STUDI ALTERNATIF SIMULASI POLA OPERASI PLTA DAN PLTMH
BENDUNGAN WONOREJO KABUPATEN TULUNGAGUNG
JURNAL ILMIAH
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik
Disusun Oleh:
GUMILANG ZEN AZIZAH ROSITAMEGA NIM. 115060400111062-64
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK
MALANG 2016
STUDI ALTERNATIF SIMULASI POLA OPERASI PLTA DAN PLTMH BENDUNGAN WONOREJO KABUPATEN TULUNGAGUNG Gumilang Zen Azizah Rositamega, Donny Harisuseno, Ussy Andawayanti.
Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jalan Mayjen Haryono 167 Malang 65145 – Telp (0341)567886
e-mail: azizahrositamega@gmail.com
ABSTRAK
Pada dasarnya setiap usaha yang dilakukan manusia untuk mengembangkan potensi sumber daya air yang ada demi kepentingan kehidupan manusia itu sendiri. Potensi air tersebut dimanfaatkan untuk kebutuhan air untuk irigasi, air baku, industri, pembangkit listrik dan masih banyak lagi dengan memanfaatkan sumber daya air waduk sebagai sumber energi. Saat ini di Bendungan Wonorejo terdapat dua pembangkit tenaga listrik yaitu PLTA dan PLTMH. Akan tetapi hingga saat ini PLTMH tersebut belum dioperasikan, sehingga pihak pengelola Bendungan Wonorejo bermaksud untuk mengoperasikan kembali PLTMH guna untuk memenuhi kebutuhan internal Bendungan Wonorejo dan bisa dijual ke PLN. Beroperasinya kembali PLTMH tentunya akan mempengaruhi produksi energi yang dihasilkan dari PLTA. Dari hasil simulasi operasi yang sudah dilakukan, produksi energi PLTA pada alternatif pertama menurun sebesar 8% bila dibandingkan dengan PLTA beroperasi tunggal, sedangkan produksi energi yang dihasilkan pada alternatif kedua menurun sebesar 7%. Sedangkan bila dilihat dari pendapatan yang didapatkan, dengan beroperasinya PLTMH ini akan meningkatkan pendapatan yang diterima. Karena, jika awalnya hanya menerima pemasukan dari BJPSDA PLTA dengan beroperasinya PLTMH ini pendapatan juga didapatkan dari hasil penjualan energi yang dihailkan oleh PLTMH tersebut. Pendapatan yang didapatkan dari alternatif pertama meningkat 20% jika dibandingkan jika PLTA beroperasi tunggal, sedangkan dengan menggunakan alternatif kedua pendapatn yang didapatkan meningkat 17%.
Kata kunci: PLTA, PLTMH, simulasi pola operasi waduk, produksi energi listrik dan
pendapatan
ABSTRACT
Basically, every human effort made to develop the potential of the existing water resources for the benefit of human life itself. The potential of the water used for irrigation, clean water, industry, hydroelectric and many more by utilizing water resources reservoirs as a source of energy. Lately, there are two types of power stations in Wonorejo dam, they are hydroelectric and micro hydro power. Unfortunately, the micro hydro power has not been operated, so that the superintendent of the micro hydro power, it is aimed to fulfill the internal need of Wonorejo dam, while the excess amount of the energy will be sold to Perusahaan Listrik Negara (PLN) or State-Owned Electricity Company. However, the operating process of micro hydro power will affect the amount of energy production generated by the hydroelectric power.
The result of the analysis shows that by operating the micro hydro power, the amount of energy produced by hydroelectric power in the first alternative decreased by 8%, compared to the amount of energy produced if the hydroelectric power is operated independently. Meanwhile, the amount of the energy produced, if the second alternative applied, will also decrease by 7%. However, apart from BJPSDA, the researcher can state that the operation of the micro hydro power will also help to increase the income obtained regarding to the excess amount of energy sold to State-Owned Electricity Company. Thus, it can be concluded that the income obtained will increase up to 20% if the first alternative applied while the second one will only give 17%. Keywords: Hydroelectric power, Micro hydro power, operating pattern simulation of dam,
PENDAHULUAN
Penyimpanan air waduk memberikan beberapa manfaat untuk pembangkit listrik tenaga air, pasokan air (perkotaan, industri, dan pertanian), pengendali banjir, dan peluang tempat rekreasi. Hingga saat ini, pembangkit listrik dengan tenaga air merupakan sumber energi listrik yang murah dengan emisi karbon yang sedikit (Jager, et. al; 2007).
Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan industri, kebutuhan akan energi listrik dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Apalagi akhir-akhir ini juga terjadi pemadaman bergilir yang sering
diberlakukan oleh Perusahaan Listrik
Negara (PLN). Oleh karena itu,
pemanfaatan fungsi waduk sebagai
pembangkit listrik tenaga air perlu
ditingkatkan. Tetapi, mengingat akan keterbatasan tersedianya air tersebut untuk berbagai kebutuhan, maka perlu dilakukan pemanfaatan air waduk dengan sebaik-baiknya (Pangestuti; 2010).
Debit aliran air dapat diatur sesuai dengan kebutuhan energi listrik yang diperlukan, namun kendalanya volume air
yang dapat ditampung oleh waduk
terkadang tidak mencukupi untuk
mengasilkan energi listrik yang dibutuhkan. Hal ini dapat disebabkan karena debit air yang masuk ke waduk berkurang, umumnya terjadi pada musim kemarau atau dapat pula disebabkan oleh pendangkalan yang terjadi pada waduk akibat sedimentasi sehingga tidak dapat menampung aliran air secara maksimal pada musim penghujan (Said; 2013).
Bendungan Wonorejo memiliki fungsi penting antara lain menyediakan air baku, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),
mengendalikan banjir bagi daerah
Tulungagung mendukung irigasi pertanian untuk sawah penduduk. Selain itu, di Bendungan Wonorejo saat ini juga terdapat PLTMH yang sudah dibangun, akan tetapi
hingga saat ini PLTMH tersebut belum
dioperasikan. Pengelola Bendungan
Wonorejo Perum Jasa Tirta I (PJT I) bermaksud untuk mengoperasikan kembali PLTMH yang sudah ada tersebut untuk memenuhi kebutuhan listrik internal di Bendungan Wonorejo. Selain digunakan
untuk memenuhi kebutuhan internal
Wonorejo, kelebihan dari energi yang dihasilkan juga bisa dijual ke PLN.
PLTMH di Bendungan Wonorejo termasuk kategori PLTMH reservoir, memanfaatkan air yang keluar lewat Hollow
Jet Valve. Dalam proses pengoperasian
PLTMH kembali tentunya akan
mempengaruhi dari produksi energi PLTA yang sudah ada. PLTA sebagai sumber energi utama tentunya tetap menjadi prioritas utama dalam pengoperasian di Bendungan Wonorejo, sehingga apabila
debit air tidak mencukupi untuk
pengoperasian keduanya maka PLTMH akan berhenti beroperasi. Oleh karena itu, diperlukan penentuan masing-masing debit untuk tiap kebutuhan sehingga bisa memperoleh hasil yang maksimal.
Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui energi yang bisa dibangkitkan oleh PLTA dan PLTMH Wonorejo, mengetahui produksi listrik yang bisa dihasilkan oleh PLTA dan PLTMH
Wonorejo serta mengetahui berapa
keuntungan maksimal yang diperoleh dari pemanfaatan kembali PLTMH Bendungan Wonorejo tersebut.
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Studi
Lokasi daerah studi terletak di Desa
Wonorejo, Kecamatan Pagerwojo,
Kabupaten Tulungagung, terletak 15 km sebelah barat dari pusat Kota Tulungagung. Secara astronomis Kabupaten Tulungagung terletak pada koordinat 111°43' BT - 112°07' BT dan 7°51' LS – 8°18' LS.
Tahapan Studi
Tahapan perhitungan dan analisa yang dilakukan dalam studi ini adalah sebagai berikut :
1. Pengumpulan data dari berbagai sumber Data yang digunakan dalam analisa studi ini adalah :
Data debit inflow
Data kapasitas tampungan waduk
Data teknis waduk
2. Pengolahan data
Melakukan perhitungan analisa
debit andalan dengan
menggunakan data inflow tahun 2004-2014
Dari data inflow tersebut
digunakan untuk menentukan lepasan outflow untuk masing-masing kebutuhan PLTA dan PLTMH. Setelah itu didapatkan
nilai outflow total setelah
ditambah dengan evaporasi. 3. Simulasi operasi waduk
Dari data kapasitas tampungan waduk yang didapat dan lepasan outflow total dari perhitungan sebelumnya, maka didapatkan tampungan akhir periode dan elevasi muka air waduk. Elevasi muka air waduk minimal PLTA beroperasi adalah +153, sehingga untuk tetap menjaga elevasi muka air waduk di angka +153, maka dilakukan coba-coba debit untuk
masing-masing kebutuhan PLTA dan PLTMH dengan mengubah nilai draft operasi turbin sehingga elevasi muka air waduk tetap diatas +153.
