I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan
sumberdaya alam yang melimpah. Indonesia memiliki sumberdaya yang dapat
dimanfaatkan dan digunakan dalam keberlangsungan makhluk hidup. Sumberdaya
alam tersebut seperti air, udara, lahan, hutan dan lain-lain merupakan sumberdaya
yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Hilang serta berkurangnya
ketersediaan sumberdaya tersebut akan berdampak sangat besar bagi
kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi. Sumberdaya alam dibagi
menjadi dua yaitu sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable) dan
sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable). Sumberdaya
alam memiliki nilai intrinsik yaitu nilai yang terkandung dalam sumberdaya,
terlepas apakah sumberdaya tersebut dikonsumsi atau tidak. (Fauzi, 2004)
Sumberdaya air merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat
penting bagi kehidupan makhluk hidup. Selain dapat dimanfaatkan langsung
untuk konsumsi, air juga memiliki manfaat tidak langsung sebagai jasa
lingkungan. Air sering kali dipandang hanya sebelah mata oleh masyarakat pada
umumnya karena air tidak memiliki harga pasar. Suatu saat nanti, air akan
menjadi barang yang mahal karena pengelolaan untuk mendapatkan air baik
secara kuantitatif dan kualitatif memerlukan biaya yang cukup besar. Air yang
baik secara kuantitas dan kualitas dipengaruhi oleh proses hidrologis yaitu siklus
air yang berjalan sesuai dengan proses alami. Daur hidrologis menyebabkan air
selalu tersedia di alam dan dapat digunakan untuk kepentingan makhluk hidup.
2
penyimpanan air di bumi dalam proses daur hidrologis. Kerusakan hutan
merupakan salah satu kerusakan yang dapat mempengaruhi proses hidrologis.
Akibat kerusakan hutan maka fungsi hutan sebagai daerah resapan air dan penjaga
tata kelola air akan hilang sehingga air tidak bertahan lama di bumi dan
persediaan air di bumi menjadi sedikit. Selain pengelolaan hutan pengelolaan
lahan juga berperan penting dalam persedian air di bumi. Pengelolaan lahan yang
baik dapat menjadi tempat penyimpanan air untuk melakukan proses hidrologis.
Sumberdaya air tidak hanya berfungsi untuk dikonsumsi dalam memenuhi
kebutuhan domestik seperti minum, mencuci, memasak dan yang lainnya, tetapi
air juga dapat berfungsi sebagai non-konsumtif yaitu sebagai penghasil listrik
atau pembangkit tenaga listrik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Desa
Cipeuteuy, Kabupaten Sukabumi yang berada di sekitar kawasan Taman Nasional
Gunung Halimun Salak, merupakan salah satu desa yang memanfaatkan Sungai
Citamiang untuk pembangkit listik tenaga air.
Pembangkit listrik dengan tenaga air sungai atau yang dikenal dengan
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) memberikan banyak manfaat
kepada masyarakat Desa Cipeuteuy. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro ini
dibangun dengan dana yang diberikan oleh Japan International Cooperation
Agency (JICA). Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro ini dikelola oleh
masyarakat dalam bentuk kelompok masyarakat. Belum tersedianya jaringan
listrik yang masuk ke Desa Cipeuteuy merupakan salah satu faktor didirikannya
PLTMH. Hal ini dikarenakan daerahnya yang terpencil dan sulit untuk dijangkau
oleh jaringan listrik. Peran pemerintah yang masih terbatas pun menjadi salah satu
karena itu setelah adanya PLTMH Cisalimar di Desa Cipeuteuy, akan dilakukan
penelitian mengenai sistem kelembagaan yang diterapkan untuk mengelola
PLTMH Cisalimar dan kemampuan masyarakat untuk membayar jasa lingkungan
yang dimanfaatkan untuk PLTMH Cisalimar agar pengelolaannya dapat
berkelanjutan.
1.2 Perumusan Masalah
Air merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi kelangsungan hidup
manusia. Menurut Fauzi (2004) air merupakan sumberdaya yang klasifikasinya
dapat digolongkan baik ke dalam sumberdaya yang dapat diperbarukan maupun
tidak terbarukan, tergantung pada sumber pemanfaatannya. Pengadaan air yang
baik secara kualitas dan kuantitas dipengaruhi oleh proses hidrologis yaitu yang
menggambarkan perjalanan siklus air dengan proses alami. Proses hidrologis akan
berjalan dengan lancar jika tidak ada permasalahan pada faktor-faktor yang
mempengaruhinya yaitu adalah hutan dan pengelolaan tanah sebagai tempat
resapan dan penyimpanan air.
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro menggunakan sistem aliran
sungai dan hanya akan memproduksi listrik jika memiliki debit air yang cukup.
Keberadaan debit air yang mengalir dari hulu akan mempengaruhi keberlanjutan
produksi listrik di hilir. Penebangan pohon dan perambahan hutan yang terjadi di
dalam kawasan taman nasional merupakan perusakan hutan yang akan
berpengaruh langsung terhadap keberlanjutan debit air sungai, kualitas air sungai
dan produksi listrik. Korelasi langsung antara keadaan hutan dengan produksi
4
menumbuhkan kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat untuk menjaga
kelestarian hutan.
Pemanfaatan air untuk pembangkit listrik membutuhkan ketersedian air
yang cukup agar dapat digunakan sehingga dapat menghasilkan energi listrik. Hal
ini disebabkan karena keadaan air yang berfluktuasi dalam waktu harian ataupun
musiman maka debit air harus selalu dijaga dan dipertahankan agar tidak terjadi
penurunan debit air. Dalam meminimalkan fluktuasi air maka keseimbangan
lingkungan harus dijaga dengan melakukan penghijauan pada hutan, penanaman
vegetasi dan pengelolaan lahan yang baik. Tidak hanya dalam pengelolaan taman
nasional yang harus dilakukan dengan baik, namun pada pengelolaan PLTMH
Cisalimar juga harus dilakukan dengan baik agar listrik yang dihasilkan dari
pembangkit listrik tenaga air dapat terus dialirkan dan dimanfaatkan oleh
masyarakat dengan berkelanjutan.
Sistem kelembagaan dari taman nasional maupun PLTMH Cisalimar harus
dikelola dengan baik agar dapat memberikan manfaat bagi masyarakat serta untuk
keberlanjutan dari PLTMH ini. Penelitian ini akan mengestimasi nilai willingness
to pay (WTP) terhadap pengelolaan hutan di hulu untuk ketersediaan air Sungai
Citamiang yang dimanfaatkan untuk menggerakan turbin PLTMH Cisalimar,
sehingga dapat menghasilkan aliran listrik bagi masyarakat Desa Cipeuteuy.
Diperlukan adanya kebijakan-kebijakan dari pengelola dan pemerintahan terhadap
pengelolaan PLTMH Cisalimar agar terus berkelanjutan. Dengan adanya
kebijakan pengelolaan maka PLTMH Cisalimar dapat dimanfaatkan dengan
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dari penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana sistem kelembagaan yang diterapkan pada pengelolaan
PLTMH Cisalimar?
2. Berapa besar nilai membayar masyarakat (WTP) untuk ketersediaan air
sungai agar PLTMH Cisalimar dapat berkelanjutan?
3. Bagaimana kebijakan yang dilakukan untuk keberlanjutan pengelolaan
PLTMH Cisalimar?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi sistem kelembagaan pada pengelolaan PLTMH
Cisalimar.
2. Mengestimasi besarnya nilai kesediaan membayar masyarakat (WTP)
untuk ketersediaan air agar PLTMH Cisalimar dapat berkelanjutan.
3. Mengidentifikasi kebijakan untuk keberlanjutan pengelolaan PLTMH
Cisalimar.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain, yaitu :
1. Secara akademik untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan
program Strata Satu (S1) pada Departemen Ekonomi Sumberdaya Alam
dan Lingkungan Fakultas Ekonomi Manajemen Institut Pertanian Bogor.
2. Bagi peneliti, sebagai bahan pembelajaran dan aplikasi dari ilmu ekonomi
sumberdaya dan lingkungan yang telah dipelajari selama perkuliahan
6
3. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kebijakan
untuk membuat kebijakan mengenai sistem kelembagaan dan pemanfaatan
sumberdaya air yang berkelanjutan.
4. Bagi masyarakat, dapat memberikan informasi serta pemahaman mengenai
pentingnya manfaat dari sumberdaya air dan suatu sistem kelembagaan,
sehingga keberadaannya perlu dijaga dan dilestarikan.
