Peran Diskusi Suami Istri Dalam Pemakaian Kontrasepsi Modern Untuk
Menjarangkan Kehamilan (Analisis SDKI 2012)
Iksanatun Fadila Oktabriani, Pandu Riono
Departemen Biostatistika dan Ilmu Kependudukan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
E-mail: iksanatun.fadila@gmail.com
Abstrak
Ibu dengan satu anak memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk menambah anak lagi sehingga pemakaian kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan bagi anak berikutnya sangat dibutuhkan untuk menghindari risiko hamil terlalu dekat. Diskusi suami istri diyakini memiliki kontribusi terhadap pemakaian kontrasepsi. Meskipun demikian, peran diskusi suami istri dalam pemakaian kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari peran diskusi suami istri dalam pemakaian kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan (spacing contraceptive). Analisis multivariabel regresi logistik dilakukan pada 8.359 Wanita Usia Subur dari sub sampel Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 yang telah menikah atau hidup bersama dan memiliki satu anak hidup karena untuk menjarangkan kehamilan minimal ibu harus memiliki 1 anak. Ada 50,2% ibu dengan satu anak yang menggunakan kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan. Ibu yang mendiskusikan KB dengan suami memiliki odds 1,61 lebih tinggi untuk memakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan, setelah dikontrol oleh status pendidikan ibu, status pekerjaan suami, status ekonomi keluarga, dan sumber informasi KB (Rasio odds terkontrol = 1,61, 95% CI: 1,35 – 1,92). Diskusi suami istri memiliki peran dalam mendorong pemakaian kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan. Bukan hanya wanita saja yang menjadi sasaran dalam perencanaan keluarga dan Behavior Change Communication untuk memotivasi pasangan berdiskusi, melainkan juga kepada suami.
Kata kunci: diskusi pasangan, kontrasepsi modern, menjarangkan kehamilan
The Influence of Couple Discussion on Modern Contraceptive Use for Spacing Pregnancy (Analysis of IDHS 2012)
Abstract
The desired to have more children was higher among mothers who had one child, so they need contraceptive use for spacing the next pregnancy to avoid the risk of close pregnancy. Couple discussion about family planning is believed to be able to contribute the use of contraceptive. However, the influence of couple discussion about family planning on modern contraceptive use for spacing is unclear. The objective of this study was to explore the influence of couple discussion about family planning on modern contraceptive use for spacing pregnancy. Multivariable logistic regression was used to analyze 8,359 of reproductive woman from Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) 2012 who had married or living together and had one child that still lived because to do spacing pregnancy, at least mothers already had one child. There are 50.2% mothers who had used modern contraceptive for spacing pregnancy. Mothers who discussed family planning with her husband was 1.61 higher to use modern contraceptive for spacing pregnancy than those who didn’t discuss, controlled by level of mothers education, husband’s occupation, economic status, and family planning information source (Adjusted odds ratio = 1.61, 95% CI: 1.35 – 1.92). Couple discussion had role to influence the use of modern contraceptive for spacing pregnancy. Thus, not only woman who has to involve in family planning and Behavior Change Communication targets for motivate couple to discuss, but also to husband.
Pendahuluan
Pada tahun 1994, International Conference on Population and Development (ICPD) mengenalkan paradigma baru yakni dari pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi pendekatan reproduksi. Tujuannya, agar kesehatan ibu meningkat sehingga menekan angka kematian maternal (Linasari, 2012; UNFPA, 2014). Di Indonesia, angka kematian maternal (maternal mortality ratio) pada tahun 2002/2003 sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup dan tahun 2007 sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan maternal mortality ratio pada tahun 2012 sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup, meningkat dibanding tahun sebelumnya (SDKI, 2012).
Salah satu penyebab kematian ibu adalah kehamilan terlalu dekat. Kehamilan terlalu dekat dapat menyebabkan perdarahan persalinan yang meningkatkan risiko kematian pada ibu (BKKBN, 2007; Kemenkes RI, 2013). Penelitian di Amerika latin dan Karibia menunjukkan adanya kecenderungan kematian ibu yang tinggi jika jarak hamil atau jarak antar kelahiran anak kurang dari 6 bulan. Kehamilan yang terlalu dekat juga memiliki dampak terhadap kesehatan anak. Di negara berkembang, risiko lahir prematur dan BBLR menjadi 2 kali lebih besar jika konsepsi terjadi dalam waktu 6 bulan setelah kelahiran anak pertama (Cleland, et al, 2012). WHO juga memperkirakan, anak akan memiliki risiko lebih tinggi untuk meninggal sebagai akibat meninggalnya ibu dikarenakan komplikasi saat kelahiran akibat jarak kehamilan yang terlalu dekat (WHO, 2012; Ahmed et al, 2012).
Untuk menurunkan risiko kematian ibu, Safe Motherhood mencanangkan strategi keluarga berencana (KB) karena dapat menurunkan kematian ibu melalui penurunan risiko obstetri. Melalui pemakaian kontrasepsi, kehamilan dapat diatur dengan memperpanjang jarak antar kehamilan sehingga ibu dapat meningkatkan kesehatannya terlebih dahulu sebelum hamil kembali. Hal tersebut akan berdampak positif terhadap kesehatan dan kelangsungan hidup anak karena dengan mengatur jarak kehamilan, kompetisi untuk mendapatkan asupan gizi dari ibu serta keluarga dapat dihindari oleh kakak adik (Ahmed et al, 2012; Lakew et al, 2013). Ciri kontrasepsi yang dibutuhkan untuk menjarangkan kehamilan yaitu kontrasepsi yang memiliki reversibilitas dan efektifitas tinggi (Sulistyawati, 2011; Sipayung, 2013). Alat kontrasepsi yang dianjurkan untuk menjarangkan kehamilan adalah IUD, implan, suntik, dan pil (BKKBN, 2007).
