• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 HASIL STUDI EHRA TAHUN 2013 KABUPATEN MOJOKERTO 3.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 3 HASIL STUDI EHRA TAHUN 2013 KABUPATEN MOJOKERTO 3.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

3.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN

Informasi terkait karakteristik responden yang di survey dibagi atas dasar beberapa variabel yaitu : hubungan responden dengan kepala keluarga, usia responden, status rumah responden,pendidikan terakhir, kepemilikan anak, dan jumlah anak laki-laki dan perempuan dalam kelompok umur; kurang dari 2 tahun, umur 2 – 5 tahun, 6 – 12 tahun, dan lebih dari 12 tahun.

Jumlah anggota rumah tangga berhubungan dengan kebutuhan kapasitas fasilitas sanitasi. Semakin banyak jumlah anggota rumah tangga maka semakin besar pula kapasitas yang dibutuhkan. Secara umum diketahui bahwa balita merupakan segmen populasi yang paling rentan terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air (water borne disease), kebersihan diri dan lingkungan. Dengan demikian, rumah tangga yang memiliki balita akan memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap masalah sanitasi dibandingkan rumah tangga yang tidak memiliki balita.

Variabel yang terkait dengan status rumah, seperti kepemilikan diperlukan untuk memperkirakan potensi partisipasi warga dalam pengembangan program sanitasi. Variabel yang terkait dengan pendidikan terakhir responden berkaitan dengan pola pikir dan kecepatan transformasi informasi sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat. Mereka yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung mempunyai pola pikir yang terbuka dan mudah menerima hal-hal baru serta memiliki kecepatan yang baik dalam menerima informasi – informasi terkait dengan sanitasi dan perilaku hidup bersih sehat.

BAB 3

HASIL STUDI EHRA TAHUN 2013

KABUPATEN MOJOKERTO

(2)

Seperti dipaparkan dalam bagian metodologi, responden dalam studi EHRA adalah ibu atau perempuan yang telah menikah atau cerai atau janda yang berusia 18 – 60 tahun. Batas usia, khususnya batas atas diberlakukan secara fleksibel. Bila usia calon responden sedikit melebihi batas-atas (60 tahun) namun responden terdengar dan terlihat masih cakap untuk merespon pertanyaan-pertanyaan dari pewawancara, maka calon responden itu dipertimbangkan masuk dalam prioritas responden. Sebaliknya, meskipun usia responden belum mencapai 60 tahun tapi bila perfoma komunikasinya kurang memadai, maka ibu itu dapat dikeluarkan dari daftar calon responden. Lebih jelasnya persentase kelompok umur responden sesuai dengan hasil wawancara dapat dilihat pada Gambar 3.1 sebagai berikut :

Gambar 3.1 Kelompok Umur Responden

Dari hasil analisa data kelompok umur responden terendah adalah umur <=20 tahun sebesar 1,2% dan dan tertinggi umur >45 tahun sebesar 29,6%, umur 21-25 tahun sebesar 5,2%, umur 26-30 tahun sebesar 11,7%, umur 31-35 tahun sebesar 16,9%, umur 36-40 tahun sebesar 18,1%, umur 41-45 tahun sebesar 17,3%. umur diatas 45 tahun sebesar 29,6% Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan bahwa responden adalah istri atau anak perempuan yang sudah menikah.

Status rumah responden yang ditempati dapat menunjukkan status kepemilikan rumah. Dari hasil wawancara status kepemilikan dapat dilihat pada Gambar 3.2 sebagai berikut :

(3)

Gambar 3.2 Status Kepemilikan Rumah

Pada gambar diatas menunjukkan bahwa 87,3% responden sudah memiliki rumah sendiri, 10,5% masih ikut orang tua. Pada studi ini masih ada responden yang tidak memiliki rumah sendiri, yaitu 1,5% berbagi dengan keluarga yang lain, 0,1% masih menyewa dan 0,5% menempati rumah kontrakan.

Pendidikan terkhir responden yang ada dapat menunjukkan status pendidikan di lokasi studi. Dari hasil wawancara status pendidikan responden dapat dilihat pada Gambar 3.3 sebagai berikut :

(4)

Dari gambar diatas Dapat diketahui bahwa pendidikan terakhir responden terbanyak adalah tamat SD sebanyak 616 responden (42,8%). Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan warga Kabupaten Mojokerto adalah sebagian besar tamat SD sehingga potensi pengetahuan warga dalam program sanitasi tergolong masih rendah.

Surat keterangan tidak mampu yang dimiliki dapat menunjukkan status dan kondisi responden. Dari hasil wawancara status kepemilikan SKTM responden dapat dilihat pada Gambar 3.4 sebagai berikut :

Gambar 3.4 Status Kepemilikan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM)

Dari gambar diatas diketahui bahwa sebagian besar responden yang disurvei, sebanyak 1.186 atau sekitar 82,4% tidak memiliki SKTM (Surat Keterangan Miskin). SKTM dimanfaatkan sebagai sarana untuk mendapatkan keringanan biaya pengobatan atau keringanan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan milik pemerintah. Dengan demikian akses untuk mendapatkan keringanan biaya pelayanan kesehatan jika warga terkena sakit di Kabupaten Mojokerto adalah sangat kurang.

Kartu asuransi kesehatan yang dimiliki dapat menunjukkan status dan kondisi responden. Dari hasil wawancara status kepemilikan kartu asuransi kesehatan responden dapat dilihat pada Gambar 3.5 sebagai berikut :

(5)

Gambar 3.5

Status Kepemilikan Kartu Asuransi Kesehatan

Dari gambar diatas diketahui bahwa sebagian besar responden yang disurveI, sebanyak 947 atau sekitar 65,8% tidak memiliki kartu askeskin/kartu asuransi kesehatan. Dengan demikian akses untuk mendapatkan bantuan pelayanan kesehatan secara gratis jika warga terkena sakit, di Kabupaten Mojokerto adalah sangat kurang.

Kepemilikan anak dapat menunjukkan status dan kondisi responden. dari hasil wawancara status kepemilikan anak oleh responden dapat dilihat pada Gambar 3.6 sebagai berikut :

Gambar 3.6 Kepemilikan Anak Laki-Laki dan Perempuan

Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa jumlah anak laki-laki dan perempuan terbanyak berada dalam kelompok umur lebih dari 12 tahun dengan jumlah 625 anak laki-laki dan 508 anak perempuan.

(6)

3.2 PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA

Kondisi sampah di lingkungan rumah menggambarkan apakah masyarakat sudah melalukan pengelolaan sampah dengan baik dan benar. Lingkungan yang bersih menunjukkan kepedulian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan salah satunya adalah pengelolaan sampah yang baik dan benar dirumah. EHRA mempelajari sejumlah aspek terkait dengan masalah penanganan sampah, yakni :

1. Kondisi sampah di lingkungan;

2. Cara pengelolaan sampah rumah tangga; 3. Praktik pemilahan sampah;

4. Frekuensi petugas pengangkutan sampah oleh petugas;

5. Pendapat tentang ketepatan pengangkutan sampah bagi rumah tangga 6. yang menerima layanan pengangkutan sampah;

7. Pembiayaan layanan pengangkutan sampah; 8. Pihak penerima pembayaran layanan sampah; 9. Jumlah biaya iuran sampah tiap bulan.

Cara utama pembuangan sampah di tingkat rumah tangga diidentifikasi melalui jawaban verbal yang disampaikan responden. Kuisioner mengenai kondisi sampah di lingkungan terdapat 9 (sembilan) opsi jawaban, yakni a) Banyak sampah berserakan atau bertumpuk di sekitar lingkungan, b) Banyak lalat disekitar tumpukan sampah, c) Banyak tikus berkeliaran d) Banyak nyamuk, e) Banyak anjing dan kucing mendatangi tumpikan sampah, f) Bau busuk yang mengganggu, g) Menyumbat saluran drainase, h) Ada anak-anak yang bermain disekitarnya, i) Lainnya. Di antara opsi jawaban diatas opsi jawaban b, c, d, dan e mempunyai resiko kesehatan yang besar dari opsi jawaban a karena dilokasi tersebut sudah berfungsi sebagai tempat dan sarana berkembang biaknya vektor penyakit dan didatangi oleh binatang pengganggu yang berpotensi untuk menyebarkan berbagai penyakit. Sedangkan opsi jawaban f,g,h mempunyai resiko kesehatan tertinggi karena lokasi tersebut secara langsung bisa memberikan dampak bagi manusia secara langsung yaitu bau yang mengganggu kenyamanan, dampak banjir yang ditimbulkan akibat drainase yang tersumbat dan dampak kesehatan pada anak-anak yang bermain disekitar lokasi sampah tersebut.

(7)

Kuisioner cara pengelolaan sampah rumah tangga dari sisi layanan pengangkutan, EHRA melihat aspek frekuensi atau kekerapan–ketepatan waktu dalam pengangkutan. Meskipun sebuah rumah tangga menerima pelayanan, risiko kesehatan tetap tinggi bila frekuensi pengangkutan sampah terjadi lebih dari satu minggu sekali. Sementara ketepatan pengangkutan digunakan untuk meggambarkan seberapa konsisten ketetapan/kesepakatan tentang frekuensi pengangkutan sampah yang berlaku.

