• Tidak ada hasil yang ditemukan

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SURAT PERNYATAAN KEASLIAN"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSYARATAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGUJI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... ix

ABSTRAK ... x

ABSTRACT ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Ruang Lingkup Masalah ... 6

1.4. Orisinalitas Penelitian ... 6 1.5. Tujuan Penelitian ... 8 1.5.1 Tujuan umum ... 8 1.5.2 Tujuan khusus ... 8 1.6. Manfaat Penelitian ... 8 1.6.1 Manfaat teoritis ... 8 1.6.2 Manfaat praktis ... 9 1.7 Landasan Teoritis ... 9 1.7.1 Teori ... 9 1.7.2 Asas ... 12 1.7.3 Konsep ... 14 1.8. Metode Penelitian... 18 1.8.1 Jenis penelitian ... 18 1.8.2 Jenis pendekatan ... 19

1.8.3 Jenis dan sumber data ... ... 19

(2)

viii

1.8.5 Teknik analisis data ... 20

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESA PAKRAMAN ... 21

2.1. Pengertian Tentang Desa Pakraman, Otonomi dan Landasan Yuridisnya ... 21

2.2. Awig-awig Desa Pakraman ... 24

BAB III. GAMBARAN UMUM DESA PAKRAMAN PADANGTEGAL ... 28

3. 1 Letak Desa ... 28

3.2 Mata Pencaharian dan Keadaan Penduduk ... 29

3.3 Pendidikan ... 30

3.4 Struktur Organisasi Desa Pakraman Padangtegal ... 31

3.5 Obyek Wisata Wenara Wana ... 33

BAB 1V. KELEMBAGAAN ADAT DI DESA PAKRAMAN PADANGTEGAL ... 35

4.1 Lembaga Kebendesaan ... 35

4.2 Lembaga Sabha Desa ... 36

4.3 Lembaga Ketha Desa ... 36

4.4 Lembaga Badan Panureksa (Badan Pemeriksa) ... 37

4.5 Lembaga Pecalang ... 37

4.6 Lembaga Perkriditan Desa... 40

BAB V. FUNGSI KELEMBAGAAN DAN POLA HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA ADAT ... 43

5.1 Fungsi Kelembagaan Adat Yang Ada di Desa Pakraman Padangtegal ... 43

5.2 Pola Hubungan Antar Lembaga Adat di Desa Pakraman Padangtegal ... 55

BAB VI. PENUTUP ... 58

6.1 Kesimpulan ... 58

6.2 Saran ... 60

(3)

ix

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tulisan/karya ilmiah/skripsi ini merupakan hasil karya penulis, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam perguruan tinggi manapun, disamping itu sepanjang sepengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang telah pernah ditulis atau diterbitkan kecuali yang dalam tulisan ini tertulis atau diacu atau dikutip dalam skripsi ini dan disebutkan dalam catatan kaki atau dalam daftar pustaka.

Apabila tulisan/karya ilmiah /skripsi ini terbukti merupakan duplikasi dari karya penulis lain dan/atau dengan sengaja mengajukan karya atau pendapat yang merupakan buah pikiran atau hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik/sanksi hukum sesuai aturan yang berlaku.

Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya sebagaai bentuk pertangungjawaban ilmiah, tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Denpasar. 18 Mei 2017 Yang menyatakan

I PUTU GEDE SUWACANA NIM. 1116051026

(4)

x

ABSTRAK

Tulisan ini mengangkat judul Hubungan korelasi antar lembaga adat di Desa Pakraman Padangtegal- Ubud, Kabupaten Gianyar. Latar belakang penulisan skripsi ini adalah desa pakraman memiliki tujuan untuk membentuk sebuah sistem pemerintahan dan aturan berdasarkan ketentuan-ketentuan adat/kebiasaan yang pada umumnya tidak tertulis yang secara tidak langsung mengikat masyarakat dan berfungsi sebagai instrument penanganan dan pengaturan berbagai masalah. Struktur desa pakraman dalam pengorganisasiannya mempunyai kepala desa adat yang dinamakan bendesa adat dan didampingi oleh wakil, sekretaris, dan bendahara yang disebut lembaga kebendesaan. Bendesa dalam menjalankan pemerintahannya dapat berkoordinasi atau dibantu oleh lembaga-lembaga yang ada dalam organisasi desa pakramannya, yang pada dasarnya untuk memudahkan kebendesaan menjalankan fungsi pemerintahannnya baik yang menyangkut bidang Parahyangan, Pawongan, maupun Palemahan. Tulisan dalam skripsi ini mengangkat permasalahan:

1) Lembaga-lembaga adat apa saja yang ada di Desa Pakraman Padang Tegal 2) Bagaimana fungsi dan pola hubungan antar lembaga adat yang ada di Desa

Pakraman Padangtegal.

