BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.1.1. Urban Heat Island Sebagai Dampak Dari Pembangunan Perkotaan
Pembangunan perkotaan membawa perubahan pada lingkungan fisikdan atmosfer kota. Pada lingukungan fisik perkotaan perubahan yang terjadi akibat dari pembangunan perkotaan diantaranyaa adalah perubahan fungsi lahan (landuse), berkurangnya ruang terbuka dan terbuka hijau, berkurangnya vegetasi serta perubahan penutup permukaan alami seperti rumput menjadi penutup permukaan buatan misalnya beton dan aspal.
Pada atmosfer kota, perubahan yang dapat dirasakan adalah udara terasa lebih panas, karena terjadi peningkatan temperatur udara kota. Peningkatan temperatur ini dipicu oleh munculnya “pulau panas” dalam kota atau istilah yang umum digunakan adalah urban heat island.
Gambar 1.1. Urban Heat Island. Sumber ; www.actionbioscience.org
Urban heat islan
permukaan di area perkotaan yang menjadikan area perkotaan menjadi lebih p dibanding area sekitarnya
ini dapat mencapai 1
Terdapat tiga jenis yaitu :
1. Boundary Layer Heat
Merupakan peningkatan temperatur
perkotaan dengan batas ketinggian sekitar 1 kilometer pada siang hari dan menyusut menjadi beberapa ratus meter pada malam hari serta
batas bawah berupa yang dihasilkan
1
Oke, 1987 &
Urban heat island m
permukaan di area perkotaan yang menjadikan area perkotaan menjadi lebih p dibanding area sekitarnya
ini dapat mencapai 1
Terdapat tiga jenis Urban Heat Island
Boundary Layer Heat
erupakan peningkatan temperatur
perkotaan dengan batas ketinggian sekitar 1 kilometer pada siang hari dan menyusut menjadi beberapa ratus meter pada malam hari serta
batas bawah berupa yang dihasilkan
Oke, 1987 & World Meteorological Organization
merupakan peningkatan temperatur
permukaan di area perkotaan yang menjadikan area perkotaan menjadi lebih p dibanding area sekitarnya (Taha, Akbari & Sailor, 1992)
C - 3 C1.
Urban Heat Island
Boundary Layer Heat Island
erupakan peningkatan temperatur
perkotaan dengan batas ketinggian sekitar 1 kilometer pada siang hari dan menyusut menjadi beberapa ratus meter pada malam hari serta
batas bawah berupa Canopy
yang dihasilkan pada layer ini mencapai 1.5
World Meteorological Organization Gambar 1.
Sumber ;
erupakan peningkatan temperatur
permukaan di area perkotaan yang menjadikan area perkotaan menjadi lebih p (Taha, Akbari & Sailor, 1992)
Urban Heat Island beserta karakteristiknya (Voogt, 2004)
Island (BLHI)
erupakan peningkatan temperatur
perkotaan dengan batas ketinggian sekitar 1 kilometer pada siang hari dan menyusut menjadi beberapa ratus meter pada malam hari serta
anopy Layer
layer ini mencapai 1.5
World Meteorological Organization, 1984
Gambar 1.2. Jenis urban heat island Sumber ; www.actionbioscience.org
2004
erupakan peningkatan temperatur
permukaan di area perkotaan yang menjadikan area perkotaan menjadi lebih p (Taha, Akbari & Sailor, 1992)
beserta karakteristiknya (Voogt, 2004)
(BLHI)
erupakan peningkatan temperatur udara pada level atmosfer di
perkotaan dengan batas ketinggian sekitar 1 kilometer pada siang hari dan menyusut menjadi beberapa ratus meter pada malam hari serta
ayer Heat Island
layer ini mencapai 1.5 C-2
, 1984
urban heat island www.actionbioscience.org
erupakan peningkatan temperatur di skala atmosfer dan permukaan di area perkotaan yang menjadikan area perkotaan menjadi lebih p
(Taha, Akbari & Sailor, 1992). Peningkatan temperatur
beserta karakteristiknya (Voogt, 2004)
udara pada level atmosfer di perkotaan dengan batas ketinggian sekitar 1 kilometer pada siang hari dan menyusut menjadi beberapa ratus meter pada malam hari serta
