Mengelola
Pelatihan Partisipatif
MODUL KHUSUS FASILITATOR
DEPARTEMENPEKERJAAN UMUM
Direktorat Jenderal Cipta Karya
Pelatihan Dasar 2
F14
Modul 1 Pelatihan Partisipatif 1
Kegiatan 1: Curah Pendapat dan Tanya Jawab Pendidikan Kritis dan PNPM
Mandiri Perkotaan 2
Kegiatan 2: Permainan dan Diskusi Pelatihan Partisipatif 2
Modul 2 Metode dan Media Pembelajaran 17
Kegiatan 1 : Diskusi Berputar Penerapan Pengalaman Berstruktur 18
Modul 3 Menyelenggarakan Pelatihan 56
Kegiatan 1 : Diskusi Kelompok dan Pleno Pengelolaan Pelatihan 57
Kegiatan 2 : Memulai Pelatihan 58
Modul 4 Mempersiapkan Praktek Fasilitasi Pelatihan 67
Kegiatan 1 : Memahami Modul Dasar Komunitas 68
Kegiatan 2 : Persiapan Praktek 68
Modul 5 Praktek Melatih 70
Mengelola
Pelatihan Partisipatif
MODUL KHUSUS FASILITATOR
DEPARTEMENPEKERJAAN UMUM
Direktorat Jenderal Cipta Karya
Pelatihan Dasar 2
F14
Modul 1 Pelatihan Partisipatif 1
Kegiatan 1: Curah Pendapat dan Tanya Jawab Pendidikan Kritis dan PNPM
Mandiri Perkotaan 2
Kegiatan 2: Permainan dan Diskusi Pelatihan Partisipatif 2
Modul 2 Metode dan Media Pembelajaran 17
Kegiatan 1 : Diskusi Berputar Penerapan Pengalaman Berstruktur 18
Modul 3 Menyelenggarakan Pelatihan 56
Kegiatan 1 : Diskusi Kelompok dan Pleno Pengelolaan Pelatihan 57
Kegiatan 2 : Memulai Pelatihan 58
Modul 4 Mempersiapkan Praktek Fasilitasi Pelatihan 67
Kegiatan 1 : Memahami Modul Dasar Komunitas 68
Kegiatan 2 : Persiapan Praktek 68
Modul 5 Praktek Melatih 70
Modul 1
Topik: Pelatihan Partisipatif
Peserta memahami dan menyadari: 1. Makna pendidikan kritis
2. Pendekatan pelatihan partisipatif untuk pendidikan kritis 3. Keterkaitan PNPM Mandiri Perkotaan dengan pendidikan kritis
Kegiatan 1: Diskusi pembelajaran kritis dan PNPM Mandiri Perkotaan Kegiatan 2: Permainan dan diskusi pelatihan partisipatif
2 Jpl ( 90 ’)
Bahan Bacaan: 1. Pendidikan Kritis
2. Pemandu Pelatihan Partisipatif 3. Prinsip – prinsip Dasar Memfasilitasi
• Kerta Plano
• Kuda-kuda untuk Flip-chart • LCD
• Metaplan
• Papan Tulis dengan perlengkapannya • Spidol, selotip kertas dan jepitan besar
Curah pendapat dan Tanya Jawab Pendidikan Kritis dan PNPM
Mandiri Perkotaan
1) Buka pertemuan dengan salam singkat dan uraikan bahwa kita akan memulai Modul Pelatihan Partisipatif , jelaskan apa yang akan dicapai melalui modul ini , yaitu :
Peserta memahami makna pendidikan kritis
• Peserta memahami pelatihan partisipatif untuk pendidikan kritis • Kerterkaitan PNPM Mandiri Perkotaan dengan pendidikan kritis.
2) Tanyakan kepada peserta apa yang dimaksud dengan pendidikan kritis (pembelajaran untuk penyadaran kritis) ? Lakukan curah pendapat dan tulis jawaban peserta dalam kertas plano. Lanjutkan diskusi dengan membahas apa tujuan dari penyadaran kritis, sampai ketemu kata kunci pemberdayaan (pembelajaran yang memanusiakan manusia).
3) Lakukan curah pendapat dengan membahas apa tujuan utama penyadaran kritis dalam PNPM Mandiri Perkotaan, sampai ketemu kata kunci perubahan paradigma dan membangun sikap perilaku positif untuk menanggulangi kemiskinan. Jelaskan bahwa salah satu cara untuk merubah paradigma dan mendorong sikap mental yang positif di PNPM Mandiri Perkotaan adalah melalui pelatihan – pelatihan.
Permainan dan Diskusi Pelatihan Partisipatif
1) Informasikan kepada peserta bahwa kita akan melanjutkan kegiatan dengan melakukan permainan “Merapikan Lingkaran”. Ikuti petunjuk permainan seperti yang tertuang dalam Lembar Kerja (LK1).
2) Setelah selesai permainan kemudian diskusikan dengan peserta :
Mana yang lebih efektif di antara kedua permainan tadi ? Mengapa demikian
Dari diskusi tersebut apa yang bisa kita pelajari tentang peran seorang Pemandu dan peserta didik dalam memecahkan persoalan mereka.
Apabila dihubungkan dengan pendidikan partisipatif, apa saja prinsip-prinsip yang harus kita kembangkan?
3) Refleksikan bersama dan beri penegasan – penegasan yang diperlukan mengenai pendidikan kritis dan metodologi pendidikan dengan pendekatan partisipatif dan pendidikan untuk orang dewasa, serta peran dan fungsi Pemandu (gunakan bahan bacaan yang sudah
disediakan sebagai referensi dan dianjurkan untuk memperkaya dengan bahan bacaan lain).
Pendidikan kritis adalah upaya untuk membangun kesadaran kritis dari pelaku baik peserta didik maupun pendidik, untuk mengembalikan kemanusiaan manusia. Dalam pendidikan kritis, diberikan ruang kepada para pelaku untuk menganalisa secara kritis hubungan sebab akibat terjadinya dehumanisasi yang menyebabkan masalah – masalah dalam kehidupan manusia sampai dapat ditemukan penyebab utamanya (akar masalah) dan alternatif – alternatif dari pemecahan masalah tersebut. Diharapkan para pelaku pendidikan (baik peserta maupun pendidik), bisa terbebas dari belenggu dehumanisasi, artinya pendidikan berperan untuk membangkitkan kesadaran kritis sebagai prasyarat upaya untuk pembebasan.
Dehumanisasi bersifat mendua, dalam pengertian terjadi atas diri mayoritas kaum tertindas maupun atas diri minoritas kaum penindas. Keduanya menyalahi kodrat manusia sejati. Mayoritas kaum tertindas menjadi tidak manusiawi karena hak – hak asasi mereka dinistakan, mereka dibuat tidak berdaya dan dibenamkan dalam kebudayaan bisu . Adapun minoritas kaum penindas menjadi tidak manusiawi karena telah mendustai hakekat keberadaan dan hati nurani sendiri dengan memaksakan penindasan bagi manusia sesamanya.
Dalam proses pendidikan seringkali malah terjadi proses dehumanisasi dari peserta didik dan pendidik, bila hubungan antara keduanya didasarkan kepada kekuasaan dan otoritas penuh dari si pendidik. Praktek pendidikan seperti ini menjadi melemahkan kesadaran kritis dari warga belajar sehingga mereka menjadi tidak berdaya. Oleh karena itu muncul metodologi pendidikan partisipatif dengan pendekatan pendidikan untuk orang dewasa (adult education). Dalam konteks metodologi ini peran, pengetahuan dan pengalaman peserta didik dilibatkan dengan membangun suasana yang dialogis. Dalam suasana yang dialogis peserta didik dan pendidik sama – sama menjadi subyek, sedangkan yang menjadi obyek bersama adalah realitas kehidupan. Artinya hubungan antara peserta didik dan pendidik adalah hubungan yang setara yang tidak didasarkan kepada kekuasaan, jabatan, jenis kelamin atau yang lainnya akan tetapi masing – masing menghargai keberadaan pihak lain sebagai manusia.
Pelatihan di PNPM Mandiri Perkotaan, pada dasarnya adalah pelatihan motivasional yaitu pelatihan yang mendorong peserta untuk mempunyai paradigma dan sikap mental yang positif yang mendukung upaya – upaya penanggulangan kemiskinan , sehingga peserta mempunyai motivasi untuk menjadi bagian dari pemecahan masalah bukan bagian dari masalah sebagai wujud tanggung jawabnya sebagai manusia. Artinya kesadaran kritis yang diharapkan dari peserta adalah kesadaran mengenai fitrahnya sebagai manusia yang merdeka yang tidak dikungkung oleh lingkungan akan tetapi sikap perilakunya semata – mata hanya dikontrol oleh nilai – nilai kemanusiaan. Dengan proses seperti ini diharapkan akan terkikis proses dehumanisasi yang diyakini sebagai akar penyebab kemiskinan.
LK 1 – Pelatihan Partisipatif
Petunjuk Permainan “Merapikan Lingkaran”
1) Bagi peserta belajar ke dalam 2 kelompok, lalu setiap kelompok diminta untuk memilih satu orang yang bertindak sebagai Pendidik (Pemandu).
2) Mintalah setiap orang untuk bergandengan tangan dengan dua orang lain (tangan kiri memegang 1 tangan orang lain, tangan kanan memegang 1 tangan orang yang berbeda) secara acak sehingga terbentuk suatu “simpul manusia’ yang acak – acakan.
3) Tugas kelompok adalah untuk merapikan simpul yang acak-acakan itu menjadi lingkaran manusia yang rapi sambil bergandengan tangan. Selama proses, pegangan tangan tidak boleh lepas. Kalau ada pegangan tangan yang lepas, kelompok dianggap gagal.
4) Anggota kelompok hanya mengikuti perintah pemandunya. Mereka tidak boleh bergerak sendiri sebelum ada perintah dan tidak boleh membantu pemandu untuk mempermudah tugasnya.
5) Sesudah siap, beri aba-aba dan persilahkan pemandu kelompok untuk melakukan tugasnya.