Penelitian ini dapat dikualifikasikan kedalam jenis penelitian hukum empiris, yang menelusuri gejala-gejala atau fakta-fakta hukum dalam kenyataan atau yang ada dalam kehidupan masyarakat. Dalam penelitian ini akan dilihat realita yang ada sebagai suatu kenyataan dalam masyarakat hukum adat di Desa Pakraman Padangtegal. Selain menelusuri tentang kelembagaan adat yang ada, perhatian terutama akan difukuskan pada lembaga-lembaga adat apa saja yang ada di Desa Pakraman Padangtegal, dan bagaimana fungsi dan pola hubungan antar lembaga tersebut. Dari hasil penelitian dapat diketahui Lembaga-lembaga adat yang ada di Desa Pakraman Padang Tegal adalah: lembaga kebendesaan, lembaga sabha desa, lembaga kertha desa, lembaga badan panureksa, lembaga pecalang dan lembaga perkreditan desa (LPD), Fungsi Lembaga kebendesaan adalah mengarahkan pelaksanaan awig-awig, dan perarem-perarem desa. Tulisan ini penting untuk diteliti karena Desa Pekraman Padangtegal berada di daerah tujuan wisata yang mana ruang lingkup tugas-tugasnya tidak hanya terbatas pada bidang adat agama saja tapi juga menyangkut bidang keperdataan khususnya dalam pengelolaan obyek wisata wenara wana dan fasilitaspariwisata lainnya . Dalam hal ini diperlukan berbagai lembaga adat yang bisa membantu maupun memberikan pertimbangan kepada bendesa dalam menjalankan tugasnya.

(5)

xi

ABSTRACT

The study entitled “Correlation Relationship Between Costum Institution of Desa Pekraman Padangtegal Ubud, Kabupaten Gianyar” is aimed at studying the various institution in Padangtegal village along with their respective functions and authorities. Among the object of the study is the purpose of the traditional village to establish many kinds of regulations which based on unwritten tradition and local values, which bind all the members of the village. These regulations in turn are used as an instrument to settle any dispute or problem among the community. The traditional village institution is headed by a chief of the village called bendesa, who is assisted by a vice bendesa, a secretary, and a treasurer. This institution is simply refered to as lembaga kebendesaan. The bendesa is obliged to have a good coordination with his subordinates as to handle his basic function in terms of Parahyangan, Pawongan, and Palemahan. The issues that are adressed in this paper are :

1. What kinds of traditional institutions are there in Padangtegal village? 2. What are the fuctions of those institution and what is the relation among

those institution?

This research belongs to an empirical law study, which studies the phenomena and factual law that exist among the community of Padangtegal village. Besides identifying the traditional institution, we also focus on their respective roles and function, as well as their pattern of coordination and relationhip. Based on the study we find out that the traditional institutions in Padangtegal villageare : lembaga kebendesaan, sabha desa, kertha desa, panureksa, pecalang, and LPD. The function of the lembaga kebendesaan is to direct the enforcement of the traditional regulation and concensus called awig awig and perarem. This written is important for the research becasuse Desa Pakraman Padangtegal ia located in the tourism area . The scope of Desa Adat Pakaraman Padangtegal is not only about a costum , religion but also about acrowded of the people in the wenara wana tourism area to be exact and about the facility of tourism objects each other. In this case, uts need costum institution which can help or give a chance for the head of the villager in perform his duities.

(6)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Hukum merupakan pencerminan sejarah bagi suatu bangsa, perkembangan suatu bangsa dapat dilihat dan tergambar sejalan dengan perkembangan sistem hukumnya. Hal ini menunjukan bahwa hukum memiliki hubungan yang erat dengan keadaan masyarakat dimana hukum tersebut ditegakkan. Retno Lukito menjelaskan telah menjadi keyakinan umum bahwa hukum memiliki hubungan erat dengan gagasan, maksud dan tujuan masyarakat dimana ia diterapkan.1

Penerapan hukum Belanda pada sistem hukum yang berlaku atau biasa disebut dengan hukum moderen di Indonesia sebenarnya merupakan hukum yang baru. Jauh sebelum masa kolonialisme Belanda, satuan-satuan masyarakat di Indonesia telah memiliki kebiasaan adat yang secara terus menerus dijaga dan juga diyakini dapat menciptakan suatu keharmonisan. Pada mulanya di Indonesia pemerintahan desa tidak seragam, hal ini dapat di pahami karena tata susunan masyarakat di desa-desa pada jaman lampau mengalami perubahan-peruabahan yang berhubungan dengan pengaruh tata susunan administrasi dan pengaruh campur tangan administrasi pemerintahan Hindia Belanda. Di Bali persekutuan masyarakat adat yang disebut desa pakraman memiliki keunikan tradisi, adat, dan budayanya.