1.5 Ruang Lingkup
Penelitian ini mengestimasi nilai yang bersedia dibayar oleh masyarakat
Desa Cipeuteuy, Kabupaten Sukabumi untuk keberlanjutan PLTMH Cisalimar,
serta mengkaji sistem kelembagaan dan kebijakan untuk keberlanjutan
pengelolaan PLTMH Cisalimar. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro
(PLTMH) Cisalimar juga memberikan dampak yang positif pada desa Cipeuteuy
sehingga menjadikan desa yang mandiri karena dapat membangun desanya
dengan kerjasama antara masyarakat desa. Data mengenai WTP yang dibutuhkan
dapat dilihat dari ketersediaan membayar masyarakat untuk keberlanjutan
PLTMH Cisalimar. Masyarakat Desa Cipeuteuy, Kabupaten Sukabumi akan
dijadikan responden untuk mengetahui berapa nilai yang bersedia dibayar untuk
keberlanjutan PLTMH Cisalimar. Selain itu dibutuhkan data sekunder untuk
mengetahui data masyarakat Desa Cipeuteuy dan data sistem kelembagaan yang
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sumberdaya Air
Air adalah semua air yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan
tanah. Air dalam pengertian ini termasuk air permukaan, air tanah, air hujan dan
air laut yang dimanfaatkan di darat. Sedangkan pengertian sumberdaya air adalah
air dan semua potensi yang terdapat pada air, sumber air, termasuk sarana dan
prasarana pengairan yang dapat dimanfaatkan, namun tidak termasuk kekayaan
hewani yang ada di dalamnya (Sunaryo, 2004).
Menurut Middleton (2008) dalam Sunaryo (2004) air merupakan elemen
yang paling melimpah di atas bumi, yang meliputi 70 persen permukaannya dan
berjumlah kira-kira 1.4 ribu juta kilometer kubik. Namun hanya sebagian kecil
saja dari jumlah ini yang benar-benar dimanfaatkan, yaitu kira-kira hanya 0,003
persen. Sebagian besar air, kira-kira 97 persen, ada dalam samudera, laut, dan
kadar garamnya terlalu tinggi.
2.2 Manfaat Sumberdaya Air
Air merupakan unsur utama bagi makhluk hidup di planet ini. Manusia
mampu bertahan hidup tanpa makan dalam beberapa minggu, namun tanpa air ia
akan mati dalam beberapa hari saja. Air tidak hanya berfungsi untuk kehidupan
saja namun juga untuk keseimbangan ekosistem. Beberapa karakteristik dasar dari
sumberdaya air dinyatakan antara lain oleh aliran yang dapat mencakup beberapa
wilayah administratif sehingga air sering kali disebut sebagai sumberdaya dinamis
yang mengalir (dynamic flowing resource). Selain itu, air pun dimanfaatkan oleh
berbagai sektor, tidak hanya untuk keperluan domestik seperti minum dan
8
daya listrik, peternakan hewan, serta transportasi. Oleh karena sifat air yang selalu
mengalir, maka dengan sendirinya ada keterkaitan yang sangat erat antara
kuantitas dan kualitas, hulu dengan hilir, in-stream dengan off-stream, air
permukaan dengan air bawah tanah. Air memerlukan sifat kelanggengan ketika
dipergunakan atau dimanfaatkan baik oleh generasi sekarang maupun generasi
mendatang (Sunaryo, 2004).
2.3 Pengelolaan Sumberdaya Air
Menurut Sunaryo (2004) berbagai persoalan tentang sumberdaya air yang
berkaitan dengan kuantitas dan kualitasnya menyadarkan semua pihak bahwa
persoalan air perlu dilakukan dengan tindakan yang tepat sehingga menghasilkan
solusi yang optimal. Diperlukan pengelolaan sumberdaya air terpadu, menyeluruh
dan berwawasan lingkungan agar sumberdaya air dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan.
Pengelolaan sumberdaya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan,
memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumberdaya air,
pendayagunaan sumberdaya air, dan pengendalian daya rusak air. Adapun visi dan
misi pengelolaan sumberdaya air adalah mewujudkan kemanfaatan sumberdaya
air bagi kesejahteraan seluruh rakyat dan konservasi sumberdaya air yang adil
untuk berbagai kebutuhan masyarakat. Salah satu tujuan pengelolaan sumberdaya
air adalah mendukung pembangunan regional dan nasional yang berkelanjutan
dengan mewujudkan keberlanjutan sumberdaya air (Sunaryo, 2004).
2.4 Air Sungai Sebagai Common Property Resources
Air sungai merupakan sumberdaya yang dapat dimanfaatkan oleh setiap
memiliki sifat common property karena setiap orang dapat memanfaatkannya,
namun yang memanfaatkannya tidak memiliki kendali dan tanggung jawab yang
jelas terhadap kualitas atau prospek air sungai tersebut sehingga tidak ada kendali
untuk membuat keputusan investasi dan efisiensi alokasi, akibatnya terjadi
eksternalitas pada air sungai (Putri, 2008).
2.5 Pengertian Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH)
Mikrohidro adalah istilah yang digunakan untuk instalasi pembangkit
listrik yang mengunakan energi air atau yang biasa dikenal dengan Pembangkit
Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). PLTMH merupakan pembangkit listrik
kecil yang menggunakan tenaga air di bawah kapasitas 100 kW yang dapat
berasal dari saluran irigasi, sungai atau air terjun alam dengan cara memanfaatkan
tinggi terjun (head) dan debit air. Kondisi air yang bisa dimanfaatkan sebagai
sumber daya (resources) penghasil listrik adalah memiliki kapasitas aliran dan
ketinggian tertentu dan instalasi. Semakin besar kapasitas aliran maupun
ketinggiannya dari instalasi maka semakin besar energi yang bisa dimanfaatkan
untuk menghasilkan energi listrik (Guntoro, 2008).
Mikrohidro dibangun berdasarkan adanya air yang mengalir di suatu
daerah dengan kapasitas dan ketinggian yang memadai. Mikrohidro juga dikenal
sebagai white resources atau energi putih, karena menggunakan sumber daya yang
telah disediakan oleh alam dan ramah lingkungan. Dengan teknologi sekarang
maka energi gravitasi dapat diubah menjadi energi listrik.
2.6 Fungsi dan Manfaat PLTMH
Menurut Guntoro (2008) Pembangkit Listrik Tenaga Mikro hidro
10
terpencil. Karena daerah terpencil banyak memiliki keterbatasan salah satunya
tersedianya aliran listrik. Dengan adanya PLTMH yang dibangun maka
masyarakat desa dapat menggunakan energi listrik yang dihasilkan dari PLTMH
untuk penerangan pada malam hari dan kebutuhan hidup sehari-hari. Fungsi dan
manfaat PLTMH juga dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu:
Aspek Sosial Ekonomi
Selain dapat menyediakan listrik untuk kebutuhan rumah tangga, kehadiran
PLTMH juga dapat menyediakan energi yang cukup besar dan dapat
dimanfaatkan kegiatan-kegiatan produktif terutama pada siang hari ketika beban
listrik rendah. Berdasarkan sudut pandang dari aspek sosial ekonomi PLTMH
juga memiliki kelebihan untuk meningkatkan produktivitas dan aktivitas ekonomi
masyarakat melalui munculnya atau meningkatnya produktivitas industri kecil
rumah tangga, menciptakan lapangan-lapangan kerja baru di desa.
Aspek Pengembangan Kelembagaan Masyarakat
Pengoperasian PLTMH menuntut adanya suatu lembaga tersendiri yang
menjalankan fungsi-fungsi pengelolaan dan perawatan. Lembaga tersebut akan
menambah keberadaan lembaga yang sudah ada di desa dan secara tidak langsung
dapat menjadi media pengembangan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan
kelembagaan dan pelayanan publik.
Aspek Lingkungan
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) ramah terhadap
lingkungan karena tidak menghasilkan polusi udara atau limbah lainnya dan tidak
merusak ekosistem sungai. Penyediaan listrik menggunakan PLTMH akan
tanah dan solar) untuk penerangan dan kegiatan rumah tangga lainya. Selain itu
tambahan manfaat langsung yang dirasakan oleh masyarakat dari sumberdaya air
diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk memelihara daerah tangkapan air
demi menjamin pasokan air bagi kelangsungan operasi PLTMH.
Aspek Teknologi
Berdasarkan aspek teknologi terdapat keuntungan dan kemudahan pada
pembangunan dan pengelolaan PLTMH dibandingkan pembangkit listrik jenis
lain. PLTMH memiliki konstruksi yang relatif sederhana, mudah dalam perawatan
dan penyediaan suku cadang, serta dapat dioperasikan dan dirawat oleh
masyarakat desa dengan biaya perawatan yang rendah.
2.7 Teori Kelembagaan
Keyakinan bahwa kelembagaan (institutions) dapat menjadi sumber
efisiensi dan kemajuan ekonomi telah diterima oleh sebagian besar ekonom.
Sampai saat ini masih belum terdapat kejelasan mengenai makna dan definisi dari
kelembagan (Yustika, 2006 dalam Suhana, 2008).
Menurut Ostrom (1985) dalam Suhana (2008) mendefinisikan
kelembagaan sebagai aturan dan rambu-rambu sebagai panduan yang dipakai oleh
para anggota suatu kelompok masyarakat untuk mengatur hubungan yang saling
mengikat atau saling tergantung satu sama lain. Penataan institusi (institutional
arrangement) dapat ditentukan oleh beberapa unsur, yaitu aturan operasional
untuk pengaturan pemanfaatan sumberdaya, aturan kolektif untuk menentukan,
menegakan hukum atau aturan itu sendiri dan untuk merubah aturan operasional
12
Williamson (1985) dalam Suhana (2008) menyatakan bahwa kelembagaan
mencakup penataan institusi (institutional arrangement) untuk memadukan
organisasi dan institusi. Penataan institusi adalah suatu penataan hubungan antara
unit-unit ekonomi yang mengatur cara unit-unit ini apakah dapat bekerjasama dan
atau berkompetisi. Dalam pendekatan ini organisasi adalah suatu pertanyaan
mengenai aktor atau pelaku ekonomi dimana ada kontrak atau transaksi yang
dilakukan dan tujuan utama kontrak adalah mengurangi biaya transaksi.