Persamaan matematis kontinuitas
tampungan dinyatakan sebagai berikut:
St+1=St + It – Ot – Lt (1) C ≥ St ≥ 0 (2) dimana,
St+1 = Tampungan waduk pada akhir interval waktu t
St = Tampungan waduk pada waktu t It = Inflow ke waduk pada waktu t Ot = Outflow dari waduk pada waktu t Lt = Kehilangan air di waduk pada waktu t
C = Kapasitas tampungan efektif waduk
4. Perhitungan produksi listrik dan total
energi pengoperasian PLTA dan
PLTMH.
5. Perhitungan pendapatan dari
pengoperasian PLTA dan PLTMH.
HASIL DAN PEMBAHASAN Perhitungan Debit Andalan
Dalam studi ini perhitungan debit andalan dilakukan dengan metode basic
month. Peluang kejadiannya dihitung dengan rumus probabalitas dari persamaan
weibull. Tahun dasar yang digunakan dalam
studi ini adalah tahun yang data debitnya mempunyai keandalan 97% (debit air musim kering), 75% (debit air rendah), 50% Gambar 1. Peta Lokasi Studi Bendungan Wonorejo - Tulungagung
(debit air normal) dan 26% (debit air cukup) (Sosrodarsono; 1990).
Prosedur perhitungan debit andalan sebagai berikut :
1. Menghitung total debit andalan dalam satu tahap untuk tiap tahun data yang diketahui.
2. Merangking data mulai dari kecil hingga besar.
3. Menghitung probabilitas untuk
masing-masing, data dengan
menggunakan persamaan weibull. Dari hasil perhitungan yang sudah dilakukan didapatkan masing-masing debit
berdasarkan masing-masing tahun
keandalan seperti yang ditabelkan pada Tabel 1.
Simulasi Operasi Waduk
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam simulasi ini adalah :
a. Periode dalam 10 harian.
b. Debit yang digunakan untuk
pembangkit listrik sesuai dengan
kapasitas yang terpasang di PLTA dan PLTMH Wonorejo.
c. Simulasi operasi waduk dilakukan dua
kali yaitu simulasi operasi
menggunakan debit andalan
berdasarkan peluang ketersediaan debit yang ada dan simulasi operasi yang dilakukan selama 10 tahun terakhir (2004/2005 – 2013/2014).
d. Simulasi ini dilakukan dengan
menggunakan dua alternatif jam operasi PLTA dan PLTMH, yaitu
Simulasi alternatif I yaitu waktu
operasi PLTA 10 jam dan waktu operasi PLTMH 24 jam. Jam operasi PLTA dimulai pukul 12.00-22.00 sedangkan jam operasi PLTMH penuh selama 24 jam
Simulasi alternatif I waktu operasi
PLTA 10 jam dan waktu operasi PLTMH 14 jam. Jam operasi PLTA
dimulai pukul 12.00-22.00
sedangkan jam operasi PLTMH dimulai pukul 22.00-12.00.
e. Terdapat beberapa ketentuan lain dalam
Tabel 1. Rekapitulasi Inflow Berdasarkan Masing-masing Keandalan
menentukan debit tersebut yaitu debit yang digunakan tidak boleh melebihi dari kapasitas daya yang terpasang, tidak menyebabkan operasi waduk gagal, dan elevasi muka air waduk tidak boleh dibawah elevasi +153 m yang merupakan elevasi terendah untuk operasi PLTA.
Dari hasil simulasi yang sudah dilakukan dengan menggunakan alternatif pengoperasian I dan alternatif II. Energi total yang dihasilkan pada alternatif I sebesar 13.638,49 MWh untuk debit andalan kondisi debit air kering, 16.116,78 untuk kondisi debit air rendah, 20.492,55 MWh untuk debit air normal, dan 23.356,21 MWh untuk debit air cukup. Sedangkan, energi total yang dihasilkan pada alternatif II sebesar 13.637,39 MWh untuk debit andalan kondisi debit air kering, 16.068,64 untuk kondisi debit air rendah, 21.048,96 MWh untuk debit air normal, dan 23.215,65 MWh untuk debit air cukup. Grafik ditunjukkan pada Gambar.2.