Walaupun upaya KB untuk menjarangkan kehamilan tertuju pada wanita, suami juga memiliki peran dalam upaya mencapai keberhasilan program KB. ICPD menyepakati adanya hak
reproduksi pada semua individu yakni pria dan wanita memiliki hak untuk menentukan jumlah, jarak, waktu yang diinginkan untuk menghasilkan anak dan menjamin setiap wanita dapat mencapai fertilitas yang diinginkan. Sehingga dibutuhkan kerja sama yang setara antara suami istri dalam merencanakan keluarga (UNFPA, 2014).
Komunikasi antara suami istri dapat mendorong pemakaian kontrasepsi. Melalui komunikasi, istri memiliki kesempatanmuntuk mengetahui sikap suami terhadap KB, jumlah anak yang diinginkan, waktu yang tepat untuk hamil, dan jarak kelahiran anak (Sharan dan Valente, 2002; Tessema, 2002). Hasil penelitian di Ethiopia mengenai hubungan diskusi suami istri mengenai KB dengan pemakaian kontrasepsi menunjukkan bahwa pasangan yang berdiskusi KB memiliki odds 3,2 kali untuk menggunakan kontrasepsi dibanding yang tidak berdiskusi (Tessema, 2002). Penelitian lain di Kenya menemukan bahwa wanita yang mendiskusikan KB bersama suami atau pasangan memiliki odds 3,4 kali dibandingkan dengan yang tidak mendiskusikan KB bersama suami atau pasangan (Tumlinson et al, 2013).
Di Indonesia, pada tahun 2012, berdasarkan keinginan untuk memiliki anak, 84,7% ibu dengan satu anak masih ingin menambah anak. Sedangkan ibu dengan anak lebih dari satu cenderung lebih ingin membatasi kelahiran dibanding menambah anak. Persentase keinginan menambah anak pada ibu dengan satu anak cenderung lebih besar dibandingkan pada ibu dengan anak lebih dari satu sehingga kebutuhan untuk memakai kontrasepsi sebagai upaya penjarangan kehamilan anak berikutnya lebih tinggi pada ibu dengan satu anak (SDKI, 2012). Oleh sebab itu penulis meneliti peran diskusi suami istri dalam pemakaian kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan pada ibu yang memiliki satu anak. Kontrasepsi modern yang diteliti tanpa melibatkan kontrasepsi mantap karena kebutuhan kontrasepsi ditujukan sebagai upaya menjarangkan kehamilan anak selanjutnya.
Tinjauan Teoritis
Menurut Keller (1996), diskusi antara dua orang (komunikasi interpersonal) adalah interaksi antara satu orang dengan orang lain yang memiliki gaya atau tipe komunikasi berbeda dan tipe pesan yang berbeda. Salah satu bentuk diskusi adalah diskusi pada pasangan. Diskusi pada pasangan diketahui dapat meningkatkan kesetaraan gender untuk kebutuhan seksual dalam pasangan yang telah menikah. Hal tersebut terjadi karena diskusi pasangan dapat meningkatkan otoritas perempuan untuk mencapai kesehatan yang mereka butuhkan (Karvande, 2009).
Pasangan yang berdiskusi menunjukkan bahwa pemakaian kontrasepsi bukan hanya keputusan individual melainkan keputusan pasangan atau keluarga (Upadhyay, 2001). Hasil penelitian mengenai hubungan diskusi KB antar suami dan istri dengan pemakaian kontrasepsi menunjukkan bahwa pasangan yang berdiskusi KB memiliki odds 3,2 kali untuk menggunakan kontrasepsi dibanding yang tidak berdiskusi (Tessema, 2002). Penelitian lain di Kenya menemukan bahwa wanita yang mendiskusikan KB bersama suami atau pasangan memiliki odds 3,4 kali untuk menggunakan kontrasepsi dibandingkan dengan yang tidak mendiskusikan KB bersama suami atau pasangan (Tumlinson et al., 2013). Sedangkan penelitian di Nepal menemukan bahwa wanita yang mendiskusikan KB dengan suami memiliki odds 1,61 kali untuk menggunakan kontrasepsi dibanding yang tidak pernah berdiskusi (Shrestha, 2009). Kecenderungan pemakaian kontrasepsi pada pasangan yang mendiskusikan KB terjadi karena ada sikap saling pengertian antara suami dan istri dalam pengambilan keputusan mengenai fertilitas dan upaya untuk mencapainya (Sharan & Valente, 2002).
Faktor lain yang mempengaruhi pemakaian kontrasepsi adalah umur ibu, status pendidikan ibu, status pendidikan suami, pekerjaan ibu, status ekonomi, wilayah tenpat tinggal, jumlah anak ideal, pengetahuan kontrasepsi, kunjungan petugas KB, kunjungan ke faskes, informasi dari nakes, sumber media informasi KB, dan riwayat kematian anak (Bertrand, 1980; Zavier dan Padmadas, 2000; Bogale et al, 2011; Lakew et al, 2013)
Metode Penelitian
Penelitian ini mempelajari peran diskusi suami istri dalam pemakaian kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan. Kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan yaitu suntik, pil, IUD, atau implan. Ibu dikatakan memakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan apabila saat wawancara menyatakan sedang memakai salah satu dari metode modern suntik, pil, IUD, atau implan dan menyatakan masih ingin menambah anak lagi. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional.
