BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Amfibi
Amfibi berasal dari kata amphi yang berarti ganda dan bio yang berarti hidup. Secara harfiah amfibi diartikan sebagai hewan yang hidup di dua alam, yakni dunia darat dan air. Amfibi dikenal sebagai hewan bertulang belakang yang suhu tubuhnya tergantung pada lingkungan, mempunyai kulit licin dan berkelenjar serta tidak bersisik. Sebagian besar mempunyai anggota gerak dengan jari (Liswanto, 1998).
Brotowidjoyo (1993) menyatakan bahwa amfibi adalah vertebrata yang secara tipikal dapat hidup baik dalam air tawar (tak ada yang di air laut) dan di darat. Sebagian besar mengalami metamorfosis dari berudu (akuatis dan bernafas dengan insang) ke dewasa (amfibius dan bernapas dengan paru-paru), namun beberapa jenis amfibia tetap mempunyai insang selama hidupnya.
2.2. Morfologi Amfibi
Amfibi memiliki beragam bentuk dasarnya tergantung ordonya. Ordo Anura (jenis katak-katakan) secara morfologi mudah dikenal karena tubuhnya seperti berjongkok di mana ada empat kaki untuk melompat, bentuk tubuh pendek, leher yang tidak jelas, tanpa ekor, mata lebar dan memiliki mulut yang lebar (Inger & Stuebing, 1997). Tungkai belakang selalu lebih panjang dibanding tungkai depan. Tungkai depan memiliki 4 jari sedangkan tungkai belakang memiliki 5 jari. Kulitnya bervariasi dari yang halus hingga kasar bahkan tonjolan-tonjolan tajam kadang ditemukan seperti pada famili Bufonidae. Ukuran katak di Indonesia bervariasi mulai dari yang terkecil yakni 10 mm hingga yang terbesar mencapai 280 mm (Iskandar, 1998). Katak di Sumatera diketahui berukuran antara 20 mm – 300 mm (Mistar, 2003).
2.3. Klasifikasi Amfibi
Amfibi adalah satwa bertulang belakang yang memiliki jumlah jenis terkecil, yaitu sekitar 4,000 jenis.Walaupun sedikit, amfibi merupakan satwa bertulang belakang yang pertama berevolusi untuk kehidupan di darat dan merupakan nenek moyang reptil (Halliday & Adler, 2000).
Menurut Simon & Schuster’s (1989) Amfibi merupakan salah satu kelas dari vertebrata yang terdiri dari tiga ordo, yaitu ordo Caudata (Urodela), Gymnophiona (Apoda), dan Anura.
A. Ordo Anura
Ordo ini hidup didaerah akuatik dan teresterial. Memiliki ekor saat masih dalam fase juvenil (berudu), badan dan kepala bersatu, extremitas depan lebih pendek dari extremitas belakang, memiliki tuberkulum subtikuler dan selaput renang.
Menurut Simon dan Schuster’s (1989) ordo Anura (salientia) terdiri dari: Famili Liopelmidae, Famili Pipidae, Famili Discoglossidae, Famili Pelobatidae, Famili Brevicivitadae, Famili Ranidae, Famili Rhacophoridae, Famili Mycrohylidae, Famili Pseudidae, Famili Bufonidae, Famili Hylidae, Famili Leptodactylidae.
1. Famili Bufonidae
Famili Bufonidae merupakan salah satu famili amfibi yang dapat hidup diberbagai tipe habitat, mulai dari pemukiman penduduk, daerah aliran sungai sampai hutan. Famili ini di tandai dengan adanya membran paratoid yang biasanya berada dibelakang mata dengan ukuran yang beragam serta bintil-bintil tanduk yang menutupi seluruh permukaan tubuhnya. Menurut Mistar (2003) Lima marga dari famili Bufonidae terdapat di Sumatera empat di antaranya dipastikan terdapat dalam kawasan ekosistem leuser dan satu marga yaitu Pseudobufo di yakini terdapat dalam kawasan (misalnya Suaq Balimbing) jika dilakukan survei pada lokassi sungai-sungai besar yang dekat dengan pantai. Contohnya: Bufo asper, Leptophryne barbonica, dll.
2. Famili Dicroglossidae
Famili Dicroglossidae merupakan salah satu famili amfibi yang sering di jumpai di daerah yang berlumpur. Famili ini merupakan peralihan dari famili Bufonidae yang di tandai dengan permukaan berbintil dan famili Ranidae yang ditandai tekstur kulit yang licin. Contohnya: Limnonectes kuhlii, Fejervarya limnocharis, dll.