Bardhan (1989) dalam Suhana (2008) menyatakan bahwa kelembagaan
akan lebih akurat bila didefinisikan sebagai aturan-aturan sosial, kesepakatan dan
elemen lain dari struktur kerangka kerja interaksi sosial. North (1990)
memperdalam lagi tentang definisi kelembagaan, kelembagaan merupakan aturan
main di dalam suatu kelompok sosial dan sangat dipengaurhi oleh faktor-faktor
ekonomi, sosial dan politik. Institusi dapat berupa aturan formal atau dalam
bentuk kode etik informasi yang disepakati bersama. North membedakan antara
institusi dari organisasi dan mengatakan bahwa institusi adalah aturan main
sedangkan organisasi adalah pemainnya.
Pejovich (1999) dalam Suhana (2008) menyatakan bahwa kelembagaan
memiliki tiga komponen, yakni :
1. Aturan formal ( formal institutions), meliputi konstitusi, statuta, hukum dan
seluruh relugasi pemerintah lainnya. Aturan formal membentuk sistem politik
(struktur pemerintahan, hak-hak individu), sistem ekonomi (hak kepemilikan
dalam kondisi kelangkaan sumberdaya, kontrak), dan sistem keamanan
2. Aturan informal (informal institutions), meliputi pengalaman, nilai-nilai
tradisional, agama dan seluruh faktor yang mempengaruhi bentuk persepsi
subjektif individu tentang dunia tempat hidup mereka.
3. Mekanisme penegakan (enforcement mechanism), semua kelembagaan
tersebut tidak akan efektif apabila tidak diiringi dengan mekanisme
penegakan.
2.7.1 Tiga Lapisan Kelembagaan
Definisi kelembagaan dapat dilihat dari sudut pandang makro dan mikro.
Terdapat tiga lapisan kelembagaan yang terkait dengan ekonomi politik, yaitu
kelembagaan sebagai norma-norma dan konvensi, kelembagaan sebagai aturan
main dan kelembagaan sebagai hubungan kepemilikan (Deliarnov, 2006 dalam
Suhana, 2008).
a) Kelembagaan Sebagai Norma-Norma dan Konvensi
Kelembagaan sebagai norma-norma dan konvensi ini lebih diartikan
sebagai aransemen berdasarkan konsensus atau pola tingkah laku dan norma yang
disepakati bersama. Norma dan konvensi umumnya bersifat informal, ditegakan
oleh keluarga, masyarakat, adat dan sebagainya.
Hampir semua aktivitas manusia memerlukan konvensi-konvensi
pengaturan yang memfasilitasi proses-proses sosial, dan begitu juga dalam setiap
masyarakat diperlukan seperangkat norma-norma tingkah laku untuk membatasi
tindakan-tindakan yang diperbolehkan. Jika aturan diikuti, proses-proses sosial
bisa berjalan baik. Namun jika dilanggar maka yang akan timbul hanya kekacauan
14
b) Kelembagaan Sebagai Aturan Main
Bogason (2000) dalam Suhana (2008) menyatakan ada tiga level aturan,
yaitu level aksi, level aksi kolektif dan level konstitusi. Pada level aksi, aturan
secara langsung mempengaruhi aksi nyata. Dalam hal ini biasanya ada standar
atau rule of the conduct. Pada level aksi kolektif, kita mendefinisikan aturan untuk
aksi pada masa-masa yang akan datang. Aktifitas penetapan aturan seperti ini
sering juga disebut kebijakan. Pada level konstitusi kita diskusikan prinsip-prinsip
bagi pengambilam keputusan kolektif masa yang akan datang, seperti
prinsip-prinsip demokrasi. Aturan-aturan pada level konstitusi ini biasanya ditulis secara
formal dan dikodifikasi.
Bromley (1989) dalam Suhana (2008) menyatakan bahwa institusi sebagai
aturan main biasanya lebih formal (ditegakan oleh aparat pemerintah) dan bersifat
tertulis. Namun, ada juga kelembagaan yang tidak tertulis secara formal atau tidak
dikodifikasi. Yang paling dibutuhkan hanya seperangkat istilah yang membatasi
sebuah struktur bagi interaksi manusia dan pemahaman bersama tentang alat-alat
untuk menyelesaikan konflik di dalam struktur tersebut.
c) Kelembagaan Sebagai Pengaturan Hubungan Kepemilikan
Sebagai pengatur hubungan kepemilikan, kelembagaan dianggap sebagai
aransemen social yang mengatur : (1) individu atau kelompok pemilik, (2) objek
nilai bagi pemilik dan orang lain, serta (3) orang dan pihak lain yang terlibat
dalam suatu kepemilikan (Delairnov 2006 dalam Suhana 2008). Alchian (1993)
dalam Suhana (2008) menyatakan bahwa ada tiga elemen utama hak kepemilikan,
yaitu (1) hak eksklusif untuk memilih penggunaan dari suatu sumberdaya, (2) hak
untuk menukarkan sumberdaya yang dimiliki sesuai persyaratan yang disepakati.
Dari uraian tersebut, tersirat bahwa pihak yang memiliki suatu sumberdaya,berhak
mengontrol penggunaan sumberdaya tersebut. Seseorang tidak bebas berbuat
sesuka hatinya atas barang yang dimilikinya, sebab bagaimana pun
memperlakukan dan menggunakan sumberdaya tersebut dinilai oleh masyarakat.
2.8 Willingness To Pay (WTP)
Willingness to pay (WTP) adalah kesediaan individu untuk membayar
terhadap suatu kondisi lingkungan atau penelitian terhadap sumberdaya alam dan
jasa lingkungan dalam memperbaiki kualitas lingkungan atau penghindaran dari
kerusakan lingkungan. Konsep WTP atau kesediaan membayar menghasilkan
nilai ekonomi yang didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum
seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan
jasa lainnya. WTP juga dapat diartikan sebagai jumlah maksimal seseorang mau
membayar untuk menghindari terjadinya penurunan terhadap sesuatu (Fauzi,
2004).
Nilai WTP ini juga menggambarkan seberapa jauh kemampuan seorang
individu atau masyarakat secara agregat untuk membayar atau mengeluarkan uang
dalam memperbaiki kondisi lingkungan agar sesuai yang diinginkan dan secara
berkelanjutan (Hanley dan Spash, 1993). Pengukuran WTP yang dapat diterima
(reasonable) harus memenuhi syarat: (1) WTP tidak memiliki batas bawah yang
negatif, (2) batas atas WTP tidak boleh melebihi pendapatan , dan (3) adanya
konsistensi antara keacakan (randomness) pendugaan dan keacakan
16
Kesediaan membayar atau WTP yang didapatkan langsung dari responden
secara lisan maupun tertulis merupakan salah satu kelompok dalam teknik valuasi
ekonomi sumberdaya yang tidak dapat dipasarkan. Salah satu teknik valuasi
ekonomi sumberdaya yang umum digunakan dalam kelompok ini adalah
Contingen Valuation Method (CVM) (Fauzi, 2004).
2.9 Contingen Valuation Method (CVM)
Pendekatan contingen valuation method (CVM) pertama kali dikenalkan
oleh Davis (1963) dalam penelitian mengenai perilaku perburuan di miami.
Pendekatan ini baru populer sekitar pertengahan 1970-an ketika pemerintah
Amerika Serikat mengadopsi pendekatan ini untuk studi-studi sumber daya alam.
Metode valuasi kontingensi merupakan suatu pendekatan yang memungkinkan
dilakukannya estimasi nilai ekonomi sejumlah besar komoditi yang tidak
diperjualbelikan di pasar, termasuk nilai ekonomi dari barang lingkungan (Hanley
and Spash, 1993).
Asumsi dasar CVM adalah individu benar-benar memahami pilihan
masing-masing dan mengenal kondisi lingkungan yang dinilai. Selain itu, apa
yang akan dikatakan individu adalah apa yang sungguh-sungguh akan dilakukan
jika pasar untuk barang lingkungan tersebut benar-benar ada. Tujuan CVM adalah
mengetahui keinginan seseorang untuk membayar WTP, misalnya terhadap
perbaikan kualitas lingkungan (air, udara, dan sebagainya) atau keinginan
seseorang untuk menerima kerusakan lingkungan. CVM digunakan untuk
pendekatan secara langsung yang pada dasarnya menanyakan kepada masyarakat
berapa besarnya maksimum kesediaan membayar (WTP) manfaat tambahan yang
(WTA) kompensasi dari penurunan kualitas barang lingkungan. Pada penelitian
ini , sudut pandang pendekatan yang akan digunakan adalah WTP (Kurnia, 2010).
