• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS INKONSISTENSI PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP RENCANA TATA RUANG KAWASAN DAN KEMAMPUAN LAHAN (Studi Kasus Jabodetabek) TUTUK LUFITAYANTI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS INKONSISTENSI PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP RENCANA TATA RUANG KAWASAN DAN KEMAMPUAN LAHAN (Studi Kasus Jabodetabek) TUTUK LUFITAYANTI"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS INKONSISTENSI PENGGUNAAN LAHAN

TERHADAP RENCANA TATA RUANG KAWASAN

DAN KEMAMPUAN LAHAN

(Studi Kasus Jabodetabek)

TUTUK LUFITAYANTI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Inkonsistensi Penggunaan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan dan Kemampuan Lahan (Studi Kasus Jabodetabek) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber Informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2013

Tutuk Lufitayanti

(3)

RINGKASAN

TUTUK LUFITAYANTI. Analisis Inkonsistensi Penggunaan Lahan terhadap

Rencana Tata Ruang Kawasan dan Kemampuan Lahan (Studi Kasus Jabodetabek). Di bawah bimbingan ERNAN RUSTIADI dan LA ODE

SYAMSUL IMAN.

Jabodetabek merupakan kawasan metropolitan terbesar dan paling dinamis di Indonesia yang pertumbuhannya disertai dengan tingginya laju kebutuhan akan permukiman dan fasilitas perkotaan lainnya. Tata ruang di kawasan ini dicirikan oleh adanya ketidakkonsistenan tata ruang yang terjadi antara penggunaan lahan dengan RTR yang telah ditetapkan. Hal ini terutama terjadi pada kawasan perkotaan dan sekitarnya. Ketidakkonsistenan juga terjadi akibat RTRW/RTR Kawasan yang kurang memperhatikan daya dukung lingkungan terutama kemampuan lahan. Tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis penggunaan lahan aktual wilayah Jabodetabek tahun 2010, (2) Mengevaluasi inkonsistensi penggunaan lahan aktual tahun 2010 terhadap peruntukan lahan menurut Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabekpunjur Perpres No. 54 tahun 2008, (3) Mengevaluasi ketidaksesuaian penggunaan lahan aktual tahun 2010 terhadap kemampuan lahan wilayah, dan (4) Mengevaluasi ketidaksesuaian peruntukan lahan menurut Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabekpunjur Perpres No. 54 tahun 2008 terhadap kemampuan lahan wilayah. Metode penelitian yaitu menggunakan overlay peta sesuai dengan kombinasi parameter dan dianalisis secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 11 jenis penggunaan lahan di Jabodetabek pada tahun 2010 dengan penggunaan lahan terbesar adalah penggunaan lahan untuk sawah irigasi sebesar 169.156,5 Ha (26,45%), selanjutnya penggunaan lahan untuk permukiman sebesar 157.728,5 Ha atau 24,66%. Luas penggunaan lahan yang inkonsisten terhadap peruntukan lahan RTR Kawasan sebesar 65.286,0 Ha (10,21%). Inkonsistensi peruntukan lahan tertinggi terjadi pada peruntukan zona B4/HP (peruntukan zona B-4 yang telah ditetapkan sebagai kawasan hutan produksi tetap atau hutan poduksi terbatas sesuai peraturan perundang-undangan), sedangkan penggunaan lahan yang inkonsisten tertinggi adalah belukar/semak. Penggunaan lahan yang tidak sesuai terhadap kemampuan lahan sebesar 134.874,9 Ha (21,09%) dengan ketidaksesuaian kemampuan lahan tertinggi terjadi pada lahan kelas III dan penggunaan lahan yang tidak sesuai tertinggi adalah permukiman. Peruntukan lahan RTR Kawasan Jabodetabek yang tidak sesuai terhadap kemampuan lahan sebesar 145.657,5 Ha (22,77%). Ketidaksesuaian kemampuan lahan terbesar terjadi pada lahan kelas III, sedangkan peruntukan lahan RTR Kawasan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan tertinggi terjadi pada peruntukan zona B-2 (perumahan hunian sedang) dan zona B-1 (perumahan hunian padat).

Kata kunci : evaluasi lahan, inkonsistensi tata ruang, RTRW, kemampuan lahan, Jabodetabek

(4)

TUTUK LUFITAYANTI. Inconsistency Analysis of Land Use toward

Spatial Plan and Land Capability (Case Study Jabodetabek). Under the Supervised of ERNAN RUSTIADI and LA ODE SYAMSUL IMAN.

Jabodetabek is the greatest metropolitan region and the most dynamic region in Indonesia where economic growth is accompanied by a hight rate of demand for housing and other urban facilities. Spatial planning in this region is characterized by inconsistencies that occur between land use/cover, spatial plan as well as land capability. Inconsistencies also occur due to RTR that a lack of attention to environmental carrying capacity, especially land capability. The purposes of this study are: (1) to analyze the land use Jabodetabek in 2010, (2) to evaluate the inconsistencies between land use in 2010 againts the allotment of land according to Jabodetabekpunjur Region Spatial Plan (RTR), President Decree no. 54 year 2008, (3) to evaluate incompatibility of land use in 2010 to land capability, and (4) to evaluate the incompatibility of the allotment of land according to Jabodetabekpunjur Region Spatial Plan (RTR) to land capability criterias. The method of this research is using a combination of overlayed maps in accordance with the parameters and analyzed descriptively.

The result showed that there are 11 types of land use of Jabodetabek in 2010 with the largest land use is land use for rice irrigated of 169.156,5 Ha or 26,45%, then settlement area of 157.728,5 Ha or 24,66%. Area of land use that is inconsistent with land allotment of RTR Region of 65.286,0 Ha or 10,21%. The greatest inconsistency on land allotment is occurred in allotment for B-4/HP zone (allotment for B-4 zone that ascertained as fixed production forest sphere or confined production forest sphere according to law regulation), while the land use wich most inconsistent is grove/shrubs. Land use that is not compatible to land capability are 134.874,9 Ha (21,09%) with the greatest incompatibility of land capability are on the land class III and the land use with greatest incompatibility is settlement area. The land allotment of RTR Region that is not compatible to land capability are in wide of 145.657,5 Ha (22,77%). Land capability class with the highest of inconsistency rate are the land classes III and II, while the largest allotment of lands that is not compatible with land capability are occured on allotment for B-2 zone (moderate density settlement) and B-1 zone (hight density settlement).

Keywords: land evaluation, spatial plan inconsistency, spatial planning, land capability, Jabodetabek

(5)

ANALISIS INKONSISTENSI PENGGUNAAN LAHAN

TERHADAP RENCANA TATA RUANG KAWASAN

DAN KEMAMPUAN LAHAN

(Studi Kasus Jabodetabek)

TUTUK LUFITAYANTI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

Tata Ruang Kawasan dan Kemampuan Lahan (Studi Kasus Jabodetabek)

Nama : Tutuk Lufitayanti

NIM : A14080082

Departemen : Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr NIP. 19651011 199002 1 002

Ir. La Ode Syamsul Iman, M.Si

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

(Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc) NIP. 19621113 198703 1 003

(7)

PRAKATA

Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia dan nikmat-Nya terutama nikmat kesehatan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Pembuatan skripsi ini diawali dengan penelitian yang dilakukan dari bulan Januari hingga Oktober 2012 dengan judul Analisis Inkonsistensi Penggunaan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan dan Kemampuan Lahan (Studi Kasus Jabodetabek). Cakupan wilayah penelitiian adalah kawasan Jabodetabek.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pemerintah Jabodetabek khususnya dan bagi para pembaca pada umunya dalam menambah wawasan tentang ilmu pengetahuan yang terkait dengan penataan ruang wilayah Jabodetabek khususnya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini terdapat beberapa kekurangan, namun berkat bimbingan, bantuan, dan motivasi dari beberapa pihak akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi I dan dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan ilmu, bimbingan, saran, dan arahan yang sangat bermanfaat bagi penulis dari awal penulis masuk Departemen ITSL sampai pada penyusunan skripsi ini selesai.

2. Ir. La Ode Syamsul Iman, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi II yang telah banyak memberikan ilmu, arahan, motivasi dan dukungannya dalam penyelasaian skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Mbak Dian dan mbak Emma yang telah banyak membantu penulis.