Istilah masyarakat hukum adat dari kata masyarakat hukum, yaitu masyarakat yang membuat hukum, melaksanakan dan mentaati. Karena hukum

1 Retno Lukito, 2008, Hukum Sakral Dan Hukum Sekuler,PustakaAlvabet, Tangerang, h.1

(7)

yang dibuat itu hukum adat maka disebutlah masyarakat hukum adat. Sedangkan persekutuan hukum adat adalah kumpulan orang-orang yang hidup secara bersama dalam suatu aturan tertentu, mempunyai struktur pimpinan, mempunyai wilayah, harta kekayaan di luar harta anggotanya, dan tidak seorangpun mempunyai keinginan membubarkannya.2

Desa pakraman adalah persekutuan hukum, adalah jenis persekutuan hukum teritorial, dimaana warganya terikat karena kesamaan tempat tinggal atau kesamaan tempat dalam menjalankan kehidupannya. Istilah yang lebih dikenal pada saat sekarang adalah sebutan kesatuan masyarakat hukum adat3

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD. RI 1945) secara konstitusi telah mengatur secara tertulis berkaitan dengan kesatuan masyarakat hukum adat yang dapat diartikan telah mendapat pengakuan dari norma dasar yaitu Pasal 18B Ayat 2 dan Pasal 28I Ayat 3. Dengan ketentuan Pasal 18B Ayat (2) UUD. RI 1945 berarti konstitusi mengakui bahwa desa pakraman mempunyai kemampuan hukum untuk mempertahankan hak-hak tradisionalnya di depan pengadilan. Kemampuan hukum untuk mempertahankan hak tradisional itu bukan hanya terhadap perbuatan orang-orang perorangan tetapi juga terhadap perbuatan negara4.

2. I Ketut Wirawan, 2016. “ Desa Pakraman dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014,

Tentang Desa” dalam Kedudukan Desa Adat Dalam Sistem Ketatanegaran, Antisipasi terhadap Daampak Pelaksaanaan Undang-Undang Desa” I Gusti Ngurah Wairocana dan Nyoman Suyatna –(Ed). Kalimetro Inteligensia, Malang, h. 130.

3

.Ibid

4Palguna. IDG, 2010, “Tata Hubungan Desa Pakraman Dengan Desa Dinas”, Makalah,

dipresentasikan pada seminar Desa Pakraman Benteng Plestari Budaya Bali, yang diselenggarakan dalam rangka Dies Natalis, bertempat di Denpasar, 18 September 2010, h. 4

(8)

3

Desa pakraman yang sejak semula keberadaannya menjaga ketertiban dan kedamaian kehidupan dengan cara menjaga keseimbangan dan keharmonisan berbagai kepentingan warga yang ada didalam dirinya, serta kepentingan dirinya melalui pemanfaatan struktur dan fungsi kekuatan alamiah-komunal dan sosio-religiusnya, kini harus menghadapi kenyataan pahit, menahan langkah yang penuh perhitungan dalam menggunakan hak dan kewenangan dalam mengatur wilayahnya sebagai akibat intrusi berbagai nilai kehidupan masyarakat moderen. Keadaan ini dirasakan secara penuh oleh berbagai desa pakraman dalam berbagai bentuknya seperti: cara berfikir, cara bersikap, cara berprilaku warga desa pakraman, perubahan situasi sosial desa peningkatan ketegangan dan konflik sosial, dan hambatan serius menggunakan hak-hak sejarah dan kulturnya seperti : dalam mengelola dan mengatur wilayahnya. Sebagai organisasi sosio-religius yang bersifat otonom, desa pakraman sejak semula memiliki kekuasaan-kekuasaan asli yang mirip dengan kekuasaan-kekuasaan yang dimiliki negara moderen yang meliputi fungsi legislatif, fungsi eksekutif dan yudikatif. Dalam sejarah desa pakraman telah memiliki hak-hak tradisional untuk menetapkan aturan hukum sendiri (awig-awig), kewenangan menyelenggarakan pemerintahan secara sendiri, serta memiliki kekuasaan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan hukum yang terjadi di lingkungan wilayahnya5.

Regulasi yang terkait dengan kesatuan masyarakat hukum adat yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa digantikan

5, A.A.Gede OkaParwata,2010, “Memahami Awig-Awig Desa Pakraman” Wicara Lan

Pemidanda, Pemberdayaan Desa Pakraman Dalam Penyelesaian Perkara Diluar Pengadilan, Edisi Revisi Udayana Press, (dalam I Ketut Sudantra dan A.A. Gede Oka Parwata-Ed), Denpasar, h. 37 (selanjutnya disingkat Parwata I)

(9)

dengan Undang-undang Nomor 06 Tahun 2014 tentang Desa (selanjutnya disebut UU Desa). Di dalam batang tubuh Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah digantikan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, mengatur tentang otonomi pemerintahaan desa khususnya desa dinas sebagai organisasi pemerintah terkecil dan paling bawah terkait dengan eksistensi desa-desa yang ada di Indonesia yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat yang ada berserta dengan hak tradisional yang dihargai oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desa pakraman memiliki tujuan antara lain untuk membentuk sebuah sistem pemerintahan dan aturan berdasarkan ketentuan-ketentuan adat/kebiasaan yang pada umumnya tidak tertulis seperti dalam bentuk sima, dresta, tercatatkan dalam awig-awig dan perarem, ketentuan tersebut bersifat sebagai aturan yang secara tidak langsung mengikat masyarakat yang berfungsi sebagai instrument penanganan dan pengaturan berbagai masalah.