Pada simulasi operasi yang dilakukan menggunakan alternatif I, produksi energi yang dihasilkan oleh PLTA menurun sebesar 8% jika dibandingkan dengan produksi energi yang dihasilkan jika PLTA
beroperasi tunggal. Sedangkan pada
simulasi pengoperasian dengan
menggunakan alternatif II, produksi energi De bit air ke ring De bit air re ndah De bit air normal De bit air cukup 97,3% (m3/de t) 75,3% (m3/de t) 50,7% (m3/de t) 26% (m3/de t)
1 0,00 0,47 2,04 4,28 2 0,00 0,10 0,82 3,32 3 0,00 0,17 0,60 2,31 1 0,00 0,00 0,13 3,07 2 0,00 0,00 0,13 1,38 3 0,00 0,00 0,00 0,69 1 0,00 0,00 0,00 0,17 2 0,00 0,00 0,00 0,11 3 0,00 0,00 0,00 0,11 1 0,00 0,00 0,00 0,10 2 0,00 0,00 0,00 0,05 3 0,00 0,00 0,00 0,00 1 0,00 0,00 0,00 0,05 2 0,00 0,00 0,00 0,89 3 0,00 0,22 0,54 1,80 1 0,00 0,00 1,23 10,98 2 0,00 0,49 2,99 7,28 3 0,00 1,30 6,34 8,79 1 0,29 2,92 7,22 16,23 2 0,43 3,65 8,29 15,86 3 3,40 4,08 10,30 11,76 1 1,24 4,14 8,69 13,01 2 1,65 3,79 5,39 10,04 3 3,10 4,65 9,06 10,30 1 2,21 3,39 8,42 11,78 2 3,83 5,19 9,34 14,31 3 3,23 7,76 11,56 14,62 1 2,48 5,69 9,30 14,91 2 2,45 4,21 6,19 9,56 3 3,21 4,17 6,85 13,51 1 5,64 7,92 8,67 12,21 2 4,05 6,33 11,57 16,24 3 3,76 4,32 6,01 9,29 1 1,35 3,13 4,78 9,44 2 0,00 3,01 4,17 6,23 3 0,00 1,79 2,71 7,37 Pola (P%) Pe riode B ulan Des Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agts Sept Okt Nov
yang dihasilkan oleh PLTA menurun sebesar 7%.
Hasil simulasi yang dilakukan
menggunakan alternatif I menunjukkan bahwa PLTMH hanya bisa beroperasi dengan debit minimum kecuali pada kondisi debit air cukup. Pada kondisi debit air kering dan debit air rendah pada musim kemarau PLTMH tidak bisa beroperasi karena kondisi debit yang minim sehingga dialokasikan untuk pengoperasian PLTA saja. Sedangkan, alternatif II pengoperasian PLTA dilakukan selama 10 jam dan PLTMH 14 jam. Hasil simulasi yang dilakukan menggunakan alternatif II menunjukkan bahwa PLTA dan PLTMH bisa sama-sama beroperasi sepanjang tahun pada semua kondisi, karena pengoperasian PLTA dan PLTMH bergantian sehingga debit memungkinkan untuk keduanya beroperasi.
Melihat hasil produksi energi yang dihasilkan, maka dapat diketahui bahwa PLTMH lebih baik dioperasikan pada saat kondisi debit air normal dan kondisi debit cukup, karena pada kondisi tersebut ketersediaan air yang ada bisa mencukupi untuk kebutuhan pengoperasian PLTA dan PLTMH. Oleh karena itu, produksi energi yang dihasilkan PLTA masih tetap bisa terpenuhi dan PLTMH juga bisa menyuplai untuk kebutuhan internal Wonorejo.
Gambar 2. Grafik Perbandingan Produksi Energi Pengoperasian PLTA Tunggal, PLTMH Alternatif I dan PLTA-PLTMH Alternatif II Berdasarkan Masing-masing Keandalan
Gambar 3. Grafik Perbandingan Produksi Energi Pengoperasian PLTA Tunggal, PLTMH Alternatif I dan PLTA-PLTMH Alternatif II Menggunakan Debit
Riil
Grafik gambar 3 adalah hasil simulasi menggunakan debit riil, dari gambar grafik
tersebut didapatkan produksi energi
tertinggi terdapat pada periode 2010-2011 sebesar 22.684,34 MWh untuk alternatif I dan 22.857,11 untuk alternatif II. Dimana pada saat periode tersebut merupakan kondisi debit air cukup. Sehingga kedua
pembangkit tersebut bisa beroperasi
maksimal.