6) Tugas pemandu adalah memberikan perintah lisan kepada kelompoknya, untuk membentuk lingkaran yang rapi tanpa memutuskan simpul manusia. Pemandu tidak boleh menggunakan gerakkan tangan.
7) Kemudian, kelompok mendapat tugas sekali lagi untuk membentuk lingkaran acak yang baru dan pemandu mereka turut ambil bagian dalam ”simpul manusia”. Kali ini pemandu kelompok ikut bergabung dalam simpul.
8) Beri aba-aba dan tugaskan kelompok untuk membentuk lingkaran berdasarkan kerja sama semua anggota kelompok.
9) Setelah selesai, ajak peserta belajar untuk mendiskusikan :
Mana yang lebih efektif di antara kedua permainan tadi ? Mengapa demikian
Dari diskusi tersebut apa yang bisa kita pelajari tentang peran seorang Pemandu dan peserta didik dalam memecahkan persoalan mereka.
Apabila dihubungkan dengan pendidikan partisipatif, apa saja prinsip-prinsip yang harus kita kembangkan?
Slide 1 Slide 2
Slide 5 Slide 6
Slide 7 Slide 8
PROSES PEMBELAJARAN KRITIS
Disarikan dari : Pendidikan Populer, Membangun Kesadaran Kritis – Mansour Fakih,Roem Topatimasang dan Toto Rahardjo
Apa itu Pendidikan Kritis
Pendidikan kritis pada dasarnya merupakan aliran, paham dalam pendidikan untuk pemberdayaan pembebasan. Pijakan dasar tradisi pendidikan kritis yakni pemikiran dan paradigma kritik ideologi terhadap sistem dan struktur sosial, ekonomi dan politik yang tidak adil. Dengan demikian pendidikan dalam perspektif paham ini merupakan media untuk resistensi dan aksi sosial yang tidak dapat dipisahkan dan merupakan bagian dari proses transformasi sosial.
Dalam perspektif kritis, pendidikan adalah melakukan refleksi kritis terhadap ideologi dominan ke arah transformasi sosial. Tugas utama pendidikan adalah menciptakan ruang agar sikap kritis terhadap sistem dan struktur ketidakadilan, serta melakukan dekonstruksi dan advokasi menuju sistem sosial yang lebih adil. Dalam perspektif kritis, pendidikan harus mampu menciptkan ruang untuk mengidentifikasi dan menganalisa secara bebas dan kritis untuk transformasi sosial. Dengan kata lain tugas utama pendidikan adalah ’memanusiakan’ kembali manusia yang mengalami dehumanisasi karena sistem dan struktur yang tidak adil.
Peletak dasar filosofi pendidikan kritis adalah Paulo Freire, dia adalah tokoh pendidikan kritis yang meletakkan dasar ”pendidikan bagi kaum tertindas” asal Brazil, memberikan makna pembebasan lebih ditekankan pada kebangkitan kesadaran kritis masyarakat. Dengan kata lain bagi Freire mengungkapkan bahwa hakekat ’pembebasan’ adalah suatu proses bangkitnya”kesadaran kritis” rakyat terhadap sistem dan struktur sosial yang menindas. Pembebasan bagi mereka tidak saja terbebas dari kesulitan aspek material saja, akan tetapi juga adanya ruang kebebasan dari aspek spiritual, idologi maupun kultural. Dijelaskan bahwa sesungguhnya rakyat memerlukan tidak saja bebas dari kelaparan, akan tetapi juga bebas untuk mencipta dan mengkonstruksi dan untuk bercita – cita.
Tema pokok gagasan Freire, sesungguhnya mengacu pada keyakinan bahwa pendidikan pada dasarnya merupakan ”proses memanusiakan manusia kembali”. Gagasan ini berangkat dari suatu analisis bahwa sistem kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya, membuat masyarakat mengalami ”dehumanisasi”. Pendidikan sebagaimana dipraktekan di sekolah –sekolah , sebagai bagian dari sistem masyarakat justru pada kenyataannya menjadi pelanggeng proses dehumanisasi tersebut.
Dalam konteks PNPM Mandiri Perkotaan, proses pendidikan alternatif (pembelajaran) yang difasilitasi oleh jajaran konsultan bukan hanya ditujukan terhadap masyarakat yang mengalami dehumanisasi, akan tetapi juga kepada pihak – pihak lain yang terlibat dalam penciptaan situasi dehumanisasi. Kelompok sasaran pembelajaran bukan hanya di tingkat masyarakat kelurahan/desa sasaran akan tetapi juga pada level – level yang lebih tinggi yaitu di tingkat Kota/Kabupaten sampai Nasional.
Perubahan atau transformasi sosial yang diharapkan terjadi adalah adanya kesadaran terhadap struktur yang tidak adil disebabkan oleh sikap dan perilaku manusia yang serakah, tidak adil, tidak jujur dan sebagainya. Kondisi tersebut menyebabkan adanya dua kelompok besar dalam
masyarakat, yaitu kelompok yang menindas, biasanya golongan elite yang mempunyai sumber kekuasaan dan kewenangan dan kelompok yang tertindas, biasanya orang – orang yang jauh dari sumber kekuasaan, sehingga tidak mempunyai kesempatan dan terpinggirkan. Struktur yang tidak adil tersebut menyebabkan ketimpangan sehingga menyebabkan kemiskinan pada golongan yang terpinggirkan. Untuk tercapainya transformasi sosial menuju keberdayaan dan kemandirian masyarakat (sebagai wujud dari keadilan), perubahan harus terjadi baik pada golongan elite maupun kelompok marginal. PNPM Mandiri Perktoaan memfasilitrasi proses pembelajaran kritis, agar semua pihak jadi berdaya dalam pengertian pemberdayaan sejati, yaitu diharapkan semua pihak sadar dengan kritis akan jati diri dan menjalankan fitrahnya sebagai manusia.
Metodologi Pendidikan Kritis
Filsapat Freire bertolak dari kehidupan nyata, bahwa di dunia ini sebagian besar manusia menderita sedemikian rupa – sementara sebagian lainnya menikmati jerih payah orang lain dengan cara – cara yang tidak adil, dan kelompok yang menikmati ini justru bagian minoritas umat manusia. Dilihat dari segi jumlah saja menunjukkan bahwa keadaan tersebut memperlihatkan kondisi yang tidak berimbang, tidak adil. Persoalan itu yang disebut Freire sebagai ’situasi penindasan’.
Bagi Freire, penindasan atau apapun nama dan apapun alasannya, adalah tidak manusiawi, sesuatu yang menafikan harkat kemanusiaan (dehumanisasi). Dehumanisasi bersifat mendua, dalam pengertian terjadi atas diri mayoritas kaum tertindas maupun atas diri minoritas kaum penindas. Keduanya menyalahi kodrat manusia sejati. Mayoritas kaum tertindas menjadi tidak manusiawi karena hak – hak asasi mereka dinistakan, karena mereka dibuat tidak berdaya dan dibenamkan dalam kebudayaan bisu . adapun minoritas kaum penindas menjadi tidak manusiawi karena telah mendustai hakekat keberadaan dan hati nurani sendiri dengan memaksakan penindasan bagi manusia sesamanya.
Freire melihat penindasan juga terjadi dalam proses pendidikan selama ini, yang disebutnya sebagai ”banking concept of education”. Murid dalam proses pendidikan model bank yang dipraktekan di sekolah – sekolah lebih menjadi objek pendidikan, mereka pasif dan hanya mendengar, mengikuti dan mencontoh para guru. Proses pendidikan seperti itu bagi Freire tidak saja bersifat menjinakkan, tetapi bahkan lebih jauh merupakan proses dehumanisasi dan penindasan.
Dalam konsep pendidkan di atas, anak didik dianggap sebagai objek investasi dan sumber deposito potensial. Depositor atau investornya adalah para guru yang mewakili lembaga – lembaga kemasyarakatan mapan dan berkuasa., sementara depositnya adalah berupa ilmu pengetahuan yang diajarkan kepada anak didik. Anak didikpun lantas diperlakukan sebagai ”bejana kosong” yang akan diisi, sebagai sarana tabungan atau penanaman ’modal ilmu pengetahuan’ yang akan dipetik hasilnya kelak. Jadi guru adalah subjek aktif, sedang anak didik adalah obyek yang pasif yang penurut, dan diperlakukan tidak berbeda atau menjadi bagian dari relaitas dunia yang diajarkan kepada mereka., sebagai obyek ilmu pengetahuan teoritis yang tidak berkesadaran. Pendidikan akhirnya bersifat negatif dimana guru memberi informasi yang harus ditelan oleh murid, yang wajib diingat dan dihapalkan. Secara sederhana Freire menyusun daftar antagonisme pendidikan ”gaya bank” sebagai berikut :
Guru mengajar, murid belajar
Guru tahu segalanya, murid tidak tahu apa – apa Guru berpikir, murid dipikirkan
Guru bicara, murid mendengarkan Guru mengatur, murid diatur
Guru bertindak, murid membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan tindakan gurunya
Guru memilih apa yang akan diajarkan, murid menyesuaikan diri
Guru mengacaukan wewenang ilmu pengetahuan dengan kebebasan murid-murid Guru adalah subyek proses belajar, murid obyeknya.
Oleh karena itu, guru yang menjadi pusat segalanya, maka merupakan hal yang lumrah saja jika murid-murid kemudian mengidentifikasi diri seperti gurunya sebagai prototip manusia ideal yan harus ditiru dan digugu, harus diteladani dalam semua hal. Implikasinya adalah bahwa pada saatnya nanti murid – murid akan benar – benar menjadikan diri mereka sendiri sebagai duplikasi guru mereka dulu, dan pada saat itulah akan lahir lagi generasi baru manusia – manusia penindas. Jika di antara mereka ada yang menjadi guru atau pendidik, maka daur penindasan akan segera dimulai dalam dunia pendidikan, dan demikian seterusnya. Sistem pendidikan, karena itu, menjadi sarana terbaik untuk memelihara keberlangsungan status quo sepanjang masa, bukan menjadi kekuatan penggugah ke arah perubahan dan pembaharuan.