Data yang dianalisis merupakan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 dengan sub sampel 8.359 Wanita Usia Subur (WUS) 15 – 49 tahun yang telah menikah atau hidup bersama dan memiliki satu anak hidup. Ibu yang berstatus infekund atau telah disterilisasi dikeluarkan dari sampel. Analisis yang dilakukan meliputi analisis deskriptif, asosiasi sederhana, dan multivariabel. Pada analisis multivariabel terdapat variabel confounder yaitu status
pendidikan ibu, status pekerjaan suami, status ekonomi keluarga, dan sumber media informasi KB yang diterima ibu.
Hasil Penelitian Pemakaian Kontrasepsi
Tabel 1. Status Pemakaian Kontrasepsi dan Metode yang Digunakan Status pemakaian kontrasepsi Persentase
Pakai kontrasepsi 60,1
Jenis metode kontrasepsi yang digunakan
Suntik 64,0 Pil 20,3 IUD 4,1 Implan/norplan 4,0 Senggama terputus 3,2 Kondom 2,5 Abstinen periodik 1,6
Metode Amenorrhea Laktasi (MAL) 0,0
Tradisional lain 0,3
Dari 8.359 sub sampel ibu satu anak, ada 60,1% ibu yang menyatakan memakai kontrasepsi. Ada beragam metode kontrasepsi yang digunakan ibu. Metode suntik paling banyak digunakan pada ibu yang menyatakan memakai kontrasepsi dengan proporsi 64,0% (lihat tabel 1). Ada 4.648 ibu dengan satu anak yang menyatakan memakai kontrasepsi modern (suntik, pil, IUD, atau implan).
Tabel 2. Pemakaian Kontrasepsi Modern dan Alasan Menggunakannya Status pemakaian kontrasepsi modern Persentase n
Pakai kontrasepsi non modern 4,5 380
Pakai kontrasepsi modern 55,6 4.648
Alasan pakai kontrasepsi modern
- Untuk menjarangkan kehamilan 90,3 4.195
- Untuk membatasi kehamilan 9,7 453
Tabel 3. Pemakaian Kontrasepsi Modern Untuk Menjarangkan Kehamilan Status pemakaian kontrasepsi untuk menjarangkan
kehamilan Persentase n
Pakai 50,2 4.195
Metode yang digunakan untuk menjarangkan kehamilan
Suntik 69,9 2.935
Pil 21,7 908
IUD 4,1 172
Pada variabel alasan pemakaian kontrasepsi modern, analisis hanya melibatkan 4.648 ibu yang menyatakan memakai kontrasepsi modern. Dari 4.648 ibu yang memakai kontrasepsi tersebut, 90,3% memakai untuk menjarangkan kehamilan dan 9,7% untuk membatasi kehamilan (lihat tabel 2). Proporsi pemakaian kontrasepsi modern pada seluruh sub sampel ibu dengan satu anak adalah 50,2% atau ada 4.195 ibu yang menggunakan kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan. Suntik merupakan metode kontrasepsi modern yang paling banyak digunakan untuk menjarangkan kehamilan dengan proporsi sebesar 69,9% (lihat tabel 3).
Analisis Deskriptif
Tabel 4. Karakteristik Sosial Demografi, Jumlah Anak Ideal, Metode KB yang Pernah Didengar Ibu, dan Diskusi Suami Istri
No Variabel Kategori Persentase n
1 Umur ibu < 20 tahun 4,7 396
20 – 35 tahun 79,0 6.605
> 35 tahun 16,2 1.357
2 Status pendidikan ibu < Tamat SD 31,9 2.670
> SMP 68,1 5.689
3 Status pekerjaan ibu Tidak bekerja 48,5 4.050
Bekerja 51,5 4.309
4 Status ekonomi keluarga Kuintil 1 16,3 1.359
Kuintil 2 21,1 1.761
Kuintil 3 21,7 1.813
Kuintil 4 22,8 1.909
Kuintil 5 18,1 1.516
5 Wilayah tempat tinggal keluarga
Desa 52,0 4.347
Kota 48,0 4.012
6 Jumlah anak ideal < 2 anak 68,2 5.700
> 2 anak 27,7 2.312
Tidak menjawab 4,1 347
7 Pernah mendengar KB Dengar KB modern 9,5 790 Tidak pernah dengar KB/dengar KB
tradisional 89,9 7.520
Dengar KB modern & tradisional 0,6 49
8 Diskusi suami istri Tidak diskusi 82,0 6.853
Diskusi 18,0 1.506
Pada analisis deskriptif status pendidikan ibu, status pekerjaan suami, dan status ekonomi, diketahui ada 5.689 ibu dengan satu anak yang berpendidikan > SMP, 8.220 ibu yang memiliki suami bekerja, 1.909 ibu dengan status ekonomi pada kuintil 4 (kaya), dan 4.347 ibu yang tinggal di desa. Informasi KB umumnya didapatkan ibu melalui media non elektronik dibandingkan media elektronik. Ada 6.853 ibu yang menerima informasi KB dari media non elektronik.
Ditinjau dari segi diskusi suami istri, hanya terdapat 1.506 ibu yang menyatakan mendiskusikan KB dengan suami (lihat tabel 4).
