• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sebuah sarana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam proses memajukan dan menjamin keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Selaras dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensial dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Widyaningrum, 2013). Oleh sebab itu, dalam mengimplementasikan tujuan dari pendidikan pemerintah secara terus menerus melakukan berbagai upaya dan inovasi dengan tujuan meningkatkan kualitas pendidikan. Beberapa upaya tersebut diantaranya dengan program wajib belajar 9 tahun sehingga seorang anak diharapkan dapat mengenyam pendidikan minimal hingga bangku sekolah menengah pertama, program peningkatan standar kelulusan nilai ujian nasional setiap tahunnya, hingga melakukan revisi kurikulum secara berkala.

Murni yang dikutip dalam Yulian Sari (2012) mengatakan suatu

pendidikan dikatakan berkualitas bilamana didukung oleh kualitas

pembelajarannya, sebab kegiatan pembelajaran merupakan sebuah implementasi dari proses pendidikan. Sehubungan dengan hal tersebut, terkhusus dalam pembelajaran IPA keseluruhan proses pendidikan di sekolah merupakan hal yang memiliki peranan penting dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa.

Ilmu pengetahuan alam sering pula disebut dengan istilah pendidikan sains yang kemudian disingkat menjadi IPA. IPA termasuk salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia. Begitu pula dalam pendidikan jenjang sekolah dasar, IPA merupakan mata pelajaran yang diajarkan mulai kelas rendah. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu

(2)

tentang alam secara sistematis. Dimaksud sistematis adalah karena IPA tidak hanya menekankan pada penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau rinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah yang tentunya dapat diidentifikasikan. Pembelajaran IPA yang diberikan kepada peserta didik diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik tersebut untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Bahkan dimungkinkan untuk menuju pengembangan lebih lanjut dalam penerapannya dikehidupan sehari-hari. Dalam penerapannya IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Oleh sebab itu, proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman belajar langsung dengan cara merancang atau membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah.

Proses yang ingin diterapkan pada pembelajaran IPA tersebut diatas selaras dengan 4 pilar pendidikan UNESCO. UNESCO merupakan lembaga bentukan PBB yang menaungi dan mengurus segala masalah pendidikan. Rahbini (dalam Hidayah, 2007) mengemukakan bahwa keberhasilan pendidikan diukur dari hasil empat pilar pengalaman belajar yang dicanangkan oleh UNESCO . Keberhasilan pendidikan tersebut diorientasikan pada pencapaian ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Yakni dengan cara belajar untuk mengetahui (learning

to know), belajar untuk melakukan sesuatu (learning to do), belajar menjadi

seseorang (learning to be), dan belajar untuk menjalani hidup bersama (learning

to live together).

Belajar untuk mengetahui (learning to know) dimaksudkan guru sebagai fasilitator berperan dalam mengembangkan pengetahuan yang dimiliki siswa. Belajar untuk melakukan sesuatu (learning to do) dapat berjalan apabila sekolah dan pengajar memfasilitasi siswa dalam mengaktualisasikan keterampilan, bakat dan minat yang dimilikinya. Belajar menjadi seseorang (learning to be) akan erat hubungannya dengan bakat dan minat, perkembangan fisik dan mental, kepribadian anak serta kondisi lingkungan tempat tinggalnya. Bentuk

(3)

penanganannya pun berbeda bagi seorang anak aktif, proses pembentukan dan pengembangan dirinya akan berjalan baik bila diberi kesempatan luas untuk berkreasi, sebaliknya pada anak yang pasif proses pembentukan dan pengembangan diri membutuhkan peran guru yang lebih sebagai pengarah sekaligus fasilitator. Belajar untuk menjalani hidup bersama (learning to live

together) dimulai dari kebiasaan hidup saling menghargai, terbuka serta sikap

saling memberi dan menerima terhadap orang-orang di sekitarnya.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti diketahui bahwa pembelajaran yang berlangsung di SD Negeri Mangunsari 3 kurang melibatkan siswa sehingga lebih cenderung pada pembelajaran teacher center. Hal ini terlihat dari kurang aktifnya siswa selama proses belajar. Saat pembelajaran berlangsung kegiatan siswa lebih banyak mendengarkan penjelasan guru. Kegiatan diskusi dan presentasi yang dilakukan pun kurang mendapat perhatian dari seluruh siswa. Disebabkan peran guru sebagai fasilitator kurang mendukung seluruh siswa untuk aktif, sehingga siswa yang pasif lepas dari kontrol guru. Siswa menjadi jenuh dan enggan menyimak pelajaran yang disampaikan guru. Sehingga melakukan aktifitas lain, seperti berbicara dengan teman sebangku, mengganggu teman yang lain, dan mencari kesibukan dengan mencorat-coret buku dan meja.

Kondisi demikian apabila tidak segera mendapat penyelesaian maka akan berdampak buruk terhadap hasil belajar belajar IPA di kelas 4 SD Negeri Mangunsari 3. Bahkan dampaknya sudah dapat dilihat dari masih banyaknya siswa yang mendapat nilai dibawah KKM. Dari hasil observasi peneliti, hasil belajar siswa kelas 4 SD Negeri Mangunsari 3 pada saat melihat evaluasi mata pelajaran IPAdengan batas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=70). Dari 21 siswa hanya terdapat 9 siswa yang memiliki nilai diatas KKM sementara 11 siswa lainnya mendapat nilai di bawah KKM.