Bagi Freire, sistem pendidikan sebaliknya justru harus menjadi kekuatan penyadar dan pembebas umat manusia. Oleh karena itu Freire selanjutnya mengembangkan suatu pendidikan yang tidak saja mentransformasikan hubungan guru dan murid yang lebih membebaskan, serta meletakkan dasar konsep pendidikan yang justru memposisikan murid sebagai subjek pendidikan dengan tidak saja memperkenalkan berbagai metodologi dan praktek hubungan pendidikan yang bersifat membebaskan, namun juga membangkitkan kesadaran kritis warga belajar terhadap ketidak adilan sistemik.
Sistem pendidikan pembaharu ini, kata Freire adalah, pendidikan untuk pembebasan – bukan untuk penguasaan (dominasi). Pendidikan harus menjadi proses pemerdekaan, bukan penjinakan sosial budaya. Pendidikan bertujuan menggarap relaitas manusia, dan karena itu secara metodologis bertumpu di atas prinsip – prinsip aksi dan refleksi. Prinsip ’praxis’ menjadi kerangka dasar sistem pendidikan Paulo Freire. Praxis adalah ’manunggal karsa, kata dan karya’ karena manusia adalah kesatuan dari fungsi berfikir, berbicara dan berbuat. Setiap waktu dalam prosesnya, pendidikan ini merangsang ke arah diambilnya suatu tindakan, kemudian tindakan tersebut direfleksikan kembali, dan dari refleksi itu diambil tindakan yang lebih baik. Anak didik menjadi subyek yang belajar, subyek yang bertindak dan berpikir, dan pada saat bersamaan berbicara menyatakan hasil tindakan dan buah pikirannya. Begitu juga sang guru.
Jadi keduanya (murid dan guru saling belajar satu sama lain, saling memanusiakan. Dalam proses ini, guru mengajukan bahan untuk dipertimbangkan oleh murid dan pertimbangan sang guru sendiri diuji kembali setelah dipertemukan dengan pertimbangan murid-murid, dan sebaliknya. Hubungan keduanyapun menjadi subyek – subyek, bukan obyek – obyek. Obyek mereka adalah realita. Maka terciptalah suasana dialogis yang bersifat inter subyek untuk memahami suatu obyek bersama.
Proses Pendidikan Kritis
Suatu penyelenggaraan belajar mengajar, merupakan proses pendidikan kritis – harus mencerdaskan sekaligus bersifat membebaskan pesertanya untuk menjadi pelaku (subjek) utama, bukan sasaran perlakuan (objek) dari proses tersebut.
Ciri – ciri Pokok
:
Belajar dari pengalaman (realitas kehidupan); yang dipelajari bukan ’ajaran’ (teori,
pendapat, kesimpulan, wejangan, nasehat, dsb) dari seseorang , tetapi keadaan nyata masyarakat atau pengalaman seseorang atau sekelompok orang yang terlibat dalam keadaan nyata tersebut. Akibatnya, tidak ada otoritas pengetahuan seseorang lebih tinggi dari yang lainnya. keabsahan pengetahuan seseorang ditentukan oleh pembuktiannya dalam realitas tindakan atau pengalaman langsung, bukan pada retorika teoritik atau ’kepintaran omong’nya.
Tidak menggurui; karena itu, tak ada ”guru” dan tak ada ”murid yang digurui”. Semua orang
yang terlibat dalam proses pendidikan ini adalah ”guru sekaligus murid” pada saat yang bersamaan.
Dialogis; karena tidak ada lagi guru atau murid, maka proses yang berlangsung bukan lagi proses
”mengajar – belajar” yang bersifat satu arah, tetapi proses ”komunikasi” dalam berbagai bentuk kegiatan (diskusi kelompok, bermain peran, dsb) dan media (peraga, grafika, audio visual, dsb) yang lebih memungkinkan terjadinya dialog kritis antar semua orang yang terlibat dalam proses pelatihan tersebut.
Agar tetap pada asas – asas pendidikan kritis yang menjadi landasan filosofinya, maka panduan proses belajar harus disusun dalam pelaksanaannya dalam suatu proses yang dikenal sebagai ”daur belajar (dari) pengalaman yang distrukturkan”. Proses belajar ini memang sudah teruji sebagai suatu proses belajar yang juga memenuhi semua tuntutan atau prasyarat pendidikan kritis, terutama karena urutan prosesnya memang memungkinkan bagi setiap orang untuk mencapai pemahaman dan kesadaran atas suatu realitas sosial dengan cara terlibat (partisipasi), secara langsung maupun tidak langsung, sebagai bagian dari realitas tersebut.
Pengalaman keterlibatan inilah yang memungkinkan setiap orang mampu melakukan : Rangkai – ulang (rekonstruksi) : yakni menguraikan kembali rincian (fakta, unsur – unsur,
urutan kejadian,dll) dari realitas tersebut. Pada tahap ini juga bisa disebut proses mengalami; karena proses ini dimulai dengan penggalian pengalaman dengan cara melakukan kegiatan langsung. Dalam proses ini partisipan terlibatkan dan bertindak atau berperilaku mengikuti suatu pola tertentu. Apa yang dilakukan dan dialaminya adalah mengerjakan, mengamati, melihat dan mengatakan sesuatu. Pengalaman itulah yang pada akhirnya menjadi titik tolak proses belajar selanjutnya.
Ungkapan; setelah mengalami, maka tahap berikutnya yang penting yakni proses
mengungkapkan dengan cara menyatakan kembali apa yang sudah dialaminya, bagaimana tanggapan, kesan atas pengalaman tersebut.
Kaji-urai (analisis); yakni mengkaji sebab akibat dan kemajemukan kaitan – kaitan
permasalahan yang ada dalam realitas tersebut – yakni tatanan, aturan, sistem, yang menjadi akar persoalan.
Kesimpulan; yakni merumuskan makna hakekat dari realitas tersebut sebagai suatu pelajaran dan
pemahaman atau pengertian baru yang lebih utuh, berupa prinsip – prinsip berupa kesimpulan umum (generalisasi) dari hasil pengkajian atas pengalaman tersebut. Dengan menyatakan apa yang dialami dan dipelajari dengan cara seperti ini akan membantu untuk merumuskan, merinci dan memperjelas hal – hal yang telah dipelajari.
Tindakan; tahap akhir dari daur belajar ini adalah memutuskan dan melaksanakan tindakan –
tersebut, sehingga sangat memungkinkan pula untuk menciptakan realitas-realitas baru yang juga lebih baik. Langkah ini bisa diwujudkan dengan cara merencanakan tindakan dalam rangka penerapan prinsip-prinsip yang telah disimpulkan.
Proses pengalaman belumlah lengkap, sebelum ajaran baru, atau pengalaman baru, penemuan baru dilaksanakan dan diuji dalam perilaku yang sesungguhnya. Tahap inilah bagian yang bersifat ”eksperimental”. Tentu saja proses penerapan pun akan menjadi suatu pengalaman tersendiri pula dan dengan pengalaman baru itulah daur proses inipun akan dimulai dari awal lagi dan seterusnya.
PRINSIP-PRINSIP DASAR MEMFASILITASI
Sumber : Panduan Memfasilitasi Pelatihan Partisipatif, Program Delivery, DFID
Pada umumnya kita sudah berpengalaman terlibat bersama dan bekerjasama dengan orang lain di dalam semacam kelompok atau organisasi yang mempunyai sesuatu tujuan tertentu. Terdapat berbagai macam cara dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan. Banyak kelompok atau organisasi mempunyai seseorang yang ditunjuk dan ditugaskan sebagai pemimpin kelompok atau ketua organisasi. Orang tersebut memikul tanggung jawab atas apa yang terjadi dalam pertemuan-pertemuan kelompok atau organisasi. Dia sudah mendapat delegasi wewenang untuk mengambil inisiatif dan tanggung jawab untuk mengundang anggota-anggotanya dan mengadakan pertemuan-pertemuan, bertindak sebagai pimpinan sidang, merencanakan agenda dan mungkin membuat keputusan sehari-hari. Inilah bentuk yang paling umum dari kepemimpinan kelompok atau organisasi.
Bagaimanapun juga ada sebuah bentuk alternatif fungsi-fungsi kepemimpinan yang lain untuk disebarluaskan, dipergunakan dan dikembangkan, yaitu semua anggota berbagi dalam tanggung jawab. Dalam hal ini bagaimana menjadi seorang "pemimpin" dalam sebuah kelompok atau organisasi dimana semua anggotanya secara bersama-sama berperanserta dalam proses pembuatan keputusan dan tanggung jawab. Jenis kepemimpinan yang akan kita bahas, yaitu - MEMFASILITASI atau MEMANDU - dirancang untuk membantu kelompok mampu melaksanakan fungsinya lebih efektif dengan jalan menghimpun ketrampilan-ketrampilan kepemimpinan dan potensi dari seluruh anggota.
Pengertian Memfasilitasi
Istilah "memfasilitasi/memandu" sudah dipakai dalam berbagai cara yang berbeda oleh berbagai orang yang berbeda. Istilah tersebut dipergunakan untuk diartikan sebagai suatu peranan tertentu dalam sebuah kelompok, yang diasosiasikan dengan nilai-nilai tertentu pula. Dalam pembahasan ini, akan didefinisikan apa yang disebut dengan "facilitation" (memfasilitasi) dan akan diidentifikasi nilai-nilai dan tanggung jawab yang menyertainya.
Memfasilitasi berasal dari kata bahasa Inggris "Facilitation" yang akar katanya berasal dari bahasa Latin "facilis" yang mempunyai arti "membuat sesuatu menjadi mudah". Dalam Oxford Dictionary disebutkan :"to render easier, to promote, to help forward; to free from difficulties and obstacles". Secara umum pengertian "facilitation" (fasilitasi) dapat diartikan sebagai suatu proses
"mempermudah" sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. Dapat pula diartikan sebagai "melayani dan memperlancar aktivitas belajar peserta pelatihan untuk mencapai tujuan berdasarkan
pengalaman". Sedangkan orang yang "mempermudah" disebut dengan "Fasilitator" (Pemandu).