Ditinjau dari tingkat pendidikan yang ditempuh ibu, mayoritas ibu (68,1%) telah menempuh pendidikan SMP atau lebih dan dari segi status pekerjaan, ibu yang tidak bekerja lebih banyak dibanding ibu yang bekerja yaitu sekitar 59,0%. Sebagian besar status ekonomi keluarga ibu berada pada kuintil 4 (kaya) yakni sebanyak 22,8% dan lebih banyak ibu yang tinggal di desa (52,0%) dibanding kota. Berdasarkan pengalaman ibu mengenai metode kontrasepsi yang pernah didengar, 9,5% menyatakan pernah mendengar kontrasepsi modern, 89,9% tidak pernah dengar sama sekali atau pernah mendengar kontrasepsi tradisional, 0,6% pernah mendengar semua metode. Dari hasil analisis mengenai komunikasi dengan pasangan diketahui bahwa ada sebanyak 18,0% ibu yang berdiskusi mengenai KB bersama suami (lihat tabel 4).
Tabel 5. Karakteistik Suami dan Anak
No Variabel Kategori Persentase n 1 Status pendidikan suami < Tamat SD 34,4 2.876
> SMP 65,6 5.483
2 Status pekerjaan suami Tidak bekerja 1,7 139
Bekerja 98,3 8.220
3 Umur anak < 5 tahun 66,5 5.559
6-10 tahun 19,0 1.588
> 10 tahun 14,5 1.212
4 Riwayat kematian anak Ada 6,7 560
Tidak ada 93,3 7.798
Tabel 6. Pelayanan Keluarga Berencana dan Sumber Informasi KB
No Variabel Kategori Persentase n
1 Berkunjung ke faskes dan mendapat informasi KB
Tidak berkunjung 43,9 3.673
Ya dan tidak dapat informasi KB 40,6 3.394 Ya dan dapat informasi KB 15,5 1.292
2 Kunjungan petugas KB Tidak 93,4 7.809
Ya 6,6 550
3 Mendapat informasi KB dari nakes
Tidak 71,3 5.962
Ya 28,7 2.397
4 Sumber informasi KB Media non-elektronik 75,6 6.317
Media elektronik 24,4 2.042
Karakteristik suami meliputi status pendidikan dan pekerjaan. Sedangkan karakteristik anak meliputi umur anak saat wawancara berlangsung dan riwayat kematian anak. Menurut status
pendidikan yang pernah ditempuh suami, sebagian besar ibu (65,6%) menyatakan bahwa suami berpendidikan SMP atau lebih. Suami lebih banyak yang telah bekerja (98,3%) dibanding yang tidak bekerja. Dari 8.359 ibu yang memiliki satu anak diketahui bahwa kelompok umur anak ibu terbanyak berada pada kelompok < 5 tahun (66,5%) dan terendah pada umur > 10 tahun (14,5%). Berdasarkan riwayat kematian anak, mayoritas (93,3%) ibu menyatakan tidak memiliki riwayat kematian pada anak yang dimiliki (lihat tabel 5).
Pelayanan keluarga berencana terdiri dari adanya pemberian informasi KB saat kunjungan ibu ke faskes, kunjungan petugas KB ke rumah ibu, dan adanya pemberian informasi KB oleh tenaga kesehatan (nakes). Sebanyak 15,5% ibu mendapat penjelasan mengenai KB saat berkunjung ke fasilitas kesehatan untuk memeriksakan kesehatan dirinya dan ada sekitar 6,6% ibu yang mendapat penjelasan KB saat petugas KB berkunjung ke rumah. Sebanyak 28,7% ibu menyatakan pernah menerima informasi KB dari tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, atau bidan. Ditinjau dari jenis sumber media informasi KB, sebagian besar ibu (75,6%) menyatakan menerima informasi KB melalui media non-elektronik sedangkan sebagian lainnya (24,4%) menerima informasi KB melalui media elektronik (lihat tabel 6).
Analisis Asosiasi Sederhana
Hasil analisis menunjukkan bahwa pemakaian kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan menurun seiring dengan bertambahnya umur ibu. Proporsi pemakaian pada ibu yang berumur < 20 tahun yaitu sebesar 72,9% dan proporsi pemakaian pada ibu dengan umur 20 – 35 tahun sebanyak 57,1%, lebih tinggi dibanding proporsi pemakaian pada ibu dengan umur > 35 tahun. Odds untuk memakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan pada ibu yang berumur < 20 tahun 23,9 kali lebih besar dibanding ibu yang berumur > 35 tahun. Sedangkan odds untuk memakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan pada ibu yang berumur 20 – 35 tahun 11,8 kali lebih besar dibanding ibu yang berumur > 35 tahun.
Ditinjau dari status pendidikan yang berhasil ditamatkan, proporsi pemakaian cenderung lebih tinggi pada ibu dengan jenjang pendidikan tinggi (> SMP) yakni sekitar 51,3%. Odds untuk memakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan pada ibu yang berpendidikan > SMP 1,1 kali dibanding ibu dengan pendidikan < SD. Sebanyak 55,3% ibu yang tidak bekerja memakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan, lebih tinggi dibanding pada ibu yang bekerja. Odds untuk memakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan pada ibu yang tidak bekerja 1,5 kali dibanding ibu yang bekerja (lihat tabel 7).