Di banyak kota di lndonesia, penanganan sampah merupakan masalah yang memprihatinkan. Dalam banyak kasus, beban sampah yang diproduksi rumah tangga ternyata tidak bisa ditangani oleh sistem persampahan yang ada. Untuk mengurangi beban di tingkat kota, banyak pihak mulai melihat pentingnya pengelolaan/pengolahan di tingkat rumah tangga, yakni dengan pemilahan sampah dan pemanfaatan atau penggunaan ulang sampah, misalnya sebagai bahan untuk kompos. Dengan latar belakang semacam ini, EHRA kemudian memasukan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan kegiatan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga serta melakukan pengamatan yang tertuju pada kegiatan-kegiatan pengomposan.

Terakhir, kader-kader EHRA mengamati wadah penyimpanan sampah di rumah tangga. Wadah yang rnengandung risiko kecil adalah wadah yang permanen atau setidaknya terlindungi dari capaian binatang seperti ayam atau anjing, Bak permanen atau keranjang yang tertutup dapat dikategorikan sebagai wadah yang relatif terlindungi dibandingkan dengan kantong plastik yang mudah sobek.

Hasil survey pada 1.440 responden di Kabupaten Mojokerto di dapat hasil wawancara dan pengamatan penanganan sampah rumah tangga yang lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.7 sebagai berikut :

(8)

Gambar 3.7 Kondisi Sampah di Sekitar Lingkungan Rumah

Kondisi sampah di Kabupaten Mojokerto, sebesar 11,6% banyak tikus berkeliaran ditumpukan sampah, 19,5% banyak nyamuk di sekitar tumpukan sampah, 19% banyak sampah berserakan atau bertumpuk di sekitar rumah, 5,1% banyak lalat disekitar tumpukan sampah, 3,7% banyak kucing dan anjing mendatangi tumpukan sampah, 2,1% disekitar sampah untuk bermain anak-anak, 3,7% sampah menimbulkan bau busuk dan 1,6% sampah menyumbat drainase.

Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah didefinisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya, dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung, untuk itu pengelolaan sampah rumah tangga sangatlah penting. Dari hasil analisa pengelolaan sampah rumah tangga terlihat pada Gambar 3.8 sebagai berikut.

(9)

Gambar 3.8 Pengelolaan Sampah di Tingkat Rumah tangga

Pengelolan sampah rumah tangga dapat dilakukan oleh responden adalah dengan di bakar yaitu sebesar 80,7% sedangkan dibuang ke Tempat pembuangan Sampah (TPS) sebesar 2,8%. Meskipun pada beberapa responden masih mengelola sampah dengan cara dikumpulkan oleh kolektor yang mendaur ulang yaitu sebesar 0,1%, dibuang ke dalam lubang dan ditutup dengan sebesar 1%, dibuang ke dalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah sebesar 3,7%, dibuang ke sungai/ kali sebesar 3,6%, dibiarkan membusuk sebesar 6% dan dibuang ke lahan kosong/kebun sebesar 1,3%.

Pemilahan sampah merupakan langkah sederhana yang dapat dilakukan setiap rumah tangga sebagai kunci awal kegiatan 3R. Secara umum, pemilahan dapat dilakukan berdasarkan jenis sampahnya, yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik di antaranya adalah sampah sisa makanan, sayur mayur serta sampah yang mudah membusuk lainnya. Sedangkan sampah anorganik pada umumnya terdiri atas plastik, botol kaca, kaleng dan semacamnya. Untuk dapat memulai kegiatan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga, pemilahan sampah plastik dapat menjadi pilihan. Salah satu keuntungan dari pemilahan sampah plastik adalah tidak timbulnya permasalahan dengan bau serta relatif rendahnya potensi penyebaran penyakit apabila penyimpanan dilakukan di dalam rumah. Pemilahan sampah yang dilakukan oleh responden sesuai hasil survey wawancara lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.9 sebagai berikut :

(10)

Gambar 3.9 Jenis Sampah yang Dipilah

Pemilahan sampah sudah dilakukan oleh masing-rumah tangga antara lain 100% rumah tangga sudah melakukan pemilahan sampah plastik, 100% rumah tangga sudah melakukan pemilahan sampah organik dan sebesar 35,1% pemilahan untuk gelas/kaca, 89,2% rumah tangga telah melakukan pemilahan sampah kertas dan 83,8% rumah tangga telah melakukan pemilahan sampah yang berupa besi/logam.

3.3 PEMBUANGAN AIR LIMBAH DOMESTIK

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water).

Praktik BAB (buang air besar) di tempat yang tidak aman adalah salah satu faktor risiko bagi turunnya status kesehatan masyarakat. Selain mencemari tanah (field), praktik semacam itu dapat mencemari sumber air minum warga. Yang dimaksud dengan tempat yang tidak aman bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka, seperti di sungai/ kali/ got/ kebun, tetapi juga penggunaan sarana jamban di rumah yang mungkin dianggap nyaman, namun sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misalnya yang tidak kedap air dan berjarak terlalu dekat dengan sumber air minum.

(11)

Bagian ini memaparkan fasilitas sanitasi rumah tangga beserta beberapa perilaku yang terkait dengannya. Fasilitas sanitasi difokuskan pada fasilitas buang air besar (BAB) yang mencakup jenis jamban yang tersedia, penggunaan, pemeliharaan, dan kondisinya. Untuk tempat pembuangan air kotor/limbah tinja manusia, di dalam kuisioner EHRA menyediakan pilihan jawaban sebanyak 9, yaitu; jamban pribadi, mandi cuci kakus/WC umum, WC helicopter di empang/kolam, sungai/pantai/laut, kebun/pekarangan rumah, lubang galian, lainnya dan tidak tahu. Sedangkan jenis jamban, EHRA membaginya ke dalam 5 (lima) kategori besar, yakni kloset jongkok leher angsa, kloset duduk leher angsa, plengsengan, cemplung dan tidak punya kloset.

Untuk mengetahui bagaimana kebiasaan masyarakat disekitar responden, EHRA melanjutkan pertanyaan dengan masih ada atau tidak orang diluar anggota ditempat terbuka dan siapa saja orang-orang itu jika ada. Opsi jawaban yang diberikan oleh EHRA ada 11 yaitu, anak laki-laki umur 5-12 tahun, anak perempuan umur 5-12 tahun, remaja laki-laki, laki-laki dewasa, perempuan dewasa, laki-laki tua, perempuan tua, masih ada tapi tidak jelas siapa, dan tidak ada.

Pilihan-pilihan pada dua kategori pertama kemudian dispesifikasikan lebih lanjut dengan melihat tempat penyaluran tinja yang mencakup tangki septik, cubluk/lubang tanah, langsung ke saluran drainase, sungai/danau/pantai, kebun/sawah dan lainnya. Karena informasi jenis jamban rumah tangga didapatkan melalui wawancara, maka terbuka kemungkinan munculnya salah persepsi tentang jenis yang dimiliki, khususnya bila dikaitkan dengan sarana penyimpanan/ pengolahan. Warga seringkali mengklaim bahwa yang dimiliki adalah tangki septik. Padahal, yang dimaksud adalah tangki yang tidak kedap air atau cubluk, yang isinya dapat merembes ke tanah. Karenanya, EHRA juga mengajukan sejumlah pertanyaan konfirmasi yang dapat dapat mengindikasikan status keamanan tangki septik yang dimiliki rumah tangga.

Lebih jauh tentang kondisi jamban, Studi EHRA melakukan sejumlah pengamatan pada bangunan jamban/ WC yang ada di rumah tangga. Ada sejumlah aspek/fasilitas yang diamati oleh enumerator, misalnya ketersediaan air, sabun, alat pengguyur atau gayung, dan handuk. Enumerator EHRA juga

(12)

mengamati aspek-aspek yang terkait dengan kebersihan jamban dengan melihat apakah ada air yang tersedia dalam ruangan jamban atau tidak, tersedia sabun atau tidak, dan ada jentik atau tidak dalam bak airnya.

Selain itu, enumerator juga mengamati apakah lantai dan dinding jamban bebas tinja atau tisu bekas atau bekas pembalut, serta bebas kecoa. Juga diamati keberadaan gayung untuk menyiram air dan berfungsinya alat penyiram untuk kloset duduk. Hal ini dilakukan untuk mengetahui semaksimal mungkin faktor resiko yang bisa terjadi akibat kloset yang tidak terpakai maupun tidak berfungsi. Selain itu nformasi tentang kebiasaan anak balita dalam BAB dip kesehatan manusia seperti tempat yang bisa beresiko terhadap lantai, kebun, jalan dan selokan serta kemana biasanya orang tua membuang tinja balita jika anak balianya BAB. Hasil studi EHRA tentang pembuangan air limbah domestik dapat dilihat pada Gambar 3.10 sebagai berikut :

Gambar 3.10 Tempat BAB Anggota Keluarga yang Sudah Dewasa

Dari gambar diatas, keluarga yang memiliki jamban pribadi sebesar 1072 responden. Meskipun demikian masih ditemukan responden yang berperilaku BAB di MCK/WC umum yaitu sebesar 17 responden, menggunakan WC helicopter 3 responden, masih banyak juga yang masih BAB ke sungai sebanyak 292 responden serta 31 responden BAB di lubang galian.