Struktur desa pakraman dalam pengorganisasiannya mempunyai kepala desa adat yang dinamakan bendesa adat atau ada pula yang menyebut sebagai kelihan desa adat didampingi oleh wakil, sekretaris, dan bendahara yang disebut Kebendesaan. Bendesa adalah sebagai pelaksana pemerintahan eksekutif. Dalam menjalankan pemerintahannya bendesa adat dapat berkoordinasi atau dibantu oleh lembaga-lembaga yang ada dalam organisasi desa pakraman. Keberadaan lembaga ini pada dasarnya untuk memudahkan Kebendesaan menjalankan fungsi pemerintahannnya baik yang menyangkut bidang Parahyangan, Pawongan,

(10)

5

maupun Palemahan. Pada desa pakraman yang luas dan banyak warganya terdiri dari beberapa banjar suka duka.Banjar suka duka ini merupakan bagian dari desa pakraman yang juga mempunyai pemimpin dan pembantu-pembantunya sebagai halnya dengan desa pakraman. Segala kewajiban dan keputusan-keputusan desa pakraman menjadi kewajiban warga/krama desa disampaikan oleh bendesa adat kepada kelihan banjar dan selanjutnya kelihan banjar meneruskan kepada warga/krama desa dalam sangkepan atau rapat-rapat banjar, atau melalui surat edaran pada banjar-banjar yang terletak diperkotaan, atau bisa juga melalui pemberitahuan lisan yang disampaikan oleh petugas khusus yang dinamakan “juru arah” atau “kesinoman” yang kalau di desa dinamakan “kesinoman desa” kalau di banjar dinamakan “kesinoman banjar”.

Dasar latar belakang di atas, maka penulis tertarik mengangkat tulisan ini dalam bentuk skripsi yang penulis beri judul “Hubungan Korelasi Antar

Lembaga Adat Di Desa Pakraman Padangtegal Ubud, Kabupaten Gianyar”menjadi menarik dan aktual untuk dibahas.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut:

1. Lembaga-lembaga adat apa saja yang ada di Desa Pakraman Padangtegal?

2. Bagaimanakah fungsi dan pola hubungan antar lembaga adat yang ada di Desa Pakraman Padangtegal?

(11)

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Mencegah adanya pembahasan yang menyimpang dari pokok permasalahan maka sangatlah diperlukan adanya pembatasan-pembatasan dalam usulan penelitian ini. Didalam usulan penelitian ini yang menjadi ruang lingkup permasalahannya adalah sebagai berikut:

1. Pembahasan pertama mengenai lembaga-lembaga adat apa sajakah yang ada di Desa Pakraman Padangtegal?

2. Pembahasan kedua akan dibahas mengenai bagaimanakah fungsi dan pola hubungan antar lembaga adat yang ada di Desa Pakraman Padangtegal?

1.4. Orisinalitas Penelitian

Dengan ini penulis menyatakan bahwa penulisan skripsi ini merupakan hasil buah karya asli dari penulis, merupakan suatu buah pemikiran penulis yang dikembangkan sendiri oleh penulis. Sepanjang pengetahuan penulis dan setelah melakukan pengecekan atau pemeriksaan (baik dalam ruangan gudang skripsi Fakultas Hukum Universitas Udayana dan didalam internet) tidak ditemukan adanya suatu karya ilmiah atau skripsi yang membahas atau menyangkut permasalahan tentang Hubungan Korelasi Antar Lembaga Adat Di Desa Pakraman Padangtegal Kabupaten Gianyar. Adapun tulisan atau penelitian terkait yang dijumpai dapat disimak sebagai berikut:

(12)

7

Nomor Penulis Judul Penelitian Lokasi

1 Ahmad Mustafad Vauzi Pengaruh Sistem Pemerintahan Desa Adat Kubutambahan Terhadap Proses Pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Di Desa Kubutambahan Kecamatan Kubutambahan Kabupaten Buleleng Provinsi Bali Fakultas Hukum Universitas Udayana

2 I Wayan Eka Putra Peranan Desa

Pakraman Dalam Penanganan Penduduk Pendatang (Study Kasus Desa Pakraman Padang Tegal) Fakultas Hukum Universitas Udayana

(13)

1.5. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1.5.1 Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang lembaga adat. Lembaga adat yang dimaksud difokuskan Di Desa Pakraman Padang Tegal, Ubud, Kabupaten Gianyar

1.5.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini sesuai permasalahan yang dibahas adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan menganalisa mengenai lembaga-lembaga adat apa saja yang ada di Desa Pakraman Padangtegal.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai bagaimanakah fungsi dan pola hubungan antar lembaga adat yang ada di Desa Pakraman Padangtegal.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.6.1 Manfaat teoritis

Secara teoritis penelitian ini ditulis untuk mendapatkan hal-hal yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu hukum. Disamping itu, juga sebagai upaya pendalam ilmu hukum, khususnya mengenai

(14)

9

hubungan korelasi antar lembaga adat di Desa Pakraman Padang Tegal, Ubud Kabupaten Gianyar.

1.6.2 Manfaat praktis

Secara praktis penelitian ini dimaksudkan untuk dapat memberikan masukan-masukan, bagi pihak-pihak yang berkepentingan khususnya desa pakraman yang mempunyai wilayah yang luas atau kompleks dalam menjalankan pemerintahannya sehingga memudahkan bendesa adat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya baik bersifat koordinasi maupun sub-ordinansi.

