• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pencegahan penyakit dengan mengurangi atau menghilangkan faktor resiko

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pencegahan penyakit dengan mengurangi atau menghilangkan faktor resiko"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Kesehatan harus dipandang sebagai investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan berperan penting dalam pembangunan suatu bangsa. Menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 bahwa pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan merupakan tanggung jawab semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat. Untuk meraih status kesehatan perlu upaya pencegahan penyakit dengan mengurangi atau menghilangkan faktor resiko penyakit, salah satunya dengan menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) (Dinkes DIY, 2013).

PHBS merupakan perilaku yang dipraktikkan berdasarkan kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri secara mandiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat (Kemenkes RI, 2011). Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor: 2269/MENKES/PER/XI/2011 menyebutkan ada lima tatanan PHBS, yaitu tatanan rumah tangga, tatanan tempat kerja, tatanan institusi pendidikan, tatanan tempat umum dan tatanan fasilitas kesehatan.

Tatanan adalah hasil gabungan dari berbagai macam tatanan dan memiliki sumber daya dan atau fitur-fitur baru sehingga tatanan seharusnya dipandang sebagai suatu organisme yang memiliki kemampuan berkembang secara mandiri dan melakukan asosiasi dengan tatanan lainnya (Amien, 2005), oleh karena itu

(2)

keterkaitan PHBS di tiap tatanan saling mempengaruhi termasuk salah satunya adalah tatanan PHBS di institusi pendidikan. Lingkungan sekolah yang sehat dan memiliki kepedulian tinggi terhadap kesehatan akan memberikan dampak positif bagi siswanya. Pendidikan kesehatan yang dilakukan di lingkungan sekolah akan membiasakan siswa untuk selalu hidup sehat. Perilaku PHBS disekolah diantaranya dapat dilakukan dengan mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan menggunakan sabun, jajan di kantin sekolah yang sehat, membuang sampah pada tempatnya, mengikuti kegiatan olahraga di sekolah, menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap 6 bulan, bebas dari asap rokok dan napza, memberantas jentik nyamuk, dan buang air kecil dan besar di jamban sekolah (Dinkes DIY, 2013).

Mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan menggunakan sabun merupakan salah satu indikator PHBS yang dapat diajarkan di lingkungan sekolah. WHO (2009) menyatakan bahwa cuci tangan adalah tindakan mencuci tangan dengan menggunakan sabun biasa atau anti mikroba dan air. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, dapat menurunkan angka kejadian diare sebesar 47% (Kemenkes RI, 2011). Cuci tangan dengan air dan sabun dinilai lebih efektif untuk menghilangkan kotoran dan debu di permukaan kulit serta dapat mengurangi jumlah mikroorganisme penyebab penyakit. Menurut Bus (2009) cuci tangan merupakan program yang dapat mengurangi penyebaran infeksi khususnya di tatanan sekolah.

(3)

Anak usia sekolah (6-12 tahun) memiliki tugas perkembangan yang dapat dilatih dan dikembangkan sehingga mampu untuk menerapkan sikap dan perilaku yang sehat. Sebagai makhluk biologis anak usia sekolah belajar untuk membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri dengan tujuan mengembangkan kebiasaan untuk memelihara badan seperti kebersihan diri, keselamatan diri dan kesehatan. Menurut Depkes (2012) anak-anak merupakan populasi yang rentan terhadap penyakit sebagai akibat perilaku yang tidak sehat dan sanitasi yang buruk, padahal anak-anak merupakan aset bangsa yang paling berperan untuk generasi yang akan datang.

Pendidikan kesehatan secara dini yang diterapkan pada anak-anak merupakan tindakan yang dapat dilakukan untuk memelihara kesehatan dan melindungi diri dari penyakit. Anak usia sekolah merupakan sasaran promosi kesehatan yang efektif karena telah mampu untuk menyebarkan informasi ke orang lain. Anak usia sekolah juga lebih mudah untuk dibimbing serta diarahkan untuk ditanamkan kebiasaan hidup sehat.

Promosi kesehatan merupkan upaya untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu sehingga dengan tersampaikannya pesan kesehatan tersebut diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan mempengaruhi perilaku kesehatan menjadi lebih baik. Terdapat tiga metode promosi kesehatan atau pendidikan kesehatan yaitu metode individual (perorangan), metode kelompok dan metode massa. Metode pendekatan massa cocok untuk mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat karena bersifat umum dalam arti tidak membedakan golongan umur,

(4)

jenis kelamin, status ekonomi, tingkat pendidikan dan sebagainya (Notoatmojo, 2012). Penyampaian pesan-pesan kesehatan tersebut akan lebih mudah dan efektif dengan adanya media sebagai alat bantu untuk menarik minat sasaran promosi kesehatan.