Nilai-nilai Dalam Memfasilitasi
• Demokrasi : Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk ikut ambil bagian dalam proses belajar dimana dia menjadi peserta tanpa prasangka; perencanaan untuk pertemuan apa saja terbuka luas dan dilakukan secara bersama-sama oleh fasilitator dan para peserta; agenda dirancang untuk memenuhi kebutuhan para peserta dan terbuka
terhadap perubahan-perubahan para peserta; dan untuk jangka waktu selama fasilitator bekerja dengan mereka itu, tidak ada struktrur organisasi secara hirarkis yang berfungsi.
y
Tanggung Jawab : Setiap orang bertanggungjawab atas kehidupan-nya masing-masing,pengalaman-pengalaman dan tingkah lakunya sendiri. Hal ini mencakup pula pada tanggungjawab atas partisipasi seseorang di dalam sebuah pertemuan atau pelatihan. Sebagai fasilitator, bertanggungjawab terhadap rencana yang sudah dibuat, apa yang dilakukan, dan bagaimana hal ini membawa pengaruh pada isi, partisipasi dan proses pada pembahasan itu. Fasilitator juga bertanggungjawab atas dirinya sendiri dan apa yang terjadi pada fasilitator. Fasilitator harus sensitif terhadap bagaimana dan seberapa besar para peserta bersedia dan mampu memikul tanggungjawab pada setiap pertemuan atau pelatihan. Melalui pengalaman, para peserta dapat belajar memikul tanggungjawab yang semakin besar.
• Kerjasama : Fasilitator dan para peserta bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama mereka. Orang mungkin akan mengatakan bahwa kepemimpinan adalah sesuatu yang dilakukan oleh seseorang terhadap sebuah kelompok. Sedangkan fasilitasi/memandu adalah sesuatu yang dilakukan oleh seseorang bersama dengan sebuah kelompok.
• Kejujuran : Fasilitator mewakili secara jujur nilai-nilai dirinya sendiri, perasaan, keprihatinan dan prioritas dalam bekerja bersama seluruh peserta pelatihan, dan fasilitator seharusnya menentukan suasana bagi suatu harapan akan kejujuran dari seluruh peserta. Ini juga berarti bahwa fasilitator harus jujur dengan dan terhadap peserta dan terhadap dirinya sendiri menyangkut apa saja yang mejadi kemampuan fasilitator. Fasilitator harus mewakili dirinya sendiri secara adil dan tidak berusaha untuk berbuat terlalu jauh melampaui kemampuannya sendiri dalam peranan sebagai fasilitator.
• Kesamaan Derajat : Setiap anggota mempunyai sesuatu yang dapat disumbangkan pada peserta pelatihan dan perlu diberikan kesempatan yang adil untuk melakukan hal itu; Fasilitator menyadari bahwa dia dapat belajar dari para peserta sebesar apa yang mereka bisa pelajari dari fasilitator. Pada saat yang sama, setiap peserta mempunyai hak untuk memilih dan memutuskan untuk tidak ikut ambil bagian pada pokok bahasan tertentu dalam suatu pertemuan atau pelatihan.
Fungsi dan Peranan Fasilitator
Pekerjaan (fungsi dan peranan) seorang fasilitator ialah memusatkan perhatian pada seberapa baik peserta pelatihan bekerjasama. Tujuan dan fokus ini ialah untuk memastikan bahwa peserta sebuah pelatihan dapat mencapai tujuan mereka dalam pelatihan tersebut.
Fasilitator percaya bahwa masing-masing peserta pelatihan dapat memikul tanggungjawab bersama atas apa yang terjadi, antara lain:
• memanggil para peserta untuk mengingatkan mereka akan jadwal pertemuan berikutnya • menjamin bahwa setiap peserta mempunyai kesempatan untuk memberikan sumbangan
pada sebuah diskusi
• meninjau dan mengetahui bahwa agenda yang disusun bertujuan untuk melayani tujuan dan kepentingan peserta pelatihan dan pelatihan itu sendiri.
Akibat pembagian bersama ini yaitu bisa menyamaratakan tanggungjawab atas keberhasilan atau kegagalan suatu pelatihan dan memberikan kesempatan kepada lebih banyak orang untuk melakukan pengawasan dalam menentukan apa yang yang terjadi dalam sebuah pelatihan dan keputusan-keputusan apa yang diambil.
Seorang fasilitator dapat memenuhi berbagai jenis kebutuhan yang berbeda dalam bekerja dengan peserta pelatihan. Hal ini ditentukan oleh tujuan peserta pelatihan untuk datang dan berkumpul bersama dan segala sesuatu yang diharapkan dari individu yang akan bertindak sebagai fasilitator.
Pengalaman Nyata
Sebagai contoh, anda sudah diminta untuk memberikan presentasi mengenai bidang keahlian anda (misalnya perencanaan regional) kepada sebuah kelompok yang terdiri dari masyarakat yang berminat. Tujuan dari pertemuan itu adalah semata-mata hanya bersifat memberikan informasi. Sebagai nara sumber, anda bisa mempengaruhi dinamika diskusi melalui cara yang anda pergunakan dalam menyajikan informasi anda, suasana seperti apa yang anda ciptakan dalam kelompok (terbuka atau tertutup, ringan atau berat) dan oleh sikap yang anda tunjukkan kepada orang-orang yang bekerja dengan anda.
Suatu isyarat sangat sederhana tanpa kata-kata - dimana anda duduk - dapat mengakibatkan betapa orang merasa senang dalam suatu diskusi mengikuti presentasi anda. Jika anda duduk pada bagian depan dari ruangan menghadap para hadirin yang duduk berderetan, dan mempunyai sebuah podium di depan anda, anda mempunyai baik jarak dalam ruangan maupun benda penghalang (sebuah obyek tempat berlindung dibaliknya) antara anda sendiri dan anggota kelompok lainnya. Peserta pertemuan kurang mampu menjadi tantangan anda, dan anda terlindung dari upaya mendengarkan apa yang dikatakan peserta.
Sebagai tambahan, perhatian peserta terpusat terutama pada anda, tidak diantara mereka sendiri. Hal ini membuat anda mendapat wewenang yang besar. Pada sisi lain, jika anda dapat duduk diantara para peserta lainnya, dengan mereka berada di sekeliling anda, maka hal ini secara fisik akan menyamakan hubungan dan memudahkan terjadinya proses interaksi. Tujuan dari peranan anda sebagai nara sumber adalah berbagi informasi, dan bukan menempatkan diri anda di atas kelompok sebagai seorang ahli. Dengan memberikan peluang untuk mereka bebas bertanya dan mencoba mendapatkan umpan balik, anda bisa menyelesaikan ini dan, selain itu anda bisa belajar sendiri dari mereka. Contoh sederhana ini akan, kami harap, mendemonstrasikan beberapa segi dari model fasilitasi itu seperti apa.
Seseorang tidak perlu diberikan label sebagai "fasilitator" agar menggunakan teknik-teknik fasilitasi didalam sebuah pelatihan. Siapa saja anggota kelompok bisa mengajak kembali kelompok ke bahan pokok diskusi, menyela pola-pola pertentangan atau kesalahpahaman di antara pihak-pihak lain, menawarkan atau mengusulkan komentar-komentar yang bersifat menjelaskan/memperjelas, membuat ringkasan atas kegiatan-kegiatan atau memberikan umpan balik yang bersifat memberikan penilaian. Di dalam beberapa pelatihan, tanggungjawab ini dibagi merata oleh banyak orang atau seluruh peserta. Pada pelatihan lainnya, dimana pesertanya kurang terampil dalam hal proses interaksi belajar, akan mengharapkan fasilitator untuk melakukan peranan ini sendiri saja. Etika fasilitator
Ada berbagai kemungkinan dan cara dimana peranan dan fungsi fasilitator bisa hilang kendali atau digunakan secara tidak benar. Hal ini sering terjadi tanpa disadari baik oleh peserta pelatihan maupun fasilitator. Masalah ini menjadi tanggungjawab fasilitator itu sendiri untuk mencegah adanya penyalahgunaan posisinya sebagai seorang fasilitator. Menjaga integritas seorang fasilitator memang jauh lebih mudah jika fasilitator sudah memikirkan dengan seksama etika berikut ini dan barangkali perlu mendiskusikannya dengan para fasilitator lainnya.
• Adalah tidak cukup bahwa hanya fasilitator sendiri yang harus mempunyai nilai-nilai kerjasama dan kesamarataan. Kebanyakan orang terbiasa untuk ikut ambil bagian dalam pelatihan dimana seseorang bertindak sebagai pemimpin, guru atau seorang ahli dan orang itu diperlakukan sebagai orang penting, seseorang yang mempunyai wewenang dan kemerdekaan istimewa. Kecuali jika pelatihan memahami peranan fasilitator, mereka mungkin akan melihat dan menganggap fasilitator sebagai seorang yang berwenang dan membiarkan fasilitator mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap mereka. Adalah penting bagi fasilitator untuk turun dari posisi sebagai "tempat tumpuan" dan membiarkan peserta pelatihan melihat fasilitator sebagai "manusia". Inilah yang disebut sebagai peranan fasilitator yang "tidak menakjubkan". Teknik-teknik khusus untuk melakukan hal ini akan diuraikan lebih jauh
• Meskipun fasilitator secara sungguh-sungguh berupaya untuk membuat posisi sebagai yang "tidak menakjubkan", namun demikian, fasilitator boleh jadi menemukan bahwa orang-orang bergantung padanya. Mereka mungkin menyerahkan sebagian dari wewenang mereka sebagai peserta kepada fasilitator dan menunggu serta meminta fasilitator untuk membuat keputusan, mendefinisikan suatu situasi dan lain-lain. Ini barangkali merupakan ujian terberat dan terkuat atas nilai-nilai fasilitator itu sendiri – apakah fasilitator akan menerima dan menggunakan wewenang ini, atau apakah fasilitator merefleksikan kembali kepada peserta pelatihan akan kebutuhan mereka untuk memikul tanggungjawab dan membuat keputusan dan definisi-definisi tersebut. Godaan untuk menggunakan wewenang yang didelegasikan kepada fasilitator untuk mengisi kebutuhannya sendiri (meningkatnya harga diri, manipulasi dari suatu situasi demi untuk keuntungan diri sendiri, meskipun manfaat sederhana) akan menjadi kuat. Kenyataan bahwa peserta pelatihan mendelegasikan wewenang pada fasilitator adalah tidak beralasan.