1.7 Landasan Teoritis

Landasan teoritis yang nantinya digunakan dalam penelitian hukum merupakan sebuah pijakan dasar yang kuat dalam membedah permasalahan-permasalahan hukum terkait. Adapun landasan teoritis yang digunakan dalam penelitian ini berupa Teori, Asas, dan Konsep.

1.7.1 Teori

Mengenai kesatuan masyarakat hukum adat, Van Vollenhoven

menjelaskan bahwa untuk mengetahui hukum, maka yang perlu diselidiki adalah pada waktu dan bilamana serta di daerah mana sifat dan susunan badan-badan persekutuan hukum dimana orang-orang dikuasai oleh hukum itu hidup sehari-hari. Soepomo kemudian mengemukakan penguraian tentang badan-badan persekutuan itu tidak didasarkan atas sesuatu yang dogmatik, melainkan harus didasarkan atas kehidupan yang nyata dari masyarakat yang bersangkutan6.

6

(15)

Pendapat ini memperlihatkan bahwa masyarakat yang mengembangkan hukum adat ini adalah persekutuan hukum adat (Adatrechts Gemeenschapen). Persekutuan hukum atau masyarakat hukum ini didefinisikan sebagai kelompok orang-orang yang terikat sebagai suatu kesatuan dalam susunan yang teratur, yang menempati suatu wilayah tertentu, kesatuan ini bersifat abadi, memiliki pimpinan, serta memiliki kekayaan sendiri, baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Persekutuan-persekutuan hukum di Indonesia awalnya menurut Soepomo dapat dibagi menjadi dua (2) golongan menurut dasar susunannya, yaitu berdasarkan pertalian suatu keturunan (genealogi) dan berdasarkan lingkungan daerah (teritorial). Soepomo menambahkan lagi susunan yang didasarkan atas genealogi-teritorial7. Desa pakraman padangtegal merupakan masyarakat hukum adat / persekutuan hukum yang memiliki pengurus / pemimpin , anggota , wilayah , harta kekayaan yang bersifat material maupun inmaterial yang berdasarkan lingkungan daerah ( territorial ).

Pada dasarnya, khusus daerah Bali mengenal dualisme pengertian terkait dengan desa yaitu desa dinas dan desa pakraman. Istilah desa pakraman mulai dipergunakan sejak dikeluarkannya Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2003 tentang Desa Pakraman. Sebelumnya, istilah yang digunakan adalah desa adat sesuai Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001, atas penggantian terhadap Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 1986 tentang Kedudukan, Fungsi, dan Peranan Desa Adat Sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Provinsi Daerah Tingkat I Bali.

7

(16)

11

Desa-desa yang dideskripsikan itu mempunyai pemerintahan sendiri dan memiliki aturan tata krama yang dibuat sendiri dan berlaku bagi seluruh warga desa. Segala yang berhubungan dengan keperluan desa, terutama dalam usaha menegakkan adat, kewajiban warga desa, kewajiban terhadap sesama warga desa, dan petunjuk larangan yang berkaitan dengan agama yang dibuat oleh warga. Aturan itu dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis yang dinamakan dresta, sima, awig-awig, lokacara, catur dresta, dan sebagainya8.

Desa pakraman sebagai desa dresta adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga (Kahyangan Desa) yang mempunyai wilayah tertentu, harta kekayaan sendiri, dan berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Dalam perjalanannya desa di Bali mengandung dua fungsi, dinas dan adat untuk membedakannya dengan desa yang diberi tugas-tugas khusus dalam bidang pemerintahan umum oleh penguasa yang berwenang sejak zaman pemerintahan Belanda, pemerintahan militer Jepang, sampai pemerintahan Republik Indonesia. Istilah desa di Bali pun mengandung dua arti9:

Desa pakraman yang ada di Bali, berdasarkan persyaratan sebagai kesatuan masyarakat hukum adat sudah memenuhi unsur-unsurnya. Desa pakraman memiliki anggota kelompok yang terdiri dari orang-orang yang terikat sebagai suatu kesatuan dalam susunan yang teratur, anggota kelompok disebut krama, pengurus kelompok disebut prajuru. Desa pakraman menempati suatu

8I Wayan Surpha, 2004, Eksistensi Desa Adat dan Desa Dinas di Bali, Pustaka Bali Post,

Denpasar, h.6

9

(17)

wilayah tertentu yang disebut wewidangan dengan batas-batas wilayah yang sudah mereka tentukan. Kesatuan yang dibuat ini bersifat abadi dan mereka memiliki aturan yang tertuang dalam awig-awig desa pakraman.

Dilihat dari dasar susunannya, desa pakraman merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang berdasarkan lingkungan daerah (teritorial). Menurut Soepomo, “orang-orang yang yang bersama bertempat tinggal di suatu desa (di Jawa dan Bali) atau di suatu marga (di Palembang) merupakan suatu golongan yang mempunyai tata susunan ke dalam dan bertindak sebagai kesatuan terhadap dunia luar10.”