sland. Perbedaan temperatur
2 C.
urban heat island. www.actionbioscience.org
BAB I |
di skala atmosfer dan permukaan di area perkotaan yang menjadikan area perkotaan menjadi lebih p
. Peningkatan temperatur
beserta karakteristiknya (Voogt, 2004)
udara pada level atmosfer di perkotaan dengan batas ketinggian sekitar 1 kilometer pada siang hari dan menyusut menjadi beberapa ratus meter pada malam hari serta dengan . Perbedaan temperatur
BAB I | 2
di skala atmosfer dan permukaan di area perkotaan yang menjadikan area perkotaan menjadi lebih panas
. Peningkatan temperatur
beserta karakteristiknya (Voogt, 2004)
udara pada level atmosfer di perkotaan dengan batas ketinggian sekitar 1 kilometer pada siang hari dan
dengan . Perbedaan temperatur
2. Canopy Layer Heat Island (CLHI)
Yaitu peningkatan temperatur udara pada level atmosfer di perkotaan dengan batas ketinggian ketinggian rata-rata bangunan serta dengan batas bawah Surface Heat Island. Selisih temperatur yang dihasilkan pada layer ini mencapai 1 C-3 C.
Pada level CLHI terjadi proses interaksi antara elemen fisik perkotaan dan elemen iklim, dimana hasil dari interaksi dapat langsung dirasakan oleh manusia. Contoh interaksi ini misalnya, bangunan tinggi akan mengurangi kecepatan hembusan angin dan dapat menyebabkan turbulence, namun di sisi lain bangunan tinggi dapat menghasilkan bayangan yang dapat memberi perlindungan kepada pengguna ruang antar bangunan karena radiasi sinar matahari terhalang oleh bangunan, selain itu ruang yang terlindung bayangan akan menghasilkan temperatur udara yang rendah.
Seperti telah dijelaskan diatas tentang karakteristik CLHI, maka area ini memiliki batas fisik, untuk batas atas berupa rata-rata ketinggian bangunan dan batas bawah adalah permukaan. Sedangkan untuk batas vertikal dapat berupa bangunan maupun vegetasi.
Gambar 1.3. Proses yang terjadi pada level CLHI. Sumber ; www.actionbioscience.org
BAB I | 4
3. Surface Heat Island (SHI)
Merupakan peningkatan temperatur pada level permukaan di perkotaan. Selisih temperatur yang dihasilkan merupakan yang terbesar terutama pada siang hari, seperti perbedaan pada permukaan basah dan kering, permukaan terbayang dan terekspos sinar matahari.
1.1.2. Pengaruh Urban Street Canyon Terhadap Kenyamanan Termal Perkotaan Proses interaksi antara elemen fisik kota dengan elemen iklim, dalam level CLHI, salah satunya terjadi di ruang antar bangunan. Ruang antar bangunan ini dapat berupa ruang terbuka untuk dimensi besar seperti misalnya plaza, taman kota, dan alun-alun, dan ruang dengan dimensi yang lebih kecil yang biasa disebut “urban
canyon” (Salleh (1987)). Urban canyon yang difungsikan sebagai ruang akses dan
pergerakan manusia serta moda transportasinya, disebut street (Krier, 1984 dalam Salleh, 1987). Maka, urban street canyon adalah ruang jalan yang dibatasi oleh fasad bangunan yang saling berhadapan dari bangunan yang berseberangan jalan, dimana fasad yang satu menghalangi arah sinar matahari yang terletak berlawanan dengan fasad yang lain (Salleh, 1987).
Gambar 1.4. Urban Street Canyon Digambar ulang menurut Salleh, 1987
Urban street canyon dapat didefinisikan sebagai ruang antar bangunan yang
berfungsi sebagai jalan, yang dibatasi oleh fasad dari bangunan yang berada dikanan kirinya. Batas vertikal berupa fasad bangunan dan bukan vegetasi, karena
canyon yang secara harfiah berarti lembah, merupakan sesuatu unsur yang keras,
masif dan memiliki permukaan datar berupa bidang dua dimensi. Sedangkan batas berupa vegetasi merupakan batas yang lunak, dapat dipindahkan serta tidak memiliki bidang datar.
1.1.3. Proporsi Ketinggian Bangunan Terhadap Lebar Ruang Jalan
Benda akan menghasilkan bayangan dengan panjang tertentu, tergantung pada sudut datang sinar matahari, semakin kecil sudut datang semakin panjang bayangan yang dihasilkan. Dalam ruang urban street canyon, elemen fisik yang dapat menghasilkan bayangan adalah bangunan dan vegetasi. Pada jam-jam tertentu bayangan dari vegetasi dan bangunan akan menghasilkan bayangan yang akan melindungi ruang antar bangunan. Lingkup perlindungan bayangan dalam
urban street canyon ditentukan oleh tinggi bangunan dan lebar ruang urban street canyon (yang ditentukan oleh jarak antar bangunan sebagai batas horizontal).
Bangunan tinggi akan memberikan perlindungan bayangan yang maksimal pada ruang urban street canyon yang memiliki jarak antar bangunan pendek. Dan sebaliknya, bangunan tinggi dengan ruang street canyon yang jarak antar bangunannya panjang, perlindungan bayangan tidak maksimal.