• Sebuah potensi penyalahgunaan yang sama timbul dari kenyataan bahwa fasilitator itu memainkan suatu peranan yang cerdik dan tanpa memerintah. Fasilitator yang pasif, ramah, bermaksud baik bisa menjadi manipulatif dalam cara-cara dimana seorang pemimpin yang agresif dan kuat tidak akan pernah bisa menghindarinya. Perbedaan antara seorang manipulator yang sangat mempesona dan seorang diktator yang keras sekali mungkin hanya soal apakah peserta pelatihan menyadari atau tidak bahwa mereka sedang dikuasai dan diawasi oleh pemimpin mereka. Itu menjadi tanggungjawab fasilitator untuk tidak menggunakan teknik-teknik fasilitasi untuk mengontrol peserta sebuah pelatihan. Ini memang sungguh terjadi bagi para peserta pelatihan, dan tidak pada peranan kepemimpinan apa saja secara terbuka, yang sedang menggunakan teknik-teknik ini dalam suatu pertemuan atau pelatihan.
• Tidak ada standard external yang dapat digunakan untuk menilai fasilitator. Siapa saja boleh menyebut dirinya sebagai "fasilitator", dan hal ini tidak perlu mencerminkan pengalaman, keterampilan-keterampilan, atau pemahaman seseorang tentang proses pelatihan. Sayang sekali, ada orang yang menyebut dirinya sebagai fasilitator, menuntut dari peserta pelatihan atau kelompok sasaran suatu pembayaran yang tinggi, tanpa meninggalkan sesuatu yang bernilai yang abadi pada mereka. Kami harap para pembaca panduan ini akan menggunakan informasi yang kami sajikan untuk menjadi lebih efektif dalam membantu kelompok agar berfungsi dengan baik dan dalam saling berbagi keterampilan-keterampilan dengan yang lainnya, bukan untuk keuntungan pribadi.
• Menjadi seorang fasilitator tidak berarti bahwa fasilitator sudah mempunyai kualifikasi sebagai seorang ahli psikoterapi, baik bersama dengan sekelompok orang atau perorangan berdasarkan situasi. Mengingat cakupan "memandu" atau "memfasilitasi" tekanannya pada nilai-nilai dan perasaan manusia, fasilitator sering dilihat sebagai nara sumber bagi berbagai masalah psikologis pribadi maupun masalah organisasi. Jadi kadang-kadang para peserta menghubungi para fasilitator, baik langsung maupun tidak langsung, dengan kebutuhan emosi mereka. Hal ini dapat diinterpretasikan sebagai suatu pernyataan atas kekurangan nara sumber yang tersedia bagi permasalahan pribadi dari pada sebagai suatu komentar atas keterampilan anda sebagai seorang ahli terapi. Harap berhati-hati.
• Harus diingat juga bahwa fasilitator, tidak dapat berharap bahwa fasilitator akan mencapai kebutuhan emosionalnya sendiri dalam bekerja dengan peserta pelatihan. Jika fasilitator menggunakan situasi fasilitasi untuk memuaskan beberapa keinginan pribadi (perlu perhatian, respek, kekuasaan, bersahabat, menemukan kekasih), maka hal fasilitator tidak bisa melakukan sesuatu dengan baik dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan peserta pelatihan. Sering dalam pelatihan, kelompok-kelompok orang-orang menciptakan persepsi-persepsi secara sepihak di antara mereka, yang mengakibatkan pada interaksi-interaksi yang intensif. Jika fasilitator menjadi terlibat secara khusus dengan seorang peserta (atau sekelompok kecil peserta) dan dia mengabaikan yang lainnya, boleh jadi dia akan dilihat sebagai seorang penyokong dari seseorang atau orang-orang dimana dia terlibat bersama. Hal ini bisa merusak seluruh peserta pelatihan. Jika ditemukan sesuatu daya tarik tertentu, ikuti terus menurut kesempatan yang ada.
Pada akhirnya, adalah tanggungjawab fasilitator untuk merasa yakin bahwa peserta pelatihan menyadari apa yang sedang dilakukan bersama mereka: apa saja yang menjadi tujuan fasilitator, bagaimana dia berharap untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, apa yang bisa diberikan kepada mereka dan bagaimana akan dilakukannya.
Adalah tanggungjawab fasilitator itu sendiri untuk mewakili dirinya sendiri secara adil, terbuka menerima kiritik dari peserta pelatihan (fasilitator berada disana sehingga bermanfaat bagi mereka), dan untuk mempertimbangkan merubah tujuan fasilitator guna memenuhi tujuan peserta pelatihan. Adalah hak peserta pelatihan untuk meminta pertanggungjawaban fasilitator atas apa yang diperbuat oleh fasilitator bersama dengan mereka.
Salah satu tujuan dari buku pedoman ini ialah untuk membantu fasilitator untuk menggunakan pengetahuan, pemikiran dan keterampilan dasar yang sudah dipunyai dalam bekerja dengan peserta pelatihan. Dari waktu ke waktu kami akan mendesak fasilitator untuk menggunakan intuisinya sendiri. Hal ini tidak selalu berarti mengambil jalan keluar yang gampang atau mengikuti arah yang paling menyenangkan. Begitu seorang fasilitator mendapat pengalaman dalam hal memfasilitasi, dia belajar untuk mempercayai perasaan inti dari arah dalam menentukan tingkah-laku terbaik dalam suatu situasi tertentu berdasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan, dan suatu pemahaman atas manusia sebagai individu-individu dan dalam kelompok, apakah tingkah-laku ini menyenangkan atau janggal, menggembirakan atau tidak menggembirakan, mudah atau sukar. Seseorang tidak akan langsung menjadi seorang fasilitator yang efektif hanya membaca sebuah buku. Anda perlu menggabungkan pengalaman, umpan-balik, observasi dan refleksi guna membangun kompetensi. Kami menemukan bahwa pengalaman adalah alat pelatihan yang paling efektif.
Modul 2
Topik: Metode dan Media Pembelajaran
Kualitas pemahaman peserta terhadap metode fasilitasi dan media pembelajaran mengalami peningkatan
Diskusi berputar review penerapan pengalaman berstruktur
3 Jpl ( 135 ’)
Bahan Bacaan:
1. Modul Pelatihan Dasar 1 Fasilitator : Teknik Fasilitasi 2. Bebagai Metode Diskusi
3, Media Belajar dalam Pelatihan Partisipatif 4.
10
Strategi Membentuk Kelompok Belajar 5.10
Petunjuk Memfasilitasi Diskusi6.
10
saran untuk Memperbaiki Ceramah• Kerta Plano dan Metaplan • Kuda-kuda untuk Flip-chart
Diskusi Berputar Review Penerapan Pengalaman Berstruktur
1) Jelaskan kepada peserta bahwa kita akan mulai pembahasan modul metode dan media pembelajaran, dengan tujuan : kualitas pemahaman peserta terhadap metode dan media pembelajaran meningkat.
2) Ingatkan kepada peserta mengenai teknik fasilitasi yang sudah dibahas dalam pelatihan dasar 1 yang sudah lalu terutama mengenai pengalaman berstruktur, metode dan media pembalajaran.
3) Bagilah peserta ke dalam 3 kelompok, kemudian masing – masing tugaskan untuk membahas :
Kelompok 1
Tahapan pengalaman berstruktur (daur belajar orang dewasa)
Bagaimana mengembangkan pertanyaan – pertanyaan kunci dalam pengalaman berstruktur?.
Bagaimana pengalaman di lapangan dalam menerapkan pendekatan pembelajaran ini?
Kelompok 2
Apa metode (teknik) yang bisa digunakan dalam memfasilitasi yang sesuai dengan prinsip – prinsip pembelajaran partisipatif.?
Apa yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan metode?
Bagaimana pengalaman menerapkan berbagai metode tersebut di lapangan?
Kelompok 3
Media apa saja yang bisa digunakan sebagai alat bantu pembelajaran? Apa yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan media?
Bagaimana pengalaman dalam menggunakan media bantu dalam fasilitasi?
4) Setelah selesai diskusi kelompok, bahaslah hasilnya dengan melakukan diskusi berputar. Lihat petunjuk diskusi dalam Lembar Kerja,
5) Refleksikan bersama hasilnya dalam pleno kelas, pemandu memberikan tips – tips dalam memfasilitasi pelatihan sebagai masukkan bagi peserta.
6) Jelaskan kepada peserta bahwa pada dasarnya memfasilitasi proses pembelajaran di lapangan dan dalam pelatihan di kelas prinsip – prinsip nya sama, hanya saja di lapangan pembelajaran yang dilakukan lebih nyata dalam kehidupan sehari – hari atau sering disebut dengan istilah ”Sekolah tanpa dinding”.
MEDIA BELAJAR dalam PELATIHAN PARTISIPATIF
Pengertian dan Manfaat
Media belajar adalah alat bantu dalam kegiatan pembelajaran yang jenis dan bentuknya bermacam – macam. Dalam menyiapkan dan merancang media belajar, fasilitator perlu menyesuaikan metode yang dipergunakan. Sedangkan metode belajar ini, disesuaikan dengan tujuan belajar. Di dalam pembahasan satu topik (materi) belajar, biasanya :
Dipergunakan variasi metode belajar
Dipergunakan variasi media belajar yang sesuai Media belajar bermanfaat untuk :
Alat bantu Pemandu untuk memberi penjelasan kepada warga belajar.
Meningkatkan dan mendorong partisipasi dan keaktifan peserta belajar, artinya : media sebaiknya dibuat sederhana dan mudah dipergunakan oleh peserta.