Perhitungan Biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air (BJPSDA) Untuk Pengelolaan PLTA
Pembiayaan pengelolaan sumber daya air yang berasal dari penerimaan hasil BJPSDA prinsipnya wajib ditanggung oleh pengguna sumber daya air sesuai dengan manfaat yang diperolehnya. BJPSDA bukan merupakan pembayaran atas harga air, melainkan merupakan penggantian sebagian biaya yang diperlukan untuk pengelolaan sumber daya air.
Berdasarkan perhitungan yang sudah dilakukan oleh instansi terkait yang dilakukan menurut tata cara penetapan BJPSDA (Biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air) untuk kegiatan usaha PLTA yang tercantum di Peraturan Menteri PU No 08/PRT/M/2014, maka penetapan harga BJPSDA untuk pengoperasian PLTA di
Bendungan Wonorejo sebesar Rp
167,00/kWh. Maka, nilai manfaat yang didapatkan dari BJPSDA untuk pengelolaan
PLTA tunggal : 167 x 20.609,82 mWh = Rp 3.441.839.314,00.
Tabel rekapitulasi perhitungan
pendapatan BJPSDA ditunjukkan pada tabel 2.
Harga Pembelian Listrik PLTMH
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan peraturan baru yaitu Permen ESDM No 19 Tahun 2015, terkait harga pembelian tenaga listrik oleh PT PLN dari pembangkit listrik tenaga terbarukan skala kecil dan menengah. Peraturan ini merupakan revisi Permen ESDM No 22 Tahun 2014. Peraturan baru
ini memuat harga beli listrik dari
Pembangkit Listrik Tenaga Air dari bendungan maupun waduk dengan kapasitas sampai dengan 10MW.
Perhitungan Biaya Operasional PLTMH dan Pendapatan dari Pengoperasian PLTA dan PLTMH
Kebutuhan listrik internal di
Bendungan Wonorejo dibagi menjadi dua, yaitu kebutuhan listrik untuk control building (41.500 VA) dan power house (10.600VA). Berdasarkan Permen ESDM No 31 Tahun 2014 tentang tarif dasar listrik yang disediakan oleh PT PLN untuk keperluan kantor pemerintahan golongan tarif P-1/TR dengan batas daya 6.600 VA – 200 KVA sebesar Rp 1.352/kWh.
Jika rata-rata tiap bulan anggaran yang dikeluarkan untuk kebutuhan listrik internal sebesar Rp 8.500.000,00 (control building) dan Rp 3.750.000,00 (power house), maka energi rata-rata yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik internal adalah sebagai berikut : a. Control building = 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐿𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑘 𝑃𝑒𝑟 𝐵𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑇𝑎𝑟𝑖𝑓 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑙𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑘 = 𝑅𝑝 8.500.000,00 𝑅𝑝 1.352,00/𝑘𝑤ℎ = 6.286,98 kWh = 6,29 mWh b. Power house = 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐿𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑘 𝑃𝑒𝑟 𝐵𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑇𝑎𝑟𝑖𝑓 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑙𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑘 = 𝑅𝑝 3.750.000,00 𝑅𝑝 1.352,00/𝑘𝑤ℎ = 2.773,67 kWh = 2,77 mWh
Kebutuhan listrik internal rata-rata per tahun = (energi control building+power house) x 12
= (6,29 mWh + 2,77 mWh) x 12 = 108,73 mWh
Setelah diketahui berapa kebutuhan listrik internal yang digunakan per tahun, maka sisa dari produksi energi yang dihasilkan oleh PLTMH setelah digunakan untuk kebutuhan internal bisa dijual ke PLN. Berdasarkan Permen ESDM No 19 Tahun 2015, perhitungan harga pembelian dilakukan dalam satuan cent USD/ kWh (1 USD dan nilai 1 USD = 100 cent USD).