Tabel 7. Pemakaian Kontrasepsi Modern Untuk Menjarangkan Kehamilan Berdasarkan Sosial Demografi Ibu
No Variabel % Pakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan n Rasio odds 95% CI 1 Umur ibu - < 20 tahun 72,9 289 23,9 16,2-35,2 - 20 – 35 tahun 57,1 3.768 11,8 9,2-15,1 - > 35 tahun 10,2 138 1
2 Status pendidikan ibu
- < Tamat SD 47,9 1.278 1
- > SMP 51,3 2.917 1,1 0,9-1,3
3 Status pekerjaan ibu
- Tidak bekerja 55,3 2.241 1,5 1,3-1,7
- Bekerja 45,4 1.954 1
4 Status ekonomi keluarga
- Kuintil 3 – 5 47,3 2.478 1
- Kuintil 1 – 2 55,0 1.716 1,4 1,2-1,6
5 Wilayah tempat tinggal keluarga
- Desa 53,8 2.339 1,4 1,2-1,6
- Kota 46,3 1.856 1
Proporsi pemakaian kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan lebih banyak pada ibu dengan status ekonomi kuintil 1 – 2 (55,0%) dan odds untuk memakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan pada ibu dengan status ekonomi kuintil 1 – 2 1,4 kali dibanding ibu dengan status ekonomi kuintil 3 – 5. Berdasarkan wilayah tempat tinggal, proporsi pemakaian kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan lebih tinggi pada ibu yang tinggal di desa (53,8%) dibanding kota (46,3%). Odds untuk memakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan pada ibu di desa 1,4 kali dibanding ibu yang tinggal di kota (lihat tabel 7).
Tabel 8. Pemakaian Kontrasepsi Modern Untuk Menjarangkan Kehamilan Berdasarkan Jumlah Anak Ideal dan Metode KB yang pernah Didengar
No Variabel
% Pakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan
n Rasio odds 95% CI 1 Jumlah anak ideal
- < 2 anak 53,4 3.045 1,4 1,2-1,7
- > 2 anak 44,4 1.025 1
- Tidak menjawab 36,0 125 0,7 0,5-0,9
2 Pernah mendengar KB
- Dengar KB modern 48,9 386 2,6 1,0-6,5
- Tidak pernah dengar
KB/dengar KB tradisional 50,5 3.796 2,8 1,1-6,7
Proporsi pemakaian kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan menurun seiring dengan bertambahnya jumlah anak yang dianggap ideal. Proporsi pemakaian lebih tinggi pada ibu yang menginginkan jumlah anak ideal < 2 anak yakni sebesar 53,4%, lebih tinggi dibanding pada ibu yang menginginkan jumlah anak ideal > 2 anak. Odds untuk memakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan pada ibu yang menginginkan jumlah anak ideal < 2 anak 1,4 kali dibandingkan dengan ibu yang menginginkan jumlah anak ideal > 2 anak.
Berdasarkan jenis metode KB yang pernah didengar, proporsi pemakaian kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan pada ibu yang pernah mendengar KB modern adalah sebesar 48,9%, proporsi pada ibu yang tidak pernah mendengar KB atau hanya mendengar KB tradisonal sebesar 50,5%, dan 26,8% pada ibu yang pernah mendengar semua jenis metode KB. Odds untuk memakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan pada ibu yang pernah mendengar KB modern 2,6 kali dibanding ibu yang pernah mendengar semua metode KB. Sedangkan odds untuk memakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan pada ibu yang tidak pernah mendengar KB atau pernah mendengar KB tradisional 2,8 kali dibanding ibu yang pernah mendengar semua metode KB (lihat tabel 8).
Tabel 9. Pemakaian Kontrasepsi Modern Untuk Menjarangkan Kehamilan Berdasarkan Diskusi KB Ibu Bersama Suami
Diskusi suami istri
% Pakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan n Rasio odds 95% CI Tidak diskusi 48,1 3.296 1 Diskusi 59,7 899 1,6 1,3-1,9
Tabel 10. Pemakaian Kontrasepsi Modern Untuk Menjarangkan Kehamilan Berdasarkan Karakteristik Suami
No Variabel
% Pakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan
kehamilan
n Rasio odds 95% CI 1 Jenjang pendidikan suami
- < Tamat SD 50,5 1.453 1
- > SMP 50,0 2.743 0,9 0,9-1,1
2 Status pekerjaan suami
- Tidak bekerja 29,2 40 1
- Bekerja 50,5 4.155 2,5 1,6-3,9
Ibu yang mendiskusikan KB dengan suami memiliki proporsi pemakaian pemakaian kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan yang lebih tinggi dibanding jika ibu tidak
mendiskusikan KB dengan suami yakni sebesar 59,7%. Odds untuk memakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan pada ibu yang mendiskusikan KB dengan suami 1,6 kali dibanding ibu yang tidak mendiskusikan KB dengan suami (lihat tabel 9).
Analisis pemakaian kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan pada ibu berdasarkan pendidikan suami tidak menunjukkan adanya perbedaan proporsi yang signifikan. Proporsi pemakaian pada ibu dengan suami berpendidikan > SMP adalah sekitar 50,0%. Ibu dengan suami berpendidikan > SMP memiliki odds 0,9 kali untuk menggunakan kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan dibanding ibu dengan suami berpendidikan < SD. Berdasarkan pekerjaan suami, ibu dengan suami yang bekerja memiliki proporsi pemakaian lebih tinggi dibanding jika suami tidak bekerja yaitu sebesar 50,5%. Odds untuk memakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan pada ibu dengan suami yang bekerja 2,5 kali dibanding ibu dengan suami yang tidak bekerja (lihat tabel 10).