(13)

Untuk mengetahui lebih jauh kondisi wilayah sekitar, EHRA mempertanyakan orang diluar anggota keluarga responden yang mungkin masih ada yang BAB di tempat terbuka. Hasilnya sebagaimana terlihat pada Gambar 3.11 sebagai berikut :

Gambar 3.11 Orang Sekitar Yang BAB di Tempat Terbuka

Gambar diatas menunjukkan 56,6% anak tidak buang air besar di ruang terbuka. Persentase anak laki-laki umur 5-12 tahun yang masih buang air besar di luar sebesar 11,9% lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan umur 5-12 tahun sebesar 10,8%.

(14)

Dari Gambar 3.12 diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 388 responden tidak mempunyai kloset/jamban, dan sebanyak 1035 responden sudah memiliki jamban. Dari responden yang memiliki jamban ini yang terbanyak yaitu 3 responden memiliki jamban jenis kloset jongkok leher angsa, dan 11 responden memiliki jamban jenis cemplung dan yang lain yaitu kloset duduk leher angsa dan plengsengan.

Gambar 3.13 Penyaluran Buangan Air Tinja

Dari Gambar 3.13 diatas diketahui bahwa sebagian besar masyarakat Kabupaten Mojokerto sudah mengelola buangan akhir kotorannya secara baik yaitu di tangki septik sebanyak 924 responden dan di cubluk sebanyak 142 responden. Tetapi masih ada sebagian kecil yang belum mengelola buangan akhir tinjanya dengan baik yaitu dengan dibuang di saluran drainase, pipa sewer, sungai, kolam kebun, dan lainnya serta yang tidak tahu tempat penyalurannya.

Untuk memperoleh gambaran berapa lama masyarakat mengosongkan tangki septik dapat diketahui pada Gambar 3.14. Tangki septik yang sudah dibangun masyarakat Kabupaten Mojokerto masih jarang yang sudah terisi sampai penuh, hal ini terbukti dari jawaban kuisioner waktu terakhir pengosongan tangki septik responden yang mana sedikit responden menjawab tidak pernah mengosongkan tangki septiknya yaitu sebanyak 7 responden dari 924 responden yang mempunyai septik tank. Sedangkan 917 lainnya pernah mengosongkan septik tank yaitu selama 0-12 bulan lalu, 1-5 tahun lalu, >5- 10 tahun lalu, > 10 tahun lalu, dan tidak tahu berapa lama waktu pengosongan septik tank yang ia miliki.

(15)

Gambar 3.14 Waktu Pengosongan Terakhir Septicktank

Ada sebagian responden yang sudah pernah mengosongkan tangki septiknya namun banyak yang tidak tahu siapa yang mengosongkan/menguras tangki septik ini. Ada juga responden yang membayar tukang untuk mengosongkan tangki septiknya yaitu sebanyak 23 responden, mengosongkan sendiri 3 responden dan yang menggunakan layanan sedot tinja hanya 47 responden. Lebih jelasnya untuk mengetahui kepada siapa responden dalam mengosongkan tangki septiknya dapat dilihat pada Gambar 3.15 sebagai berikut :

(16)

Pada saat tangki septik dikosongkan sebagian besar responden tidak tahu kemana lumpur tinjanya dibuang yaitu 67 responden. Ada sebagian yang dibuang ke sungai sebanyak 11 responden, dikubur di halaman sebanyak 4 responden, dikubur di tanah orang lain ada 1 responden dan di tempat lainnya ada 1 responden. Lebih jelasnya kemana limbah lumpur tinja dibuang dapat dilihat pada Gambar 3.16 sebagai berikut :

Gambar 3.16 Tempat Pembuangan Lumpur Tinja Saat Dikosongkan

Dari sejumlah responden yang mempunyai anak yang masih balita kebanyakan anak balitanya tidak pernah atau tidak terbiasa BAB di tempat terbuka seperti lantai, kebun, maupun sungai/selokan, yaitu sebesar 327 responden. Tapi tetap harus diwaspadai karena juga tidak sedikit yang masih BAB di tempat terbuka sebesar 133 kadang- kadang dan 68 responden sangat sering. Lebih jelasnya untuk mengetahui kondisi BAB anak Balita hasil wawancara dengan responden dapat dilihat pada Gambar 3.17.

(17)

Selain itu sebagian besar lagi tempat membuang tinja anak balita sudah berada di jamban sebesar 350 responden, Tetapi masih ada sebagian membuang tinja para balitanya di tempat sampah 8 responden, di kebun 36 responden, di sungai 124 responden. Membuang limbah BAB ke sungai dapat mencemari kondisi air permukaan dan membuat lingkungan sekitar tidak nyaman. Lebih jelasnya untuk mengetahui tempat pembuangan limbah tinja anak dapat dilihat pada Gambar 3.18.

Gambar 3.18 Tempat Pembuangan Limbah Tinja Anak

3.4 DRAINASE LINGKUNGAN SEKITAR RUMAH DAN BANJIR

Drainase lingkungan merupakan sarana yang penting dalam sanitasi. Selain itu darinase berfungsi juga mengalirkan limbah cair dari rumah rangga seperti dapur, kamar mandi, tempat cucian dan juga wastafel. Drainase yang buruk akan menimbulkan banjir pada waktu hujan, selain itu juga akan membuat genangan air dari limbah cair rumah tangga. Bila kondisinya demikian akan menjadi tempat perindukan nyamuk yang bisa menularkan berbagai penyakit seperti demam berdarah, chikungunya, juga filariasis.

Oleh karena itu studi EHRA juga membidik drainase sebagai obyek kajiannya. Pembahasan lebih detail tentang kepemilikan saluran pembuangan air limbah, tempat pembuangan limbah cair rumah tangga, pengalaman banjir yang terjadi dan menimpa rumah tangga di Kabupaten Mojokerto, termasuk waktu

(18)

terakhir banjir, kerutinan, frekuensi dalam setahun, apakah banjir sampai masuk rumah, tinggi air yang masuk di rumah, dan lama air mengering.

Gambar 3.19 Kepemilikan Saluran Pembuangan Air Limbah Rumah Tangga

Dari Gambar diatas dapat diperoleh gambaran bahwa rumah tangga yang mempunyai saluran pembuangan air limbah (SPAL) di Kabupaten Mojokerto sebanyak 1147 responden atau sebesar 79,7% dan rumah tangga yang tidak mempunyai SPAL sebanyak 293 responden atau sebesar 20,3%. Untuk mengetahui tempat pembuangan limbah rumah tangga lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.1 sebagai berikut :

Tabel 3.1

Tempat Pembuangan Limbah Rumah Tangga

No Uraian Dapur Kamar mandi Tempat cuci pakaian Wastafel

1 Sungai/selokan/kolam 323 325 324 173 2 Jalan/halaman/kebun 181 177 177 93 3 Saluran terbuka 427 419 427 207 4 Saluran tertutup 222 225 222 133 5 Lubang galian 126 128 129 186 6 Pipa saluran pembuangan kotoran 13 16 14 10 7 Pipa IPAL Sanimas 3 2 2 1 8 Tidak tahu 1 1 1 1

Sumber : Hasil Survey EHRA, 2013

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pembuangan limbah rumah tangga yang mempunyai resiko kesehatan terbesar adalah yang dibuang ke sungai, selokan, kolam sebesar 323 berasal dari limbah dapur, 325 dari limbah kamar mandi, 324 dari tempat cuci pakaian dan 173 dari wastafel. Sungai, selokan dan kolam menjadi tempat yang paling sering digunakan oleh masyarakat untuk membuang sampah.

(19)

Gambaran sebagian besar wilayah di Kabupaten Mojokerto yaitu 1.312 responden atau 91,1% tidak pernah terkena banjir. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.20 sebagai berikut :

Gambar 3.20 Kejadian Banjir di Lingkungan Sekitar Responden

Sebagian besar banjir yang melanda di Kabupaten Mojokerto menyebabkan terendamnya WC/Jamban sebagaimana terlihat pada Gambar 3.21 yaitu sebesar 3 responden menyatakan bahwa banjir merendam sebagian WC atau jamban.

(20)

Lama kejadian banjir di Kabupaten Mojokerto sebagaimana terlihat Gambar 3.22, biasanya berlangsung sekitar setengah sampai satu hari. Dan lama banjir yang lebih dari satu hari sebanyak 10 responden atau 29,4%.