Berikut adalah contoh perhitungan
penjualan tenaga listrik PLTMH pada periode 2004/2005 pada alternatif pertama. Total penjualan
= 13,00 x F x 0,01 USD/ kWh x produksi energi per tahun
= 13,00 x 1,00 x 0,01 USD/ kWh x 844,23 kWh
= 109.750,16 USD
Jika nilai tukar USD terhadap IDR diambil nilai tukar sebesar Rp 13.500,00 per 1 USD, maka 1 cent USD = Rp 135. Sehingga, nilai manfaat yang diterima bila dihitung dalam nilai IDR = 109.750,16 x Rp 135 = Rp 1.481.627.283,00. Nilai manfaat
dari penjualan hasil listrik tersebut
ditambahkan dengan nilai manfaat yang
didapatkan pendapatan BJPSDA dari
pengelolaan PLTA. Rekapitulasi
perhitungan nilai manfaat yang didapatkan dari pengoperasian PLTA dan PLTMH dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 2. Rekapitulasi Pendapatan dari BJPSDA Untuk Pengoperasian Tunggal
Tahun Produksi Listrik Pendapatan Periode PLTA (mWh) BJPSDA PLTA
2004/2005 20609,82 Rp 3.441.839.314 2005/2006 18918,65 Rp 3.159.415.270 2006/2007 18791,65 Rp 3.138.204.943 2007/2008 19619,91 Rp 3.276.524.897 2008/2009 19722,52 Rp 3.293.661.669 2009/2010 20193,53 Rp 3.372.318.902 2010/2011 22930,49 Rp 3.829.391.804 2011/2012 19909,04 Rp 3.324.809.485 2012/2013 20647,76 Rp 3.448.176.387 2013/2014 21586,59 Rp 3.604.960.763
Tabel 3. Rekapitulasi Perbandingan Total Pendapatan
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil analisa yang sudah dilakukan mengenai studi alternatif pola operasi PLTA dan PLTMH di Bendungan Wonorejo dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Produksi energi yang bisa dihasilkan dari PLTA dan PLTMH adalah sebagai berikut.
a. Simulasi menggunakan perhitungan debit andalan pola operasi alternatif I (PLTA 10jam-PLTMH 24jam) :
Kondisi debit air kering 97,30%
energi listrik yang bisa dihasilkan oleh PLTA sebesar 12.797,86 MWh dan PLTMH sebesar 840,63 MWh.
Kondisi debit air normal 50,70%
energi listrik yang bisa dihasilkan oleh PLTA sebesar 19.170 MWh PLTMH sebesar 1.322,55 MWh
Kondisi debit air cukup 26,00%
energi listrik yang bisa dihasilkan oleh PLTA sebesar 21.592,81 MWh dan PLTMH sebesar 1.763,40 MWh. b. Simulasi menggunakan perhitungan debit andalan pola operasi alternatif II (PLTA 10jam-PLTMH 14jam) :
Kondisi debit air kering 97,30%
energi listrik yang bisa dihasilkan oleh PLTA sebesar 12.595,90 MWh dan PLTMH sebesar 771,49 MWh.
Kondisi debit air normal 50,70%
energi listrik yang bisa dihasilkan oleh PLTA sebesar 20.020,31 MWh dan PLTMH sebesar 1.028,65 MWh.
Kondisi debit air cukup 26,00%
energi listrik yang bisa dihasilkan oleh PLTA sebesar 22.187 MWh PLTMH sebesar 1.028,65 MWh.
