporan Keuangan

Dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah (2005:Paragraf 16) disebutkan bahwa terdapat beberapa kelompok utama pengguna laporan keuangan pemerintah yang antara lain:

(b) Masyarakat;

(c) Para wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa;

(d) Pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman; dan

(e) Pemerintah.

Namun pengguna laporan keuangan pemerintah tidak terbatas pada empat kelompok utama yang sudah disebutkan di atas, diluar kelompok tersebut dapat menjadi pengguna laporan keuangan. Karena laporan keuangan pemerintah bersifat terbuka untuk umum jika telah diperiksa BPK dan disampaikan kepada lembaga perwakilan (UU No.15 Tahun 2004 Pasal 19 ayat 1).

Sedangkan Serikat Dagang Sektor Publik GASB (1999, p. B184) dalam Mardiasmo (2009:171) mengidentifikasikan pengguna laporan keuangan pemerintah menjadi 3 (tiga) kelompok besar, yaitu:

1. Masyarakat yang kepadanya pemerintah bertanggung jawab;

2. Legislatif dan Badan Pengawas yang secara langsung mewakili rakyat; dan

3. Investor dan kreditor yang memberi pinjaman dan/atau berpartisipasi dalam proses pemberian     

Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) Pasal 9 ayat (2) huruf c dinyatakan bahwa setiap                

(43)

Badan Publik wajib mengumumkan Informasi Publik secara berkala. Informasi Publik sebagaimana dimaksud adalah           

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada intinya laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) bersifat terbuka untuk umum jika telah di periksa BPK dan disampaikan kepada lembaga perwakilan, karena hal tersebut merupakan informasi yang harus diketahui publik.

2.4.5. Komponen Laporan Keuangan

Komponen laporan keuangan antara sektor publik dan sektor swasta pada dasarnya tidak jauh berbeda. Karena laporan keuangan sektor publik atau pemerintahan hampir seluruhnya mengadopsi dari sektor swasta. Hanya sistem dan prosedur serta kebijakan pemerintah yang mengatur laporan keuangan sektor publik yang akhirnya membuat sedikit berbeda dari sektor swasta. Pada sektor swasta lebih fleksibel, sedangkan pada pemerintahan (sektor publik) sangat kaku karena ditetapkan dan harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berikut sedikit dijelaskan mengenai komponen laporan keuangan sektor swasta dengan sektor publik berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005 dan PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

2.4.5.1. Komponen Laporan Keuangan Perusahaan Perorangan

Irsan Lubis (2008) mengungkapkan komponen laporan keuangan yang lazim digunakan pada perusahaan perorangan dan perseroan terbatas (PT) adalah:                

(44)

1) Laporan Laba Rugi (Income Statement), yang merupakan suatu laporan sistematis yang menggambarkan hasil operasi perusahaan dalam suatu periode tertentu;

2) Laporan Perubahan Ekuitas (untuk perusahaan perseorangan) (Capital Statement), laba atau rugi yang diperoleh perusahaan berpengaruh pada jumlah modal pemilik; atau Laporan Saldo Laba (untuk perseroan terbatas) (Retained Earning Statement) yang laba atau rugi yang dialami perusahaan berpengaruh pada jumlah laba ditahan, bukan pada modal saham;

3) Neraca (Balance Sheet), laporan yang menggambarkan posisi keuangan perusahaan, yang terdiri dari Aktiva (harta kekayaan), Kewajiban dan Modal pada suatu tanggal tertentu;

4) Laporan Arus Kas (Cash Flow Statement), laporan yang memberikan informasi arus kas perusahaan sebagai dasar menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan dan menggunakan kas;

5) Catatan atas Laporan Keuangan, umumnya terbagi atas 2 (dua) bagian, yaitu:

a) Informasi Umum, meliputi nama dan alamat lengkap suatu perusahaan, dokumen perijinan, susunan pemilik atau pemegang saham, komposisi pemilikan modal, susunan pengurus dan sebagainya;                

(45)

b) Kebijakan Akuntansi, meliputi prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi, metode, sistem dan prosedur yang digunakan manajemen dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.

2.4.5.2. Komponen Laporan Keuangan Pemerintah Berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005

Komponen-komponen laporan keuangan yang terdapat dalam suatu set laporan keuangan pokok adalah:

1) Laporan Realisasi Anggaran; Menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu peride. Sekurang-kurangnya mencakup unsur-unsur sebagai berikut: Pendapatan; Belanja; Transfer; Surplus atau Defisit; Pembiayaan dan Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA).

2) Neraca; menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. 3) Laporan Arus Kas; menyajikan informasi kas sehubungan dengan

aktivitas operasional, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan transaksi nonanggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah pusat/daerah selama periode tertentu.                

Gambar

Gambar 2.2  Paradigma Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

(c) Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan realisasi APBD merupakan laporan yang menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan pemakian sumber daya ekonomi yang dikelola

hodos (jalan, cara). Dengan demikian kita dapat artikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Metode berarti cara yang

Tanya : Menurut anda apakah Joger sudah cukup menyediakan produk yang sesuai dengan keinginan anda dari segi harga yang ditawarkan oleh Joger.. Jawab

Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung

Hasil penelitian usia terbanyak pada usia 46-55 tahun (37%), jenis kelamin terbanyak yaitu perempuan (85,2%), kadar total kolesterol rerata 212,67±77,348, dosis

Laporan Realisasi Anggaran adalah laporan yang menyajikan ikhtisar

Alur penelitian PTK yang dilakukan mengikuti alur yang dikemukakan oleh Kemmis dan Taggart (dalam Ritawati dan Yetti, 2008:69)), menyatakan , ”Proses penelitian

Secara umum, kegiatan KPL di SMK Negeri 1 Blitar berjalan dengan baik, namun terdapat beberapa kendala yang dialami, salah satunya adalah mahasiswa kesulitan dalam memantau