Gambar 3.22 Lama Banjir Merendam Lingkungan

3.5 PENGOLAHAN AIR MINUM RUMAH TANGGA

Bagian ini menyajikan informasi mengenai kondisi akses sumber air untuk minum, masak,mencuci dan gosok gigi bagi rumah tangga di Kabupaten Mojokerto. Hal yang diteliti dalam EHRA terdiri dari 2 (dua) hal utama, yakni 1) sumber air yang digunakan rumah tangga, dan 2) pengolahan, penyimpanan dan pengamanan air yang baik dan hygiene. Kedua aspek ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan tingkat risiko kesehatan bagi anggota di suatu rumah tangga.

Terkait dengan sumber air, studi EHRA mempelajari tentang jenis sumber air untuk keperluan minum, mandi, memasak, dan gosok gigi. Yang menggunakan sumber air dari ledeng atau PDAM ditanyakan juga tentang penurunan volume yang dialami dan penurunan kualitasnya. Kemudian untuk jenis sumur gali/ sumur bor/ sumur pompa ditanyakan jarak sumber air tersebut dengan tempat penampungan atau pembuangan tinja.

Dari sisi jenis sumber air diketahui bahwa sumber-sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri. Ada jenis-jenis sumber air yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman, seperti air ledeng/ PDAM, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang ditangkap, dialirkan dan disimpan secara bersih dan terlindungi). Di lain pihak, terdapat sumber-sumber yang memiliki risiko yang lebih tinggi sebagai media transmisi patogen ke

(21)

dalam tubuh manusia, di antaranya adalah,sumur atau mata air yang tidak terlindungi dan air permukaan, seperti air kolam, sungai,parit ataupun irigasi.

Suplai atau kuantitas air pun memegang peranan. Para pakar higinitas global melihat suplai air yang memadai merupakan salah satu faktor yang mengurangi risiko terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare. Sejumlah studi mengonfirmasi bahwa mereka yang memiliki suplai air yang memadai cenderung memiliki risiko terkena diare yang lebih rendah, karena sumber air yang memadai cenderung memudahkan kegiatan higinitas secara lebih teratur. Karenanya, kelangkaan air dapat dimasukkan sebagai salah satu faktor risiko (tidak langsung) bagi terjadinya kesakitan-kesakitan seperti gejala diare.

Terkait dengan pengolahan, penyimpanan dan pengamanan air yang hygiene studi EHRA mempelajari tentang penyimpanan air, tempat yang digunakan untuk menyimpan, cara mengambil air, pengolahan air sebelum diminum, cara pengolahannya, penyimpanan air setelah diolah, alat penyimpanan air setelah diolah, juga penggunaan air olahan selain untuk minum. Hal-hal tersebut penting dipelajari karena terkait dengan risiko kesehatan bagi anggota rumah tangga tersebut. Berikut hasil studi EHRA selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.2 sebagai berikut :

Tabel 3.2

Asal sumber air yang digunakan untuk berbagai kegiatan responden

No Uraian Minum Masak

Cuci Piring dan Gelas Cuci Pakaian Gosok gigi Jumlah

1 Air botol kemasan 120 6 0 0 3 129 2 Isi ulang 176 40 0 0 13 229 3 PDAM/Proyek/HIPPAM 104 121 119 118 120 582 4 Hidran Umum-PDAM 3 1 3 3 3 13 5 Kran umum-PDAM 91 103 109 109 110 522 6 Sumur bor/pompa tangan 367 462 471 472 467 2239 7 Sumur gali terlindungi 633 685 684 681 675 3358 8 Sumur gali tidak

terlindungi

60 31 31 31 32 185 9 Mata air terlindungi 78 78 78 79 78 391 10 Mata air tidak terlindungi 3 3 3 3 3 15 11 Air hujan 0 0 0 0 0 0 12 Air sungai 2 2 10 20 8 42 13 Waduk/danau 0 0 0 1 0 1 14 Lainnya 0 0 0 0 0 0

(22)

Dari tabel diatas, menunjukkan bahwa sumber air yang digunakan untuk kebutuhan minum, masak, cuci piring dan gelas, cuci pakaian dan gosok gigi yang terbanyak berasal dari sumur gali terlindungi. Sumur gali terlindungi tergolong sumber air dengan resiko kesehatan yang rendah. Namun masih ada pengguna sumber air yang tergolong dengan resiko kesehatan yang tinggi diantaranya sumur gali tak terlindungi yaitu sebesar 185 responden, mata air tak terlindungi sebesar 15 responden, air sungai sebesar 42 responden dan waduk sebesar 1 responden.

Gambar 3.23 Tingkat Kesulitan Dalam Mendapatkan Air

Dari Gambar 3.23 diatas menunjukkan bahwa kondisi responden yang tidak pernah kesulitan mendapatkan air untuk kebutuhan sehari-hari sejumlah 1170 responden atau 81,3%. Sisanya adalah responden dengan kategori pernah merasakan kesulitan air yang biasanya melanda waktu musim kemarau panjang. Dari beberapa responden yang pernah mengalami kesulitan mendapatlan air ini, terbanyak adalah responden yang mengalami kesulitan hanya beberapa jam saja yaitu sebesar 111 responden, dan yang terparah/resiko kesehatan terbesar adalah yang pernah mengalami kesulitan mendapat air dalam waktu terlama (lebih satu minggu) yaitu sebesar 50 responden.

Sebagian besar responden merasa puas terhadap kualitas air yang digunakan yaitu sebesar 1.340 dari 1.440 responden yang diteliti atau 93,1%. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.24 sebagai berikut :

(23)

Gambar 3.24 Tingkat Kepuasan Responden Terhadap Kualitas Sumber Air Yang Digunakan

Gambar 3.25 Jarak Sumber Air yang Digunakan dengan Pembuangan Tinja

Jarak antara sumber air dengan tempat penampungan air sangat diperhatikan karena jarak ini ditengarai sangat menentukan terhadap kejadian tercemarnya air terhadap mikroorganisme patogen (S,colii). Dari Gambar 3.25 terlihat bahwa jumlah yang jaraknya lebih 10 Meter ada sebanyak 1134 responden., dan yang kurang dari 10 Meter sebanyak 304 responden.

(24)

Sebagian besar warga Kabupaten Mojokerto menggunakan teko/ketel/ceret untuk menyimpan air sebelum dikonsumsi/di minum sebanyak 254 responden (18,1%). Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.26 sebagai berikut :

Gambar 3.26 Tempat Responden Menyimpan Air yang Sudah Diolah

Gambar 3.27 Cara pengambilan air untuk minum, masak, cuci piring dan gelas serta gosok gigi dari tempat penyimpan air

(25)

Cara untuk mengambil air untuk keperluan minum, masak, cuci piring/gelas dan gosok gigi penting untuk diketahui. Hal ini berhubungan dengan kemungkinan pencemaran air yang disimpan. Cara mengambil air langsung dari dispenser,dengan menggunakan gayung, relatif lebih aman bila dibandngkan dengan menggunakan gelas. Hal ini dikarenakan air terjaga dari sentuhan tangan secara langsung. Tetapi dengan gelas kemungkinan tangan menyentuh langsung air lebih besar, karena sebagian besar gelas tanpa pegangan.

Bila dilihat dari Gambar 3.27 diatas kondisinya relatif masih aman karena proporsi terbesar air untuk keperluan minum, masak, cuci, piring gelas dan gosok gigi sebagian besar diambil menggunakan gayung. Hanya disini dihimbau agar dalam pengambilan ini harus hati-hati agar dijaga betul-betul agar tangan tidak menyentuh air. Perlu diperhatikan juga tempat untuk menaruh gayung yaitu sebaiknya gayung digantung sendiri dan gayung yang dipakai adalah gayung yang ada tangkainya dengan panjang tangkai mencukupi.

(26)

3.6 PERILAKU HIGIENE

Perilaku higiene / sehat menjadi fokus perhatian dalam bagian ini, Perilaku higiene sehat dalam studi EHRA dikaitkan dengan pemakaian sabun. Pemakaian sabun penting untuk dikaji karena sabun adalah salah satu desinfektan yang dapat mencegah masuk dan berkembangnya kuman patogen ke dalam tubuh. Kuesioner EHRA menanyakan kepada responden tentang pemakaian sabun hari ini atau kemarin. Kemudian juga penggunaan sabun untuk keperluan apa saja. Tempat cuci tangan dan waktu mencuci tangan bagi anggota keluarga juga menjadi perhatian dalam studi ini.

Gambar 3.28 Penggunaan Sabun Pada Hari Disurvey

Dari gambar diatas diketahui sebagian besar responden yaitu 1.437 responden (99,8%) pada saat di lakukan survey menjawab memakai sabun pada hari tersebut.

Kegiatan-kegiatan apa saja dari responden yang memakai sabun dapat dilihat pada Gambar 3.29 sebagai berikut :

(27)

Sebagian besar responden menggunakan sabun untuk keperluan mandi 1.418 responden, mencuci peralatan makan minum juga masak dan mencuci pakaian. Demikian juga untuk higiene anak sudah bagus karena dari responden yang punya anak sebanyak 100% memandikan anak dengan sabun, menceboki pantat anak, dan mencuci tangan anak.