2.10 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian mengenai Sistem Kelembagaan dan Nilai Kebersediaan
Membayar Masyarakat terhadap Keberlanjutan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro
Hidro Cisalimar masih sulit ditemukan. Salah satu peneliti yang mengkaji tentang
ekonomi kelembagaan dalam suatu pengelolaan yaitu Suhana dari Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Suhana (2008) melakukan penelitian
dengan judul ”Analisis Ekonomi Kelembagaan dalam Pengelolaan Sumberdaya
Ikan Teluk Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi”. Tujuan penelitian tersebut
adalah mengidentifikasi dan menganalisa peran masing-masing kelembagaan yang
ada di Teluk Palabuhan ratu dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya
ikan serta menganalisis tatanan kelembagaan tersebut dalam pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya ikan. Hasil yang ditunjukkan bahwa aktor-aktor yang
harus dilibatkan secara langsung dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya
ikan terdiri dari unsur pemerintah, masyarakat, akademis dan aparat keamanan.
Merryna (2009) melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Willingness
to Pay Masyarakat terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan Mata Air Cirahab”.
Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mencari nilai willingness to pay (WTP)
masyarakat terhadap instrument ekonomi yaitu pembayaran jasa lingkungan ,
faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan responden untuk melakukan
pembayaran jasa lingkungan dan faktor-faktor yang mempengaruhinilai kesediaan
tersebut. Hasil yang ditunjukkan oleh penelitian ini adalah nilai rataan WTP
18
83.835/liter. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTP responden dipengaruhi
oleh penilaiaan kualitas air, jumlah kebutuhan air, jarak rumah ke sumber air dan
III. KERANGKA PEMIKIRAN
Air merupakan unsur utama bagi makhluk hidup. Seluruh makhluk hidup
membutuhkan air agar dapat bertahan hidup. Air berfungsi sangat penting
dikehidupan ekonomi modern saat ini untuk budidaya pertanian, industri
pembangkit listrik dan transportasi. Air juga dapat diklasifikasikan menjadi
sumberdaya yang diperbarukan maupun tidak diperbarukan, tergantung pada
sumber dan pemanfaatannya. Sumberdaya air tidak hanya dimanfaatkan secara
konsumtif saja, namun dapat dimanfaatkan secara non-konsumtif yaitu
memanfaatkan air hanya sebagai media, salah satu contohnya adalah
memanfaatkan air sebagai pembangkit listrik tenaga air. Pemanfaatan air juga
harus dilakukan dengan pengelolaan lingkungan yang seimbang agar tidak terjadi
kekeringan, pendangkalan sungai dan lain sebagainya. Pengelolaan lingkungan
dapat dilakukan dengan cara adopsi pohon di kawasan hulu sungai, pengelolaan
lahan agar tidak terjadi erosi yang mengakibatkan endapan dan pendangkalan
pada aliran sungai, memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang berada di
sekitar daerah aliran sungai untuk tidak membuang sampah ke sungai dan
membantu menjaga aliran sungai.
Pemanfaatan air sebagai media untuk pembangkit listrik pada saat ini
sudah banyak dilakukan di Indonesia. Salah satu daerah yang melakukan
pemanfaatan air untuk pembangkit listrik adalah Desa Cipeuteuy, Kabupaten
Sukabumi. Desa Cipeuteuy ini memanfaatkan air dari aliran sungai Taman
Nasional Gunung Halimun Salak untuk pembangkit tenaga listrik atau PLTMH
20
oleh karena tidak adanya jaringan listrik dari PLN ke daerah tersebut dikarenakan
letaknya yang sulit dijangkau.
Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) biasa disebut dengan
mikrohidro, PLTMH adalah suatu pembangkit listrik kecil yang menggunakan
tenaga air di bawah kapasitas 100 kW yang dapat berasal dari saluran irigasi,
sungai atau air terjun alam dengan cara memanfaatkan tinggi terjun (head) dan
debit air. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Cisalimar di Desa
Cipeuteuy sangat berpengaruh bagi perkembangan dan kemajuan desa ini.
Estimasi nilai yang bersedia dibayar oleh masyarakat Desa Cipeuteuy perlu
dilakukan agar pengelolaan dan ketersediaan air Sungai Citamiang terjamin
keberlanjutannya. Pengoperasian PLTMH Cisalimar juga menuntut adanya suatu
sistem kelembagaan tersendiri yang menjalankan fungsi-fungsi pengelolaan dan
perawatan. Lembaga tersebut akan menambah keberadaan lembaga yang sudah
ada di desa dan secara tidak langsung dapat menjadi media pengembangan
kapasitas masyarakat dalam pengelolaan kelembagaan dan pelayanan publik.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian ini akan mengidentifikasi
sistem kelembagaan dari PLTMH Cisalamar, mengestimasi WTP masyarakat
Desa Cipeuteuy untuk keberlanjutan PLTMH Cisalimar dan mengidentifikasi
kebijakan. Langkah pertama, mengidentifikasi sistem kelembagaan PLTMH
Cisalimar. Adapun yang harus dilakukan dalam mengidentifikasi sistem
kelembagaan ini terdapat dalam tabel 1. Data ini merupakan data sekunder yang
diperoleh dari berbagai literatur dan instansi yang terkait. Selanjutnya, data ini
Tabel 1 Karakteristik Kondisi dan Hubungan dalam Kelompok-Kelompok Bagian
Hulu dan Hilir
Karakteristik Kondisi dan Hubungan dalam Kelompok-Kelompok Bagian Hulu dan Hilir
1. Karakteristik sumberdaya system
Ukuran kecil
Batas-batas boundaries
Perbaikan sumberdaya untuk intervesi tertentu
2. Karakteritik kelompok
Ukuran kecil
Pembagian norma-norma Pengalaman organisasi Kepemimpinan yang tepat
Saling ketergantungan antara anggota kelompok Kepentingan yang sama
Kemiskinan rendah
3. Hubungan antara sumberdaya sistem dan kelompok
Perebutan lahan yang digunakan kelompok masyarakat dan sumberdaya Ketergantungan yang tinggi antara kelompok masyarakat dengan sistem sumberdaya
4. Pengaturan kelembagaan
Aturan yang mudah dipahami
Kemudahan dalam penegakan aturan Sanksi
5. Lingkungan eksternal
Tidak adanya campur tangan pemerintah pusat Bantuan dari luar untuk konservasi
Sumber: munoz@wifa.uni-leipzig.de
Langkah kedua, mengestimasi nilai kebersediaan membayar masyarakat
untuk pengelolaan dan keberlanjutan PLTMH Cisalimar. Data yang dibutuhkan
merupakan data primer yang diperoleh dari wawancara langsung dengan
menggunakan kuesioner kepada masyarakat Desa Cipeuteuy yang memanfaatkan
PLTMH Cisalimar. Hasil dari wawancara ini untuk mengestimasi nilai WTP yang
dibayar masyarakat Desa Cipeuteuy terhadap PLTMH Cisalimar. Selanjutnya data
dianalisis dengan metode kuantitatif. Langkah terakhir, mengidentifikasi
22
merupakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai literatur dan instansi yang
terkait. Data ini selanjutnya dianalisis dengan analisis deskriptif.
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Cipeuteuy, Kabupaten Sukabumi. Lokasi
ini dipilih secara sengaja atau (purposive). Desa Cipeuteuy merupakan salah satu
desa yang memanfaatkan aliran air sungai menjadi pembangkit tenaga listrik atau
yang biasa dikenal dengan Pembangkit listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).
Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei hingga Juni 2011.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara secara
langsung dengan menggunakan kuesioner kepada responden yang terpilih.
Responden yang terpilih terdiri dari masyarakat Desa Cipeuteuy, serta instansi
yang terkait dengan penelitian yang dilakukan agar memperoleh data mengenai
kebersedian masyarakat untuk membayar terhadap keberlanjutan PLTMH
Cisalimar.
Data sekunder yang diperlukan untuk penelitian ini meliputi data tentang
gambaran umum lokasi penelitian, data mengenai kelembagaan dalam mengelola
PLTMH Cisalimar dan data pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Data sekunder ini diperoleh dari Kantor Kecamatan Kabandungan, Kantor Desa
Cipeuteuy dan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Selain itu data
sekunder juga diperoleh dari buku, internet, jurnal serta instasi lain yang terkait
24
4.3 Metode Penentuan Sample
Metode pengambilan sample terhadap masyarakat Desa Cipeuteuy
dilakukan secara sengaja atau purposive dengan metode ”non-probability
sampling”. Teknik ini digunakan karena data mengenai kerangka sampling tidak
memadai. Responden yang dipilih adalah kepala keluarga di Desa Cipeuteuy yang
memiliki pendapatan tetap, dan bersedia diwawancarai. Jumlah pengambilan
sampel responden yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 30
responden dari masyarakat Desa Cipeuteuy dengan asumsi jumlah tersebut sudah
cukup mewakili untuk menjawab tujuan penelitian.
4.4 Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan studi literatur,
wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner dan observasi lapang. Data
yang berhubungan dengan masyarakat Desa Cipeuteuy dan data pengelolaan
PLTMH Cisalimar diperoleh melalui studi literatur dengan pencarian data
sekunder yang berkaitan dengan hal-hal tersebut. Data yang berhubungan dengan
kebersediaan membayar masyarakat terhadap ketersediaan air Sungai Citamiang
untuk keberlanjutan PLTMH Cisalimar diperoleh melalui wawancara secara
langsung dengan kuesioner kepada masyarakat Desa Cipeuteuy.