Secara garis besar ada tiga macam alat bantu peraga atau media, yaitu alat bantu lihat (visual) yang menstimulasi indra mata pada waktu proses peneriman pesan, kedua alat bantu dengar (audio aids) yang dapat menstimulasikan indra pendengar dan terakhir alat bantu lihat-dengar seperti televisi, video cassette dan DVD (Notoatmojo, 2012). Pemilihan media yang tepat dan sesuai dengan tugas perkembangan anak usia sekolah adalah jenis media yang mampu mengajarkan dan mengembangkan konsep sehari-hari. Anak usia sekolah yang melihat, mendengar, mengecap, mencium dan mengalami akan memiliki ingatan pengalaman masa lalu yang disebut konsep atau tanggapan, seperti tangapan tentang ayah, ibu, buku, sekolah dan gerak gerik yang dilakukan seperti berbicara, berjalan, berenang dan menulis (Yusuf, 2012).

Media pendidikan kesehatan yang menarik dan persuasif akan mampu mempermudah sasaran untuk mendapatkan pesan-pesan kesehatan yang disampaikan. Leaflet merupakan salah satu media cetak yang informasinya dapat berupa kalimat, gambar atau kombinasi keduanya dan sering digunakan dalam promosi kesehatan. Khairani (2009) menyebutkan bahwa pendekatan promosi kesehatan melalui media leaflet pada siswa tidak memberi pengaruh yang signifikan karena proses belajar menggunakan leaflet tidak terarah, tidak sistematis, tidak rinci dan tidak lengkap. Media audiovisual merupakan media lain yang dapat

(5)

digunakan untuk memberikan pendidikan kesehatan. Menurut Albert & Bauchsbaum (2007) media audiovisual dalam pendidikan mampu menyampaikan pesan yang konsisten dan memberi kesempatan kepada penonton untuk menonton berulang kali dan dapat meningkatkan pemahaman. Media video dapat menyampaikan informasi tertentu lebih baik dibandingkan dengan media yang berbentuk tulisan, dan media video memiliki efek motivasi dalam proses pembelajaran (Moreno, 2008).

Keefektifan dan ketercapaian tujuan sebuah program promosi kesehatan dapat dilihat dengan mengevaluasi program tersebut baik dari segi media maupun bentuk penyampaianya. Teori Evaluasi Kirkpatrick (1959) menyatakan bahwa terdapat empat level evaluasi suatu program pelatihan atau pembelajaran, yaitu evaluasi reaksi, evaluasi pengetahuan, evaluasi perilaku dan hasil akhir. Evaluasi reaksi adalah salah satu penilaian terhadap reaksi dari peserta promosi kesehatan yang berupa perasaan, pemikiran dan minat tentang pelaksanaan, narasumber dan lingkungan kegiatan (Sopacua & Budijanto, 2007). Tujuan dari evaluasi reaksi ini adalah untuk mengukur perasaan peserta program suatu pelatihan (Kirkpatrick, 2006). Program promosi kesehatan akan dianggap efektif apabila saat dalam proses penyampaiannya dirasa menyenangkan dan memuaskan bagi peserta sehingga mereka tertarik dan termotivasi untuk belajar dan berlatih.

Menurut Instructional System Development (2004) terdapat dua macam evaluasi yang dikenal secara luas yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif merupakan metode yang menilai keberhasilan program saat dalam proses pelatihan sedangkan evaluasi sumatif yaitu metode yang menilai

(6)

keberhasilan atau dampak dari suatu program pelatihan. Evaluasi reaksi akan menghasilkan informasi secara formatif tentang keberhasilan program promosi kesehatan saat dalam proses pemberiannya. Keberhasilan evaluasi reaksi yang mencakup reaksi yang positif dan kepuasan sasaran promosi kesehatan merupakan awal kesuksesan evaluasi pengetahuan, perilaku dan hasil yang didapat terhadap program promosi kesehatan yang diberikan. Reaksi sasaran promosi kesehatan merupakan tingkatan awal evaluasi yang dapat mempengaruhi suatu program promosi kesehatan.

Sampai saat ini evaluasi reaksi terhadap program pendidikan kesehatan khususnya pendidikan kesehatan cuci tangan masih sangat terbatas, sehingga penting dilakukan penelitian mengenai media pendidikan kesehatan cuci tangan, salah satunya dengan melakukan evaluasi terhadap reaksi. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta pada 21 April 2014 menunjukkan bahwa promosi kesehatan PHBS tentang cuci tangan di sekolah dasar masih menggunakan media leaflet, stiker dan booklet. Belum ada penggunaan media audiovisual untuk pendidikan kesehtan, padahal media audiovisual merupakan alternatif media yang menarik dan bisa digunakan dalam pendidikan kesehatan. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang reaksi siswa SD di Kota Yogyakarta terhadap pendidikan kesehatan cuci tangan dengan media audiovisual dibandingkan dengan leaflet.