Sebagian besar kondisi warga Kabupaten Mojokerto biasa mencuci tangan di kamar mandi dan dapur. Hasil wawancara terkait hal tersebut lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.30.

Gambar 3.30 Tempat Anggota Keluarga Biasa Mencuci Tangan

Sebagian besar anggota keluarga responden mencuci tangan sebelum makan, setelah makan dan setelah BAB. Hasil wawancara terkait hal tersebut lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.31.

(28)

3.7 KEJADIAN DIARE

Gejala diare seringkali dipandang sepele. Di beberapa daerah, balita yang terkena diare malah dipandang positif. Katanya, diare adalah tanda akan berkembangnya anak, seperti akan segera bisa berjalan, bertambah tinggi badan, atau tumbuhnya gigi baru di rahangnya. Sejumlah kelompok masyarakat di Jawa menamakannya dengan istilah ngenteng-ngentengi. Meski tidak dijumpai istilah khusus, sejumlah kelompok masyarakat di Sumatra pun mempercayai hal-hal semacam itu (Laporan ESP Formative Research,2007).

Mencuci tangan pakai sabun di waktu yang tepat dapat memblok transmisi patogen penyebab diare. Pencemaran tinja/ kotoran manusia (feces) adalah sumber utama dari virus, bakteri, dan patogen lain penyebab diare. Jalur pencemaran yang diketahui sehingga cemaran dapat sampai ke mulut manusia, termasuk balita, adalah melalui 4F (Wagner & Lanoix, 1958) yakni fluids (air),

fields (tanah), flies (lalat), dan fingers (jari/tangan).

Cuci tangan pakai sabun adalah pencegahan cemaran yang sangat efektif dan efisien khususnya untuk memblok transmisi melalui jalur fingers. Waktu-waktu cuci tangan pakai sabun yang perlu dilakukan seorang ibu/ pengasuh untuk mengurangi risiko balita terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare mencakup 5 (lima) waktu penting yakni, 1) sesudah buang air besar (BAB), 2) sesudah menceboki pantat anak, 3) sebelum menyantap makanan, 4) sebelum

menyuapi anak, dan terakhir adalah 5) sebelum menyiapkan makanan bagi keluarga. Berikut ini disajikan hasil studi EHRA terkait dengan kejadian penyakit

diare.

(29)

Dari Gambar 3.32 diatas diketahui bahwa dari 1.209 responden yang disurvey tidak pernah terkena sakit diare atau sebesar 84%, 10 responden (0,7%) terkena diare.

Gambar 3.33 Diagram Penderita yang Terkena Diare Pada Survey EHRA 2013

Dari gambar diatas, diketahui bahwa penderita yang terkena diare terbanyak pada survey EHRA 2013 Kabupaten Mojokerto adalah orang perempuan dewasa sejumlah 118 responden (38,9%), kemudian anak-anak balita sebesar 78 responden.

3.8 HASIL PENGAMATAN

Dalam pelaksanaan survey EHRA enumerator selain melakukan wawancara juga melakukan pengamatan untuk membandingkan data yang sudah diperoleh dengan keadaan yang sebenarnya.:

A. Sumber Air Untuk Minum, Masak, Dan Mencuci Alat Makan,Minum Dan Masak

Persentase terbesar sumber air untuk minum, masak dan mencuci alat minum dan masak adalah dari sumur gali terlindungi sebanyak 600 respoden (41,7%) dan selanjutnya terbanyak kedua adalah dari PDAM yang berfungsi atau mengalir yaitu 7,2% atau 104 responden. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.34 sebagai berikut :

(30)

Gambar 3.34 Tabel pengamatan sumber air minum dan masak

B. Penyimpanan Dan Penanganan Air Minum Dan Masak Yang Baik serta Aman

Gambar 3.35 Wadah Tempat Menyimpan Air Minum di Dapur

Dari Gambar 3.35 diatas diketahui bahwa dari hasil observasi di Kabupaten Mojokerto kebanyakan sudah menyimpan air secara benar yaitu dengan wadah yang ditutup sehingga meminimalisir resiko tercemar dengan jumlah 1.149 responden (79,8%). Cara pengambilan air dari wadah di Kabupaten Mojokerto sebagian besar tidak beresiko karena tangan tidak menyentuh air sebanyak 1.290 responden (89,6%). Sebagian kecil saja yang beresiko sedang sebesar 118 responden (8,2%) dengan tangan yang menyentuh air sehingga memungkinkan terjadi pencemaran.

(31)

C. Penanganan Sampah Rumah Tangga di Dapur

Pelindungan makanan terhadap vektor penyakit dalam hal ini lalat, maupun kecoa pada masyarakat Kabupaten Mojokerto sebagian besar masih rawan terjadinya kontaminasi karena wadah sampah yang digunakan di dapur adalah keranjang terbuka. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.36 sebagai berikut :

Gambar 3.36 Perlindungan Makanan terhadap Vektor

D. Saluran Pembuangan Limbah Rumah Tangga Non Tinja

Kebanyakan masyarakat di Kabupaten Mojokerto membuang air limbah bekas cucian peralatan makan dan masaknya di jalan, halaman, kebun untuk dibiarkan mengalir dan terserap ke tanah. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.37 sebagai berikut :

(32)

E. Buangan Limbah Kamar Mandi dan Wastafel

Tempat buangan limbah bekas mandi dan wastafel terbanyak yaitu 252 responden adalah dibuang di jalan, halaman, dan kebun. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.38 sebagai berikut :

Gambar 3.38 Tempat Buangan Limbah Bekas Mandi dan Wastafel

Bak penampungan yang ada di kamar mandi responden adalah bebas dari jentik, yaitu sebanyak 1.270 (88,2%) responden. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.39 sebagai berikut :

Gambar 3.39 Keberadaan Jentik di Bak Penampungan Air

F. Cuci Tangan Pakai Air dan Sabun

Lebih dari separuh ruangan jamban yang ada lengkap dengan bak penampungan dari ember dan sebagian tidak ada. Tidak ada dalam hal ini bukan berarti masyarakat tidak membersihkan sehabis Buang Air Besar di jamban tersebut tapi bisa jadi ember yang digunakan sebagai penampungan bukan ember khusus dipakai di jamban tersebut dan waktu diamati ember sedang digunakan untuk fungsi yang lain. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.40 sebagai berikut :

(33)

Gambar 3.40 Ketersediaan Air dalam Ruangan Jamban

Lebih dari separuh yaitu 968 responden (67,2%) telah menyediakan sabun di dekat jamban. Hal ini berarti kesadaran masyarakat Kabupaten Mojokerto untuk Cuci tangan pakai sabun sudah cukup baik namun masih perlu untuk ditingkatkan lagi. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.41 sebagai berikut :

Gambar 3.41 Ketersediaan Sabun dekat Jamban

Bak air dekat jamban pada masyarakat Kabupaten Mojokerto sebanyak 1.319 responden (91,6%) atau tidak ada jentik. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.42 sebagai berikut :

Gambar 3.42 Keberadaan Jentik di Bak Air Dekat Jamban

(34)

G. Saluran Limbah dan Lumpur Tinja

Tipe jamban responden terbanyak yaitu 957 responden (66,5%) dengan jamban kloset jongkok leher angsa dan 235 responden (16,3%) dengan tidak tahu tipe jamban yang dimilikinya. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.43 sebagai berikut :

Gambar 3.43 Tipe Jamban Responden

Penampungan tinja dari kloset terbanyak yaitu 836 responden (58,1%) adalah dengan tangki septik dan 98 responden (6,8%) adalah dengan cubluk. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.44 sebagai berikut :

Gambar 3.44 Tempat Saluran Penampungan Kotoran dan Kloset

H. Higiene Jamban

Sebanyak 912 jamban responden kondisi kebersihannya adalah lantai dan di dindingnya bebas tinja sedang 628 lainnya belum bebas tinja untuk lantai

(35)

maupun dindingnya. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.45 sebagai berikut :

Gambar 3.45 Kebersihan Lantai dan Dinding Jamban

Sebesar 935 responden (64,9%) jamban responden sudah bebas kecoa dan lalat dan sebanyak 505 responden (35,1%) lainnya belum bebas kecoa dan lalat. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.46 sebagai berikut :

Gambar 3.46 Kebersihan dari Vektor Penyakit

I. Tempat Mencuci Makanan

Sebanyak 1.276 responden (88,6%) ada sabun dan shampoo di tempat cuci. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.47 sebagai berikut :

Gambar 3.47 Keberadaan Sabun Cuci di Tempat Cuci

(36)

Sumber air yang digunakan masyarakat Kabupaten Mojokerto sebagian besar adalah Sumur Gali Terlindungi 591 responden (41%) dan selanjutnya sebanyak 105 responden adalah dari air ledeng PDAM yang masih berfungsi (7%) atau mengalir. hanya 2 responden (0,1%) yang tidak mengalir. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.48 sebagai berikut :