Menimbulkan daya tarik belajar, artinya : media belajar sebaiknya bervariasi, menarik dan kalau perlu dengan menggunakan visualisasi (gambar)
Meningkatkan pemahaman peserta, artinya : media belajar sebaiknya membentu memperjelas materi yang sedang dibahas, khususnya hal – hal abstrak yang sulit dijelaskan dengan kata – kata.
Jenis Media Belajar
Media belajar yang biasa dipergunakan, terdiri dari banyak jenis dan bentuk. Seorang Pemandu, perlu memiliki kreativitas dan keterampilan untuk membuat media belajarnya sendiri. Jenia media belajar antara lain :
Lembar penugasan (kelompok/perorangan) Lembar kasus/Cerita
Lembar praktek (panduan praktek)
Skenario bermain peran (role play/drama/frgamen) Bahan permainan/teka – teki
Gambar sederhana Plastik transparansi
Kartu metapaln (yang sudah diisi tulisan Komik/cerita bergambar
Gambar/foto/poster Tayangan Video Kaset cerita
Boneka/wayang (puppet – show) Lembar balik (flip – chart) Dan sebagainya
Beberapa jenis media seperti modul, buklet, buku, komik, fotonovela yang isinya lebih panjang (banyak), bisa dianjurkan sebagai bahan bacaan untuk peserta belajar, apabila diperlukan.
Media seperti leaflet, bosur, jarang dipergunakan sebagai media pelatihan karena biasanya juga bersifat informasional (bahan bacaan).
Bahan dan Alat Pelatihan
Bahan dan alat peltihan terkadang merupakan media belajar, tetapi terkadang hanya merupakan perlengkapan belajar saja. Contohnya :
Dalam bermain peran, diperlukan sayur-sayuran hijau untuk tokoh ibu yang sedang menyampaikan contoh makanan berzat besi tinggi; sayur – sayuran hijau dalam kegiatan ini merupakan bahan atau perlengkapan saja, bukan media belajar.
Tetapi dalam pembahasan materi tentang makanan bergizi, contoh sayur-sayuran menjadi media belajar (bahan peragaan) untuk membahas jenis zat gizi yang terkandung di dalamnya.
Apabila alat/bahan tidak dipergunakan sebagai sarana langsung dalam proses pembelajaran, maka tidak termasuk ke dalam media pembelajaran. Beberapa bahan/alat pembelajaran yang biasanya dipergunakan adalah :
Papan tulis biasa, white – board, magentic – board Kertas plano
Kuda – kuda flip – chart Proyektor (slide, film,video)
Kartu – kartu metaplan (dibuat dari karton manila bermacam warna dengan - bn ukuran tertentu
Bahan – bahan praktek/peragaan
Ruangan yang cukup luas untuk 25-30 orang (bisa bergerak leluasa, melakukan diskusi kelompok, permainan yang tidak dinamis, dsb)
Kursi dan meja yang tidak mengganggu ruang gerak peserta. Dalam pelatihan partisipatif, sebaiknya digunakan kursi yang memiliki meja lengan, sehingga tidak perlu pakai meja lagi, dan peserta leluasa berpindah atau bergerak. Kalaupun tidak ada kursi bermeja lengan, jangan pakai meja besar/panjang yang menghabiskan tempat dan menghalangi.
Buku tulis, bolpoint, penghapus, supidol, selotip, gunting, paper-clip (penjepit kertas), stapler dan sebagainya.
Menentukan dan Mempersiapkan Media Belajar
Dalam menentukan media belajar untuk pelatihan, Pemandu menyesuaikan dengan kebutuhan setiap materi belajar. Seperti yang telah disampaikan di atas, setiap metode yang dipergunakan akan membutuhkan media tertentu. Karena itu, buatlah tabel check – list kebutuhan media untuk seluruh pelatihan agar tidak ada yang terlupa.
Karena di dalam pelatihan biasanya Pemandu merupakan tim, maka untuk mempersiapkannya bisa dibagi tugas. Koordinator tim Pemandu kemudian mencek apakah masing – masing pemandu sudah siap dengan media yang perlu digunakan untuk masing – masing topik bahasan.
Dalam mempersiapkan media belajar, Pemandu perlu mempertimbangkan hal – hal sebagai berikut :
Media gambar; apabila digunakan di dalam diskusi umum (pleno), sebaiknya ukurannya
dalam kelas. Media gambar yang dibuat sendiri, bisa dibuat dengan kertas lebar (plano). Apabila ukurannya kecil (ukuran kartu atau kertas HVS), hanya cocok digunakan dalam diskusi keplompok atau tugas perorangan.
Media tulisan; apabila digunakan di dalam diskusi umum (pleno), tulisan sebaiknya dibuat
dalam bentuk huruf balok, dengan ukuran besar, supaya bisa dibaca oleh seluruh peserta di dalam kelas. Tulisan bisa dibuat di atas papan tulis atau kertas lebar (plano). Apabila tersedia overhead proyektor, tulisan bisa dibuat di atas plastik transparans dan diperbesar oleh proyektor.Saat ini juga biasa digunakan alat bantu LCD (In focus) yang diasmbungkan ke komputer sebagai media bantu. Hanya perhatikan prisnsip-prinsip pembuatan media transparan baik memakai OHP maupun LCD, bentuk huruf sebaiknya balok, ukuran paling sedikit (paling kecil) 18 font (menurut ukuran komputer) dan isinya hanya point – pointnya saja (kalimat kunci).
Media audio-visual; sebelum dipergunakan dalam pembahasan materi di kelas, media
sudah dipersiapkan dan dicoba terlebih dahulu. Yang perlu diperhatikan adalah jarak pandangan peserta terhadap gambar, dan volume suara, agar seluruh peserta bisa melihat dan mendengar secara jelas. Semakin canggih media yang diperlukan, Pemandu juga semakin memerlukan fasilitas pendukung (listrik, layar, proyektor, kabel dan sebagainya). PENGGUNAAN MEDIA
Apa ‘Kegiatan Belajar ‘ ?
• Kegiatan belajar merupakan kegiatan sehari – hari yang dilaksanakan oleh fasilitator atau bersama masyarakat sasaran untuk menambah pengetahuan dan keterampilan yang dapat meningkatkan kesadaran dan memperbaiki kehidupan masyarakat.
• Kegiatan belajar seperti ini tidak sama dengan kegiatan belajar di sekolah, karena bahan belajarnya ditetapkan berdasarkan kebutuhan kelompok yang benar – benar bermanfaat dalam kehidupan praktis sehari – hari.
• Begitu juga dengan cara belajarnya, dilaksanakan lebih informal, santai dan bebas, sesuai dengan kreativitas kelomok itu sendiri. Tidak ada yang bertindak sebagai guru dalam kegiatan belajar ini karena pengetahuan dan pengalaman setiap peserta bisa disumbangkan.
• Sebagai fasilitator, pendamping atau kader perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan baru karena seringkali mereka diharapkan juga untuk menjadi narasumber oleh kelompok belajar.
Mengapa Menggunakan Media dalam Kegiatan Belajar
Berkomunikasi dengan masyarakat ( kelompok dampingan) merupakan pekerjaan terpenting pendamping atau kader. Proses komunikasi terutama terjadi dalam kegiatan – kegiatan belajar, baik berupa pertemuan perencanaan program, diskusi mengenai suatu materi atau permasalahan, praktek maupun pelatihan.
Media yang dipilih untuk suatu kegiatan belajar harus sesuai dengan tujuan belajar yang ingin dicapai. Tetapi selain memilih media yang tepat, perlu juga diperhatikan cara menggunakan media
secara baik dan benar. Sebab bentuk media apapun yang digunakan, meskipun dirancang dengan baik, tanpa
difasilitasi dengan baik proses diskusinya, media – media tidak akan mengsilkan dampak seperti yang diharapkan. Untuk itu, keterampilan memfasilitasi diskusi dengan menggunakan media merupakan faktor yang menentukan bagi pengguna media.
Langkah – Langkah Menggunakan Media
Berikut ini pedoman umum yang dapat dijadikan acuan dalam menggunakan media secara tepat :
Persiapan
Langkah – langkah persiapan :
• Mempelajari dan menguasai materi dan tujuan belajarnya sendiri, karena media hanyalah alat Bantu dari kegiatan belajar. Tidak ada salahnya fasilitator mempersiapkan catatan-catatan singkat mengenai isu – isu kunci yang akan diajukan sebagai penggerak diskusi. • Mempelajari fungsi media berdasarkan tujuan belajar yang bersangkutan, apakah media
yang akan disajikan itu untuk motivasi, penyadaran atau instruksi teknis.
• Memperhatikan bentuk media yang akan digunakan, apakah akan menggunakan poster, poster seri, atau brosur. Ini akan berhubungan dengan kemampuan kelompok diskusi dalam menyimak kajian diskusi. Misalnya, media brosur atau buklet kurang tepat digunakan untuk kelompok yang terbatas kemampuan membacanya. Untuk kelompok ini, poster tunggal atau postr seri akan lebih tepat.
• Memperhatikan jumlah peserta yang dianjurkan dan tata ruang yang tepat dalam menggunakan media tersebut. Misalnya tayangan video/slide dapat disajikan untuk semua peserta dalam sebuah kelas belajar 20 orang, tetapi fotonovela berbentuk buklet hanya bisa dipergunakan dalam kelompok-kelompok kecil. Untuk kebutuhan ini, tata ruang yang tepat perlu dipersiapkan sejak awal.
• Mempelajari cara menggunakan media tersebut. Sebaiknya media itu dicoba terlebih dahulu sebelum dipergunakan dalam kelompok belajar, terutama media yang memerlukan alat Bantu seperti tayangan slide/video misalnya.
• Persiapan akan lebih mudah apabila media yang akan digunakan memiliki pedoman penggunaannya. Pedoman ini biasanya menjelaskan mengenai fungsi media, jumlah pesera maksimal yang dianjurkan, langkah – langkah dan cara menggunakannya serta tata ruang yang dianjurkan.