4. Bu Rohmi (BBSDLP), pak Didit, dan pak Andi (P4W) atas bantuannya dalam mendapatkan data penelitian.

5. Dr. Khursatul Munibah, M.Sc yang telah menjadi dosen moderator dalam seminar dan sebagai dosen penguji ujian skripsi yang telah banyak memberikan masukan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

6. Bapak, ibu, dan adik yang selalu memberikan motivasi, kasih sayang, semangat dan doa setiap saat.

7. Kementrian Agama yang telah membiayai kuliah penulis dari awal masuk hingga kelulusan ini.

8. Teman-teman seperjuangan baik dari CSS MoRA 4Riot IPB, maupun soiler 45: Dian, Ghera, mas Aul, Eva, Ardly, Siti, Nia, Eka, Inpus, Cecep, Uun, Mia, Etika, Muti, Wuri, Grahan, Jalal, Aida, Robi, dan pihak lain yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Bogor, Januari 2013

(8)

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Permasalahn ... 2 1.3. Tujuan ... 2 1.4. Batasan Penelitian ... 2 II TINJAUAN PUSTAKA ... 5 2.1. Penggunaan/Penutupan Lahan ... 5

2.2. Tata Ruang dan Penataan Ruang ... 6

2.3. Kemampuan Lahan ... 7

2.4. Kawasan Jabodetabek ... 10

2.5. Sistem Informasi Geografis ... 11

III METODOLOGI ... 13

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 13

3.2. Data, Sumber Data, dan Alat ... 13

3.3. Metode Penelitian ... 14

3.3.1. Tahap Persiapan, Studi Literatur, dan Pengumpulan Data ... 15

3.3.2. Pengolahan Data Digital dan Analisis Spasial ... 15

3.3.3. Pengecekan Lapang ... 16

3.3.4. Tahap Analisis Data ... 16

IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ... 17

4.1. Letak dan Lokasi Penelitian ... 17

4.2. Iklim ... 18

4.3. Geologi dan Geomorfologi ... 18

4.4. Tanah ... 19

V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

5.1. Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual Jabodetabek Tahun 2010 21

5.2. Klasifikasi Kemampuan Lahan ... 23

5.3. Peruntukan Penggunaan Lahan Berdasarkan Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabek Tahun 2008 ... 26

5.4. Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan Lahan Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabek ... 28

(9)

terhadap Peruntukan Lahan Menurut Klasifikasi

Peruntukan Lahan RTR ... 34

5.4.2. Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan Lahan Menurut Tipe Penggunaan Lahan Aktual ... 36

5.5. Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Wilayah ... 37

5.5.1. Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Menurut Kelas Kemampuan Lahan Wilayah ... 43

5.5.2. Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Menurut Tipe Penggunaan /penutupan Lahan Aktual ... 44

5.6. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabek terhadap Kemampuan Lahan Wilayah ... 46

5.6.1. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan Menurut Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan ... 51

5.6.2. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan Menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan ... 52

5.7. Analisis Penggunaan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan dan Peruntukan Lahan RTR Kawasan Jabodetabek ... 53

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

6.1 Kesimpulan ... 57

6.2. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan ... 10 Tabel 2. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian ... 13 Tabel 3. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kabupaten/kota di Wilayah

Penelitian ... 18 Tabel 4. Penggunaan Lahan Aktual Tahun 2010 Jabodetabek dengan

Luas (Ha) dan Proporsinya (%) ... 22 Tabel 5. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kelas dan Sub Kelas

Kemampuan Lahan ... 25 Tabel 6. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Peruntukan Lahan Menurut

Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabek Tahun 2008 ... 27 Tabel 7. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi

Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan RTR ... 29 Tabel 8. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kabupaten/kota Kombinasi

Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan RTR ... 31 Tabel 9. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi

Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual

terhadap Kemampuan Lahan ... 38 Tabel 10. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kabupaten/kota Kombinasi

Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual

terhadap Kemampuan Lahan ... 41 Tabel 11. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi

Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap

Kemampuan Lahan ... 47 Tabel 12. Kabupaten/kota dengan Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%)

Kombinasi Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR

terhadap Kemampuan Lahan ... 50 Tabel 13. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Bagan Alir Metode Penelitian ... 14 Gambar 2. Peta Administrasi Jabodetabek ... 17 Gambar 3. Peta Penggunaan/penutupan Lahan Jabodetabek Tahun 2010 21 Gambar 4. Grafik Sebaran Tipe Penggunaan Lahan Aktual Tahun

2010 di Jabodetabek ... 23 Gambar 5. Peta Kemampuan Lahan Wilayah Jabodetabek ... 24 Gambar 6. Grafik Sebaran Kelas Kemampuan Lahan di Setiap

Kabupaten/kota ... 25 Gambar 7. Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek Tahun 2008 28 Gambar 8. Peta Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan terhadap

Peruntukan Lahan RTR Kawasan Jabodetabek ... 30 Gambar 9. Urutan 10 Besar Poligon Terbanyak Kombinasi Inkonsistensi

Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan RTR ... 30 Gambar 10. Urutan 10 Besar Luas Rata-rata Poligon Kombinasi

Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual terhadap Peruntukan Lahan RTR Kawasan Jabodetabek (Ha) ... 31 Gambar 11. Jumlah Poligon Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan

terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek pada

Setiap Kabupaten/kota ... 33 Gambar 12. Luas Rata-rata (Ha) Poligon Terbesar Inkonsistensi

Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek di Setiap Kabupaten/kota ... 33 Gambar 13. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Inkonsistensi Penggunaan/

Penutupan Lahan terhadap Peruntukan Lahan Menurut

Klasifikasi Peruntukan Lahan RTR ... 34 Gambar 14. Urutan 5 Besar Persentase Luas Kombinasi Inkonsistensi

Penggunaan/penutupan Lahan terhadap Peruntukan Lahan

Menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan RTR (%) ... 35 Gambar 15. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Inkonsistensi Penggunaan/

Penutupan Lahan Menurut Tipe Penggunaan/penutupan

Lahan Aktual ... 36 Gambar 16. Urutan 5 Besar Persentase Luas Inkonsistensi Penggunaan/

Penutupan Lahan terhadap Peruntukan Lahan Menurut

Tipe Penggunaan/penutupan Lahan Aktual (%) ... 37 Gambar 17. Peta Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual

terhadap Kemampuan Lahan Jabodetabek ... 38 Gambar 18. Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Terbanyak Kombinasi

Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Aktual

terhadap Kemampuan Lahan ... 39 Gambar 19. Urutan 10 Besar Luas Rata-rata Poligon Kombinasi

(12)

terhadap Kemampuan Lahan (Ha) ... 40 Gambar 20. Jumlah Poligon Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/

Penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan di

Setiap Kabupaten/kota ... 42 Gambar 21. Luas Rata-rata Poligon Kombinasi Ketidaksesuaian

Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan di Setiap Kabupaten/kota (Ha) ... 42 Gambar 22. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Ketidaksesuaian

Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan ... 43 Gambar 23. Urutan 5 Besar Persentase Luas Kombinasi Ketidaksesuaian

Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Menurut Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan (%) .. 44 Gambar 24. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Ketidaksesuaian

Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Menurut Tipe Penggunaan/penutupan Lahan ... 45 Gambar 25. Urutan 5 Besar Persenatse Luas Kombinasi Ketidaksesuaian

Penggunaan/penutupan Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Menurut Penggunaan/penutupan Lahan (%) ... 45 Gambar 26. Peta Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap

Kemampuan Lahan Jabodetabek ... 46 Gambar 27. Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Terbanyak Kombinasi

Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap

Kemampuan Lahan ... 48 Gambar 28. Urutan 10 Besar Luas Rata-rata Terbesar Poligon Kombinasi

Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap

Kemampuan Lahan (Ha) ... 48 Gambar 29. Kabupaten/kota dengan Jumlah Poligon Kombinasi

Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR Kawasan

terhadap Kemampuan Lahan ... 49 Gambar 30. Kabupaten/kota dengan Luas Rata-rata (Ha) Poligon

Kombinasi Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR

Kawasan terhadap Kemampuan Lahan (Ha) ... 50 Gambar 31. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Ketidaksesuaian

Peruntukan Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan

Lahan Menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan ... 51 Gambar 32. Urutan 5 Besar Persentase Luas Kombinasi Ketidaksesuaian

Peruntukan Lahan RTR terhadap Kemampuan Lahan

Menurut Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan (%) ... 52 Gambar 33. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Ketidaksesuaian

Peruntukan Lahan RTR terhadap Kemampuan Lahan

Menurut Klasifikasi Peruntukan Penggunaan Lahan ... 53 Gambar 34. Urutan 5 Besar Persentase Luas Ketidaksesuaian Peruntukan

Lahan RTR Kawasan terhadap Kemampuan Lahan Menurut Klasifikasi Peruntukan Penggunaan Lahan (%) ... 53 Gambar 35. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi dari

Penggunaan Lahan, Peruntukan Lahan, dan Kemampuan

(13)

Gambar 36. Grafik Sebaran 3 Parameter di Kabupaten/kota di

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Matrik Logik Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Aktual terhadap Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan

Jabodetabek ... 63 Lampiran 2. Matrik Logik Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan

Lahan Aktual terhadap Kemampuan Lahan Jabodetabek .. 65 Lampiran 3. Matrik Logik Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan Menurut

Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan terhadap

Kemampuan Lahan Jabodetabek ... 66 Lampiran 4. Luas (Ha) Penyebaran Jenis Tanah di Setiap Kabupaten

/kota di Jabodetabek ... 67 Lampiran 5. Proporsi Luas (%) Penyebaran Jenis Tanah di Setiap