Gambar 3.48 Sumber Air untuk Mencuci

J. Tangki Septik

Jarak tangki septik dengan sumber air terdekat minimal 10 meter adalah hanya 901 responden atau 62,57 %. Jarak 10 meter ini diambil karena berdasarkan teori yang disepakati bahwa mikroorganisme patogen dari tinja pada dasarnya bisa menyebar bersamaan/terbawa air tanah merembes melalui pori-pori tanah sejauh sekitar 9 meter. Oleh karena itu, jika jarak tangki septik dengan sumber air adalah 10 meter maka sumber air ini sudah termasuk terletak pada jarak yang aman dari sumber pencemar. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.49 sebagai berikut :

Gambar 3.49 Jarak Tangki Septik dengan Sumber Air Terdekat minimal 10 M

(37)

K. Pengelolaan Sampah

Sebanyak 60,6% atau 872 responden mengelola sampah dengan cara langsung dibakar. Selanjutnya sebanyak 346 responden atau 24% dibuang dalam lubang galian kemudian dibakar. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.50 sebagai berikut :

Gambar 3.50 Cara Mengelola Sampah Dirumah

Sebanyak 1.255 responden atau 87,2% halaman rumah responden bersih dari sampah dan hanya 185 responden atau 12,8% lainnya masih belum bersih. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.51 sebagai berikut :

Gambar 3.51 Kebersihan Halaman dari Sampah

Sebagian besar masyarakat Kabupaten Mojokerto yaitu 88,2 % belum melakukan pemilahan sampah. Padahal sebagaimana diketahui bersama kegiatan awal pengelolaan sampah yang terpenting adalah pemlahan sampah. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.52 sebagai berikut :

(38)

Gambar 3.52 Pemilahan Sampah yang dilakukan Responden di Lingkungan Sekitar

Dari masyarakat yang sudah melakukan pemilahan sampah di Kabupaten Mojokerto dapat kita ketahui bahwa jenis sampah yang dipilah yang terbanyak adalah gelas dan kaca sebanyak 57, 30% dari 89 responden yang memilah sampah atau 51 responden, selanjutnya kertas/kardus sebanyak 47,19%, besi/logam 42,69%, plastik dan sampah organik masing- masing 23,59%. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.53 sebagai berikut :

Gambar 3.53 Jenis Sampah yang dipilah

Sebanyak 99,2% responden sebenarnya memiliki lahan untuk membuat kompos. Ini merupakan suatu modal dasar untuk pengembangan cipta karya keindahan lingkungan. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.54.

Dari beberapa responden yang sudah memanfaatkan upaya pengomposan diketahui ada atau tidaknya kompos yang siap dipakai sebanyak 5 responden atau (35,7%) dari 14 responden yang mempunyai lahan untuk pengomposan. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.55.

(39)

Gambar 3.54 Tempat membuat Kompos oleh Responden

Gambar 3.55 Keberadaan Kompos Yang Siap Dipakai

Dari beberapa responden yang sudah mengolah sampah rumah tangganya menjadi kompos ini, kompos ini dimanfaatkan responden yaitu 72,73% dari 11 responden tidak memanfaatkannya dan 27,27% memanfatkannya untuk pupuk tanaman buah,sayur dan obat. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.56 sebagai berikut :

(40)

L. SPAL/Drainase Lingkungan

Sebanyak 95,2% masyarakat Kabupaten Mojokerto tidak mempunyai genangan air di halaman rumahnya dan sekitar 4,8% masih terdapat genangan air dihalaman rumahnya. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.57 sebagai berikut :

Gambar 3.57. Keberadaan Genangan dihalaman Depan Rumah

Kebanyakan masyarakat yang masih ada genangan air di halaman rumahnya, tempat genangan air tersebut biasanya terdapat di sekitar halaman rumah yaitu sebanyak 39 responden (56,5%), dekat dapur sebanyak 8 responden (11,6%), dekat kamar mandi ada sebanyak 9 responden (13%) dan lainnya sebanyak 11 responden (15,9%). Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.58 sebagai berikut :

(41)

Sumber asal air yang menyebabkan tergenang kebanyakan berasal dari air hujan yaitu 42% sebesar 29 responden. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.59 sebagai berikut :

Gambar 3.59 Sumber Asal Genangan Air

Halaman yang kotor dan kurang terawat menyebabkan pemandangan yang kurang nyaman, selain itu menyebabkan halaman tersebut tergenang jika ada air karena air sudah pasti tidak bisa mengalir lancar. Di Kabupaten Mojokerto terdapat 92,4% responden yang halamannya bersih dan hanya 7,6% saja yang halamannya kotor dan tidak terawat dan bisa menyebabkan halaman tergenang. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.60 sebagai berikut :

Gambar 3.60. Kebersihan Halaman dari Benda Penyebab Genangan

Keberadaan saluran air hujan atau air limbah di Kabupaten Mojokerto adalah di saluran terbuka yaitu sebanyak 772 responden (53,6%), dan yang saluran tidak terlihat pada waktu observasi sebanyak 206 responden (14,3%) sedang saluran tertutup/tidak terlihat ada sebanyak 462 responden (32,1%). Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.61 sebagai berikut :

(42)

Gambar 3.61 Keberadaan Saluran Air Hujan atau Air Limbah

Wilayah Kabupaten Mojokerto kebanyakan air bisa lancar mengalir di saluran air yaitu sebanyak 1.161 responden (80,6%), sedangkan 141 responden (9,8%) tidak punya saluran air, 83 responden (5,8%) saluran airnya tidak lancar dan 55 responden (3,8%) saluran airnya tidak dapat dipakau karena saluran kering. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.62 sebagai berikut :

Gambar 3.62 Kelancaran Air Mengalir pada Saluran Air

Sebanyak 915 responden (63,5%) mempunyai saluran air yang bersih dari sampah, 155 responden (10,8%) tidak memiliki saluran air, 282 responden (19,6%) tidak bersih namun air masih bisa mengalir, 69 responden (4,8%) saluran airnya tidak bersih namun tidak ada air/kering dan 19 responden (1,3%) saluran airnya kotor dan mengakibatkan air limbah tersumbat sehingga tidak bisa mengalir. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.63 sebagai berikut :

(43)

Gambar 3.63 Kebersihan Saluran dari Sampah

3.9 INDEKS RESIKO SANITASI (IRS)

Risiko Sanitasi diartikan sebagai terjadinya penurunan kualitas hidup, kesehatan, bangunan dan atau lingkungan akibat rendahnya akses terhadap layanan sektor sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Indeks Risiko Sanitasi (IRS) diartikan sebagai ukuran atau tingkatan risiko sanitasi, dalam hal ini adalah hasil dari analisa Studi EHRA. Manfaat penghitungan Indeks Risiko Sanitasi (IRS) adalah sebagai salah satu komponen dalam menentukan area berisiko sanitasi. Lebih jelasnya indeks resiko sanitasi Kabupaten mojokerto dapat dilihat pada Tabel 3.3 sampai dengan Tabel 3.5 sebagai berikut :

Tabel 3.3

Indeks Resiko Sanitasi per Cluster Kelurahan/Desa Kabupaten Mojokerto Tahun 2013

NO VARIABEL JAWABAN

Cluster Desa/Kelurahan

1 2 3 4

% % % %

1 2 3 4 5 6 7

1.1 Sumber air terlindungi Tidak 35.6 14,7 25,0 27,5 Ya 64.4 85,3 75,0 72,5 1.2 Penggunaan sumber air tidak

terlindungi.

Tidak 88,1 82,8 88,5 100,0 Ya 11,9 17,2 11,5 ,0 1.3 Kelangkaan air Ya 43,1 9,2 4,2 ,0 Tidak 56,9 90,8 95,8 100,0 2.1 Tangki septik suspek aman Tidak 73,9 55,6 59,6 65,4 Ya 26,1 44,2 46,4 34,6

(44)

NO VARIABEL JAWABAN

Cluster Desa/Kelurahan

1 2 3 4

% % % %

1 2 3 4 5 6 7

2.2 Pencemaran karena pembuangan isi tangki septik

Ya 100,0 50,0 36,0 50,0 Tidak ,0 50,0 64,0 50,0 2.3 Pencemaran karena SPAL Ya 61,3 47,5 52,7 70,0 Tidak 38,8 52,5 47,3 30,0 3.1 Pengelolaan sampah Tidak 100,0 98,7 90,4 100,0 Ya ,0 1,3 9,6 ,0 3.2 Frekuensi pengangkutan sampah Tidaki 100,0 ,0 ,0 100,0 memadai 100,0 100,0 3.3 Ketepatan waktu pengangkutan

sampah

tepat waktu ,0 100,0 100,0 ,0 tidak ,0 ,0 ,0 ,0 3.4 Pengolahan Setempat Tidak 100,0 100,0 100,0 100,0 Ya ,0 ,0 ,0 ,0 4.1 Adanya genangan air Ya 2,5 4,3 17,1 22,5 Tidak 97,5 95,7 82,9 77,5 5.1 CTPS di lima waktu penting Tidak 91,9 90,1 87,7 100,0 Ya 8,1 9,9 12,3 ,0 5.2.a Apakah lantai dan dinding jamban

bebas dari tinja?