1.7.2 Asas

Pada dasarnya suatu asas ialah merupakan sebuah nilai yang terkandung dalam sebuah norma dan tata cara bertingkah laku di dalam masyarakat, oleh karena itu sangat penting dalam penerapan pembuatan norma/aturan yang nantinya akan diberlakukan untuk menciptakan situasi/keadan yang kondusif, damai, dan harmonis(kasukertan). Selanjutnya akan diuraikan asas-asas yang memiliki keterkaitan dengan penulisan skripsi ini yaitu:

a. Asas kebersamaan, artinya lebih mementingkan kepentingan bersama dimana kepentingan pribadi itu diliputi oleh kepentingan bersama (satu untuk semua, semua untuk satu)11. Pada teori organ dari Otto Von Gierkie bahwa individu tidak mungkin ada/tidak mungkin hidup tanpa bantuan dari masyarakat oleh karenanya individu tidak dapat dipisahkan dari masyarakat, sedangkan menurut Aristoteles filsuf yang berasal dari

10Soepomo, op.cit., h.52

11Tolid Setiady, 2009, Intisari Hukum Adat Indonesia dalam Kajian Pustaka, Alfabeta,

(18)

13

Yunani mengatakan secara alamiah bahwa manusia merupakan mahluk sosial atau yang sering disebut sebagai mahluk bermasyarakat12.

b. Asas kesepakatan, adalah pada hakekatnya meresepsikan dari asas kebersamaan yaitu sebuah keputusan dalam suatu forum harus mementingkan kepentingan bersama. Dalam hal ini kepentingan bersama melalui musyawarah untuk mencapai suatu mufakat (Sagilik Saguluk Salunglung Sabiantaka). Disebutkan dalam buku Tjok Istri Putra Astiti menjelaskan tentang arti musyawarah tersebut yaitu: Asas musyawarah merupakan suatu asas yang menegaskan bahwa dalam hidup bermasyarakat semua hal yang berkaitan dengan hajat hidup dan kesejahteraan bersama harus diselesaikan bersama-sama oleh anggota-anggotanya atas dasar kebulatan kehendak bersama. Didalam asas musyawarah juga terdapat asa mufakat, asas mufakat dipergunakan dalam meluruskan/menyelesaikan suatu masalah atau perselisihan antar kepentingan seorang lain atas dasar perundingan bersama antara yang bersangkutan.

c. Asas kedamaian ialah pada hakekatnya akan muncul bilamana asas kebersamaan dan kesepakatan telah berlaku secara efektif didalam kehidupan bermasyarakat. Dalam penerapan asas ini lebih menekankan kepada setiap anggota masyarakat dalaam melakukan sesuatu/perbuatan yang berkaitan dengan antar anggota masyarakat haruslah dilandasi serta

12Peter Mahmud Marzuki, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, Pradana Media Group, Jakarta,

(19)

didasari oleh rasa yang menghormati, tenang, harmonis, damai.13Asas kesepakatan inipun juga berlaku dalam mengambil keputusan baik berhubungan dengan program desa pakraman baik yang sifatnya koordinasi maupun sub-ordinasi (atasan-bawahan)

1.7.3 Konsep

Keberadaan dari desa pakraman di Bali, awal mulanya tidak dapat dipastikan secara pasti sejak kapan, akan tetapi adanya desa pakraman merupakan suatu hak asasi dari masyarakat yang timbul dari individu-individu yang memiliki keinginan untuk dapat hidup berdampingan, bersama dalam suatu tempat/daerah untuk melakukan kebiasaan-kebiasaan meraka, yaitu seperti tradisi dan budaya dalam hal keagamaan khususnya Agama Hindu atau dalam hal-hal sosial lainnya yang secara individual maupun dalam suatu desa pakraman. Oleh karena itu umat Hindu di Bali beranggapan bahwa desa pakraman tidak hanya sebuah lembaga sosial yang berada di tengah-tengah masyarakat, akan tetapi juga merupakan lembaga untuk menunjang kegiatan yang bersifat keagamaan khususnya Agama Hindu yang hidup didalam ruang lingkup/didalam desa pakraman itu sendiri. Kamus Besar Bahasa Indonesia kelembagaan didefinisikan sebagai suatu sistem badan sosial atau organisasi yang melakukan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan kelembagaan adat menurut Teer Haar, lembaga hukum adat lahir dan dipelihara oleh keputusan-keputusan warga masyarakat hukum, terutama keputusan yang berwibawa dari kepala-kepala rakyat yang membantu pelaksanaan

13 Tjokorda Istri Putra Astiti, 2010, Desa Adat Menggugat, Udayana University Press,

(20)

15

perbuatan-perbuatan hukum atau dalam hal kepentingan keputusan hakim yang bertugas mengadili sengketa. Dengan demikian, jadi istilah desa di Bali dapat dipisahkan menjasdi 2 yaitu14:

1. Desa yang menunjukkan kepada adanya suatu desa yang hidup secara tradisional sebagai perwujudan dari pada lembaga adat yang disebut sebagai desa pakraman.