Kabupaten/kota di Jabodetabek ... 68 Lampiran 6. Luas (Ha) Penggunaan/penutupan Lahan di Setiap

Kabupaten/kota di Jabodetabek ... 69 Lampiran 7. Proporsi Luas (Ha) Penggunaan/penutupan Lahan di

Setiap Kabupaten/kota di Jabodetabek ... 70 Lampiran 8. Luas (Ha) Kelas dan Sub Kelas Kemampuan Lahan di

Setiap Kabupaten/kota di Jabodetabek ... 71 Lampiran 9. Proporsi Luas (Ha) Kelas dan Sub Kelas Kemampuan

Lahan di Setiap Kabupaten/kota di Jabodetabek ... 72 Lampiran 10. Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan terhadap

Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Berdasarkan

Peruntukan Lahan RTR ... 73 Lampiran 11. Inkonsistensi Penggunaan/penutupan Lahan terhadap

Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Berdasarkan Tipe

Penggunaan/penutupan Lahan Aktual ... 74 Lampiran 12. Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan terhadap

Kemampuan Lahan Berdasarkan Kelas Kemampuan

Lahan ... 75 Lampiran 13. Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan terhadap

Kemampuan Lahan Berdasarkan Tipe Penggunaan/

Penutupan Lahan Aktual ... 76 Lampiran 14. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap

Kemampuan Lahan Berdasarkan Klasifikasi Kelas

Kemampuan Lahan ... 77 Lampiran 15. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTR terhadap

Kemampuan Lahan Berdasarkan Klasifikasi Peruntukan

Lahan RTR ... 78 Lampiran 16. Sebaran Analisis 3 Parameter di Kabupaten/kota di

Wilayah Penelitian ... 79 Lampiran 17. Sebaran Analisis 3 Parameter di Tiap Kecamatan di

Wilayah Jabodetabek ... 80 Lampiran 17. Hasil Foto-foto Cek Lapang ... 86

(15)

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Jabodetabek merupakan satuan wilayah yang terdiri dari sembilan wilayah administratif. Wilayah tersebut meliputi DKI Jakarta, Kota dan Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota dan Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, serta Kota dan Kabupaten Bekasi (Jabodetabek). Wilayah Jabodetabek merupakan wilayah aglomerasi perkotaan terbesar dan paling dinamis di Indonesia. Jakarta sebagai ibukota Negara Indonesia dan Bodetabek sebagai wilayah yang ada di sekitarnya (hinterland) merupakan pusat perekonomian nasional sehingga tidaklah heran jika wilayah-wilayah tersebut sangat dinamis perkembangannya.

Peningkatan penduduk di Jabodetabek menyebabkan kebutuhan alokasi pemanfaatan ruang untuk aktifitas perkotaan semakin meningkat pula. Kebutuhan lahan untuk kegiatan permukiman dan penggunaan perkotaan lainnya seperti perindustrian, pertokoan, dan lain-lain juga semakin meningkat. Hal ini menyebabkan alih fungsi penggunaan lahan di kawasan Jabodetabek. Perubahan penggunaan lahan di Jabodetabek banyak terjadi dari penggunaan lahan pertanian menjadi penggunaan lahan non pertanian atau menjadi kawasan terbangun terutama permukiman sebagaimana pada tahun 1992 hingga 2001 telah terjadi peningkatan penggunaan permukiman di Jabodetabek sebesar 10,05% (Deni 2004).

Rencana Tata Ruang dan pemanfaatan ruang harus memperhatikan semua aspek yang ada baik sosial, ekonomi maupun aspek lingkungan. Aspek yang masih kurang dipertimbangkan dengan memadai dalam memanfatakan ruang adalah aspek lingkungan terutama terkait dengan daya dukung. Hal ini berakibat pada pemanfaatan ruang tidak seimbang dengan lingkungan yang ada dan akhirnya dapat melampaui batas dari daya dukung lingkungan. Pada dasarnya evaluasi daya dukung wilayah sangat terkait erat dengan evaluasi sumberdaya lahan, dimana satuan lahan yang memiliki hambatan tinggi akan sesuai untuk menjadi kawasan lindung, dan sebaliknya yang memiliki hambatan rendah dapat menjadi kawasan budidaya (Rustiadiet al. 2011).

Berdasarkan UU No. 26/2007 pasal 19 tentang penataan ruang menyebutkan bahwa penyusunan Rencana Tata Ruang Nasional harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Hal ini menunjukkan bahwa Rencana Tata Ruang kawasan Jabodetabek harus didasarkan pada daya dukung dan daya tampung lingkungan yang salah satu parameternya dapat dilihat dari kemampuan lahan wilayahnya. Pengaturan penataan ruang menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utama. Sistem keterpaduan dari penataan ruang Jabodetabek ini nantinya akan dapat mempengaruhi penataan ruang dalam skala nasional. Hal ini disebabkan karena wilayah Jabodetabek merupakan salah satu wilayah strategis nasional yang penataan ruangnya perlu ditata sebaik-baiknya.

Adanya pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah atau Kawasan menyebabkan terjadinya beberapa permasalahan terkait dengan penataan ruang seperti banjir, longsor, dan sebagainya. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa terjadi inkonsistensi penggunaan lahan tahun 2001 terhadap peruntukan lahan kawasan di Jabodetabek sebesar 8,50% dari total

(16)

luas wilayah Jabodetabek (Nurhasanah 2004). Hal ini menunjukkan bahwa masih adanya pemanfaatan ruang yang belum memperhatikan RTR Kawasan yang telah ditetapkan. Penggunaan lahan aktual tahun 2010 yang inkonsisten terhadap peruntukan lahan kawasan sebesar 10,21%. Hal ini mengindikasikan bahwa inkonsistensi penggunaan lahan terhadap Rencana Tata Ruang Kawasan akan terus meningkat jika dibiarkan terus menerus. Oleh sebab itu, analisis penyimpangan/inkonsistensi penggunaan lahan perlu dilakukan untuk melihat besarnya inkonsistensi penggunaan lahan aktual dengan Rencana Tata Ruang Kawasan yang terjadi. Analisis kemampuan lahan suatu wilayah juga harus diperhatikan mengingat penggunaan suatu lahan dan Rencana Tata Ruang harus disesuaikan dengan kapasitas/karakteristik fisik lingkungan lahan/wilayah.

I.2. Permasalahan

Wilayah Jabodetabek merupakan wilayah aglomerasi kawasan permukiman terbesar di Indonesia. Sebagian besar penduduk khususnya masyarakat pedesaan melakukan perpindahan dari desa ke kota, salah satunya ke Jakarta sebagai ibu kota negara dan di Bodetabek sebagai daerah hinterland di sekitar Jakarta. Selain hal tersebut, peningkatan jumlah penduduk Jabodetabek setiap tahunnya mengakibatkan bertambahnya kebutuhan pemanfaatan lahan permukiman yang semakin luas dan semakin berkembang. Pemanfaatan lahan yang tidak terkendalikan secara bijaksana akan dapat mempengaruhi ketersediaan sumberdaya lahan dan dapat mengganggu keseimbangan lingkungan.

1.3. Tujuan

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis inkonsistensi penggunaan/penutupan lahan aktual terhadap Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan dan kemampuan lahan di Jabodetabek. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis penggunaan lahan aktual wilayah Jabodetabek tahun 2010 2. Mengevaluasi inkonsistensi penggunaan lahan aktual tahun 2010 terhadap

peruntukan lahan menurut Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabekpunjur Perpres No. 54 Tahun 2008

3. Mengevaluasi ketidaksesuaian penggunaan lahan aktual tahun 2010 terhadap kemampuan lahan wilayah.

4. Mengevaluasi ketidaksesuaian peruntukan lahan menurut Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabekpunjur Perpres No. 54 Tahun 2008 terhadap kemampuan lahan

I.4. Batasan Penelitian

1. Evaluasi kemampuan lahan tidak memasukkan aspek-aspek penerapan teknik konservasi lahan di wilayah Jabodetabek.

2. Parameter kemampuan fisik tanpa memasukkan aspek banjir dan batuan permukaan

(17)

3. Penggunaan/penutupan lahan aktual wilayah Jabodetabek tidak memperhitungkan luas poligon minimum atau poligon yang lebih kecil dari satuan lahan terkecil.

(18)
(19)

I.

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Penggunaan/Penutupan Lahan

Lahan merupakan lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut berpengaruh pada penggunaannya (Rustiadi et al. 2010). Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut diantarannya adalah aktivitas flora, fauna, dan manusia baik di masa lampau maupun saat sekarang.

Pengertian penggunaan lahan menurut Arsyad (2006) merupakan setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spiritual. Terdapat dua golongan besar penggunaan lahan yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non pertanian. Penggunaan lahan yang optimal memerlukan keterkaitan dengan karakteristik dan kualitas lahannya. Hal tersebut disebabkan adanya keterbatasan dalam penggunaan lahan yang sesuai dengan karakteristik dan kualitas lahannya bila dihubungkan dengan pemanfaatan lahan secara berkesinambungan. Pengertian penutupan lahan (land cover) merupakan kenampakan visual yang dapat dilihat tanpa memperhatikan pemanfaatan untuk manusia.