4.5 Metode Pengolahan Data dan Analisis Data
Setelah data diperoleh dari penelitian ini maka data akan dianalisis secara
kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual
dan menggunakan microsoft Office Excel 2007. Berikut ini adalah tabel 2
mengenai matriks keterkaitan antara tujuan penelitian, jenis data dan metode
Tabel 2 Matriks Keterkaitan Tujuan, Jenis Data dan Metode Analisis Data
Tujuan Penelitian Jenis Data Metode Analisis Data
Mengidentifikasi sistem kelembagaan pada pengelolaan PLMTH Cisalimar
Sekunder dan Primer Analisis deskriptif
kualitatif
4.5.1 Identifikasi Sistem Kelembagaan dalam Pengelolaan PLTMH Cisalimar
Mengidentifikasi sistem kelembagaan dalam pengelolaan PLTMH
Cisalimar dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif. Identifikasi sistem
kelembagaan PLTMH Cisalimar ini dapat dilihat dari struktur kelembagaan yang
terdapat di hulu dan di hilir. Pengelolaan kelembagaan di hulu dilakukan agar air
sungai dapat mengalir dengan debit air yang cukup untuk memutar turbin pada
PLTMH. Pengelolaan dilakukan dengan menjaga lahan hutan yang terdapat pada
Taman Nasional Gunung Halimun Salak agar dapat menyerap air lebih banyak
dan mencegah terjadinya erosi yang dapat menimbulkan pendangkalan pada air
sungai. Sedangkan, pengelolaan kelembagaan di hilir dilakukan agar dapat
mendistribusikan hasil dari PLTMH Cisalimar ke masyarakat dan untuk
keberlanjutan PLTMH Cisalimar. Data ini merupakan data sekunder dan primer
26
dalam pengelolaan PLTMH Cisalimar, serta melakukan wawancara langsung
dengan pimpinan PLTMH dan petugas balai taman nasional. Data yang telah
dikumpulkan akan dibuat hipotesis untuk mengidentifikasi sistem kelembagaan
dalam pengelolaan PLTMH Cisalimar. Hasilnya, akan dideskripsikan sehingga
dapat diketahui sistem kelembagaan dalam pengelolaan PLTMH Cisalimar dapat
berkelanjutan atau tidak dengan adanya sistem kelembagaan yang dibuat
masyarakat.
Tabel 3 Teknik Pengumpulan Data untuk Analisis Kelembagaan PLTMH Cisalimar dan Pengelolaan Hutan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak
Parameter Analisis
Profil Kelembagaan sistem PLTMH Cisalimar dan pengelolaan hutan TNGHS :
- Aktor dalam kelembagaan - Aturan kelembagaan 1. Boundary rule
2. Akses sumberdaya alam 3. Sanksi dan monitoring
4. Penyelesaian konflik dalam kelembagaan
Analisis aktor dan aturan dalam kelembagaan melalui wawancara dengan pimpinan PLTMH Cisalimar dan petugas BTNGHS
Aktor dianalisis secara deskriptif dengan mengidentifikasi struktrur kelembagaan dengan peran masing-masing aktor tersebut
Aturan diklasifikasi dalam aturan boundary, akses, sanksi, monitoring, dan penyelesaian konflik kemudian dianalisis menggunakan analisis deskriptif
4.5.2 Analisis Kebersediaan Membayar Masyarakat terhadap Pengelolaan dan Keberlanjutan PLTMH Cisalimar
Mengestimasi nilai jasa lingkungan agar dapat sustainable dengan
pendekatan kebersediaan membayar atau WTP masyarakat terhadap pengelolaan
di hulu dan ketersediaan air Sungai Citamiang untuk keberlanjutan PLTMH
1. Membangun Pasar Hipotetik
Pasar hipotetik dibentuk untuk memberikan gambaran kepada responden
mengenai jasa lingkungan, seperti mengelola ketersediaan air sungai agar
memiliki debit air yang cukup dan berkelanjutan untuk dimanfaatkan sebagai
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Pasar yang dibangun yaitu
menginformasikan mengenai Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang
menghasilkan sumberdaya air untuk aliran Sungai Citamiang yang dimanfaatkan
sebagai PLTMH Cisalimar untuk memberikan manfaat pada masyarakat Desa
Cipeuteuy, Kabupaten Sukabumi. Untuk keberlanjutan PLTMH ini maka harus
ada pengelolaan yang baik agar debit air dapat terus memutar turbin PLTMH
Cisalimar. Selanjutnya, pasar hipotetik yang ditawarkan dibentuk dalam skenario
berikut:
Skernario:
Gambar 2 Hutan dan Aliran Sungai
Pengelolaan sumberdaya air dari Taman Nasional Gunung Halimun Salak
(TNGHS) merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam proses
menjalankan PLTMH Cisalimar. Hal ini dikarenakan, sebagian besar air yang
28
Salak. Hutan yang berada di kawasan TNGHS harus dijaga dengan baik agar
menghasilkan air yang cukup. Hal ini dikarenakan pada pembangkit listrik tenaga
mikro hidro diperlukan debit air yang cukup untuk menggerakan turbin dan dapat
menghasilkan energi listrik yang akan dimanfaatkan masyarakat. Oleh karena itu,
diperlukan adanya pengelolaan yang baik dari Taman Nasional Gunung Halimun
Salak agar tidak terjadi pengendapan dan pendangkalan pada aliran Sungai
Citamiang sehingga menghasilkan air sungai yang baik. Pengelolaan yang
dilakukan Taman Nasional Gunung Halimun Salak adalah menjaga hutan tutupan,
menjaga agar tidak terjadi perambahan hutan, kerjasama dengan masyarakat dan
menanam tegakan pohon. Dengan mengelola dan menjaga lingkungan maka
PLTMH Cisalimar ini dapat digunakan dengan baik dan berkelanjutan. Penetapan
nilai awal sebesar Rp 10.000,00 dari iuran bulanan masyarakat pengguna PLTMH
Cisalimar, untuk mengestimasi nilai kebersediaan membayar masyarakat terhadap
pengelolaan PLTMH Cisalimar.
2. Memperoleh Nilai WTP
Besar nilai WTP diperoleh melalui wawancara langsung dengan sejumlah
responden. Teknik yang digunakan untuk memperoleh nilai penawaram dengan
metode bidding game (tawar-menawar), Hal ini dikarenakan, metode ini
memudahkan responden memahami maksud dan tujuan penelitian ini. Metode
”bidding game” (tawar-menawar) dilakukan dengan menanyakan kepada
responden berapa yang bersedia dibayarkan untuk pengelolaan air Sungai
Citamiang agar PLTMH Cisalimar dapat berkelanjutan.
Setelah data mengenai nilai WTP dari sejumlah responden dilakukan
perhitungan nilai rataannya. Perhitungan dari dugaan nilai rataan WTP responden
ditentukan dengan rumus:
dimana:
EWTP = dugaan nilai rataan WTP (Rp) Wi = batas bawah pada kelas ke-i
Pfi = frekuensi relative kelas ke-i
n = jumlah kelas
i = sampel (1,2,...,n)
4. Menduga Kurva WTP ( Estimating Bid Curve)
Pendugaan kurva akan dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut :
WTP = f (PNDK, PNDP, UR, LT)
dimana:
WTP = nilai WTP responden (Rp/bulan)
UR = usia responden (tahun)
PNDK = tingkat pendidikan (tahun)
PNDP = tingkat pendapatan (Rp)
JTK = jumlah tanggungan keluarga (orang)
LT = lama tinggal (tahun)
5. Total WTP
Total WTP dapat digunakan untuk menduga WTP populasi secara
30
rata-rata terhadap total populasi yang dimaksud. Nilai total WTP diduga dengan
menggunakan rumus:
dimana:
TWTP = total WTP (Rp)
WTPi = WTP individu ke-i
ni = jumlah responden ke-i
N = jumlah responden
P = jumlah populasi
i = responden WTP (1,2,...,n)
4.5.3 Identifikasi Kebijakan Pengelolaan PLTMH Cisalimar
Mengidentifikasi kebijakan pengelolaan PLTMH Cisalimar dilakukan
dengan analisis deskriptif kualitatif. Identifikasi kebijakan pengelolaan PLTMH
Cisalimar ini dapat dilihat dari nilai kebersediaan membayar masyarakat Desa
Cipeuteuy terhadap pengelolaan dan keberlanjutan PLTMH Cisalimar. Kebijakan
pengelolaan ini dilakukan agar PLTMH Cisalimar dapat dikelola dengan baik dan
digunakan secara berkelanjutan oleh masyarakat Desa Cipeuteuy. Data yang
digunakan untuk mengidentifikasi kebijakan pengelolaan ini adalah data sekunder.
Data yang telah dikumpulkan akan dibuat hipotesis untuk mengidentifikasi
kebijakan pengelolaan PLTMH. Hasilnya, akan dideskripsikan sehingga dapat
diketahui kebijakan pengelolaan PLTMH Cisalimar yang baik untuk diterapkan
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN
5.1 Kondisi Umum Penelitian
Desa Cipeuteuy merupakan desa yang terletak di sekitar Kawasan Taman
Nasional Gunung Halimun Salak. Secara administratif Desa Cipeuteuy terletak di
Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Desa
Cipeuteuy berbatasan dengan Desa Purwabakti di sebelah utara, sebelah selatan
berbatasan dengan Desa Cimaherang, sebelah barat berbatasan dengan Desa
Malasari dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Kabandungan.