Tabel 11. Pemakaian Kontrasepsi Modern Untuk Menjarangkan Kehamilan Berdasarkan Umur Anak dan Riwayat Kematian Anak
No Variabel % Pakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan n Rasio odds 95% CI 1 Umur anak - < 5 tahun 61,3 3.407 9,6 7,1-12,9 - 6 – 10 tahun 38,7 615 3,8 2,8-5,3 - > 10 tahun 14,2 172 1
2 Riwayat kematian anak
- Ada 37,6 211 1
- Tidak ada 51,1 3.984 1,7 1,4-2,2
Ditinjau dari umur anak, analisis menunjukkan bahwa proporsi pemakaian kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan menurun seiring bertambahnya umur anak. Proporsi pemakaian paling tinggi pada ibu yang memiliki anak dengan umur < 5 tahun yaitu sebesar 61,3%, kemudian 38,7% pada ibu yang memiliki anak dengan umur antara 6 – 10 tahun, dan pada ibu yang memiliki anak dengan umur > 10 tahun, proporsi pemakaian hanya sekitar 14,2%. Odds untuk memakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan pada ibu dengan anak berumur < 5 tahun 9,6 kali dibanding ibu dengan anak berumur > 10 tahun. Sedangkan odds untuk memakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan pada ibu dengan anak berumur 6 – 10 tahun 3,8 kali dibanding ibu dengan anak berumur > 10 tahun. Berdasarkan riwayat kematian anak, ibu yang tidak memiliki riwayat kematian pada anak memiliki proporsi
pemakaian sebesar 51,1%, lebih tinggi dibanding pada ibu yang memiliki riwayat kematian pada anak. Odds untuk memakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan pada ibu yang tidak memiliki riwayat kematian pada anak 1,7 kali dibanding ibu yang memiliki riwayat kematian pada anak (lihat tabel 11).
Tabel 12. Pemakaian Kontrasepsi Modern Untuk Menjarangkan kehamilan Berdasarkan Pelayanan Keluarga Berencana dan Informasi KB
No Variabel
% Pakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan
n Rasio odds 95% CI 1 Berkunjung ke faskes dan
mendapat informasi KB
- Tidak berkunjung 47,0 1.726 1
- Ya dan tidak dapat informasi KB 49,1 1.665 1,1 0,9-1,3
- Ya dan dapat informasi KB 62,2 804 1,9 1,5-2,2
2 Kunjungan petugas KB
- Tidak 49,9 3.898 1
- Ya 54,1 297 1,2 0,9-1,5
3 Mendapat informasi KB dari nakes - Tidak 45,9 2.740 1 - Ya 60,7 1.455 1,8 1,6-2,1 4 Sumber informasi KB - Media non-elektronik 48,4 3.056 1 - Media elektronik 55,8 1.139 1,3 1,2-1,6
Ibu yang berkunjung ke fasilitas kesehatan dan mendapat penjelasan tentang KB memiliki proporsi pemakaian kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan sebesar 62,2% dengan odds untuk memakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan 1,9 kali dibanding pada ibu yang tidak berkunjung ke fasilitas kesehatan. Proporsi pemakaian juga lebih tinggi pada ibu yang mendapatkan penjelasan tentang KB saat petugas KB berkunjung ke rumah ibu (54,1%) dengan odds untuk memakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan 1,2 kali dibanding ibu yang tidak mendapat kunjungan petugas KB. Proporsi pemakaian lebih tinggi pada ibu yang mendapatkan informasi KB dari tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, atau bidan yaitu sebesar 60,7%. Odds untuk memakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan pada ibu yang mendapat informasi KB dari tenaga kesehatan 1,8 kali dibanding pada ibu yang tidak mendapat informasi KB dari tenaga kesehatan. Berdasarkan jenis media sumber informasi KB, proporsi pemakaian lebih tinggi pada ibu yang mendapat informasi KB melalui media elektronik. Odds untuk memakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan pada ibu
yang mendapat informasi KB melalui media elektronik 1,3 kali dibanding pada ibu yang mendapat informasi KB dari media non-elektronik (lihat tabel 12).
Analisis Multivariabel
Tabel 13. Analisis Asosiasi Sederhana dan Multivariabel Diskusi Suami Istri dengan Pemakaian Kontrasepsi Modern Untuk Menjarangkan Kehamilan
Diskusi suami istri Crude Adjusted*
Rasio odds 95% CI Rasio odds 95% CI
Tidak diskusi 1
1
Diskusi 1,60 1,34 – 1,91 1,61 1,35 – 1,92
* Dikontrol oleh variabel pendidikan ibu, status ekonomi keluarga, status pekerjaan suami, dan sumber media informasi KB.
Diskusi suami istri mengenai KB memiliki peran dalam mendorong pemakaian kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan dengan odds sebesar 1,60 (95% CI: 1,34 – 1,91). Apabila variabel diskusi suami istri dikontrol oleh status pendidikan ibu, status ekonomi, status pekerjaan suami, dan sumber media informasi KB (confounder), odds untuk memakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan pada ibu yang mendiskusikan KB dengan suami 1,61 (95% CI: 1,35 – 1,92 kali lebih besar dibanding ibu yang tidak berdiskusi (lihat tabel 13).
Pembahasan
Dalam laporan SDKI 2012 disebutkan bahwa prevalensi pemakaian kontrasepsi suatu cara pada seluruh wanita kawin/hidup bersama adalah sebesar 61,9% dengan suntik sebagai metode kontrasepsi yang paling banyak digunakan. Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan prevalensi sub sampel ibu satu anak, peneliti mendapatkan prevalensi pemakaian kontrasepsi pada ibu yang memiliki satu anak sebesar 60,1%. Dari 5.028 ibu dengan satu anak yang melaporkan memakai kontrasepsi, suntik merupakan metode yang paling banyak digunakan. Di Indonesia, metode tradisional tidak umum digunakan oleh wanita kawin/hidup bersama dan persentase pemakaian kontrasepsi modern (suntik, pil, IUD, dan implant) pada seluruh wanita kawin adalah 52,7% (SDKI, 2012). Sedangkan dari hasil penelitian ini diketahui pemakaian kontrasepsi modern pada sub sampel ibu yang memiliki satu anak adalah 55,6%.