Menurut Sitorus (2004), secara umum penggunaan lahan digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu: penggunaan lahan pedesaan, secara umum dititik beratkan pada produksi pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dan kehutanan, dan penggunaan lahan perkotaan, secara umum dititik beratkan untuk tempat tinggal, pemusatan ekonomi, layanan jasa, dan pemerintahan. Berdasarkan Permen RI No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) disebutkan bahwa kawasan pedesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

Hasil penelitian oleh Deni (2004) menyebutkan bahwa telah terjadi peningkatan penggunaan lahan di Jabodetabek pada tahun 1992 hingga 2001 sebesar 10,05% untuk permukiman. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan lahan terutama untuk permukiman akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan penduduk, peningkatan jumlah fasilitas, dan seiring dengan perkembangan wilayah.

Penggunaan lahan dari luasan lahan yang satu berbeda dengan luasan lahan yang lain. Terdapat beberapa jenis penggunaan lahan yang dapat dianalisis dalam suatu lahan tertentu. Jenis-jenis penggunaan lahan pada umumnya disesuaikan dengan kemampuan dan kesesuaian lahan masing-masing, kesuburan tanah, dan dilihat pada topografi yang ada.

Penggunaan lahan memerlukan mekanisme pemantauan yang baik mengingat fungsi dan peranan yang sangat penting. Terdapat dua mekanisme utama dalam pemantauan tersebut, diantaranya adalah pengamatan lapangan dan

(20)

pemanfaatan data penginderaan jauh. Berdasakan literatur yang ada, telah banyak digunakan data-data penginderaan jauh untuk tujuan pemetaan dan pemantauan penggunaan lahan (Anjani 2010).

1.2. Tata Ruang dan Penataan Ruang

Berdasarkan UU No. 26 tahun 2007 tata ruang merupakan wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarki memiliki hubungan fungsional. Sedangkan Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.

Penataan ruang merupakan suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang (UU RI No. 26 tahun 2007). Menurut Rustiadi et al. (2011) penataan ruang merupakan upaya aktif manusia untuk mengubah pola dan struktur pemanfaatan ruang dari satu keseimbangan menuju kepada keseimbangan yang baru atau yang lebih baik. Setiap penataan ruang tidak terlepas dari adanya rencana tata ruang wilayah. Perencanaan tata ruang dibedakan atas hirarki rencana yang meliputi: Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan Kota, serta rencana-rencana yang lebih detil lagi. Selain Rencana Tata Ruang tersebut, terdapat lagi Rencana Tata Ruang untuk kawasan khusus, diantaranya adalah penataan ruang kawasan Jabodetabekpunjur. Pemanfaatan ruang merupakan wujud dari operasionalisasi Rencana Tata Ruang atas pelaksanaan pembangunan. Pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas mekanisme perizinan dan penertiban tehadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan RTRW yang ada.

Rencana Tata Ruang pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan secara seimbang. Interaksi tersebut bertujuan untuk tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk hidup serta kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan (Algamar 2003).

Pemanfaatan ruang merupakan realisasi dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah disusun. Namun, seiring dengan perkembangan wilayah yang semakin pesat, kompleksitas permasalahan tentang penataan ruang semakin meningkat yang disebabkan karena penggunaan dan pemanfaatan lahan yang menyimpang dari RTRW. Hal ini dapat dikatakan bahwa terjadi ketimpangan antara penggunaan lahan aktual dengan RTRW yang telah ditetapkan. Ketimpangan tersebut pun dapat dikatakan inkonsistensi penggunaan lahan dengan RTRW. Konsistensi penggunaan lahan dapat dilihat dari kesesuaian antara penggunaan atau pemanfaatan ruang terhadap RTRW. Analisis inkonsistensi penggunaan lahan terhadap RTRW bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan lahan aktual sesuai dengan RTRW ataukah malah sebaliknya tidak sesuai (Afifah 2010).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Deni (2004) menunjukkan bahwa pada periode tahun 1992 hingga 2001 di Jabodetabek telah terjadi pengurangan luasan kawasan lindung sebesar 16,00%. Hal lain yang terjadi yaitu semakin

(21)

luasnya alokasi kawasan lindung yang telah dirambah oleh masyarakat sehingga kawasan lindung Jabodetabek hanya tinggal 0,60% dibandingkan dengan total wilayah Jabodetabek (Panuju 2004). Kejadian demikian menunjukkan bahwa penggunaan lahan aktual tidak konsisten terhadap Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan yang telah ditetapkan. Hal ini jika dibiarkan terus menerus akan dapat mengancam keberlanjutan dari wilayah Jabodetabek sendiri.

Terdapat beberapa sasaran penyelenggaraan penataan ruang kawasan Jabodetabekpunjur yang tercantum dalam Peraturan Presiden RI No. 54 tahun 2008 pada bab I pasal 2 tentang penataan ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur, diantaranya adalah (1) terwujudnya kerjasama penataan ruang antar pemerintah kabupaten dan kota dalam kawasan Bopunjur, (2) terwujudnya peningkatan fungsi lindung terhadap tanah, air, udara, flora, dan fauna dengan ketentuan-ketentuan tertentu, (3) terciptanya optimalisasi fungsi budidaya, dan yang (4) adalah terciptanya keseimbangan antara fungsi budidaya dan lindung.

1.3. Kemampuan Lahan

Evaluasi lahan adalah proses dalam menduga potensi lahan untuk penggunaan tertentu, baik untuk pertanian maupun untuk nonpertanian. Potensi suatu wilayah untuk suatu pengembangan pertanian pada dasarnya ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik lingkungan yang mencakup iklim, tanah, terrain yang terdiri dari lereng, topografi, batuan di permukaan dan di dalam penampang tanah serta singkapan batuan dan hidrologi, serta persyaratan penggunaan lahan dan persyaratan tumbuh lainnya.

Menurut Rustiadi et al. (2010) terdapat dua metode yang dikenal dalam penilaian suatu lahan yaitu evaluasi kemampuan lahan dan evaluasi kesesuaian lahan. Evaluasi kemampuan lahan merupakan evaluasi potensi suatu lahan yang didasarkan atas kecocokkan lahan untuk penggunaan secara umum misalnya daerah pertanian, penggembalaan, hutan, dan cagar alam. Evaluasi kemampuan lahan ini menjelaskan bahwa lahan yang mempunyai kemampuan lahan tinggi akan mempunyai pilihan penggunaan yang lebih banyak dan baik untuk pertanian, kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya. Lahan dengan kemampuan yang tinggi bahkan dapat juga digunakan untuk keperluan non pertanian seperti permukiman, industri dan lain-lain. Sebaliknya lahan dengan kemampuan rendah mengindikasikan bahwa lahan tersebut mempunyai hambatan yang lebih banyak. Produk yang diharapkan dari lahan yang berkemampuan rendah adalah jasa lingkungan, misalnya lahan tersebut digunakan sebagai daerah perlindungan atau kawasan lindung.

Menurut Sitorus (1986) klasifikasi kemampuan lahan merupakan pengelompokan tanah kedalam satuan-satuan khusus menurut kemampuannya untuk penggunaan intensif dan perlakuan yang diperlukan untuk dapat digunakan secara terus menerus maupun berkelanjutan. Klasifikasi penggunaan lahan ini menetapkan jenis penggunaan lahan yang sesuai dan jenis perlakuan yang diperlukan untuk dapat digunakan bagi produksi khususnya tanaman secara lestari.

Terdapat beberapa keuntungan yang didapatkan dari evaluasi kemampuan lahan ini sehingga evaluasi kemampuan lahan dapat juga digunakan dalam

(22)

penilaian permulaan secara umum terhadap sumberdaya lahan di daerah-daerah yang belum berkembang yaitu dengan alasan-alasan sebagai berikut (Sitorus 1985):

1. Sistem ini didasarkan pada evaluasi dari keadaan dan tingkat penghambat sifat-sifat fisik, maka sistem ini berguna untuk penilaian obyektif, penilaian perbandingan, dan menghindarkan bias pengaruh subyektif bagi wilayah yang sedang diklasifikasaikan.

2. Sistem ini hampir keseluruhan didasarkan pada sifat-sifat fisik lahan, dan faktor ekonomis tidak dipertimbangkan kecuali asumsi untuk tindakan pengelolaan tertentu yang digunakan.

3. Sistem tersebut menunjukkan macam penggunaan lahan yang sesuai untuk lahan dengan faktor-faktor penghambat tertentu, sekaligus dengan tindakan pengelolaan yang dibutuhkan untuk dapat mengatasi faktor penghambat tersebut.