Sumber: google earth
Gambar 3 Peta Desa Cipeuteuy
Desa Cipeuteuy memiliki luas wilayah 3.746,6 ha dengan ketinggian
tempat 750-850 m dpl. Kondisi lingkungan di Desa Cipeuteuy masih alami dan
memiliki banyak lahan persawahan dengan tingkat curah hujan 2.600 mm per
32
Jarak Desa Cipeuteuy dari kecamatan sekitar 5 km, jarak dari ibukota
kabupaten sekitar 56 km, jarak dari ibukota provinsi sekitar 135 km dan jarak dari
ibukota negara sekitar 106 km. Kondisi jalan di Desa Cipeuteuy yaitu jalan tanah
sepanjang 4,5 km, jalan perkerasan sepanjang 15,6 km dan jalan aspal sepanjang
13,5 km. Akses lalulintas menuju desa ini tidak terlalu sulit tetapi jumlah
kendaraan menuju desa tersebut masih terbatas.
Berdasarkan data dasar desa tahun 2011, menunjukkan bahwa penduduk
Desa Cipeuteuy sekitar 6.842 jiwa yang terbagi dalam 1.777 kepala keluarga
dengan jumlah penduduk laki-laki adalah 3.503 jiwa dan penduduk perempuan
adalah 3.339 jiwa. Terdapat lima dusun yaitu Dusun Arendah, Dusun Cipeuteuy,
Dusun Cisarua, Dusun Leuwi Waluh dan Dusun Pandan Arum.
Tabel 4 Dusun dan Jumlah Kepala Keluarga Desa Cipeuteuy
No. Dusun Jumlah Kepala
Sumber: Kantor Desa Cipeuteuy
Ada beberapa dusun di Desa Cipeuteuy yang belum mendapatkan aliran
listrik dari PLN, salah satunya yaitu Dusun Pandan Arum. Hal ini dikarenakan
akses menuju daerah tersebut masih sangat sulit dijangkau. Masyarakat yang
menggunakan PLTMH Cisalimar di Desa Cipeuteuy sebanyak 288 rumah. Listrik
Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro ini dapat
dioperasionalkan dengan menggunakan turbin yang digerakkan oleh aliran Sungai
Citamiang yang mengalir dari hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Salah satu kampung dari Dusun Pandan Arum yang memanfaatkan listrik dari
pembangkit listrik tenaga mikro hidro adalah Kampung Sukagalih.
5.2 Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Cipeteuy yang
menggunakan pembangkit listrik tenaga mikro hidro untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Karakteristik sosial ekonomi pengunjung dibedakan berdasarkan jenis
kelamin, usia, tingkat pendidikan, status pernikahan, jumlah tanggungan dan
pekerjaan. Selain itu, akan diestimasi kebersediaan membayar masyarakat untuk
ketersediaan air sungai agar PLTMH Cisalimar berkelanjutan.
Dalam penelitian ini sebagian besar responden sudah mengetahui
mengenai PLTMH Cisalimar dan manfaatnya dari PLTMH itu sendiri. Seluruh
responden mengetahui manfaat dari PLTMH Cisalimar yaitu sebagai pembangkit
listrik terutama penerangan pada malam hari. Responden pun bersedia untuk
menjaga lingkungan di kawasan taman nasioanl karena responden membutuhkan
sumberdaya yang berada di kawasan taman nasional untuk dimanfaatkan. Mereka
pun bersedia membayar untuk pengelolaan hutan dalam kawasan taman nasional
agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
5.2.1 Jenis Kelamin dan Usia
Masyarakat Desa Cipeuteuy yang menjadi responden dalam penelitian ini
34
menjadi responden dalam penelitian ini sebesar 93 persen atau sebanyak 28 orang
dan 7 persen atau sebanyak 2 orang sisanya berjenis kelamin perempuan.
Sumber: Data Primer Diolah, 2011
Gambar 4 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Dapat dilihat pada Gambar 4 sebaran responden berdasarkan kelompok
usia sebesar 37 persen atau sebanyak 11 orang responden berusia antara 29-39
tahun, 30 persen atau sebanyak 9 orang responden berusia antara 40-50 tahun, 23
persen atau 7 orang responden yang berusia antara 18-28 tahun, 7 persen atau 2
orang yang berusia antara 51-61 tahun dan 3 persen atau sebanyak 1 orang yang
berusia antara 62-72 tahun.
5.2.2 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan terakhir menunjukan pendidikan formal yang pernah
ditempuh oleh seseorang. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap jenis
pekerjaan yang dimiliki. Jenis pekerjaan mempengaruhi jumlah pendapatan yang
kemudian jumlah pendapatan berpengaruh terhadap kesejahteraan seseorang serta
berpengaruh terhadap kebersediaan membayar untuk keberlanjutan PLTMH
Sumber: Data Primer Diolah, 2011
Gambar 5 Karakteristik Reponden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Responden sebagian besar memiliki latar belakang pendidikan sekolah
dasar (SD) sebesar 83,34 persen atau sebanyak 25 orang, SMA sebesar 13,33
persen sebanyak 4 orang dan perguruan tinggi sebanyak 3,33 persen atau
sebanyak 1 orang. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden dari golongan
kurang mampu dan akses menuju sekolah sulit, sehingga memiliki jenjang
pendidikan yang rendah. Tingkat pendidikan terakhir responden disajikan pada
Gambar 5 di atas.
5.2.3 Status Pernikahan dan Jumlah Tanggungan
Status perkawinan dan jumlah tanggungan seseorang dapat menunjukan
tingkat konsumsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan primernya. Seseorang
yang sudah menikah dan memiliki anak, maka pendapatan yang diperolehnya
digunakan untuk memenuhi konsumsi anggota keluarga.Jumlah tanggungan
responden ditentukan istri, jumlah anak dan jumlah anggota keluarga lainnya yang
tinggal dalam satu atap dan menjadi tanggungan.
Sumber: Data Primer Diolah, 2011
Gambar 6 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, sebesar 90 persen atau
sebanyak 27 orang responden telah menikah dan sebesar 10 persen atau sebanyak
3 orang belum menikah. Jumlah tanggungan responden berjumlah empat orang
36
5 orang memiliki jumlah tanggungan tiga orang, sebesar 14,81 persen atau
sebanyak 4 orang memiliki jumlah tanggungan lima orang, responden yang
memiliki jumlah tanggungan dua dan enam orang sebesar 7,41 persen atau
sebanyak 2 orang. Sebaran jumlah tanggungan responden dapat dilihat pada
Gambar 6.
5.2.4 Pekerjaan Responden
Pekerjaan responden erat kaitannya dengan tingkat pendapatan seseorang
yang pada akhirnya menentukan tingkat kesejahteraannya. Selain itu, pekerjaan
seseorang pun mempengaruhi tingkat konsumsi dan kebersediaan membayar
untuk keberlanjutan PLTMH Cisalimar. Sebaran pekerjaan dibedakan dalam
beberapa kelompok sebaran.
Sumber: Data Primer Diolah, 2011
Gambar 7 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Berdasarkan hasil wawancara dapat dilihat sebagian besar responden
adalah buruh tani sebesar 86,67 persen atau sebanyak 26 orang, dan sisanya
wiraswasta sebesar 13,33 persen atau sebanyak 4 orang. Sebaran karakteristik
responden berdasarkan jenis pekerjaan disajikan pada Gambar 7.
5.2.5 Lama Menetap
Lama menetap responden mempengaruhi kebersedian membayar
masyarakat menetap di daerah ini, maka mereka semakin merasakan dan
menyadari fungsi dari adanya hutan ini TNGHS ini. Hal ini dikarenakan sumber
listrik yang ada sangat bergantung terhadap keberlanjutan hutan dan sumberdaya
air yang dihasilkan oleh hutan.
Sumber: Data Primer Diolah, 2011
Gambar 8 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Menetap
Berdasarkan dari hasil wawancara dapat dilihat sebaran responden yang
telah menetap di Desa Cipeuteuy selama antara 21-30 tahun sebanyak 30 persen
atau sebanyak 9 orang, selama antara 31-40 sebanyak 26,67 persen atau sebanyak
8 orang, selama antara 10-20 tahun sebanyak 23,33 persen atau sebanyak 7 orang,
selama antara 41-50 tahun sebanyak 13,33 persen atau sebanyak 4 orang dan
selama lebih dari 50 tahun sebanyak 6,67 persen atau sebanyak 2 orang. Sebaran
38
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Identifikasi Sistem Kelembagaan dalam Pengelolaan PLTMH Cisalimar
6.1.1 Pelaku Kelembagaan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS)
Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak adalah organisasi
pelaksanaan teknis pengelola taman nasional yang berada dibawah dan
bertanggung jawab secara langsung kepada Direktur Jendral Perlindungan dan
Konservasi Alam. Balai itu mempunyai tugas melakukan penyelenggaraan
konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta pengelolaaan kawasan
taman nasional. Kelembagaan dalam taman nasional berperan sangat penting
karena dengan adanya kelembagaan, pengelolaan taman nasional menjadi
terstruktur dengan baik. Balai itu dipimpin oleh kepala balai dan dibantu oleh
staf-staf yang memiliki tugas masing-masing. Struktur organisasi Balai Taman
Nasional Gunung Halimun Salak dapat dilihat pada gambar 9.