(7)

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan reaksi siswa SD di Kota Yogyakarta terhadap pendidikan kesehatan cuci tangan pakai sabun melalui media audiovisual (video) dibandingkan dengan media leaflet?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan reaksi siswa SD di Kota Yogyakarta terhadap pendidikan kesehatan cuci tangan pakai sabun dengan media audio-visual dibandingkan dengan leaflet.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui reaksi siswa SD di Kota Yogyakarta terhadap pendidikan kesehatan cuci tangan pakai sabun dengan media audio-visual (video). b. Mengetahui reaksi anak SD di Kota Yogyakarta terhadap pendidikan

kesehatan cuci tangan pakai sabun dengan media leaflet. D. Manfaat penelitian

1. Bagi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi bidang Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan DIY dalam menentukan media yang efektif untuk pendidikan kesehatan cuci tangan.

2. Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan proses pembelajaran dan pengalaman bagi peneliti sendiri dalam menyusun penulisan karya ilmiah yang nantinya dapat menjadi bekal untuk penulisan karya-karya ilmiah selanjutnya.

(8)

3. Bagi Peneliti lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan dipergunakan sebagai sumber informasi bagi peneliti lain dalam penyusunan penelitian-penelitian selanjutnya terutama mengenai penggunaan media promosi kesehatan leaflet dan audiovisual.

E. Keaslian Penelitian

1. Amstrong, Idriss & Kim (2010) tentang “Effect of Video-Based, Online education on Behavioral and Knowledge Outcomes in Sunscreen Use: A Randomized Controlled Trial.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pendidikan menggunakan media video lebih efektif daripada pamphlet dalam meningkatkan pengetahuan dan perilaku menggunakan tabir surya (sunscreen). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa penggunaan media video mendapatkan reaksi kepuasan yang lebih signifikan daripada media pamphlet.

2. Khairani (2009) berjudul “Promosi Kesehatan Mencuci Tangan Menggunakan Sabun melalui Metode Ceramah, Demonstrasi dan Latihan dibandingkan dengan Media Leaflet pada Siswa Sekolah Dasar di Kota Jambi”. Penelitian ini berjenis quasi-experimental dengan rancangan non-equivalent control groupp design with pre-test and posttest. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode

ceramah, demonstrasi dan latihan lebih efektif dibandingkan metode media leaflet dalam promosi kesehatan mencuci tangan menggunakan sabun.

Persamaan dalam penelitian ini adalah pada intervensi kelompok pembanding sama-sama menggunakan leaflet. Sedangkan perbedaannya yaitu pada jenis penelitian yang menggunakan rancangan perbandingan kelompok statis (static

(9)

group comparison) dan variabel yang diukur adalah reaksi siswa SD yang

diintervensi menggunakan media audiovisual (video).

3. Susilaningsih & Hadiatama (2013) tentang “Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Perilaku Mencuci Tangan Siswa Sekolah Dasar”. Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperiment dengan pretest-postest control group design. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pendidikan

kesehatan terhadap tingkat pengetahuan mencuci tangan pada siswa dan terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perilaku mencuci tangan pada siswa SD. Persamaannya dengan penelitian ini adalah sama-sama melakukan pendidikan kesehatan cuci tangan pada siswa sekolah dasar. Sedangkan perbedaannya adalah pada jenis penelitian yang menggunakan rancangan perbandingan kelompok statis (static group comparison) dan alat intervensi yang diberikan menggunakan media audiovisual (video) dan leaflet.

(10)

Referensi

Dokumen terkait

Disiplin pegawai, kompensasi dan budaya organisasi secara simultan berpengaruh terhadap kinerja pegawai pada Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas, dengan nilai

Aspek perilaku alami lain yang juga penting diketahui sebagai indikator kunci untuk penetapan status pelepasliaran owa jawa adalah perbandingan persentase perilaku

Ketika sebuah liabilitas keuangan yang masih ada ditukar dengan liabilitas keuangan lain dari pemberi pinjaman yang sama atas persyaratan yang secara substansial berbeda,

Raport merupakan buku laporan hasil belajar peserta didik yang secara administratif dilaporkan setiap satu semester, untuk semua mata pelajaran yang ditempuhnya dengan

Maksud dari kegiatan ini adalah memberikan pemahaman mengenai perencanaan karir yang yang matang baik dari aspek pekerjaan maupun dalam hal studi lanjutan atau (belajar),

memiliki lahan yang paling luas, petani bekerja terus jika sudah terlihat sangat luas dan merasa sangat cukup untuk dikelola maka petani tersebut berhenti, demikianlah menentukan

membeli produk-produk yang sesuai dengan trend yang sedang berkembang, dimana remaja putri akan lebih mudah untuk mengeluarkan uang dalam mem- beli produk-produk fashion

tingkat kerentanan kawasan tinggi sebaiknya diprioritaskan sebagai zona inti maupun zona rimba, mengingat daerah tersebut merupakan daerah bahaya erosi, daerah