Menurut Arsyad (2006) klasifikasi kemampuan lahan terbagi ke dalam tiga kategori yang digunakan yaitu kelas, sub kelas, dan satuan kemampuan (capability unit). Kelas merupakan tingkat yang tertinggi dan bersifat luas dalam struktur klasifikasi. Pengelompokan sub kelas didasarkan atas dasar jenis utama faktor penghambat atau ancaman yang dikenal yaitu ancaman erosi, kelebihan air, pembatas perkembangan akar tanaman, dan pembatas iklim. Pengelompokan di dalam satuan kemampuan yaitu pengelompokan tanah-tanah yang mempunyai keragaan dan persyaratan yang sama terhadap sistem pengelolaan yang sama bagi usaha tani tanaman pertanian pada umumnya atau tanaman rumput untuk makanan ternak atau yang lainnya.

Kelas kemampuan lahan dibagi menjadi 8 kelas yaitu dari kelas I sampai pada kelas VIII (Tabel 1). Kelas I samapai kelas IV adalah kelas yang dapat ditanamai (digarap), sedangkan kelas V sampai kelas VIII tidak dapat ditanami. Uraian tentang kelas kesesuaian lahan dapat diterangkan sebagai berikut:

Kelas I

Kelas I mempunyai sedikit penghambat yang membatasi penggunaannya. Kelas ini sesuai untuk segala macam penggunaan pertanian. Tanah pada kelas ini tidak mempunyai penghambat ataupun ancaman kerusakan yang berarti dan cocok untuk usaha tani yang intensif.

Kelas II

Tanah pada kelas II mempunyai sedikit penghambat yang dapat mengurangi pilihan penggunaannya atau membutuhkan tindakan pengaawetan yang sedang. Tanah pada kelas II ini membutuhkan pengelolaan tanah secara hati-hati. Di dalam penggunaannya diperlukan tindakan-tindakan pengawetan yang ringan seperti pengolahan tanah menurut kontur.

Kelas III

Tanah pada lahan kelas III ini mempunyai lebih banyak penghambat dari tanah di lahan kelas II, dan bila digunakan untuk tanaman pertanian memerlukan tindakan pengawetan khusus, yang umumnya lebih sulit baik dalam pelaksanaan maupun pemeliharaannya. Apabila lahan ini diusahakan untuk pertanian membutuhkan pengawetan khusus seperti perbaikan drainase, pembuatan teras dll.

Kelas IV

Tanah pada lahan kelas IV ini mempunyai lebih banyak penghambat yang lebih besar dibandingkan dengan lahan kelas III sehingga pemilihan jenis

(23)

penggunaan atau jenis tanaman juga lebih terbatas. Tanah pada lahan kelas IV ini dapat digunakan untuk berbagai jenis penggunaan pertanian dengan ancaman dan bahaya kerusakan yang lebih besar dibandingkan lahan kelas III. Apabila lahan ini diusahakan maka dibutuhkan tindakan pengelolaan khusus, yang relatif lebih sulit baik dalam pelaksanaan maupun dalam pemeliharaannya dibandingkan dengan kelas-kelas sebelumnya.

Kelas V

Tanah pada kelas V ini tidak sesuai untuk ditanami dengan tanaman semusim, tetapi lebih sesuai untuk ditanami dengan vegetasi permanen seperti makanan ternak atau dihutankan. Tanah pada kelas ini terletak pada tempat yang hampir datar, basah atau tergenang air dan terlalu banyak batu di atas permukaan tanah.

Kelas VI

Tanah pada lahan kelas VI ini tidak sesuai untuk digarap bagi usaha tani semusim. tetapi sesuai untuk vegetasi permanen yang dapat digunakan sebagai makanan ternak/padang rumput atau dihutankan dengan penghambat yang sedang. Tanah ini mempunyai lereng yang curam sehingga mudah tererosi, mempunyai solum yang sangat dangkal. Jika digunakan untuk tanaman semusim diperlukan tindakan pengawetan khusus seperti pembuatan teras bangku, pengolahan menurut kontur dan sebagainya.

Kelas VII

Tanah pada kelas VII ini tidak sesuai untuk digarap bagi usaha tani tanaman semusim, dan sebaiknya digunakan untuk penanaman dengan vegetasi permanen seperti padang rumput atau hutan yang disertai dengan tindakan pengelolaan yang tepat dan lebih intensif dari yang diperlukan pada lahan kelas VI.

Kelas VIII

Tanah pada lahan kelas VIII tidak sesuai untuk tanaman semusim dan usaha produksi pertanian lainnya dan harus dibiarkan pada keadaan alami di bawah vegetasi alami. Tanah pada lahan ini dapat digunakan untuk cagar alami, hutan lindung, atau rekreasi.

Berdasarkan UU No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang terdapat pada bab I pasal 1, pengertian daya dukung lingkungan merupakan kemampuan lingkungan hidup dalam mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lainnya, dan keseimbangan antar keduanya. Daya dukung lahan tergantung pada presentasi lahan yang dapat digunakan untuk penggunaan yang berkelanjutan dan lestari. Penghitungan daya dukung lahan yang didasarkan pada kemampuan lahan ini dapat ditentukan apakah penggunaan suatu lahan sudah melampaui daya dukungnya atau belum.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi daya dukung lahan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hadi (2010) di Desa Ciaruteun Ilir, antara lain adalah (1) kemampuan lahan dan penggunaan lahan, (2) degradasi lahan, (3) keterbatasan lahan dan kepadatan penduduk yang tidak dapat diatasi, (4) perilaku negatif masyarakat. Penggunaan suatu lahan seharusnya sesuai dengan kemampuan lahan atau daya dukungnya. Pemanfaatan lahan yang baik memerlukan suatu perencanaan yang baik pula. Perencanaan penggunaan ruang yang baik adalah perencanaan yang berbasis pada kemampuan lahan yaitu berbasis pada daya dukung lahan (Rustiadi et al. 2010).

(24)

Tabel 1. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan

No Faktor Penghambat Kelas Kemampuan Lahan

I II III IV V VI VII VIII

1 Tekstur Tanah (t)

Lapisan Atas (40 cm) h-s h-s h-ak h-ak (*) h-ak h-ak K 2 Lereng Permukaan (%) 0-3 3-8 8-15 15-30 0-3 30-45 45-65 >65 3 Drainase d1 d2 d3 d4 d5 (**) (**) d0 4 Kedalaman Efektif (cm) >90 90-50 50-25 <25 (*) (*) (*) (*) 5 Keadaan Erosi e0 e1 e2 e3 (**) e4 e5 (*) 6

Kepekaan Erosi KE1/KE2 KE3 KE4/KE5 KE6 (*) (*) (*) (*) 7 Kerikil/batuan

(% Volume) 0-15 0-15 15-50 50-90 >90 (*) (*) >90

8 Banjir O0 O1 O2 O3 O4 (**) (**) (*)

Keterangan :

(*) : dapat mempunyai sembarang sifat faktor penghambat

(**) : tidak berlaku

Tekstur : ah = agak halus; h = halus; ak = agak kasar; k = kasar; s = sedang

Erosi : e0 = tidak ada; e1 = ringan; e2 = sedang; e3 = agak berat; e4 = berat; e5 = sangat berat

Drainase : d0 = berlebih; d1 = baik; d2 = agak baik; d3 = agak buruk; d4= buruk; d5 = sangat buruk

Kepekaan Erosi

: KE1= sangat rendah; KE2 = rendah; KE3 = sedang; KE4 = agak tinggi; KE5 = tinggi; KE6 = sangat rendah

Sumber: Konservasi Tanah dan Air (Arsyad 2006).

1.4. Kawasan Jabodetabek

Sebagian besar wilayah Jabodetabek terdiri dari 1.160 desa (tanpa wilayah Kepulauan Seribu) dan dibatasi oleh lima Derah Aliran Sungai (DAS). Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut:

 Sebelah utara berbatasan dengan laut Jawa

 Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur (Provinsi Jawa Barat)

 Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Rangkas bitung, Kabupaten Pandeglang, dan Kabupaten Serang (Provinsi Banten)

 Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Karawang dan Kabupaten Purwakarta (Provinsi Jawa Barat)

Wilayah Jabodetabek terbagi menjadi kategori bentuk lahan yang disesuaikan dengan kondisi ekosistemnya. Bentuk lahan tersebut adalah kawasan pesisir pantai di bagian utara, kawasan daratan di bagian tengah, dan kawasan perbukitan di bagian selatan. Keragaman jenis tanah yang berbeda-beda terdapat di Jabodetabek. Keragaman ini dipengaruhi banyak faktor diantaranya adalah keragaman lereng, faktor batuan induk, dan faktor iklim. Pada bagian daratan jenis tanah didominasi oleh asosiasi latosol merah dan latosol coklat kemerahan. Jenis penggunaan lahan yang ada di Jabodetabek terdiri dari lahan berpenggunaan badan air, ruang terbangun, hutan, kebun campuran, ladang/upland/bareland, rumput, sawah tergenang, dan sawah tidak tergenang, semak, dan tambak. Jenis penggunaan lahan yang paling dominan adalah lahan untuk ruang terbangun dengan total luas lahan 156.774,0 Ha (Septiani 2009).