c. Simulasi menggunakan debit riil pola operasi alternatif I (PLTA 10jam-PLTMH 24jam) :
Produksi listrik terbesar terdapat
pada periode 2010/2011 dengan produksi listrik PLTA sebesar 22.684,34 MWh dan produksi listrik PLTMH sebesar 1.763,40 MWh
Produksi listrik terkecil terdapat
pada periode 2007/2008 dengan produksi listrik PLTA sebesar 16.514,02 MWh dan produksi listrik PLTMH sebesar 771,79 MWh d. Simulasi menggunakan debit riil
pola operasi alternatif II (PLTA 10jam-PLTMH 14jam) :
Produksi listrik terbesar terdapat
pada periode 2010/2011 dengan produksi listrik PLTA sebesar 22.857,11 MWh dan produksi listrik PLTMH sebesar 1.028,65 MWh
Produksi listrik terkecil terdapat
pada periode 2006/2007 dengan produksi listrik PLTA sebesar 16.128,74 MWh dan produksi listrik PLTMH sebesar 771,49 MWh 2. Berdasarkan perhitungan simulasi yang
sudah dilakukan, diketahui bahwa
produksi energi terbesar yang dihasilkan oleh PLTA dan PLTMH terdapat pada periode 2010-2011 dimana pada periode tersebut PLTA dan PLTMH sama-sama
beroperasi maksimal. Sehingga
pendapatan maksimal yang diperoleh dari BJPSDA untuk pengelolaan PLTA pada periode 2010-2011 untuk alternatif
I sebesar Rp 3.774.775.514 dan
pendapatan yang didapatkan dari
penjualan listrik PLTMH untuk alternatif I sebesar Rp 2.618.865.312. Sedangkan pendapatan BJPSDA untuk pengelolaan
PLTA untuk pengoperasian
menggunakan alternatif II sebesar Rp 3.817.137.842 dan pendapatan yang didapatkan dari penjualan listrik PLTMH
untuk alternatif II sebesar Rp
1.329.380.150. Total pendapatan yang
didapatkan menunjukkan bahwa
pendapatan total pada alternatif I lebih
Tahun Pendapatan (Rp) Pendapatan (Rp) Pendapatan (Rp) Periode PLTA Alternatif I Alternatif II 2004/2005 Rp 3.441.839.314 Rp 4.514.069.905 Rp 4.324.023.283 2005/2006 Rp 3.159.415.270 Rp 3.802.898.237 Rp 3.858.450.979 2006/2007 Rp 3.138.204.943 Rp 3.820.846.340 Rp 3.571.559.566 2007/2008 Rp 3.276.524.897 Rp 3.556.555.879 Rp 3.761.181.264 2008/2009 Rp 3.293.661.669 Rp 4.032.030.832 Rp 4.174.535.804 2009/2010 Rp 3.372.318.902 Rp 4.181.122.837 Rp 4.203.630.671 2010/2011 Rp 3.829.391.804 Rp 6.407.150.585 Rp 5.146.517.992 2011/2012 Rp 3.324.809.485 Rp 4.190.925.714 Rp 4.001.789.271 2012/2013 Rp 3.448.176.387 Rp 3.469.023.772 Rp 3.497.179.242 2013/2014 Rp 3.604.960.763 Rp 4.444.957.300 Rp 4.276.193.827
besar 19,5% dari pendapatan total yang didapatkan pada alternatif II.
Saran yang bisa penulis berikan untuk menindaklanjuti studi ini adalah walaupun secara perhitungan ekonomi pengoperasian PLTA dan PLTMH tersebut memberikan nilai manfaat yang lebih besar daripada bila PLTA beroperasi tunggal, tetap diperlukan komunikasi lebih lanjut antara pihak pengelola PLTA dan pengelola PLTMH terkait dengan pengaruh produksi energi PLTA yang menurun karena adanya pengeporasian PLTMH tersebut. Selain itu,
diperlukan pertimbangan mengenai
pemenuhan kebutuhan listrik di daerah hilir dengan berkurangnya produksi energi
PLTA karena beroperasinya kembali
PLTMH. Sehingga, baik pihak pengelola
PLTA dan pengelola PLTMH bisa
mendapatkan keputusan yang terbaik terkait pengoperasian PLTA dan PLTMH di Bendungan Wonorejo
DAFTAR PUSTAKA
Jager, Henriette I et. al. 2007. Sustainable
Reservoir Operation: Can We Generate Hydropower And Preserve Ecosystem Values. Publish online in Wiley Inter
Science, USA.
Manual Prosedur Bendungan Wonorejo.
2006. Malang: Perum Jasa Tirta I
Pangestuti, Dwi. 2010. Pemodelan Optimasi
Operasional Waduk-Waduk Besar Di Kali Brantas Untuk Produksi Energi Menggunakan Data Debit Real Time.
Jurnal Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2015 Tentang Pembelian
Tenaga Listrik Dari Pembangkit Listrik Tenaga Air Dengan Kapasitas Sampai Dengan 10MW (Sepuluh Megawatt) oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). 29 Juni 2015. Jakarta.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 08/PRT/M/2014 Tentang Pembiayaan
Pengelolaan Sumber Daya Air. 8
Agustus 2014. Jakarta.
Said, Sri Mawar. 2013. Model Optimasi
Sumber Daya Air PLTA Bakaru Dalam Mengantisipasi Perkembangan Beban Pada Sistem Kelistrikan Sulawesi Selatan Barat. Proposal Disertasi
Universitas Hasanuddin Makassar. Sosrodarsono, Suyono. 1987. Hidrologi
Untuk Pengairan. Jakarta: Pradnya