Kepala Balai Kepala Sub Bagian Tata Usaha
Seksi Pengelolaan TN
Wilayah I Lebak
Seksi Pengelolaan TN
Wilayah II Bogor
Seksi Pengelolaan TN Wilayah III Sukabumi
Resort Tn. Wilayah Resort Tn. Wilayah Resort Tn. Wilayah
Sumber: Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak
40 Adapun tugas dan fungsi dari tiap-tiap bagian dalam kelembagaan Taman
Nasional Gunung Halimun Salak sebagai berikut:
1. Kepala Balai adalah seseorang yang memimpin dan mengatur pengelolaan
taman nasional
2. Kepala Sub Bagian Tata usaha adalah seseorang yang bertanggung jawab atas
urusan tata persuratan, kearsipan, perlengkapan dan rumah tangga,
kepegawaian tatalaksana, keuangan, perlengkapan, perencanaan, data,
pemanfaatan dan evaluasi, pelaporan humas, kerjasama, bina cinta alam dan
kader konservasi, perlindungan, pengengamanan dan pengendalian kebakaran
hutan.
3. Seksi Pengelolaan Taman nasional wilayah adalah bagian yang mempunyai
tugas melakukan tata persuratan, kearsipan, perlengkapan dan rumah tangga,
kepegawaian dan keuangan. Menyusun perencanaan dan anggaran, data
evaluasi dan pelaporan. Mengumpulkan, menyusun data, dan menyusun
konsep kerjasama, promosi informal, penyuluhan serta pelayanan kepada
pengunjung dan masyarakat. Melakukan bina cinta alam, pemberdayaan
masyarakat, bina wisata alam dan pemanfaatan jasa lingkungan serta
pengawetan keaneka ragaman hayati dan ekosistemnya. Pengamalan hutan
pengendalian kebakaran hutan, pemberantasan penebangan dan peredaran
kayu.
4. Resort Pengelolaan Taman Nasional Wilayah adalah bagian yang mempunyai
tugas melakukan pengamatan dan pengendalian kebakaran hutan, pengecekan
terhadap pal batas kawasan, inventarisasi dan monitoring gangguan kawasan
restorasi, survey partisipatif dan koordinasi keamanan, memelihara sarana dan
prasarana, memberikan informasi, penyuluhan dan pembinaan kepada
masyarakat dan pengunjung.
5. Kelompok Jabatan Fungsional adalah bagian yang mempunyai tugas
melakukan pangendalian ekosistem hutan, penyuluhan dan keamanan hutan.
6.1.2 Pelaku Kelembagaan PLTMH Cisalimar
Kelembagaan pada PLTMH Cisalimar sudah ada sejak tahun 2005 setelah
PLTMH Cisalimar berjalan. Kelembagaan tersebut bertujuan agar PLTMH
Cisalimar dapat dioperasionalkan secara terus menerus untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat Desa Cipeuteuy. Kelembagaan PLTMH Cisalimar
memiliki ketua dan perangkat lainnya yang memiliki tugas masing-masing. Ketua
PLTMH dipilih oleh masyarakat untuk bertanggung jawab mengelola PLTMH
sedangkan petugas PLTMH dipilih oleh ketua PLTMH berdasarkan kemampuan
yang dimiliki dan tempat tinggal yang tidak jauh dengan PLTMH. Petugas
PLTMH tidak hanya bekerja mengelola PLTMH tetapi juga bekerja sebagai
petani. Kelembagaan ini pun dibantu oleh Kelompok masyarakat untuk
memudahkan melakukan pembayaran iuran untuk pemakaian PLTMH. Berikut
42
Sumber: Ketua Pengelola PLTMH
Gambar 10 Struktur Kelembagaan PLTMH Cisalimar
Gambar 10 struktur kelembagaan PLTMH Cisalimar di atas merupakan
perangkat masyarakat yang membantu tugas ketua PLTMH Cisalimar untuk
melakukan pengelolaan dan operasional PLTMH. Masing-masing perangkat
melakukan tugas sesuai dengan fungsinya. Mereka menjalankan tugas sesuai
dengan amanah yang diberikan oleh masyarakat dan ketua PLTMH Cisalimar
untuk melakukan pengelolaan PLTMH secara berkelanjutan. Adapun tugas dan
fungsi dari tiap-tiap perangkat dalam kelembagaan PLTMH Cisalimar adalah
sebagai berikut:
1. Ketua PLTMH adalah seseorang yang memimpin dan mengatur untuk
pengelolaan PLTMH.
PLTMH
Ketua PLTMH
Petugas PLTMH
Bagian Operator Bagian
Operasional
Bagian Perairan
Distribusi
2. Bagian Operator adalah seseorang yang bertugas untuk
menghidupkan,mematikan dan mengawasi turbin.
3. Bagian Operasional adalah seseorang yang bertugas untuk merawat dan
memeriksa turbin.
4. Bagian Perairan adalah seseorang yang bertugas untuk menjaga pintu air
bendungan dan mengatur masuknya debit air untuk turbin.
6.1.3 Aturan PLTMH Cisalimar
6.1.3.1 Boundary rules, Sanksi dan Monitoring Terhadap Aturan
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro Cisalimar memanfaatkan aliran
Sungai Citamiang yang mengalir dari kawasan taman nasional. Pembangkit listrik
ini memiliki batasan untuk daerah penggunanya yaitu hanya daerah Dusun Pandan
Arum yang baru dapat dijangkau oleh PLTMH Cisalimar. Untuk dapat digunakan
sebagai pembangkit listrik, maka masyarakat desa membangun bendungan agar
air dapat memutar turbin. Bendungan tersebut dinamakan bendungan Cisalimar
karena terletak di daerah Cisalimar. Bendungan ini pun sekaligus sebagai batasan
aliran sungai yang dimanfaatkan untuk PLTMH Cisalimar.
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro Cisalimar dikelola oleh kelompok
masyarakat yang di dalamnya terdapat beberapa anggota yang memiliki tugas
masing-masing. Anggota kelompok masyarakat ini berasal dari masyarakat yang
tinggal di Desa Cipeuteuy yang berada tidak jauh dengan PLTMH Cisalimar.
Masuk dan keluarnya pengurus PLTMH ditetapkan oleh ketua kelompok
masyarakat yang mengelola PLTMH Cisalimar. Aturan tata batas (boundary rule)
terkait dengan bagaimana seseorang dapat dan masuk untuk mengakses
44 Syarat tersebut yaitu dapat diperoleh secara langsung dengan mendaftar sebagai
pengguna PLTMH Cisalimar dan anggota dapat keluar dengan melapor kepada
pihak pengelola PLTMH Cisalimar. Anggota pengguna PLTMH diwajibkan
untuk mengikuti peraturan yang sudah ditetapkan pengelola PLTMH Cisalimar.
Adapun aturan yang ditetapkan PLTMH Cisalimar yakni listrik dapat digunakan
dari pukul 17.00 sampai pukul 06.00, pemakaian listrik diatur untuk menjaga
keawetan mesin PLTMH. Pemakaian listrik pengguna PLTMH Cisalimar tidak
boleh berlebihan. Aturan yang ditetapkan oleh pengelola PLTMH terkadang tidak
dihiraukan pengguna, masih ada pengguna PLTMH yang menggunakan listrik
dengan daya yang cukup besar sehingga kerja mesin menjadi terlalu berat dan
dapat berakibat rusak pada mesin. Pengelola PLTMH akan memberikan sanksi
kepada pengguna PLTMH dengan mematikan jaringan listrik sementara.
Pengelola PLTMH juga melakukan pengawasan terhadap jalur perairan,
pintu air dan turbin PLTMH agar PLTMH dapat digunakan dengan baik.
Perawatan mesin atau turbin dilakukan sebulan sekali oleh bagian operasional
agar mesin dapat digunakan secara berkelanjutan. Masyarakat yang menggunakan
listrik dari PLTMH Cisalimar dikenakan iuran per bulan untuk operasional
PLTMH karena pemeliharaan dan perawatan pada mesin PLTMH memerlukan
biaya yang tidak sedikit.
6.1.3.2 Aturan Akses terhadap Sumberdaya dan Penyelesaian Konflik
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Cisalimar merupakan
pembangkit listrik yang memanfaatkan Sungai Citamiang sebagai media untuk
memutarkan turbin pada mesin pembangkit listrik. Hulu Sungai Citamiang berada
mengalir melewati daerah Cisalimar, Desa Cipeuteuy. Untuk pemanfaatan Sungai
Citamiang sebagai pembangkit listrik, maka pengelola dan masyarakat
membangun bendungan yang berfungsi untuk membantu dalam proses
pembangkit listrik. Bendungan tersebut mengalirkan air Sungai Citamiang ke
saluran air yang mengarah ke mesin atau turbin PLTMH. Pengelola PLTMH
diperbolehkan memanfaatkan Sungai Citamiang untuk pembangkit listrik namun
harus dapat menjaga dan merawat aliran sungai tersebut. Aliran sungai ini tidak
dimanfaatkan hanya untuk pembangkit listrik saja namun dimanfaatkan juga oleh
masyarakat sekitar untuk pengairan sawah.