Pada subsampel ibu dengan satu anak diketahui bahwa dari 4.648 ibu dengan satu anak yang memakai kontrasepsi modern, sebagian besar menyatakan memakai dengan alasan untuk menjarangkan kehamilan. Secara keseluruhan, dari total 8.359 sub sampel ibu yang memiliki satu
anak, prevalensi pemakaian kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan adalah 50,2%. Suntik merupakan metode yang paling banyak digunakan oleh ibu dengan satu anak untuk menjarangkan kehamilan, disusul oleh pil, implant, dan IUD. Pemakaian kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan lebih banyak pada ibu yang berpendidikan > SMP, memiliki suami bekerja, berstatus ekonomi miskin (kuintil 1 – 2), dan mendapat informasi KB dari media non elektonik.
Diskusi KB antara suami dan istri merupakan salah satu faktor yang dapat menciptakan penerimaan ide KB di kalangan PUS dan dapat mendorong pemakaian kontrasepsi modern pada wanita usia subur (Puslitbang KB dan KS BKKBN, 2009; Tessema, 2002; Tumlinson et al, 2013). Diskusi suami istri di Indonesia masih cukup rendah. Namun, hasil analisis asosiasi sederhana menunjukkan bahwa ibu yang mendiskusikan KB dengan suami memiliki odds 1,60 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang tidak berdiskusi dengan suami. Setelah dikontrol (adjusted) oleh variabel status pendidikan ibu, status pekerjaan suami, status ekonomi keluarga, dan sumber media informasi KB, odds pemakaian kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan pada ibu yang mendiskusikan KB dengan suami sedikit meningkat menjadi 1,61 kali dibandingkan ibu yang tidak berdiskusi bersama suami mengenai KB.
Menurut Bernard, pengaruh diskusi suami istri terhadap pemakaian kontrasepsi dapat terjadi karena pada masyarakat, suami cenderung memegang peranan vital dalam pengambilan keputusan terkait ingin atau tidak ingin menambah anak dan pakai atau tidak pakai kontrasepsi (Acharya & Sureender, 1996). Berhane et al (2001) menjelaskan bahwa melalui diskusi, suami dan istri dapat berbagi pendapat mengenai persetujuan, metode KB yang diinginkan, jumlah anak yang diinginkan, dan penjarangan kelahiran anak. Pasangan yang mendiskusikan KB cenderung untuk menggunakan kontrasepsi karena adanya sikap pengertian dalam pengambilan keputusan mengenai fertilitas (Islam et al., 2014; Sharan & Valente, 2002).
Selama ini KB dianggap identik dengan pembatasan kelahiran padahal program KB bukan hanya sebatas “dua anak cukup” melainkan juga bagaimana menjamin anak itu dapat tumbuh sehat dan ibu dapat terhindar dari bahaya kehamilan dan kelahiran dengan mengatur jarak antar kehamilan anak. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui jika di Indonesia, ada kebutuhan pemakaian kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan pada ibu dengan satu anak dan diskusi suami istri berperan dalam meningkatkan pemakaian kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan. Oleh karena itu dalam program KB Indonesia, upaya untuk
mempomosikan diskusi KB pada pasangan perlu dilakukan. Jika tidak terdapat komunikasi atau diskusi KB pada pasangan, dikhawatirkan wanita mengalami salah persepsi tentang persetujuan suami mengenai keinginannya dalam merencanakan kelahiran dan pemakaian kontrasepsi pada istri (Ardiana, 2012).
Salah satu upaya terpenting dalam peningkatan program KB adalah dengan mempromosikan manfaat kontrasepsi bagi wanita dan pasangan serta masyarakat. Upaya ini dapat dilakukan melalui Behavior Change Communication (BCC). Tujuannya adalah agar individu dapat termotivasi untuk mendiskusikan KB bersama suami atau pasangan, mengunjungi fasilitas kesehatan, dan menginisiasi pemakaian KB (Bongaarts., et al 2012). Pemberian motivasi melalui BCC diperlukan karena suami yang terlibat dalam keluarga berencana berarti dia peduli dan mendukung keputusan dan pemakaian KB pada pasangannya, sehingga ketika terdapat komunikasi dengan suami, istri memiliki kesempatan untuk mengetahui sikap suami terhadap KB (Tessema, 2002).
Di Indonesia, dalam pedoman KIE Kespro juga telah ditekankan bahwa KB merupakan tanggung-jawab bersama antara suami dan istri. Dalam konferensi ICPD juga dijelaskan jika wanita memiliki hak reproduksi yang sama dengan pria. Artinya, petugas KB perlu menjangkau pasangan secara utuh, bukan hanya wanita saja dalam memberikan informasi KB sehingga dalam kunjungan petugas KB ke rumah atau kunjungan ibu ke faskes, petugas perlu menyampaikan informasi KB, kapan saat yang tepat untuk merencanakan kehamilan berikutnya, dan metode KB yang sesuai dengan kondisi serta keinginan suami istri (Bongaarts., et al 2012; Departemen Kesehatan RI, 2008).
Kesimpulan
Sebagian besar ibu yang memiliki satu anak memakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan. Diskusi suami istri mengenai KB masih cukup rendah, namun dapat berperan dalam mendorong pemakaian kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan. Odds (adjusted) untuk memakai kontrasepsi modern untuk menjarangkan kehamilan pada ibu yang mendiskusikan KB dengan suami 1,61 kali lebih besar dibanding ibu yang tidak berdiskusi.