Tidak 28,1 40,4 34,0 32,5 Ya 71,9 59,6 66,0 67,5 5.2.b Apakah jamban bebas dari kecoa

dan lalat?

Tidak 23,8 37,8 34,8 32,5 Ya 76,3 62,2 65,2 67,5 5.2.c Keberfungsian penggelontor. Tidak 21,9 33,8 24,2 32,5 Ya 78,1 66,2 75,8 67,5 5.2.d Apakah terlihat ada sabun di

dalam atau di dekat jamban?

Tidak 21,3 39,2 26,5 32,5 Ya 78,8 60,8 73,5 67,5 5.3 Pencemaran pada wadah

penyimpanan dan penanganan air

Tidak,

Tercemar 85,0 89,7 90,0 100,0 Ya tercemar 15,0 10,3 10,0 ,0 5.4 Perilaku BABS Tidak 13,1 20,1 15,6 17,5 Ya, BABS 86,9 79,9 84,4 82,5

(45)

Tabel 3.4

Kalkulasi Indeks Resiko Sanitasi per Cluster Kelurahan/Desa Kabupaten Mojokerto Tahun 2013

NO VARIABEL BOBOT CLUSTER

1 CLUSTER 2 CLUSTER 3 CLUSTER 4 1 2 3 4 5 6 7 1. SUMBER AIR 33 13 11 7 1.1 Sumber air tercemar 25% 9 4 6 7 1.2 Penggunaan sumber air tidak

terlindungi. 25% 3 4 3 - 1.3 Kelangkaan air 50% 22 5 2 - 2. AIR LIMBAH DOMESTIK. 78 51 49 62

2.1 Tangki septik suspek tidak aman 33% 25 19 20 22 2.2 Pencemaran karena pembuangan

isi tangki septik 33% 33 17 12 17 2.3 Pencemaran karena SPAL 33% 20 16 18 23 3. PERSAMPAHAN. 75 50 48 75 3.1 Tidak ada Pengelolaan sampah 25% 25 25 23 25 3.2 Tidak memadai Frekuensi

pengangkutan sampah 25% 25 - - 25 3.3 Ketidaktepatan waktu

pengangkutan sampah 25% - - - - 3.4 Tidak ada Pengolahan setempat 25% 25 25 25 25 4. GENANGAN AIR. 3 4 17 23 4.1 Adanya genangan air 100% 3 4 17 23

5. PERILAKU HIDUP BERSIH

SEHAT. 36 40 36 38 5.1 CTPS di lima waktu penting

(Tidak) 25% 23 23 22 25 5.2.a Apakah lantai dan dinding jamban

bebas dari tinja? (Tidak) 6% 2 3 2 2 5.2.b Apakah jamban bebas dari kecoa

dan lalat? (Tidak) 6% 1 2 2 2 5.2.c Keberfungsian

penggelontor.(Tidak) 6% 1 2 2 2 5.2.d Apakah terlihat ada sabun di dalam atau di dekat jamban? Tidak 6% 1 2 2 2

5.3

Pencemaran pada wadah

penyimpanan dan penanganan air (ya)

25% 4 3 3 - 5.4 Perilaku BABS (Tidak) 25% 3 5 4 4

(46)

Tabel 3.5

Komulatif Indeks Resiko Sanitasi per Cluster Kelurahan/Desa Kabupaten Mojokerto Tahun 2013 VARIABEL CLUSTER 1 CLUSTER 2 CLUSTER 3 CLUSTER 4 1. SUMBER AIR 33 13 11 7

2. AIR LIMBAH DOMESTIK. 78 51 49 62

3. PERSAMPAHAN. 75 50 48 75

4. GENANGAN AIR. 3 4 17 23

5. PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT. 36 40 36 38

225 157 161 204

Sumber : Hasil Analisa Studi EHRA, 2013

Gambar 3.64 Indeks Resiko Sanitasi Kabupaten Mojoikerto Tahun 2013

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dari data sekunder, persepsi data primer yang berupa studi EHRA maka dapat diketahui bahwa tidak ada desa yang luput dari resiko. Adapun hasil studi EHRA terkait dengan Kelurahan/Desa Beresiko di Kabupaten Mojokerto lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.6 sebagai berikut :

(47)

Tabel 3.6

Hasil Skoring Studi EHRA Mojokerto berdasarkan Indeks Resiko Sanitasi Tahun 2013

CLUSTER KECAMATAN NAMA

KELURAHAN/DESA NILAI INDEKS RESIKO SANITASI SKOR EHRA 1 2 3 3 3

Cluster 1 GONDANG TAWAR 225 4 JATIREJO KUMITIR JATIREJO MOJOGENENG JATIREJO SUMBERJATI GONDANG CENTONG PACET KEMBANGBELOR PACET WARUGUNUNG PACET BENDUNGAN JATI PACET WIYU PACET CLAKET PACET CEMPOKOLIMO PACET NOGOSARI TRAWAS DUYUNG NGORO KESEMEN NGORO SRIGADING PUNGGING JATILANGKUNG PUNGGING KEDUNGMUNGAL PUNGGING NGRAME PUNGGING KALIPURO KUTOREJO GEDANGAN KUTOREJO WINDUREJO MOJOSARI KAUMAN MOJOSARI SAWAHAN MOJOSARI SARIREJO MOJOSARI MOJOSARI MOJOSARI WONOKUSUMO BANGSAL SUMBERWONO PURI TAMPUNGREJO PURI PLOSOSARI KEMLAGI PANDANKRAJAN KEMLAGI MOJOWATESREJO KEMLAGI MOJOKUMPUL JETIS SAWO JETIS NGABAR JETIS PERNING JETIS LAKARDOWO JETIS PARENGAN JETIS MOJOREJO

(48)

CLUSTER KECAMATAN NAMA KELURAHAN/DESA NILAI INDEKS RESIKO SANITASI SKOR EHRA 1 2 3 3 3

DAWAR BLANDONG CENDORO DAWAR BLANDONG SIMONGAGROK DAWAR BLANDONG BRAYUBLANDONG

Cluster 2 GONDANG JATIDUKUH 157 1 GONDANG DILEM

GONDANG NGEMBAT GONDANG KEMASAN TANI GONDANG KALIKATIR GONDANG BAKALAN GONDANG GONDANG GONDANG BEGAGANLIMO GONDANG BENING GONDANG WONOPLOSO

GONDANG KEBUN TUNGGUL GONDANG GUMENG GONDANG PADI GONDANG KARANG KUTEN

PACET CEMBOR PACET PADUSAN TRAWAS KEDUNGUDI TRAWAS SUKOSARI TRAWAS JATIJEJER TRAWAS SUGENG TRAWAS SELOLIMAN NGORO KUTOGIRANG NGORO SEDATI NGORO KEMBANGSRI KUTOREJO KEPUHARUM KUTOREJO SAWO KUTOREJO KUTOREJO KUTOREJO KERTOSARI KUTOREJO PAYUNGREJO KUTOREJO KARANGDIENG KUTOREJO JIYU KUTOREJO SINGOWANGI PURI PURI PURI KETEMASDUNGUS

PURI SUMBER GIRANG PURI BALONGMOJO TROWULAN PANGGIH

(49)

CLUSTER KECAMATAN NAMA KELURAHAN/DESA NILAI INDEKS RESIKO SANITASI SKOR EHRA 1 2 3 3 3 TROWULAN KEJAGAN TROWULAN JATIPASAR TROWULAN BELOH JETIS BENDUNG DAWAR BLANDONG SUMBERWULUH

DAWAR BLANDONG DAWARBLANDONG DAWAR BLANDONG PULOREJO DAWAR BLANDONG JATIROWO DAWAR BLANDONG BANGERAN DAWAR BLANDONG PUCUK DAWAR BLANDONG GUNUNGAN DAWAR BLANDONG MADURESO DAWAR BLANDONG TEMUIRENG DAWAR BLANDONG RANDEGAN

JATIREJO LEBAKJABUNG JATIREJO GEBANGSARI JATIREJO BLEBERAN JATIREJO SUMBERAGUNG JATIREJO REJOSARI JATIREJO MANTING JATIREJO JEMBUL GONDANG POHJEJER PACET MOJOKEMBANG PACET PETAK

PACET PANDAN ARUM PACET KESIMAN TENGAH PACET SAJEN PACET CANDIWATU PACET KURIPANSARI PACET SUMBERKEMBAR PACET TANJUNGKENONGO PACET KEMIRI TRAWAS KETAPANRAME TRAWAS TRAWAS TRAWAS SELOTAPAK TRAWAS TAMIAJENG TRAWAS BELIK TRAWAS PENANGGUNGAN NGORO TANJANGRONO NGORO TAMBAKREJO