3. Famili Microhylidae
Famili Microhylidae merupakan salah satu famili yang banyak di jumpai di daerah rerumputan di sekitar parit-parit pemukiman masyarakat. Famili ini di tandai dengan ukuran tubuh yang sangat kecil sesuai dengan namanya “Micro”hyla. Ciri khusus lainnya adalah famili ini memiliki mulut yang sempit. Menurut Mistar (2003) Famili Microhylidae merupakan katak berukuran kecil sampai sedang menempati habitat dari daerah perkotaan, perkebunan, padang rumput sampai hutan primer. Beberapa spesies hidup dalam lubang-lubang pohon, yaitu Metaphrynella sundana, Phrynella pulchra, dua spesies hidup dalam lubang tanah Kaloula baleata dan Kaoula pulchra. Di Sumatera dan kawasan ekosistem leuser diwakili oleh lima marga, yaitu Calluella, Kaloula, Phrynella, Kalophrynus dan Microhyla. Contohnya: Microhyla bedmorei, Microhyla heymonsi, dll.
4. Famili Ranidae
Famili Ranidae merupakan salah satu famili yang palih melimpah keberadaannya di alam. Famili ini banyak dijumpai di sekitar aliran sungai. Famili ini ditandai dengan kulit yang licin dan biasanya memiliki ekstremitas bagian bawah yang sangat panjang. Menurut Mistar (2003) Famili Ranidae merupakan katak yang persebarannya sangat luas di Indonesia yang diwakili oleh sepuluh marga dan kelima marga terdapat dalam kawasan ekosistem leuser. Habitat famili Ranidae sangat beragam dari hutan mangrove sampai hutan pegunungan. Contohnya: Rana hosii, Huia sumatrana, dll.
5. Famili Rhacophoridae
Famili Rhacophoridae merupakan famili yang banyak dijumpai di daerah pepohonan. Famili ini ditandai dengan memiliki selaput renang yang penuh dan tuberkulum subtikuler yang sangat tebal dan lengket yang berfungsi sebagai alat pemanjat. Menuru Mistar (2003) di Sumatera, Famili Rhacophoridae terdapat empat marga, keempat marga tersebut dalam kawasan ekosistem leuser yaitu Nyctixallus, Philautus, Polypedates dan Rhacophorus. Contohnya: Polypedates leucomystax, Rhacophorus dulitensis, dll.
B. Ordo Apoda/ Gymnophiona
Ordo ini hanya terdiri dari satu famili, yaitu Ichthyophidae. Amfibi tidak bertungkai ini sekilas mirip ular karena bentuknya yang panjang dan tidak memiliki extremitas. Amfibi ini terdiri dari segmen tubuh yang membedakan dengan ular yang mempunyai sisik, badan berbentuk silinder, mulut membulat, jarak antara mata mudah dibedakan, tentakel berukuran kecil dan berada di depan atau di bawah mata. Warna tubuh coklat gelap atau biru gelap, bagian sisi tubuh berwarna kuning terang (Mistar, 2003).
2.4. Habitat Amfibi
Alikodra (2002) menyatakan bahwa habitat satwaliar yaitu suatu kesatuan dari faktor fisik maupun biotik yang digunakan untuk untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Sedangkan Odum (1971) mengartikan habitat suatu individu sebagai tempat dimana individu tersebut hidup.
Berdasarkan habitatnya, katak hidup pada daerah pemukiman manusia, pepohonan, habitat yang terganggu, daerah sepanjang aliran sungai atau airyang mengalir, serta pada hutan primer dan sekunder (Iskandar 1998).
Duellman dan Trueb (1986) menyatakan bahwa wilayah jelajah adalah suatu kawasan yang digunakan oleh suatu individu untuk melakukan seluruh aktivitas hariannya. Wilayah jelajah biasanya mencakup tempat berlindung,
melakukan panggilan terhadap betinanya (calling site). Sebagai suatu tanggapan terhadap berkurangnya makanan, terbatasnya tempat perlindungan, atau berkurangnya peluang kawin individu tersebut biasanya memperluas wilayah.