Menurut penelitian dari Salleh (1987) perbandingan antara ketinggian bangunan (H) dengan lebar dimensi ruang jalan (W) yang akan membentuk ruang urban
BAB I | 6
perlindungan bayangan dalam ruang street canyon. Area yang terlindung bayangan akan mengalami penurunan temperature, sehingga mampu memberikan kenyamanan termal kepada penggunanya.
1.1.4. Urban Street Canyon Pada Kasus Ruang Jalan Kaliurang km. 4.5-5.3
Jalan Kaliurang km 4.5-5.3 memiliki letak strategis yang berada diantara kawasan pusat pendidikan dan kawasan tujuan wisata. Di antara kedua daerah tersebut dihubungkan dengan kawasan permukiman, yang pada beberapa tahun terakhir terus mengalami perubahan fungsi menjadi kawasan perdagangan (BPPD Sleman, 2010).
Ruang terlindung bayangan
Gambar 1.5. Urban Street Canyon Digambar ulang menurut Salleh, 1987
Gambar 1.6. Perubahan penggunaan lahan di jalan Kaliurang km 4.5-5.8 Sumber : BPPD, 2010
Perubahan fungsi kawasan atau landuse yang semula berupa permukiman menjadi perdagangan telah mengubah kondisi fisik spasial kawasan, yang semula berupa kawasan dengan bangunan satu lantai berubah menjadi kawasan dengan padat bangunan yang memiliki ketinggian lebih dari 1 lantai. Hal ini menyebabkan berkurangnya vegetasi kawasan, bertambah luasnya kawasan dengan permukaan buatan (permukaan yang diaspal, dipaving atau dibeton) serta berkurangnya ruang terbuka maupun terbuka hijau.
Untuk aspek perbandingan ketinggian bangunan terhadap lebar ruang jalan sebagai pembentuk dimensi urban street canyon (H/W), menurut observasi awal oleh penulis, kawasan jalan Kaliurang km 4.5-5.8 memiliki nilai rata-rata 0.28-0.42, dimana ketinggian rata-rata bangunan 7m-15m dan lebar rata-rata ruang jalan dalam dimensi urban street canyon adalah 25m-35m. Nilai rata-rata ketinggian bangunan yang lebih kecil dari nilai rata-rata lebar ruang jalan dalam dimensi urban street canyon ini dapat diartikan bahwa bayangan yang dihasilkan bangunan pada ruang street canyon pun pendek, tidak mampu menjangkau muka bangunan yang menghadap matahari atau dengan kata lain area yang tidak terlindung sinar matahari menjadi luas. Kondisi ini berdampak pada tingginya
Gambar 1.7. Perubahan penggunaan lahan di jalan Kaliurang km 4.5-5.8 Sumber : Observasi penulis, 2011
BAB I | 8
nilai temperatur udara dalam ruang street canyon. Berdasarkan hasil observasi awal ruang urban street canyon di jalan Kaliurang km 4.5-58 memiliki temperatur udara rata-rata senilai 31.11 C. Minimnya perlindungan terhadap sinar matahari serta tingginya temperatur udara menyebabkan ruang jalan Kaliurang km 4.5-5.8 memiliki ketidaknyamanan sebagai temapt beraktivitas pengguna ruang jalan tersebut.
1.2. Permasalahan Penelitian
Berdasarkan uraian diatas dapat dinyatakan bahwa perubahan guna lahan pada kawasan jalan Kaliurang km 4.5-5.8 mempengaruhi perubahan kondisi fisik spasial kawasan yang berdampak pada kenaikan temperatur udara kawasan yang menjadikan kawasan tidak memiliki kenyamanan termal.
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana kondisi eksisting kenyamanan termal ruang jalan Kaliurang km 4.5-5.8?
2. Bagaimana kondisi eksisting fisik spasial untuk aspek perbandingan ketinggian bangunan (H) dengan lebar ruang jalan (W) sebagai pembentuk dimensi ruang urban street canyon, serta komponen-komponen ruang jalan yang berpengaruh pada kenyamanan termal ruang jalan Kaliurang km 4.5-5.8?
3. Bagaimana arahan desain ruang jalan Kaliurang km 4.5-5.8 melalui modifikasi geometri urban street canyon yang mampu memberikan tingkat kenyamanan termal yang optimal?
1.4. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh elemen fisik spasial ruang jalan terhadap tingkat kenyamanan termal yang dapat dihasilkan.
2. Mencari arahan desain ruang jalan yang nyaman termal optimal.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Dapat dijadikan acuan arahan untuk mendesain ruang jalan dengan kondisi fisik spasial dan karakter iklim yang hampir sama.