Saran
Motivasi untuk mendiskusikan KB perlu ditingkatkan melalui Behavior Change
Communication agar setiap pasangan sadar bahwa mendiskusikan kebutuhan atau keinginan
mereka terkait perencanaan keluarga adalah penting. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan kualitas pelayanan KB dengan meningkatkan kualitas petugas kesehatan melalui pembekalan pengetahuan dan keterampilan teknis. Pemberian pelayanan KB juga sebaiknya memperhatikan kebutuhan klien karena kebutuhan KB setiap klien berbeda. Diseminasi informasi KB sebagai upaya menjarangkan kehamilan perlu ditingkatkan baik melalui media massa seperti televisi dan radio maupun melalui kontak dengan petugas seperti saat kunjungan petugas KB ke keluarga karena memiliki dampak terhadap kesehatan ibu dan anak.
Daftar Referensi
Acharya, R., & Sureender, S. (1996). Inter-spouse Communication, Contraceptive Use, and Family Size: Relationship Examined in Bihar and Tamil Nadu. The Journal of Family
Welfare, 42, 5-11.
Ahmed, S., Li, Q., Liu, L., & Tsui, A. O. (2012). Maternal Deaths Averted by Contraceptive Use: An Analysis of 172 Countries. Lancet, 111-125.
Ardiana, I. (2012, Desember 26). Apa Itu Unmet Need Dalam Keluarga Berencana?. Diakses Mei 10, 2014, dari BKKBN: http://www.bkkbn.go.id/ViewArtikel.aspx?ArtikelID=75.
Cleland, J., Agudelo, A. C., Peterson, H., Ross, J., & Tsui, A. (2012). Contraception and health.
Lancet, 149-156.
Bertrand, J. T. (1980). Audience Research for Improving Family Planning. United States of America: The Community and Family Study Center.
Badan Pusat Statistik, BKKBN, dan Kemenkes RI. (2013). Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia 2012. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
BKKBN. (2007). Ingin Memiliki Kesehatan Reproduksi Prima? Hindari Kehamilan "4 Terlalu". Jakarta: Direktorat Kelangsungan Hidup Ibu, Bayi, dan Anak BKKBN.
Bogale, B., Wondafrash, M., Tilahun, T., & Girma, E. (2011). Married Women’s Decision Making Power on Modern Contraceptive Use in Urban and Rural Southern Ethiopia. BMC
Public Health, 1-7.
Bongaarts, J., Cleland, J., Townsend, J. W., Bertrand, J. T., & Gupta, M. D. (2012). Family
Planning Programs For The 21st Century Rationale and Design. New York: Population
Council.
Departemen Kesehatan RI. (2008). Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Komunikasi, Informasi,
Edukasi (KIE) Kesehatan Reproduksi Untuk Petugas Kesehatan di Tingkat Pelayanan Dasar. Jakarta: Depkes RI.
Islam, M. S., Alam, M. S., & Hasan, M. M. (2014). Inter-Spousal Communication on Family Planning and Its Effect on Contraceptive Use and Method Choice in Bangladesh. Asian
Karvande, S. S. (2009). Process of Couple Communication in Reproductive Health among Rural
Married Couples in India. Pune: Universität Basel.
Lakew, Y., Reda, A. A., Tamene, H., Benedict, S., & Deribe, K. (2013). Geographical Variation and Factors Influencing Modern Contraceptive Use Among Married Women in Ethiopia: Evidence From a National Population Based Survei. Reproductive Health ,1-10.
Linasari, D. (2012). Analisis Hubungan Ketidakinginan Mempunyai Anak Lagi Pada Pasangan
Usia Subur Dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi Modern di Indonesia:Analisis SDKI 2007.
Tesis, Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Depok.
Puslitbang KB dan KS BKKBN. (2009). Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku ber-KB Pasangan
Usia Subur Muda di Indonesia. Jakarta: BKKBN.
Sharan, M., & Valente, T. W. (2002). Spousal Communication and Family Planning Adoption: Effects of a Radio Drama Serial in Nepal. International Family Planning Perspectives, 16-25.
Shrestha, D. P. (2009). Husband - Wife Communication and Family Planning Decision - Making
in Nepal. Kirtipur: Tribhuvan University.
Sipayung, H. (2013, Mei 12). Pendewasaan Usia Perkawinan Sebagai Upaya Mencetak
Generasi Unggul. Diakses Januari 30, 2014, dari BKKBN Kalimantan Tengah:
http://kalteng.bkkbn.go.id/ViewArtikel.aspx?ArtikelID=47
Sulistyawati, A. (2011). Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Tessema, Z. K. (2002). Husband-Wife Communication About Family Planning in Assosa Town
(Ethiopia). Oslo, Norwegia: University of Oslo.
Tumlinson, K., Speizer, I. S., Davis, J. T., Fotso, J. C., Kuria, P., & Archer, L. H. (2013, September). Partner Communication, Discordant Fertility Goals, and Contraceptive Use in Urban Kenya. African Journal of Reproductive Health, 79-90.
UNFPA. (2014, Mei 29). Summary of the ICPD Programme of Action. Diakses Mei 5, 2014, dari UNFPA: http://www.unfpa.org/public/site/global/lang/en/ICPD-Summary#chapter7
Upadhyay, U. D. (2001). Informed Choice in Family Planning: Helping People Choice.
Population Reports,6.
World Health Organization. (2012, Mei). Fact Sheet: Maternal Mortality. Dipetik Februari 2014, 2012, dari World Health Organization: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs348/en/