Berdasar masalah yang diuraikan diatas, perlu ditekankan pembelajaran yang mununtut seluruh siswa untuk aktif, kreatif dan memahami materi. Penggunaan model pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran dapat dicapai oleh semua siswa juga perlu mendapat perhatian dari guru. Salah satu alternatif pemecahan masalah yang mungkin dapat dilakukan adalah penggunaan

(4)

model pembelajaran inovatif SAVI (Somatic, Auditory, Visualization and

Intellectual). Model pembelajaran SAVI adalah model pembelajaran yang

menekankan bahwa dalam belajar baiknya memanfaatkan semua alat indera yang dimiliki siswa. Pembelajaran menggunaan model pembelajaran inovatif SAVI (Somatic, Auditory, Visualization and Intellectual) diharapkan mampu menghilangkan rasa jenuh siswa terhadap pembelajaran yang monoton dan dapat pula membantu siswa dalam memahami materi sehingga memperbaiki hasil belajar IPA.

Berdasarkan pemaparan latar belakang, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Efektivitas Model SAVI (Somatic, Auditory,

Visualization and Intellectual) Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD

Semester II Tahun Ajaran 2014/2015”.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasikan permasalahan yang muncul sebagai berikut :

1. Pembelajaran kurang menarik dan cenderung monoton sehingga siswa menjadi jenuh.

2. Model pembelajaran yang digunakan tidak mencakup seluruh siswa untuk aktif dalam kegiatan belajar.

3. Pembelajaran IPA kurang mengarahkan siswa untuk berpikir secara ilmiah dalam membangun pengetahuannya.

4. Pembelajaran IPA yang berlangsung belum memenuhi tuntutan empat pilar pendidikan UNESCO yang seharusnya.

5. Hasil belajar siswa masih di bawah kriteria ketuntasan minimal saat mengerjakan soal evaluasi.

(5)

1.3 Batasan masalah

Pengkajian terhadap penelitian terbatas pada model pembelajaran SAVI (Somatic, Auditory, Visualization and Intellectual) dan hasil belajar siswa yang masih di bawah kriteria ketuntasan minimal saat mengerjakan soal evaluasi

1.4 Rumusan masalah

Berdasarkan uraian dalam identifikasi masalah, maka timbul pertanyaan yang merupakan rumusan masalah penelitian, yaitu :

“Adakah efektivitas penggunaan model pembelajaran SAVI (Somatic, Auditory,

Visualization and Intellectual) terhadap hasil belajar IPA siswa kelas 4 SDN

Mangunsari 03 Salatiga dan SDN Kutowinangun 1 Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2014/2015?”

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan suatu hal yang ingin dicapai dalam penelitian ini. Berikut uraian dari tujuan penelitian :

Mengetahui efektivitas penerapan model pembelajaran SAVI (Somatic, Auditory,

Visualization and Intellectual) terhadap pembelajaran IPA siswa kelas IV SDN

Mangunsari 03 Salatiga Tahun 2014/2015.

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat luas terkhusus dalam bidang pendidikan. Berikut manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1.6.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat lebih dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan Indonesia. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi salah satu bahan kajian yang mendukung kajian teori mengenai model pembelajaran SAVI (Somatic, Auditory,

(6)

meningkatkan keaktifan siswa, pemahaman siswa terhadap materi dan mengarahkan siswa berpikir ilmiah.

1.6.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini ditujukan untuk siswa, guru, dan sekolah. Pembahasan lebih lanjut diuraikan sebagai berikut :

a. Bagi Siswa

Melalui penggunaan model pembelajaran SAVI (Somatic, Auditory,

Visualization and Intellectual) diharapkan siswa dapat meningkatkan

minat dan keaktifan selama kegiatan belajar sehingga meningkatkan hasil belajarnya.

b. Bagi Guru

Penelitian dapat digunakan guru sebagai sebuah motivasi atau dorongan untuk dapat meningkatkan ketrampilan mengajar yang lebih bervariasi dan sebuah saran bagi guru agar dapat memilih model pembelajaran yang mampu mengajak semua siswa aktif, membangun siswa agar selalu berpikir kritis serta tepat digunakan sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan.

c. Bagi Sekolah

Penelitian menggunakan model SAVI (Somatic, Auditory,

Visualization and Intellectual) dapat menunjukkan nama baik sekolah

akibat hasil belajar siswa yang baik dan sebagai masukan dalam upaya mengefektifkan pembelajaran yang lebih bermakna.

Referensi

Dokumen terkait

aturan yang tetap (struktur) akan tetapi juga oleh faktor-faktor lain. Oleh karena itu di samping kami mempergunakan model analisa struktur kami juga mem:

D, selaku Ketua Program Studi Ilmu Fisika Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, sekaligus sebagai Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan

Jika dalam ruang norm kita membahas panjang vektor, maka dalam ruang norm-2 yang dibicarakan adalah luas jajargenjang yang direntang oleh 2 vektor.. Berikut

Risiko terjadinya kematian asfiksia neonatorum pada ibu yang melahirkan bayi asfiksia yang merupakan pasien rujukan memiliki risiko 7 kali lebih besar dibandingkan

Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis: 1) secara simultan, dan secara parsial pengaruh penggunaan

Mannose-binding lectin (MBL) mengenali gugus gula yang biasanya terdapat pada permukaan mikroba dan merupakan aktivator sistem protein plasma (komplemen) yang sangat kuat yang

Dari analisis yang sudah penulis paparkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebab Sudan dan Sudan Selatan masih berkonflik setelah referendum pemisahan diri Sudan Selatan

menggunakan permainan Bingo merupakan jenis pembelajaran dengan permainan yang diterapkan pada saat siswa merasa bosan dan siswa akan lebih waspada atau memperhatikan jika kita dapat