• Bahan/materi belajar harus disusun oleh fasilitator karena biasanya media-media diskusi memuat hanya informasi-informasi secara tebatas (yang penting-penting saja). Banyak media mencantumkan materi, karena media dipergunakan untuk membahas satu kasus setelah materi dari fasilitator didiskusikan.
Pelaksanaan
• Sebelum memulai pertemuan/diskusi, ciptakan suasana yang santai, sehingga peserta tidak merasa berada dalam sebuah kelas belajar, melainkan dalam kelompok diskusi informal. Bisa juga dimulai dengan permainan atau crita lucu.
• Kemudian sampaikan maksud dan tujuan dilaksanakannya kegatan belajar serta topik yang akan dibahas.
• Sampaikan dan sepakati bersama dengan peserta mengenai perkiraan waktu yang diperlukan untuk kegiaatan ini.
• Mulailah kegiatan belajar sesuai dengan langkah – langkah yang dipersiapkan. Pergunakan media yang telah dipersiapkan untuk menyampaikan informasi belajar. Media akan lebih baik bila dipergunakan sebagai bahan diskusi sehingga kegiatan belajar lebih ontraktif ( timabl balik)
• Fsilitator harus selalu menjaga agar media dapat dilihat secara jelas olehseluruh peserta. Fasilitator yang menyajikan media agar selalu dalam posisi berhadapan dengan peserta diskusi dan tidak menghalangi pandangan peserta kepada media.
• Fasilitator memancing diskusi dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan yang berkisar pada tanggapan mengenai isi/pesan yang terkandung dalam media. Misalnya : apa yang dapat kita lihat dari poster ini ? Mengapa hal itu terjadi ? Apa akibat dari hal tersebut ? Bagaimana cara mencegah agar tidak terjadi ? Apakah hal seperti itu terjadi di kampung ini ?
Tips praktis
• Jangan sampai media dipergunakan alat ceramah atau penyuluhan sebab fungsi utama media adalah untuk membantu peserta terlibat dalam kegiatan belajar yang interaktif.
• Fasilitor sebaiknya berusaha agar setiap peserta dapat turut aktif dalam diskusi. Usahakan agar fasilitator tidak memonopoli pembicaraan, sehingga dapat mengemukakan tanggapan atau pendapatnya.
• Tanggapan atau jawaban dari peserta sebaiknya ditulis di papan tulis atau pada kertas plano ( ditempel di tembok ), karena peserta akan bisa mengingat dengan lebih baik apabila mereka melihat dan membaca daripada hanya mendengarkan saja. Selain itu hasil tersebut akan memancing peserta untuk lebih berpartisipasi dalam diskusi, karena usulan atau tanggapan mereka dianggap penting/diperhatikan .
Setelah diskusi
• Apabila kita menjelaskan hal-hal yang bersifat teknis, akan lebih mudah memahaminya langsung dengan praktek daripada hanya membahas teori saja. Namun perlu diingat pula bahwa praktik yang dilakukan tanpa dasar – dasar atau teori yang kuat, bisa menjadi kacau. Untuk itu diskusikan terlebih dahulu teori dengan alat Bantu media, baru kemudian mempraktekan di lapangan. Sepakati waktu yang tepat untuk melakukan praktek ini. • Lakukan evaluasi kegiatan setelah diskusi dan praktek di lapangan. Cobalah untuk mengkaji
apakah peserta mempraktikan seperti yang telah didiskusikan dan yang disarankan dalam media ? mengapa demikian ?
• Hasil evaluasi dapat menjadi bahan pertimbangan bagi rencana belajar/kerja selanjutnya. Bisa jadi pada pertemuan berikutnya masih diperlukan media dalam bentuk dan jenis yang berbeda. Jika demikian, maka kita perlu membuat rencana lagi dan mengembangkan alat Bantu yang sesuai dengan kebutuhan.
10
STRATEGI MEMBENTUK KELOMPOK-KELOMPOK BELAJAR (Dikutip dari “Active Learning” – Mel Silberman)Bekerja dengan sekelompok kecil merupakan bagian signifikan dari belajar aktif. Sungguh penting untuk membentuk kelompok-kelompok secara tepat dan efisien, pada saat yang sama, mengubah-ubah komposisi dan kadangkala ukuran kelonpok-kelompok seluruh kelas. Pilihan-pilihan berikut adalah alternatif menarik bagi peserta didik memilih kelompok-kelompok mereka sendiri atau membagi pada jumlah yang telah anda tentukan.
1. Mengelompokan Kartu, tentukan berapa banyak peserta didik yang ada di kelas dan berapa banyak kelompok-kelompok yang berbeda yang anda inginkan pada seluruh sesi. Sebagai contoh, pada sebuah kelas berjumlah 20 peserta, satu aktivitas mungkin untuk empat kelompok yang beranggotakan 5 peserta; yang lain untuk lima kelompok beranggotakan 5 peserta; yang lain lagi untuk enam kelompok beranggotakan 3 peserta dengan dua pengamat. Tandailah kelompok-kelompok ini dengan menggunakan titik (berwarna merah, biru, hijau, dan kuning untuk 4 kelompok), stiker dekoratif (lima stiker yang berbeda pada tema umum untuk loma kelompok sebagai contoh singa, kera, harimau, jerapah, gajah), dan sebuah nomor (dari nomor 1-6 untuk enam kelompok). Secara random tempatkan nomor, titik berwarna stiker pada sebuah kartu untuk setiap siswa dan masukan kartu pada materi peserta. Ketika anda siap untuk membentuk kelompok-kelompok anda, identifikasikan kode yang anda gunakan dan arahkan peserta didik untuk menggabungkan kelompok mereka pada suatu tempat yang telah ditentukan. Pada peserta akan dapat bergerak dengan mudah pada kelompok-kelompok mereka, menghemat waktu dan memperkecil kebingungan. Untuk menjadikan proses lebih efisien, anda dapat menempatkan tanda yang menunjukan daerah pertemuan kelompok.
2. Teka-teki (Puzzles) : dapatkan teka-teki menyusun potangan-potangan gambar peserta didik atau buatkan sendiri dengan meotong-motong gambar dari majalah; tempelkan gambar-gambar itu pada sebuah kartu; potong-potonglah mereka pada bentuk; ukuran dan jumlah yang diinginkan. Pilihlah nomor teka-teki sesuai dengan nomor kelompok yang anda inginkan. Pisahkan teka-teki, campurlah potongan-potongan itu, dan berilah setiap peserta sebuah teka-teki. Ketika anda siap untuk membentuk kelompok-kelompok anda, perintahkan peserta untuk menempatkan ini dengan potongan-potongan lain yang diperlukan untuk melengkapi teka-teki.
3. Menentukan teman-teman atau keluarga fiksi yang terkenal Buatlah daftar anggota keluarga atau teman-teman secara fiksi yang terkenal dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari tiga atau empat (seperti peterpan, tingker Bell, Capten Hook, Wendy, Alice, Cheshire Cat, Queen of Heart, Mad hatter, Superman, Loin Lane, Jimmy Olsem, Clark Kent). Pilihlah nomor yang sama dari ciri dasar fiksi sebagaimana ayang ada pada peserta didik. Tuliskan nama-nama fiksi pada kartu-kartu indeks, satu pada setiap kartu, buatlah sebuah kelompok keluarga dari kartu. Kocoklah kartu-kartu itu dan berikan setiap peserta sebuah kartu dengan nama fiksi. Ketika anda siap untuk membentuk membentuk kelompok, suruhlah peserta untuk mendapatkan anggota-anggota lain dari keluarga mereka. Kelompok terkenal lengkap, mereka dapat memperoleh tempat berkumpul.
4. Tanda pengenal nama, gunakan tanda pengenal nama dari bentuk dan atau warna yang berbeda-beda untuk menandai kelompok yang berbeda-beda.
5. Hari Kelahiran, suruhlah peserta didik untuk antri menurut kelahirannya, kemudian bagilah pada jumlah kelompok yang anda perlukan untuk aktifitas tertentu. Dalam kelas-kelas besar, bentuklah kelompok-kelompok menurut bulan kelaihran, sebagai contoh, 60 peserta dapat dibagi menjadi 3 kelompok yang berukuran sama dengan menyusun
kelompok dari para peserta yang dilahirkan pada (1) Januari, Februari, Maret, dan April, (2) Mei, Juni, Juli dan Agustus, dan (3) September, Oktober, dan Nopember.
6. Kartu Permainan, Gunakan sebuah meja kartu permainan untuk membentuk kelompok, sebagai contoh, gunakan yoker, queen, king dan kartu As untuk membentuk empat kelompok dengan empat anggota dan tambahkan nomor kartu sesuai dengan nomor peserta didik. Acaklah kartu-kartu itu dan berikan setiap peserta satu kartu. Kemudian peserta langsung menunjuk yang lain dari jenis mereka untuk membentuk sebuah kelompok.
7. Menulis Nomor, tentukan nomor dan ukuran dari kelomok-kelompok yang akan anda bentuk, letakan nomor pada kertas slip individual, dan letakan mereka pada sebuah kotak. Para peserta menulis sebuah nomor dari kotak itu untuk menunjuk kelompok yang mereka miliki. Sebagai contoh, jika anda menginginkan 4 kelompok dengan empat anggota, anda harus memiliki 16 kertas slip dengan 4 anggota setiap nomor 1-4.
8. Selera permen: berilah peserta didik sebungkus permen gula keras dari berbagai selera / rasa untuk menunjuk kelompok. Sebagai contoh, 4 kelompok anda dapat berupa limun, gula mentega, cherry dan mint.
9. Pilihlah hal-hal yang serupa : pilihlah permainan anak-anak pada sebuah tema umum dan gunakan mereka untuk membentuk kelompok. Sebagai contoh : anda dapat memilih tranportasi dan menggunakan mobil, kapal terbang, kapal laut dan kereta api. Setiap peserta hendaknya menggambar sebuah mainan dari kotak dan menempatkan yang lain dengan permainan yang sama untuk membentuk sebuah kelompok.
10. Materi peserta didik : anda dapat menandai materi belajar peserta dengan menggunakan kertas klip berwarna, materi berwarna atau stiker pada penyangga untuk menentukan kelompok.