(25)

Peningkatan jumlah penduduk yang terus menerus menyebabkan banyaknya konversi lahan yang dilakukan baik oleh masyarakat maupun oleh aparat pemerintahan. Konversi lahan pertanian terbesar di kawasan Jabodetabek adalah wilayah Tangerang dan Bekasi yang justru merupakan wilayah dengan infrastruktur pertanian terbaik di Indonesia. Konversi tersebut semakin tahun semakin meningkat (Panuju 2004).

Pertumbuhan lahan terbangun di Jabodetabek yang tidak terkendali mengkonversi kawasan pertanian dan kawasan lindung sehingga membuat daya dukung kawasan menurun. Hal itu antara lain terlihat dari luasan ancaman banjir di kawasan Jabodetabek yang terus naik. Pada tahun 2000, sebanyak102 desa di Jabodetabek yang terkena banjir, tetapi tahun 2008 sudah mencapai 644 desa. Selain itu, penyediaan infrastruktur juga tidak efisien sehingga menimbulkan kemacetan dan kekumuhan yang semakin parah setiap tahunnya (http://nasional.kompas.com).

Beberapa permasalahan yang terjadi di kawasan Jabodetabek diantaranya adalah tingkat pertumbuhan penduduk yang semakin pesat, degradasi lahan, perkembangan infrastruktur, limbah dan terjadinya land subsidance.

Permasalahan-permasalah ini banyak terjadi disebabkan oleh penyimpangan-penyimpangan terhadap Rencana Tata Ruang. Hal ini menyebabkan terlampauinya daya dukung lingkungan sehingga banyak permasalahan yang bermunculan.

Pola pemanfaatan ruang Jabodetabek mengalami dinamika yang cukup pesat seiring dengan dinamika penduduk dan aktifitas masyarakat di wilayah tersebut. Dalam hal ini lahan pertanian selalu menjadi lahan yang paling banyak terkonversi. Kajian tentang penutupan lahan di Jabodetabek data tahun 1972-2001 dapat dilihat bahwa kebutuhan ruang untuk sarana permukiman dan fasilitas meningkat cukup pesat (Panuju 2004).

Terjadinya inkonsistensi output Rencana Tata Ruang antar wilayah di Jabodetabekpunjur sudah tidak dapat dihindari lagi. Tidak hanya output yang dihasilkan yang cenderung tidak konsisten, tetapi terminologi penggunaan lahan di setiap wilayah yang tentunya berimplikasi pada output rencana detil pun dapat berbeda-beda antar wilayah. Permasalahan yang paling utama adalah penyimpangan yang terbesar terjadi pada kawasan lindung yang seharusnya dijaga oleh masyarakat dan pemerintah, namun malah sebaliknya.

Penelitian yang dilakukan oleh Panuju (2004) menunjukkan bahwa jumlah penduduk Botabek tahun 1990 telah melampaui jumlah penduduk Jakarta. Dengan data penduduk Jabodetabek tahun 1990 sampai tahun 2000 pertumbuhan penduduk Jakarta dan Bodetabek akan mengikuti persamaan saturation. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk Jakarta telah mencapai titik jenuh. Keadaan tersebut merupakan salah satu hal dari terlamapauinya daya dukung lingkungan yang terdapat di kawasan Jabodetabek tersebut.

1.5. Sistem Informasi Geografis (SIG)

Dalam cakupan yang lebih luas, Sistem Informasi Geografi (SIG) diartikan sebagai suatu sistem yang berorientasi operasi secara manual, yang berkaitan dengan operasi pengumpulan, penyimpanan, dan manipulasi data yang bereferensi geografi secara konvensional. Perkembangan sistem ini telah berkembang dalam

(26)

dua dekade terakhir ini. Pada saat sekarang ini, SIG sering diterapkan untuk teknologi informasi spasial atau geografi yang berorientasi pada penggunaan teknologi komputer (Barus dan Wiradisastra 2000).

Terdapat empat komponen utama dalam Sistem Informasi Geografi (SIG) yaitu: perangkat keras, perangkat lunak, organisasi (manajemen), dan pemakai. Komponen perangkat keras SIG terdiri dari tiga bagian utama yaitu (a) peralatan pemasukan data, (b) peralatan penyimpanan dan pengolahan data dan (c) peralatan untuk mencetak hasil. Komponen perangkat lunak sudah banyak tersedia di pasaran dan bervariasi. Pemilihan komponen perangkat lunak untuk SIG ini ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya adalah bentuk data dan sumbernya, serta kemampuan analisis data yang diinginkan. Komponen yang ketiga dan keempat yaitu sulit dipisahkan antara pengelola dan pemakai. Sistem Informasi Geografi banyak dikembangkan langsung oleh pengguna yang disesuaikan dengan kebutuhan penerapan teknologi yang cepat berkembang (Barus dan Wiradisastra 2000).

(27)

II.

METODOLOGI

2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 hingga bulan September 2012 dengan cakupan wilayah Jabodetabek yang terdiri dari delapan wilayah administrasi. Analisis data dilakukan di Laboratorium Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Pusat Pengkajian Perencanaan Pengembangan Wilayah (P4W) LPPM IPB. Kegiatan penelitian meliputi kegiatan persiapan, pengolahan data spasial, pengecekan lapang, dan analisis data serta penyusunan laporan akhir.

2.2. Data, Sumber Data, dan Alat

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dan data primer. Data sekunder yang digunakan terdiri dari peta administrasi, peta penggunaan lahan Jabodetabek tahun 2010, peta tanah, Peta land system lembar Jakarta, dan peta Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek serta data penunjang lainnya. Data primer diperoleh dari hasil cek lapang.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari komputer dengan perangkat lunak (software) data spasial ArcView GIS, Microsoft Office Excel, dan

Microsoft Office Word, serta GPS dan kamera digital. Jenis data dan sumber data

yang digunakan dalam penelitian disajikan dalam Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian

No. Jenis Data Ekstraksi Data Sumber Data

1 Peta Penggunaan Lahan Jabodetabek Tahun 2010, Skala 1:100.000

- Pusat Pengkajian Perencanaan

Pengembangan Wilayah (P4W) LPPM IPB 2 Peta Tanah Semidetil

Jabodetabek, skala 1:50.000

Data digeneralisasiakan informasinya, misalnya macam tanah menjadi jenis tanah

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan (BBSDLP)

3 Peta Land System with Land Suitability and

Environmental Hazard, Lembar : Jakarta, Skala 1:250.000

Peta dikombinasikan dengan data lain seperti data SRTM (peta kontur) untuk proses pendetilan

Pusat Pengkajian Perencanaan Pengembangan Wilayah (P4W) LPPM IPB

4 Peta Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabekpunjur Tahun 2008, Skala 1:150.000

Data digeneralisasikan Peraturan Presiden RI No. 54/2008

5 Peta Administrasi Jabodetabek

- Pusat Pengkajian Perencanaan

Pengembangan Wilayah (P4W) LPPM IPB

(28)

2.3. Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahap. Tahap-tahap dalam penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima tahapan yang terdiri dari: (1) tahap persiapan, studi literatur, dan pengumpulan data, (2) tahap analisis data spasial, (3) tahap pengecekan lapang, (4) tahap analisis data, dan (5) tahap penyusunan laporan akhir. Tahap-tahap tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

Gambar 1. Bagan ALir Metode Penelitian

Peta Tanah Ekstraksi Peta Kemiringan Lereng Peta Bahaya Erosi Peta Tekstur Tanah Peta Drainase Tanah Peta Kedalaman Tanah Peta Kepekaan Erosi Basis Data Spasial

Peta Landsystem Ekstraksi Data Penunjang (Pengecekan Lapang) Peta KetidaksesuaianPenggunaan Lahan terhadap Kemampuan Lahan Peta KetidaksesuaianPeruntukan Lahan RTR terhadap Kemampuan Lahan Peta Inkonsistensi Penggunaan

Lahan terhadap Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan

Deskripsi Luas Inkonsistensi dan Ketidaksesuaian Analisis Deskriptif

Menggunakan Pivot Table Peta Penggunaan/penutup an Lahan Peta Kemampuan Lahan Peta Peruntukan Lahan RTR Penetapan Kemampuan Lahan Overlay Kriteria Penetapan Kemampuan Lahan (Konservasi Tanah dan

Air), Arsyad, 2006

Overlay (Didasarkan Matrik

LogikInkonsistensi dan Ketidaksesuaian menurut Konsep

(29)

2.3.1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini dilakukan pemilihan dan penentuan tema penelitian, studi literatur, pembuatan proposal, dan pengumpulan data-data yang diperlukan dalam penelitian serta pemilihan metode yang digunakan untuk analisis data. Tahapan pengumpulan data diantaranya adalah mengumpulkan data-data penunjang seperti peta tanah, peta administrasi, peta Rencana Tata Ruang, dan peta land system.