(50)

CLUSTER KECAMATAN NAMA KELURAHAN/DESA NILAI INDEKS RESIKO SANITASI SKOR EHRA 1 2 3 3 3 NGORO WONOSARI NGORO MANDUROMANGGUNG NGORO WATONMASJEDONG NGORO KUNJOROWESI PUNGGING CURAHMOJO PUNGGING RANDUHARJO PUNGGING PURWOREJO PUNGGING SEKARGADUNG PUNGGING BANJARTANGGUL PUNGGING PUNGGING PUNGGING MOJOREJO PUNGGING LEBAKSONO PUNGGING TEMPURAN KUTOREJO SIMBARINGIN MOJOSARI MOJOSULUR MOJOSARI BELAHAN TENGAH

MOJOSARI SUMBER TANGGUL MOJOSARI AWANG-AWANG MOJOSARI MODOPURO MOJOSARI SEDURI BANGSAL PULONITI BANGSAL KEDUNGUNENG BANGSAL KUTOPORONG BANGSAL SIDOMULYO MOJOANYAR LENGKONG MOJOANYAR GAYAMAN MOJOANYAR SADAR TENGAH MOJOANYAR WUNUT DLANGGU KEDUNGGEDE DLANGGU SEGUNUNG DLANGGU TALOK DLANGGU SUMBERSONO DLANGGU SAMBILAWANG DLANGGU TUMAPEL DLANGGU SUMBER KARANG

PURI MLATEN PURI TANGUNAN PURI KINTELAN

TROWULAN TROWULAN TROWULAN PAKIS

(51)

CLUSTER KECAMATAN NAMA KELURAHAN/DESA NILAI INDEKS RESIKO SANITASI SKOR EHRA 1 2 3 3 3 TROWULAN DOMAS TROWULAN WONOREJO SOOKO JAPAN SOOKO BLIMBINGSARI SOOKO SAMBIROTO GEDEG PAGGERLUYUNG

GEDEG NGARES KIDUL GEDEG GEMPOLKEREP GEDEG GEDEG GEDEG PAGEREJO GEDEG SIDOARJO GEDEG TERUSAN GEDEG GEMBONGAN GEDEG BATANKRAJAN KEMLAGI MOJODOWO KEMLAGI MOJOJAJAR KEMLAGI MOJOSARIREJO KEMLAGI MOJOPILANG KEMLAGI TANJUNGAN KEMLAGI MOJOREJO KEMLAGI MOJOKUSUMO KEMLAGI JAPANAN KEMLAGI MOJOWONO KEMLAGI MOJOWIRYO KEMLAGI KEDUNGSARI KEMLAGI MOJOGEBANG JETIS PARENGAN JETIS BANJARSARI JETIS SIDOREJO JETIS MLIRIP JATIREJO TAWANGREJO JATIREJO JATIREJO JATIREJO DUKUHNGARJO JATIREJO KARANGJERUK

Cluster 3 KUTOREJO PESANGGRAHAN 161 2 KUTOREJO KEPUHPANDAK

KUTOREJO WONODADI KUTOREJO KARANGASEM MOJOSARI JOTANGAN MOJOSARI NGIMBANGAN

(52)

CLUSTER KECAMATAN NAMA KELURAHAN/DESA NILAI INDEKS RESIKO SANITASI SKOR EHRA 1 2 3 3 3 MOJOSARI LEMINGGIR MOJOSARI KEBONDALEM PURI SUMOLAWANG PURI TAMBAKAGUNG PURI KENANTEN PURI BANJARAGUNG PURI BRAYUNG PURI KEBONAGUNG PURI MEDALI TROWULAN TAWANGSARI JATIREJO BAURENO GONDANG PUGERAN PACET PACET TRAWAS KESIMAN NGORO LOLAWANG NGORO PURWOJATI NGORO JASEM NGORO SUKOANYAR NGORO BANDARASRI NGORO NGORO PUNGGING JABONTEGAL PUNGGING BANGUN PUNGGING WATUKENONGO PUNGGING KEMBANGRINGGIT KUTOREJO SAMPANGAGUNG KUTOREJO KALIGORO MOJOSARI MENANGGAL MOJOSARI RANDUBANGO MOJOSARI KEDUNGGEMPOL MOJOSARI PEKUKUHAN BANGSAL PETERONGAN BANGSAL TINGGARBUNTUT BANGSAL GAYAM BANGSAL BANGSAL BANGSAL PACING BANGSAL NGROWO BANGSAL PEKUWON BANGSAL NGASTEMI BANGSAL SALEN BANGSAL SUMBER TEBU

(53)

CLUSTER KECAMATAN NAMA KELURAHAN/DESA NILAI INDEKS RESIKO SANITASI SKOR EHRA 1 2 3 3 3 BANGSAL MEJOYO BANGSAL MOJOTAMPING DLANGGU KALEN DLANGGU MOJOKARANG DLANGGU DLANGGU DLANGGU JRAMBE DLANGGU RANDUGENENGAN DLANGGU POHKECIK DLANGGU NGEMBEH DLANGGU KEDUNGLENGKONG TROWULAN WATESUMPAK TROWULAN BEJIJONG TROWULAN JAMBUWOK TROWULAN BALONGWONO TROWULAN BICAK TROWULAN SENTONOREJO TROWULAN TEMON

SOOKO KARANG KEDAWANG

KEMLAGI MOJODADI KEMLAGI WATESPROJO KEMLAGI BETRO KEMLAGI BERATKULON JETIS JETIS JETIS JOLOTUNDO JETIS KUPANG JETIS PENOMPO DAWAR BLANDONG TALUNBLANDONG DAWAR BLANDONG CINANDANG DAWAR BLANDONG GUNUNGSARI DAWAR BLANDONG SURU DAWAR BLANDONG BANYULEGI

MOJOANYAR JABON MOJOANYAR SUMBERJATI

MOJOANYAR KEPUH ANYAR MOJOANYAR GEBANG MALANG MOJOANYAR JUMENENG MOJOANYAR KWEDEN KEMBAR MOJOANYAR KWATU

DLANGGU PUNGGUL

(54)

CLUSTER KECAMATAN NAMA KELURAHAN/DESA NILAI INDEKS RESIKO SANITASI SKOR EHRA 1 2 3 3 3 SOOKO KEDUNGMALING SOOKO KLINTEREJO SOOKO TEMPURAN SOOKO BRANGKAL SOOKO WRINGINREJO SOOKO JAMPIROGO SOOKO MODONGAN SOOKO SOOKO SOOKO GEMEKAN GEDEG JERUKSEGER GEDEG BERATWETAN GEDEG BANDUNG GEDEG BALONGSARI GEDEG KEMANTREN KEMLAGI KEMLAGI JATIREJO PADANG ASRI JATIREJO GADING JATIREJO SUMENGKO JATIREJO DINOYO

Cluster 4 MOJOANYAR NGARJO 204 3 NGORO WATESNEGORO

NGORO CANDIHARJO PUNGGING TUNGGAL PAGER PUNGGING BALONGMASIN

SOOKO NGINGAS REMBYONG JETIS CANGGU

(55)

Gambar

Gambar 3.2 Status Kepemilikan Rumah
Gambar 3.9 Jenis Sampah yang Dipilah
Gambar 3.10 Tempat BAB Anggota Keluarga yang Sudah Dewasa
Gambar  diatas  menunjukkan  56,6%  anak  tidak  buang  air  besar  di  ruang  terbuka
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) pencapaian motivasi dan aspirasi pendidikan dari siswa dalam kategori tinggi, dan (2) tidak ada perbedaan yang signifikan

Hasil penelitian ini mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Wangsa &amp; Ardani, 2015) yang menyatakan bahwa variabel sikap pada iklan yang menjadi variabel

sebabkan bahwa rasa takut dan cemas terhadap nyeri persalinan sehingga ibu bersalin tidak merasa nyaman, saat ini timbul trend/kecendrungan para wanita muda lebih memilih

Untuk penelitian lebih lanjut, perlu mencari hubungan serta korelasi antara kadar asam folat serum pada penderita psoriasis dan berbagai derajat keparahan, serta dilakukan

Variabel independen di dalam penelitian ini adalah persepsi terhadap kualitas pelayanan farmasi rumah sakit meliputi: penampilan IFRS (apotek rawat jalan), kemudahan

Dari hasil perencanaan konsultan perencana diperoleh perencanaan Alinyemen Horizontal 6 buah bentuk tikungan dengan 5 bentuk lengkung Full Circle (FC) dan satu bentuk lengkung

Untuk menguji hipotesis pertama hingga ketiga peneliti menggunakan uji t, uji t menggambarkan pengaruh suatu independen kepada variabel dependen dengan dianggap

Pada takaran 150kg urea/ha, panjang malai meningkat secara nyata dengan pemberian pupuk organik pada takaran 2 hingga 6ton/ha dibandingkan dengan tanpa pupuk