2. Desa yang menunjuk kepadaa suatu bentuk desa administratif yang eksistensinya tergantung kepada kehendak penguasa yang semula dinamakan desa prebekel (desa dinas).

Desa pakraman mempunyai suatu ciri khas yang bersifat sangat khusus yang tidak akan dijumpai atau dilihat dalam jenis kesatuan masyarakat adat yang ada di daerah lain. Desa pakraman yang memiki sistem pemerintahan serta otonomi tersendiri juga memiliki pembagian tugas dalam melaksanakan pemerintahan. Dalam penyelenggaraan pemerintahan desa pakraman meminjam dari istilah yang dikemukakan oleh Montesque yaitu Trias Politica, yang menjabarkan fungsi dari legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Berkaitan dengan otonomi desa pakraman menurut Wirtha Griadi membaginya menjadi 3 (tiga) bagian dengan isi sebagai berikut:

a. Kekuasaan menetapkan aturan-aturan hukum yang nantinya akan berlaku bagi mereka sendiri. Dengan kekuasaan tersebut desa pakraman menerapkan tata hukumnya yang nantinya akan meliputi asapek-aspek kehidupan dalam wadah desa pakraman. Suatu aturan

14I Wayan Surpha, 2002, Seputar Desa Pakraman dan Desa Adat Bali, Penerbit Bali Post,

(21)

atau peraturan ini biasanya sudah lasim desebut dengan awig-awig atau pararem desa pakraman.

b. Dalam menyelenggarakan sebuah kehidupan berorganisasi, desa pakraman mempunyai otonomi sendiri dalam menyelenggrakan pemerintahanya di daerahnya atau wilayah desa pakramannya dalam hal kegiatan keagamaan dan sosial. Susunan prajuru adat sangatlah bervariasi terutama berhubungan dengan tipe desa itu sendiri (Bali Agedan Apanage). Desa pakraman memiliki pejabat sebagai prajuru adat yang memiliki kekuasaan tertinggi adalah bendesa atau kelihan desa, dibantu dengan prajuru lainnya seperti penyade/petajuh/ pangliman berkedudukan sebagai wakil dari bendesa, penyarikan/juru surat atau sekretaris yang berperan sebagai sebagai sekretaris dan petengen/jururaksa yang berperan sebagai bendahara. Dalam kelembagan desa juga terdapat petugas yang berperan sebagai untuk menjaga keamanan desa yang lebih dikenal dengan nama Pecalang.

c. Kekuasaan dalam penyelesaian sengketa atau masalah hukum yang terjadi di desa pakraman baik dengan melakukan pelanggaran terhadap awig-awig, pararem ataupun aturan hukum lainnya. Dalam lingkungan kekuasaan negara dapat disebut dengan lembaga yudisial.15 Hakekat dari awig-awig memiliki fungsi yang sangat fundamental dalam keberlangsungan kesatuan masyarakat hukum adat sebagai landasan bertingkah

15 . I Ketut Wirta Griadhi, 1991.” Peranan Otonomi Desa Adat Dalam Pembanmgunan”

Kerta Patrika, Majalah Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Udayana, Nomer 54 Tahun XVII, Denpasar.

(22)

17

laku dalam bermasyarakat atau tata cara hidup didalam hidup di desa pakraman. Di dalam awig-awig disamping berfungsi sebagai social engenering dan social control juga mengandung dasar norma serta mengandung asas-asas seperti: Asas kebersamaan (communal), kekeluargaan, kesepakatan (sangkepan), musyawarah (paras-paros sagilik-saguluk salunglung sabiantaka) dan sudah barang tentu akan adanya sanksi atau denda bagi anggota masyarakat yang melakukan pelanggaran terhadap awig-awig tersebut.

Secara filosofis ciri khusus yang khas tersebut tidak lepas dari konsep/pandangan hidup masyarakat adat Hindu di Bali, dimana yang menjadi acuan pedoman dasar atau cerminan hidup masyarakata adat Hindu di Bali tersebut dikenal dengan istilah Tri Hita Karana yang jika dijabarkan dapat di bagi menjadi 3 sub bagian yaitu Tri artinya tiga, Hita artinya kebahagian, dan Karana artinya penyebab. Dalam konsep atau ajaran dari Tri Hita Karana bertujuan untuk menciptakan hubungan harmonis, damai, tentram, antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam dan lingkungan yang memiliki tiga substansi yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut yaitu16:

1. Hubungan harmonis manusia dengan Tuhan, diartikan dengan istilah Parhyangan yang wujud nyatanya dapat diperlihatkan dengan istilah bhakti.

2. Hubungan manusia dengan sesama manusia, diartikan dengan istilah Pawongan yang wujud nyatanya dapat diperlihatakan dengan asah, asih, dan asuh dalam menyama braya.

16I Made Suasthawa Dharmayudha dan I Wayan Koti Cantika, 1991, Filsafat Hukum Adat

(23)

3. Hubungan manusia dengan lingkungan, dapat diartikan dengan istilah Palemahan yang wujud nyatanya dapat diperlihatkan dengan istilah rungu.