2.3.2. Pengolahan Data Digital dan Analisis Spasial

Pengolahan data digital dan analisis spasial dilakukan dengan menggunakan software ArcView GIS. Peta penggunaan lahan diperoleh dari hasil digitasi citra landsat oleh Afifah tahun 2010. Hasil digitasi tersebut kemudian dioverlay dengan peta administrasi sehingga diperoleh peta penggunaan lahan pada masing-masing kabupaten/kota. Selanjutnya peta penggunaan lahan dioverlay dengan peta Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Jabodetabek dan peta kemampuan lahan sehingga didapatkan peta inkonsistensi penggunaan lahan terhadap RTR Kawasan dan peta ketidaksesuaian terhadap kemampuan lahan. Kemudian peta inkonsistensi dan peta ketidaksesuaian dianalisis secara deskriptif.

a. Tumpang Tindih (overlay)

Tahap tumpang tindih dilakukan dengan menggunakan metode overlay peta digital. Pada tahap ini, peta yang satu dioverlay dengan peta yang lain sehingga terbentuk peta baru yang dapat menunjang penelitian. Misal: peta penggunaan lahan Jabodetabek tahun 2010 ditumpang tindihkan dengan peta administrasi Jabodetabek. Hasil dari overlay peta tersebut didapatkan peta penggunaan lahan di setiap wilayah yaitu kabupaten/kota di Jabodetabek. Tahap selanjutnya yaitu overlay peta penggunaan lahan pada masing-masing wilayah dengan peta kemampuan lahan yang telah dibuat. Hasil dari overlay kedua peta ini didapatkan peta ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap kemampuan lahan wilayah Jabodetabek.

b. Penetapan Kemampuan Fisik Lahan

Penentuan kemampuan fisik lahan dikategorikan ke dalam bentuk kelas dan sub kelas. Faktor pembatas yang terdapat pada masing-masing parameter menentukan lahan yang dianalisis masuk pada kelas dan sub kelas yang mana. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 tahun 2009, penentuan kelas dan sub kelas kemampuan lahan dilakukan dengan teknik overlay beberapa peta diantaranya adalah peta lereng, peta tanah, peta erosi, dan peta drainase. Kemudian hasil dari overlay tersebut dilakukan identifikasi kelas kemampuan lahan (Gambar 1). Pada penelitian ini, peta kemampuan lahan dibuat dengan mengekstrak peta tanah dan peta

land system menjadi beberapa peta diantaranya peta kemiringan lereng, peta

kedalaman tanah, peta tekstur tanah, peta drainase tanah, dan peta erosi, serta peta kepekaan erosi. Beberapa kriteria faktor pembatas dalam penelitian ini tidak digunakan (seperti faktor banjir, batuan permukaan) dikarenakan keterbatasan data yang diperoleh, sehingga penentuan kemampuan lahan hanya menggunakan data yang telah tersedia. Langkah selanjutnya yaitu menganalisis antara peta penggunaan lahan dengan peta kemampuan lahan sehingga akan dapat terlihat peta ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap kemampuan lahan. Selain itu dilakukan overlay antara peta RTR Kawasan

(30)

dengan peta kemampuan lahan sehingga didapatkan peta ketidaksesuaian RTR terhadap kemampuan lahan Jabodetabek.

c. Penetapan Peta Inkonsistensi Penggunaan Lahan

Penentuan inkonsistensi penggunaan lahan terhadap Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan dilakukan dengan overlay antara peta penggunaan lahan dengan peta RTR Kawasan Jabodetabek. Hasil overlay kedua peta didapatkan peta inkonsistensi penggunaan lahan Jabodetabek terhadap RTR Kawasan. Penentuan inkonsistensi disesuaiakan pada matrik logik inkonsistensi yang didasarkan pada konsep land rent (Rustiadi et al. 2011).

2.3.3. Pengecekan Lapang

Pengecekan lapang dilakukan pada tanggal 8 dan 10 Agustus 2012. Pengecekan lapang berfungsi untuk mengkonfirmasi hasil analisis dan interpretasi data agar dicapai tingkat ketelitian, akurasi dan kebenaran yang dibutuhkan pada proses analisis data penelitian. Alat yang digunakan yaitu GPS (Global

Positioning System) untuk mengambil gambar penggunaan lahan aktual di

lapangan. Selain itu dilakukan wawancara terhadap penduduk yang berada di tempat penelitian.

2.3.4. Tahap Analisis Data

Dalam tahap ini, data attribute table dari beberapa peta kombinasi hasil analisis spasial tersebut dibuka di Microsoft Office Excel. Luas dalam satuan meter persegi (m2) kemudian dikonversi ke dalam satuan hektar (Ha). Luas dan jumlah masing-masing kombinasi dari poligon dianalisis dengan menggunakan

(31)

III. KONDISI UMUM WILAYAH

3.1. Letak dan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah wilayah Jabodetabek yang merupakan wilayah urban terbesar di Indonesia. Jabodetabek terdiri dari 9 wilayah administrasi yaitu DKI Jakarta, Kota dan Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota dan Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, serta Kota dan Kabupaten Bekasi (Gambar 2). Kawasan Jabodetabek terdapat di tiga provinsi yang berdekatan yaitu Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.

Gambar 2. Peta Administrasi Jabodetabek

Secara astronomis kawasan Jabodetabek terletak pada 121º94’82” Bujur Timur dan 6º10’8’’-6º30’ Lintang Selatan. Lokasi penelitian memiliki luas 639.641,3 Ha yang terdiri dari 9 wilayah administrasi yang meliputi 13 kabupaten/kota dengan luas terbesar adalah Kabupaten Bogor (285.153,3 Ha atau 44,58%) dan kota/kabupaten dengan luasan terkecil adalah Jakarta Pusat dengan luas 4.618,7 Ha atau 0,72% dari luas total Jabodetabek. Untuk lebih rinci luas setiap kabupaten/kota di kawasan Jabodetabek disajikan dalam Tabel 3.

(32)

Tabel 3. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kabupaten dan Kota di Wilayah Jabodetabek No Kabupaten/kota Luas Luas Total

Ha % Ha % 1 Jakarta Barat 11.705,7 1,83 60.481,7 9,46 2 Jakarta Pusat 4.618,7 0,72 3 Jakarta Selatan 13.578,6 2,12 4 Jakarta Timur 17.320,3 2,71 5 Jakarta Utara 13.258,4 2,07 6 Kabupaten Bogor 285.153,3 44,58 293.307,3 45,85 7 Kota Bogor 8.154,1 1,27 8 Kota Depok 17.784,2 2,78 17.784,2 2,78 9 Kabupaten Tangerang 92.410,6 14,45 128.141,7 20,03 10 Kota Tangerang 17.667,3 2,76

11 Kota Tangerang Selatan 18.063,8 2,82

12 Kabupaten Bekasi 120.590,9 18,85 139.926,4 21,88

13 Kota Bekasi 19.335,5 3,02

Luas Total 639.641,3 100,00 639.641,3 100,00

Sumber: Hasil analisis data spasial yang diagregasikan berdasarkan data BPS 2011

3.2. Iklim

Lokasi Jabodetabek terletak pada ketinggian 25 hingga lebih dari 200 mdpl, bertopografi datar sampai sangat curam. Sebagian besar wilayah Jabodetabek terletak pada kemiringan lereng 0% sampai lebih dari 65%. Curah hujan rata-rata di lokasi penelitian antara 1500 - lebih dari 5000 mm/tahun dengan curah hujan terbesar terdapat di Bogor. Curah hujan terendah tersebar di sebagian wilayah Bekasi, Jakarta, dan Tangerang. Berdasarkan curah hujan yang ada, terdapat bulan basah dan bulan kering. Sebagian besar tipe iklim yang berada di lokasi penelitian menurut Klasifikasi iklim Oldeman yaitu iklim A, B, C, dan D.

3.3. Geologi dan Geomorfologi

Formasi batuan yang tersebar di wilayah Jabodetabek adalah batuan

alluvial, batuan volkan dan batuan sedimen. Geologi yang tersebar luas di

Jabodetabek adalah pleistocene volkanic facies dengan luasan sebesar 196.105,5 Ha atau 30,66% dari total luas wilayah Jabodetabek. Geologi paling sedikit yang menyusun wilayah Jabodetabek adalah pleistocene sedimentary facies dengan luas sebesar 1.245,8 Ha atau dengan proporsi sebesar 0,19%.