Mistar (2003) menjelaskan bahwa habitat yang paling disukai oleh amfibi adalah daerah berhutan karena membutuhkan kelembaban yang stabil, dan ada juga yang tidak pernah meninggalkan perairan sama sekali. Berdasarkan kebiasaan hidupnya amfibi dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok, yakni :
a. Teresterial, spesies-spesies yang sepanjang hidupnya berada di lantai hutan, jarang sekali berada pada tepian sungai, memanfaatkan genangan air atau di kolam di lantai hutan serta di antara serasah daun yang tidak berair tetapi mempunyai kelembaban tinggi dan stabil untuk meletakkan telur. Contohnya Megophrys aceras, M. nasuta dan Leptobracium sp.
b. Arboreal, spesies-spesies amfibi yang hidup di pohon dan berkembang biak di genangan air pada lubang-lubang pohon di cekungan lubang pohon, kolam, danau, sungai yang sering dikunjungi pada saat berbiak. Beberapa spesies arboreal mengembangkan telur dengan membungkusnya dengan busa untuk menjaga kelembaban, menempel pada daun atau ranting yang di bawahnya terdapat air. Contohnya seperti Rhacophorus sp, Philautus sp dan Pedostibes hosii.
c. Aquatik, spesies-spesies yang sepanjang hidupnya selalu berada pada badan air, sejak telur sampai dewasa, seluruh hidupnya berada pada perairan mulai dari makan sampai berbiak. Contohnya antara lain Occidozyga sumatrana dan Rana siberut.
d. Fossorial, spesies yang hidup pada lubang-lubang tanah, spesies ini jarang dijumpai. Amfibi yang termasuk dalam kelompok ini adalah famili Microhylidae yaitu Kaloula sp dan semua jenis sesilia.
Pengaruh dari ukuran habitat dan terpisah pada penyebaran populasi sering ditunjukkan pada bermacam-macam spesies yang berbeda antar kelompok spesies. Banyak ordo anura yang bergerak pada lokasi yang berbeda selama periode aktivitas tahunan mereka untuk menggunakan sumberdaya khusus yang dimiliki
untuk melakukan hibernasi, bereproduksi dan mendapatkan nutrisi (Sholihat, 2007).
Iskandar (1998) menambahkan bahwa ordo amfibi ini hidup tersebar luas di mana amfibi dapat hidup di tempat yang beragam, mulai dari hutan primer sampai tempat yang ekstrim sekali.
Duellman dan Trueb (1986) menyatakan bahwa amfibi terestrial umumnya nokturnal, dengan mempertahankan temperatur harian yang tinggi dan kelembaban yang rendah. Pada siang hari biasanya amfibi mempunyai kandungan kelembaban yang lebih tinggi dari pada lingkungan sekitarnya yang terbuka dari sinar matahari dan udara yang hangat. Tempat berlindung pada siang hari yaitu dibawah batu, batang pohon, daun jerami, celah-celah yang terlindung dan daun-daun.
2.5. Manfaat dan Peranan Amfibi
Amfibi memiliki berbagai peranan penting bagi kehidupan manusia, baik itu untuk konsumsi, sibernetik maupun bahan percobaan penelitian yakniperanan ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis, amfibi memiliki peranan penting dalam rantai makanan sebagai konsumen sekunder. Amfibi memakan serangga sehingga dapat membantu keseimbangan ekosistem terutama dalam pengendalian populasi serangga. Selain itu, amfibi juga dapat berfungsi sebagai bio-indikator bagi kondisi lingkungan karena amfibi memiliki respon terhadap perubahan lingkungan (Stebbins & Cohen 1997).
Iskandar (1998) menjelaskan bahwa amfibi telah banyak dimakan khususnya di restoran-restoran Cina. Dua spesies yang paling sering dikonsumsi adalah Fejervarya cancrivora dan Limnonectes macrodon yakni spesies yang cukup bertubuh besar yang sering dijadikan sumber protein tinggi.
Mistar (2003) menjelaskan bahwa amfibi mempunyai potensi yang besar untuk menanggulangi hama serangga (sibernetik) karena pakan utama amfibi adalah serangga dan larvanya. Beberapa perkebunan di Hawaii memanfaatkan jenis Bufo marinus yang didatangkan dari Texas untuk memberantas serangga.
Siregar (2010) menyatakan bahwa di samping sebagai sibernetik, amfibi berperan besar dalam dunia kedokteran di mana amfibi telah lama digunakan sebagai alat tes kehamilan. Beberapa ahli pada saat sekarang telah banyak melakukan penelitian untuk mencari bahan anti bakteri dari berbagai spesies amfibi yang diketahui memiliki ratusan kelenjar yang terdapat di bawah kulitnya.