Masyarakat di Desa Cipeuteuy dapat memanfaatkan listrik dari PLTMH
Cisalimar, namun tidak semuanya dapat menggunakan secara langsung karena
masyarakat yang akan menggunakan harus mendaftar terlebih dahulu untuk di
data. Pendataan ini dilakukan untuk pemasangan jaringan listrik ke setiap rumah
yang akan menggunakan listrik dari PLTMH. Bertambahnya pengguna listrik dari
PLTMH maka akan mengurangi daya listrik yang digunakan untuk setiap rumah.
Adanya pengurangan daya listrik dari PLTMH membuat masyarakat pengguna
PLTMH tidak dapat menggunakan listrik secara maksimal maka pengelola
PLTMH membuat aturan agar masyarakat tidak menggunakan alat-alat elektronik
dengan daya listrik yang besar karena dapat merusak mesin PLTMH. Jika
masyarakat tidak mengikuti peraturan maka bagian operator PLTMH akan
mematikan mesin PLTMH untuk keawetan mesin. Peraturan yang ditetapkan oleh
pengelola PLTMH terkadang tidak sependapat dengan masyarakat sehingga dapat
46 pengelola PLTMH mengadakan forum diskusi dan penjelasan kepada masyarakat
pengguna PLTMH.
6.1.3.3 Tata Kelola BTNGHS dan PLTMH Cisalimar
Pengelolaan PLTMH Cisalimar memiliki keterkaitan dengan Balai Taman
Nasional Gunung Halimun Salak dalam pengelolaannya. Pemanfaatan air Sungai
Citamiang untuk pembangkit listrik dapat beroperasi dengan baik jika ada tata
kelola yang baik dan berkesinambungan antara BTNGHS dengan PLTMH
Cisalimar. Pada gambar 11 dapat dilihat struktur tata kelola dari BTNGHS dan
PLTMH Cisalimar.
Sumber: Data Primer Diolah, 2011
Gambar 11 Struktur Tata Kelola BTNGHS dan PLTMH Cisalimar
Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS) mempunyai
tugas untuk menjaga, merawat dan melindungi hutan di dalam kawasan taman
petugas yang membantu dalam pengelolaan taman nasional sebanyak 122 orang
yang terdiri dari PNS dan CPNS sebanyak 98 orang, serta tenaga honorer dan
kontrak sebanyak 24 orang. Hampir semua pegawai Taman Nasional Gunung
Halimun Salak (TNGHS) pernah mengikuti pendidikan dan latihan pada berbagai
bidang yang berkaitan dengan pengelolaan taman nasional. Pengelolaan ekosistem
hutan yang dilakukan balai taman nasional diikuti dengan aturan-aturan yang
ditetapkan agar dapat dilakukan dengan baik. Aturan yang ditetapkan balai taman
nasional yakni aturan mengenai menjaga, melindungi dan melestarikan hutan
yang ada di dalam kawasan taman nasional.
Taman nasional memberikan sanksi pada masyarakat yang tidak mematuhi
aturan yang telah ditetapkan sanksi yang diberikan yakni teguran dan peringatan
untuk masyarakat yang melanggar aturan secara ringan, namun bagi masyarakat
yang melakukan pelanggaran yang berat seperti melakukan penebangan liar dan
merusak hutan maka dikenakan sanksi pidana dan denda. Aturan ini dibantu oleh
polisi hutan untuk melakukan penegakan hukum yang telah ditentukan. Adanya
polisi hutan di taman nasional sangat membantu dalam pengawasan dan
penjagaan kawasan hutan taman nasional, namun jumlah polisi hutan yang ada
tidak seimbang dengan luasnya taman nasional. Untuk membantu pengawasan
dan penjagaan maka polisi hutan bekerjasama dengan kelompok masyarakat yang
bersedia menjadi sukarelawan untuk membantu polisi hutan melakukan
pengawasan dalam kawasan taman nasional.
PLTMH adalah pembangkit listrik yang menggunakan energi air yang
berasal dari air sungai untuk menggerakan turbinnya. Pembangkit Listrik Tenaga
48 mengalir dari kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak untuk
menggerakan turbin PLTMH. Untuk mendapatkan debit air sungai yang stabil,
maka pengelolaan PLTMH harus bekerjasama dengan taman nasional untuk
menjaga dan memelihara hutan di dalam kawasan taman nasional. Pembangkit
Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Cisalimar dimanfaatkan oleh masyarakat
Desa Cipeuteuy, Kabupaten Sukabumi karena daerah ini cukup terpencil dan
belum terjangkau jaringan listrik. PLTMH Cisalimar dikelola oleh masyarakat
dalam bentuk kelompok masyarakat. PLTMH Cisalimar memiliki lima orang
pekerja yakni terdiri dari dua orang operator, satu orang dibagian operasional dan
dua orang dibagian perairan, petugas PLTMH ini berasal dari masyarakat di
daerah sekitar PLTMH agar lebih mudah untuk mengontrolnya.
Pengelolaan PLTMH ini dipimpin oleh seorang ketua yang
berlatarbelakang lulusan perguruan tinggi, bekerja sebagai guru dan wiraswasta.
Bagian operator dan operasional dipilih dengan syarat memiliki kemampuan
dalam bidang mesin atau turbin, mereka belajar secara otodidak. Bagian Perairan
bertugas membuka dan menutup pintu air, petugas berairan tidak perlu memiliki
kemampuan khusus tapi harus mengerti kapan pintu air harus dibuka dan ditutup
dan menjaga aliran air yang masuk ke mesin pembangkit listrik. Petugas PLTMH
tidak hanya bekerja mengelola PLTMH saja, namun mereka pun bekerja sebagai
petani. Pendapatan petugas PLTMH tiap bulannya yaitu untuk petugas bagian
operator mendapatkan Rp 300.000,00 per orangnya, petugas bagian perairan Rp
150.000,00 per orangnya dan Rp 250.000,00 untuk petugas bagian operasional.
Setiap sebulan sekali dilakukan pengecekan mesin atau turbin agar mesin PLTMH
Biaya operasional untuk PLTMH Cisalimar diambil dari iuran warga yang
menggunakan PLTMH, besarnya iuran yang dikeluarkan masyarakat untuk
pengoperasian PLTMH Cisalimar sesuai dengan kemampuan mereka
masing-masing sehingga besarnya iuran beragam dari RP 10.000,00 sampai Rp 30.000,00
per bulannya. Iuran yang dikeluarkan masyarakat digunakan untuk biaya
operasional dan membayar petugas PLTMH, tidak hanya iuran tetapi masyarakat
pun membantu melakukan perawatan hutan dalam taman nasional karena untuk
keberlanjutan PLTMH Cisalimar.
Masyarakat membantu melakukan adopsi pohon pada lahan yang gundul
dalam kawasan taman nasional untuk keberlanjutan ekosistem hutan. Hal ini
dikarenakan masyarakat di Desa Cipeuteuy membutuhkan sumberdaya yang
terdapat di hutan dalam kawasan taman nasional untuk dimanfaatkan. Masyarakat
pun mempunyai slogan “hutan weuteuh masyarakat teu rieweuh”, slogan ini
memiliki arti jika hutan utuh maka masyarakat tidak akan repot. Pemikiran itu
yang diterapkan oleh masyarakat pada kehidupannya untuk selalu menjaga,
melindungi dan merawat hutan yang ada di sekitar.
6.2 Estimasi Nilai Kebersediaan Membayar Masyarakat Untuk Keberlanjutan PLTMH Cisalimar
Pendekatan CVM dalam penelitian ini digunakan untuk mengestimasi WTP
responden terhadap keberlanjutan PLTMH Cisalimar. Adapun langkah-langkah
metode CVM yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Membangun Pasar Hipotetis
Informasi diberikan kepada responden untuk membantu mereka dalam
memberikan nilai kesediaan membayar untuk skenario yang dibuat. Taman
50 Sungai Citamiang yang dimanfaatkan sebagai PLTMH Cisalimar untuk
memberikan manfaat pada masyarakat Desa Cipeuteuy, Kabupaten Sukabumi.
Untuk keberlanjutan PLTMH Cisalimar , maka harus ada pengelolaan yang baik
agar ketersediaan debit air tetap terjaga dan dapat terus memutar turbin.
Berdasarkan informasi tersebut responden mengetahui gambaran situasi hipotetik
mengenai upaya untuk keberlanjutan PLTMH Cisalimar.
2. Memperoleh Nilai WTP
Besar nilai WTP diperoleh melalui wawancara langsung dengan sejumlah
responden. Teknik yang digunakan untuk memperoleh nilai penawaram dengan
metode bidding game (tawar-menawar), karena metode ini memudahkan
responden memahami maksud dan tujuan penelitian ini. Metode ”bidding game”
(tawar-menawar) dilakukan dengan menanyakan kepada responden berapa yang
bersedia dibayarkan untuk pengelolaan PLTMH Cisalimar agar dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan.
3. Menghitung Dengan Nilai Rataan WTP
Dugaan Nilai WTP (EWTP) responden dihitung berdasarkan rumus . Data
didistribusi WTP responden dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Nilai rataan WTP