2. Dapat dijadikan pertimbangan bagi pemerintah daerah untuk menata kawasan ruang jalan Kaliurang kedepannya.
1.6. Keaslian Penelitian
Penelitian ini mengusung tema mengenai kenyamanan termal di ruang jalan dengan lokus Jalan kaliurang penggal km4.5-5.8 serta fokus geometri urban street
canyon. Penelitian dengan tema kenyamanan termal ruang jalan pernah dilakukan
oleh Anindita (2010) dan Muhammad (2012), dengan perbedaan pada lokus dan objek penelitian. Sedangkan penelitian yang mengambil lokus Jalan Kaliurang telah dilakukan oleh Masnur (2002) dengan objek penelitian media iklan dan Apeng (2003) dengan objek elemen street furniture. Kemudian penelitian dengan objek perbandingan antara ketinggian dan jarak antar bangunan (rasio H/W) dilakukan oleh Dotulong (2008) dengan lokus berupa ruang terbuka di garis lintang 7 LS. Perbandingan penelitian pada tema dan lokus yang sama ditampilkan pada tabel berikut :
BAB I | 10
Tabel 1.1. Keaslian Penelitian
No. PENELITI LOKUS FOKUS METODE OBJEK TEMUAN
1 MASNUR 2002
Kawasan komersial Jln. Kaliurang, Yogyakarta
Desain elemen papan reklame yang mengguna kan tiang di jalur pedestrian
Rasionalistik deduktif Media iklan / commercial
signage di Jln. Kaliurang
Jenis papan reklame, unsur penyusun, pola setting dan faktor penentu setting papan reklame
2 APENG 2003
Kawasan komersial Jln. Kaliurang, Yogyakarta
Tata letak elemen street
furniture
di ruang jalan (jalur pedestrian)
Rasionalistik deduktif Elemen street furniture di ruang jalan (jalur pedestrian)
Kaitan antara komponen dalam membentuk titik konflik sehingga arahan terhadap setting elemen street furniture terkait dengan aktivitas yang berkembang (statis, dinamis), ruang aktivitas (badan jalan, jalur pedestrian) dan elemen street
furniture
3 DOTULONG 2008
Ruang terbuka di garis lintang 7 LS
Desain ruang terbuka dengan beragam konfigurasi massa
Eksperimental simulatif dengan software Ecotect V5.2
H/W, H/d, oreintasi dan konfigurasi massa
Geometri massa banguna n berpengaruh terhadap jumlah radiasi panas di ground ruang terbuka. Penurunan jumlah radiasi oleh rekayasa terhadap geometri massa bangunan bisa mencapai 27% 4 ANINDITA 2010 Kawasan komersial Jln. Affandi, Yogyakarta Pengukuran kenyamanan termal di jalur pedestrian
Eksperimental simulatif dengan simulasi software ENVI met 4.0
Variabel kenyamanan termal dan respon subjektif pengguna di jalur pedestrian
Kawasan tidak nyaman termal. Terdapat tiga tipe penggal; bangunan-trotoar-jalan-median (tajuk ramping)-trotoar-pohon tajuk bulat sedang)-halaman toko-bangunan (nilai PPD 45.5% nyaman), bangunan dengan kanopi-trotoar-jaln-median(pohon tajuk ramping)-jalan-trotoar-bangunan dengan kanopi (PPD 97.8% tidak nyaman), bangunan-trotoar-jalan-median(pohon tajuk bulat besar)-jalan-trotoar-bangunan (PPD 67.8% tidak nyaman)
5 MUHAMMAD 2012
Koridor Urip Sumoharjo Yogyakarta
Konfigurasi koridor dan pengaruh angin
Simulasi software ENVI-met dan pengukuran empirik
Variabel kenyamanan termal dan kebersihan udara, tatanan ruang meliputi pembentuk dan pengisi ruang
Koridor tergolong tidak nyaman. Konfigurasi koridor yaitu barat-timur cenderung membuat gerak angin (utara-selatan) yang berimbas pada polusi ruang jalan
6 ESTININGTYAS 2013
Kawasan ruang Jln. Kaliurang, Yogyakarta
Pengaruh geometri urban
street canyon terhadap
kenyamanan termal ruang jalan
Eksperimental simulatif dengan bantuan software ENVI met 3.1.
Rasio H/W, material permukaan, vegetasi, variabel kenyamanan termal
Nilai rasio H/W<0.5 menghasilkan kondisi diluar range nyaman. Nilai rasio 0.5<H/W<1, H/W>1, paving putih dan vegetasi berkelompok menghasilkan kondisi optimal dengan temperatur efektif mendekati range nyaman
Sumber : Konstruksi penulis 2013