10
PETUNJUK KETIKA MEMFASILITASI DISKUSIDiskusi kelas berperan sangat penting dalam belajar aktif. Dengan mendengarkan keluasan ragam pandangan menantang peran peserta. Peran anda selama diskusi kelompok adalah memfasilitasi jalannya komentar dari peserta. Sekalipun ini tidak perlu untuk menyela setelah setiap siswa berbicara, secara periodik membantu kelompok agar berkontribusi mereka dapat bermanfaat. Inilah sepuluh poin menu fasilitas yang digunakan ketika anda memimpin kelompok diskusi.
1. Membuat parafrase yang dikatakan peserta didik sehingga menjadi sesuatu yang mudah difahami oleh peserta lain dan dapat diperoleh kesimpulan dari apa yang telah dikatakan pada waktu yang lebih lama:
Sehingga apa yang anda katakan adalah bahwa anda telah sangat berhati-hati mengenai kata-kata yang anda gunakan karena peserta tertentu mungkin tersinggung olehnya.
2. Cek pemahaman anda pada kata-kata peserta atau suruhlah ia untukmengklarifikasikan
apa yang ia katakan :
Apakah anda mengatakan bahwa kebenaran politis ini telah terlalu jauh? Saya tidak yakin bahwa saya betul-betul memahami apa yang anda maksud. Dapatkah anda mengulangi lagi.
3. Melengkapi satu komentar yang menarik atau mendalam :
Itu poin bagus, saya senang bahwa anda membawakan itu pada perhatian kita.
4. Elaborasi kontribusi peserta didik pada diskusi dengan contoh-contoh, atau sarankan sebuah cara baru untuk melihat problem :
Komentar anda menyediakan poin menarik dari perspektif minoritas, kita juga dapat mempertimbangkan bagaimana mayoritas memandang situasi yang sama.
5. Membangkitkan diskusi dengan mempercepat langkah, dengan menggunakan humor, atau jika perlu mendesak kelompok untuk memberi kontribusi lebih.
Oh saya, kita memiliki peserta didik yang diam di kelas ini! Inilah tantangan untukmu. Untuk dua menit mendatang, mari kita lihat berapa banyak kata yang anda pikirkan yang tidak lagi dapat diterima secara politis.
6. Tidak setuju pada komentar peserta untuk mendorong diskusi lebih lanjut.
Saya dapat melihat darimana anda mulai, namun saya tidak percaya apa yang anda deskripsikan selalu sesuai dengan masalah. Apakah peserta lain memiliki pengalaman yang berbeda dari pengalaman jim?
7. Tengahilah berbagai perbedaan pendapat antara peserta didik, dan kurangi ketegangan yang ada.
Saya kira bahwa Susan dan Mary tidak betul-betul bertentangan satu dengan yang lain namun hanya perbedaan sisi pandang dari keduanya terhadap isu ini.
8. Gabungkan ide-ide, tunjukan hubungan mereka satu dengan yang lain.
Sebagaimana anda dapat melihat komentar dari Dan dan Jean, kata-kata yang kita gunakan bisa menyinggung siswa. Keduanya telah memberi contoh bagaimana mereka merasa eksklusif dengan kata-kata yang didasarkan pada jender.
9. Ubahlah proses kelompok dengan alternatif metode untuk memperoleh partisipasi atau memindahkan kelompok pada tingkat evaluasi ide yang telah ditempatkan di depan kelompok.
Mari kita bagi pada kelompok-kelompok kecil dan lihatlah jika anda dapat menentukan dengan beberapa kriteria untuk menetapkan penggunaan kata yang sensitif pada jender.
Saya telah mencatat tiga ide utama yang berasal dari diskusi kelompok dimana kata-kata itu menyakitkan : (1) mereka menyisihkan beberapa peserta, (2) mereka menghina beberapa peserta (3) mereka ditentukan hanya oleh kultur mayoritas.
10
SARAN UNTUK MEMPERBAIKI CERAMAHCeramah adalah sebuah metode mengajar yang paling di sukai, tetapi apakah ini memiliki tempat pada lingkungan belajar aktif? Digunakan terlalu sering, ceramah tidak akan pernah mengarah ke belajar, tetapi berkali-kali ketika ini dapat dilakukan secara ekektif. Karena itu pengajar hendaknya membangun daya tarik dulu, memaksimalkan pengertian dan ingatan, melibatkan peserta didik selama ceramah, dan memberi penguatan apa yang telah disajikan. Inilah beberapa pilihan untuk melakukan hal itu.
Membangun Minat
1. kemukakan ceritera atau visual yang menarik : sajikan anekdot, ceria fiksi, atau grafik yang relevan yang dapat memenuhi perhatian peserta didik terhadap apa yang anda kerjakan.
2. Buatlah kasus problem : kemukan suatu problem di sekitar ceramah yang akan disusun. 3. Test Pertanyaan : berilah peserta didik sebuah pertanyaan (apakah mereka telah
memiliki sedikit pengetahuan sebelunya) sehingga mereka akan termotivasi untuk mendengarkan ceramah anda untuk menjawabnya.
Memaksimalkan Pemahaman dan Ingatan
4. Headlines : beri poin – poin utama dari ceramah pada kata-kata kunci yang berfungsi sebagai sub-hiding verbal atau alat bantu ingatan.
5. Contoh dan Analogi : kemukakan ilustrasi kehidupan nyata mengenai gagasan dalam ceramah dan, jika mungkin, buatkan perbandingan antara meteri antara materi anda dan pengetahuan dengan pengelaman yang telah peserta didik alami.
6. Alat Bantu Visual : gunakan flip chart, transparansi, hand out singkat dan demontrasi yang membantu siswa melihat dan mendengarkan apa yang anda katakana.
Melibatkan Peserta didik selama Ceramah
7. Tantangan Spot : Hentikan ceramah secara periodik dan tantanglah (mintalah) peserta
didik untuk memberi contoh dari konsep yang disajikan untuk menjawab pertanyaan kuis spot.
8. Ltihan-latihan yang memperjelas : seluruh penyajian, selingi aktivitas-aktivitas singkat yang memperjelas poin-poin yang anda buat.
Memberi Daya penguat Cearamah
9. Aplikasi Problem : ajukan problem atau pertanyaan pada peserta didik untuk diselesaikan dengan didasarkan pada informasi yang diberikan waktu ceramah.
10. Review peserta didik : suruhlah peserta saling mereview isi ceramah satu dengan yang lain, atau berilah mereka mereview test dengan menskor sendiri.
Metode Diskusi
Tukar Pemikiran/Pendapat
Kegiatan ini dapat digunakan untuk merangsang keterlibatan peserta dalam proses belajar. Strategi ini juga memperingatkan peserta agar menjadi pendengar yang hati – hati dan membuka diri mereka sendiri tedap berbagai macam sudut pandang.
Langkah – langkah
:
• Siapkan beberapa pertanyaan pertanyaan atau statemen yang provokatif, menantang, mengundang untuk dikaji, meminta opini mereka mengenai sebuah isu materi belajar yang akan dibahas. Contohnya : ‘ Sikap – sikap apa yang seharusnya dimiliki oleh fasilitator PNPM Mandiri Perkotaan ? ‘. Atau “ Fassilitator diperbolehkan menerima hadiah dari masyarakat untuk alasan sopan santun “. Jumlah pertanyaan atau statemen tadi setengah dari peserta.
• Berilah masing-masing pesert sebuah kartu nama. Mintalah agar mereka menuliskan nama masing – masing dan memakainya.
• Bagikan statemen atau pertanyaan yang telah disipkan kepada setengah dari peserta, masing-masing mendapatkan satu kartu pertanyaan/statmen.
• Mintalah peserta untuk berpasangan dan memperkenalkan diri pada orang lain, kemudian setiap pasangan tukar menukar respon terhadap pesan kartu yang telah dibagikan.
• Setelah beberapa menit, mintalah peserta mencari pasangan lain dan mendiskusikan kembali pesan yang ada di kartu dengan pasangan barunya.
• Lanjutkan proses ini sampai kebanyakan dari peserta telah bertemu. Kemudian mintalah beberapa peserta untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Mintalah pserta yang lain untuk menanggapi.
Metode Diskusi
Rapat Kota
Format diskusi ini sangat cocok untuk kelas yang besar. Dengan membuat suasana mirip dengan sebuah rapat kota, maka seluruh peserta bisa menjadi terlibat dalam diskusi
.
Langkah – langkah :
• Pilihlah sebuah topik masalah kasus yang menarik mengenai materi belajar yang akan dibahas.
• Sajikan materi tersebut dengan seobjektif mungkin secara singkat, dengan memberikan beberapa sudut pandang yang berbeda. Jika diperlukan siapkan dokumen-dokumen yang bisa menjelaskan topik atau masalah tadi.
• Jelaskan bahwa anda ingin mendapatkan pandangan peserta terhadap masalah tersebut. • Mintalah satu orang peserta untuk mengemukakan pandangannya terhadap topik atau
masalah tadi di depan kelas. Berilah waktu yang cukup.
• Apabila telah selesi mintalah pembicara tadi untuk menyebutkan salah satu nama peserta lain agar maju ke depan kelas dan mengemukakan pandangannya.
• Doronglah agar peserta membuat pidato singkat, agar lebih banyak peserta lain dapat berpartisipasi dalam rapat kota itu.
• Refleksikan hasil pandangan – pandangan peserta tadi
Variasi :
• Aturlah pertemuan ini menjadi suatu perdebatan. Ajaklah para peserta untuk duduk di bagian yang berdasarkan pandangan – pandangan mereka terhadap isi pidato temannya. Ikuti format panggil berikutnya, dengan meminta pembicara selanjutnya harus mempunyai sudut pandang yang bertentangan. Doronglah peserta didik untuk pindah ke bagian berbeda dari ruang itu jika pendapat mereka dipengaruhi oleh perdebatan itu.
• Mulailah pertemuan kota dengan diskusi panel. Mintalah para panelis menyampaikan pandangannya – pandangannya dan kemudian panggilah para pembicara dari audiens itu.