1.8. Metode Penelitian

Secara etimologi metode diartikan sebagai jalan atau cara melakukan atau mengerjakan sesuatu, pengertian ini diambila dari istilah metode yang berasal dari bahasa Yunani, “methodos”, yang artinya “jalan menuju”. Bagi kepentingan ilmu pengetahuan, metode merupakan titik awal menuju proposisi-proposisi akhir dalam bidang pengetahuan tertentu17

Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Hal ini sejalan dengan esensi ilmu untuk memperoleh interrelasi yang sistematis.18

1.8.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini dapat dikualifikasikan kedalam jenis penelitian hukum empiris, sebagai penelitian hukum empiris, penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang berupaya menemukan data di lapangan (masyarakat) yang dalam hal ini di desa pakraman padangtegal. Perhatian terutama akan difokuskan pada lembaga-lembaga adat apa saja yang ada di desa pakraman padangtegal, dan bagimana fungsi dan pola hubungan antar lembaga yang ada tersebut. Dari hal itu

17 Bahder Johan Nasution, 2008. Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju,

Bandung. h 13

18 Bambang Sunggono, 2007, Metodelogi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo, Jakarta,

(24)

19

akan terlihat apakah pola hubungan tersebut bersifat koordinasi atau sub-ordinansi antar lembaga adat yang ada. Dalam penelitian ini akan melihat penerapan suatu norma dalam masyarakat yakni hubungan korelasi antar lembaga adat di desa pakraman padangtegal kabupaten gianyar.

1.8.2 Jenis pendekatan

Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba cari jawabannya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian ilmu hukum adalah Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach), Pendekatan Kasus (The Case Approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komporatif (comporative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach)19

Dalam rangka penyelesaian suatu masalah, dan berdasarkan dari latar belakang serta rumusan masalah penelitian ini, maka jenis pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fakta (The Fact Approach) dan Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitikal & Conceptual Approach).

1.8.3 Jenis dan Sumber data

Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subyek dimana data dapat diperoleh20. Data yang digunakan dalampenelitian ini adalah

19Peter Mahmud Marzuki, 2016. Penelitian Hukum (edisi revisi), Prenadamedia Group,

Jakarta, h . 133

20Suharsini Arikunto, 2002, Prosudur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, (edisi revisi

(25)

data primer dan data sekunder. Data primer Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama dilapangan yaitu informan21.yaitu dari Desa Pakraman Padangtegal dengan sumber data berupa informan adalah bendesa desa pakraman, serta pengurus pengurus desa lainnya. Sedangkan data sekunder adalah data kepustakaan sebagai data penunjang.

1.8.4 Teknik pengumpulan data

Penelitian ini diselesaikan dengan teknik pengumpulan data hukum yang digunakan adalah bertitik tolak pada data primer dan sekunder. Langkah pertama dalam pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara terhadap informan dari instansi terkait. Sementara itu hal hukum yang diteliti, berkaitan dengan permasalahan yang berkaitan dengan Hubungan Korelasi Antar Lembaga Adat Di Desa Pakraman Padang Tegal Kabupaten Gianyar.

1.8.5 Teknik analisis data

Setelah data-data hukum yang dibutuhkan terkumpul, maka dilanjutkan dengan menganalisis data dengan teknik deskripsi dan argumentasi terhadap permasalahan yang ada. Dengan demikian penulisan skripsi ini dilakukan dengan menelaah data primer dan data sekunder yang telah terkumpul, kemudian dianalisis menurut disiplin ilmu hukum dan masyarakat sehingga menjadi pembahasan yang sinergi dan terpadu. Deskripsi dilakukan untuk menguraikan dimana duduk permasalahannya dan argumentasi dilakukan untuk memberikan argumentasi penyelesaian masalah yang terjadi berdasarkan data yang ada.

21

Referensi

Dokumen terkait

As Caplan (1972) argues, whilst Dalits have suffered caste- based discrimination, exploitation and violence, and continue to face obstacles in attaining full civil, political,

Data antropometri tinggi siku berdiri (TSB) digunakan untuk menentukan tinggi maksimal palang bawah jemuran pakaian yang bertujuan agar posisi palang bawah jemuran

Evaluasi ini dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor dengan melihat proses yang terjadi dalam kegiatan bimbingan klasikal, meliputi :.. Guru bimbingan dan

Penggunaan jenis bahan wadah fermentasi sistem “termos” dari kayu dengan waktu fermentasi 1-2 hari dapat menghasilkan cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao

Dengan demikian, dalam hal kosakata, bahasa jurnalistik memang harus lebih longgar (luwes0 dan bahkan dituntut untuk bisa menjadi pelopor pemasyarakatan dan pembakuan kata

Perlu adanya perhatian dari pemerintah yang dapat dilakukan dengan cara sosialisasi dan pemberian keterampilan dalam e- commerce ternak itik dan produsen telur asin supaya

Sama dengan pada hewan ternak, pada anjing bakteri dapat diisolasi dari membran fetus, cairan uterus, cairan vagina, semen, susu, cairan hygroma atau sampel jaringan

Menurut Zunaidi (2013:54) Kondisi sosial ekonomi merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat untuk melihat kondisi sosial ekonomi