Kawasan Jabodetabek merupakan kawasan yang dibagi menjadi tiga kategori bentuk lahan yang disesuaikan dengan kondisi ekosistemnya. Bentuk-bentuk lahan tersebut adalah kawasan pesisir, kawasan dataran, dan kawasan perbukitan. Ketiga bentuk lahan tersebut terbagi berdasarkan pada ketinggian lahan di atas permukaan laut. Kawasan pesisir mempunyai topografi yang landai dan elevasi yang rendah. Kawasan ini terdapat hampir di sepanjang Pantai Utara Jabodetabek, baik Tangerang, Bekasi, dan DKI Jakarta. Kawasan dataran adalah kawasan yang memiliki ketinggian antara 25-200 meter dpl dan memiliki topografi bergelombang. Kawasan ini terdiri dari Kabupaten dan Kota Tangerang,

(33)

Kota Tangerang Selatan, Kota Depok dan sebagian wilayah Kabupaten dan Kota Bekasi, sedangkan kawasan perbukitan adalah kawasan dengan ketinggian di atas 200 meter dpl dengan topografi berbukit sampai dengan sangat curam (seluruh wilayah Bogor).

Setiap kawasan dengan ekosistem yang berbeda akan memiliki geologi yang berbeda pula. Kawasan pesisir didominasi oleh geologi dengan tipe

alluvium. Kawasan dataran didominasi oleh Pleistocene volcanic facies dan

kawasan perbukitan didominasi oleh material vulkanik muda.

3.4. Tanah

Tanah-tanah yang terbentuk di Jabodetabek pada umumnya berasal dari bahan induk abu volkan dan batuan piroklastik. Jenis tanah yang tersebar di lokasi penelitian diantaranya adalah jenis tanah alluvial, andosol, tanah kelabu, tanah podsolik, tanah latosol, regosol, dan tanah renzina, serta asosiasi dan komplek dari jenis tanah yang ada. Tanah-tanah tersebut tersebar kurang merata di wilayah Jabodetabek. Jenis tanah yang paling banyak ditemukan diwilayah Jabodetabek adalah jenis tanah kompleks latosol merah kekuningan, latosol coklat, podzolik dengan proporsi luas sebesar 15,28% dari luas total Jabodetabek atau sebesar 97.722,0 Ha. Tanah dengan sebaran terbesar kedua di Jabodetabek adalah jenis tanah asosiasi antara jenis tanah latosol merah dan latosol coklat kemerahan dengan luas sebesar 90.550,8 Ha atau 14,16%. Jenis tanah regosol coklat merupakan jenis tanah yang sangat sedikit ditemukan di wilayah Jabodetabek dengan luas sebesar 0,6 Ha atau 0,00%.

(34)
(35)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penggunaan/Penutupan Lahan Aktual Jabodetabek Tahun 2010

Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa terdapat 11 tipe penggunaan/penutupan lahan wilayah Jabodetabek tahun 2010 yaitu penggunaan lahan untuk permukiman, hutan, badan air, empang, sawah irigasi, sawah tadah hujan, tanah ladang/tegalan, belukar/semak, kebun, rawa/mangrove, dan rumput (Gambar 3). Penggunaan lahan aktual dominan adalah penggunaan lahan sawah irigasi dengan luas sebesar 169.156,5 Ha (26,45%), selanjutnya adalah penggunaan lahan permukiman dimana luasannya sekitar 157.728,5 Ha (24,66%). Sementara penggunaan lahan aktual yang relatif sedikit adalah penggunaan rawa/mangrove sebesar 1.571,0 Ha (0,25%) (Tabel 4).

Gambar 3. Peta Penggunaan Lahan Jabodetabek Tahun 2010

Gambar 4 menunjukkan sebaran setiap jenis penggunaan lahan pada masing-masing kabupaten/kota di Jabodetabek. Penggunaan sawah irigasi banyak tersebar di sebagian besar Kabupaten Bekasi yaitu seluas 76.384,5 Ha atau 11,94% dari total luas Jabodetabek, Kabupaten Tangerang (46.237,8 Ha atau 7,23%), dan Kabupaten Bogor (31.501,3 Ha atau 4,92%), sisanya menyebar merata diseluruh wilayah Jabodetabek dengan proporsi yang rendah. Sawah irigasi banyak tersebar di wilayah Bekasi dan Tangerang dikarenakan

(36)

wilayah-wilayah tersebut berdekatan dengan daerah yang terkenal dengan lumbung padi Jawa Barat seperti Karawang, Purwakarta, dan Cianjur (Agrisantika 2007). Selain hal tersebut, di ketiga wilayah ini terutama di Kabupaten Bogor dan Bekasi banyak terdapat badan air seperti sungai besar yang mengalir merata di daerah tersebut.

Penggunaan lahan terluas kedua yaitu penggunaan lahan untuk permukiman yang dominan tersebar merata di DKI Jakarta, Kabupaten Bogor, dan Kota Depok, dan permukiman merupakan penggunaan lahan yang dominan terbesar di sebagian besar kabupaten/kota di Jabodetabek bila dibandingkan dengan penggunaan yang lain. Lahan yang digunakan untuk permukiman di DKI Jakarta sebesar 39.629,5 Ha (6,20%). Permukiman terluas kedua yaitu di Kabupaten Bogor dengan luasan sebesar 34.762,1 Ha atau 5,43%.

Penggunaan lahan rawa/mangrove hanya tersebar di sebagian besar Kabupaten Bekasi dan sebagian kecil tersebar di wilayah Tangerang, Kabupaten Bogor,dan DKI Jakarta. Rawa/mangrove menyebar di wilayah DKI Jakarta dikarenakan DKI Jakarta merupakan wilayah yang dulunya masih terdapat banyak rawa-rawa atau hutan mangrove. Rawa/mangrove luasannya semakin berkurang dikarenakan adanya konversi lahan rawa/mangrove menjadi permukiman dan penggunaan yang lain.

Tabel 4. Penggunaan Lahan Aktual Tahun 2010 di Jabodetabek dengan Luas (Ha) dan Proporsinya (%)

No Penggunaan

Lahan Deskripsi Penggunaan Lahan

Luas (Ha) %

1 Badan Air Semua kenampakan perairan, termasuk sungai, laut, waduk, terumbu karang, dan padang lamun

5.781,2 0,90 2 Belukar/Semak Lahan kering yang ditumbuhi vegetasi alami heterogen

dan homogeny dengan kerapatan jarang hingga rapat, didominasi vegetasi rendah (alami)

45.744,6 7,15

3 Empang Aktivitas untuk perikanan atau penggaraman yang tampak dengan pola pematang di sekitar panatai

13.330,4 2,08

4 Hutan Hutan lahan kering, primer atau sekunder 34.181,2 5,34

5 Kebun Terdiri dari perkebunan dan perkebunan campuran 77.651,9 12,14

6 Permukiman Terdiri dari permukiman, lahan terbangun, dan bangunan industry

157.728,5 24,66

7 Rawa/Mangrove Lahan basah yang tergenang oleh air tawar dan payau secara permanen yang dominan ditumbuhi hutan bakau atau mangrove

1.571,0 0,25

8 Rumput Areal terbuka didominasi beragam jenis rumput heterogen

35.490,6 5,55 9 Sawah Irigasi Sawah yang diusahakan dengan pengairan dari irigasi 169.156,5 26,45

10 Sawah Tadah Hujan

Sawah yang diusahakan dengan pengairan dari air hujan 45.253,6 7,07 11 Tanah

Ladang/Tegalan

Tanah lahan kering yang ditanami tanaman semusim 53.751,8 8,40

Grand Total 639.641,3 100,00

Gambar

Tabel 1. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan
Gambar 1. Bagan ALir Metode Penelitian
Gambar 2. Peta Administrasi Jabodetabek
Tabel 3. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kabupaten dan Kota di Wilayah Jabodetabek
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan penginderaan jauh dalam pengumpulan data-data yang berkaitan dengan variabel potensi penyebab banjir, dan didukung oleh Sistem Informasi

Perkebunan Nusantara X (Persero) merupakan perusahaan yang memproduksi cerutu di Kabupaten Jember. Setiap tahun produksi cerutu meningkat sekitar 25.000 batang per-tahun.

Pada Pasal 37 Undang-Undang Perkawinan menyatakan bahwa bila perkawinan putus karena perceraian harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Jika diperhatikan maka Pasal 37

Berdasarkan penelitian yang relevan oleh Sigit Setiawan, (2014) dengan judul Skripsi Pengembangan LKS Berorientasi Guided Discovery pada Materi Termokimia di SMAN 5 Banda

Defek kecil yang melibatkan margo palpebra superior dapat diperbaiki dengan penutupan langsung jika teknik ini tidak mengambil tekanan yang terlalu besar pada luka.. Penutupan

Dalam Laporan tidak harus ada rekomendasi, akan tetapi dapat memuat rekomendasi yang berisi usulan perbaikan atau mengungkap kinerja auditee yang memuaskan Auditor memberikan

(6) Penyediaan akomodasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf f, merupakan usaha yang menyediakan pelayanan penginapan yang dapat dilengkapi dengan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan pelayanan pengobatan sesuai aturan perundangan yang dilakukan oleh dokter PPK-I (dokter keluarga