• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KARAKTERISTIK LANJUT USIA DENGAN HUBUNGAN ANTAR GENERASI DI DESA CIHIDEUNG ILIR KABUPATEN BOGOR JAJANG SOMANTRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KARAKTERISTIK LANJUT USIA DENGAN HUBUNGAN ANTAR GENERASI DI DESA CIHIDEUNG ILIR KABUPATEN BOGOR JAJANG SOMANTRI"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KARAKTERISTIK LANJUT USIA DENGAN

HUBUNGAN ANTAR GENERASI DI DESA

CIHIDEUNG ILIR KABUPATEN BOGOR

JAJANG SOMANTRI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Karakteristik Lanjut Usia dengan Hubungan Antar Generasi di Desa Cihideung Ilir Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2013

Jajang Somantri

(4)
(5)

ABSTRAK

JAJANG SOMANTRI. Analisis Karakteristik Lanjut Usia dengan Hubungan Antar Generasi di Desa Cihideung Ilir Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh EKAWATI SRI WAHYUNI.

Fenomena yang ada menunjukkan bahwa terjadi kenaikan jumlah lansia. Peningkatan jumlah lansia akan memunculkan berbagai permasalahan. Penelitian ini bermaksud untuk melihat karakteristik lansia dan hubungan antar generasi di Desa Cihideung Ilir, Kabupaten Bogor. Responden diambil secara acak dengan bantuan MS. Excel dengan jumlah 30 orang. Hasil penelitian menunjukkan umumnya lansia berumur 60-74 tahun, hanya lulusan sekolah dasar, masih berstatus kawin dengan status sosial dan status ekonomi rendah dan sudah tidak bekerja serta mayoritas berperan sebagai kepala keluarga. Umumnya karakteristik lansia berpengaruh pada keterlibatannya dalam keluarga anak dan berpengaruh pada peran anak atau menantu perempuan dalam merawat lansia.

Kata kunci: lansia, karakteristik lansia, hubungan antar generasi.

ABSTRACT

JAJANG SOMANTRI. Characteristics Analysis of Elderly and Intergenerational Relationship in Cihideung Ilir Village, Bogor Regency. Supervised by EKAWATI SRI WAHYUNI.

The phenomenon indicates that there is an increase in the number of elderly. Increasing the number of elderly will sprout the problems. This research intends to see the characteristic of senior people and the relationship between generation in Cihideung Ilir village, Bogor regency. Respondents taken at random with the help of MS. Excel to the number of 30 people.The result showed generally elder people around 60-74 years old just elementary school graduates, are still married with the status of low social and economic status and did not work either while the majorityrole as the heads of family. Generally, the characteristic elder people will influence their involvement role in children’s family and effect to their extended family in taking care of them.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

ANALISIS KARAKTERISTIK LANJUT USIA DENGAN

HUBUNGAN ANTAR GENERASI DI DESA

CIHIDEUNG ILIR KABUPATEN BOGOR

JAJANG SOMANTRI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Analisis Karakteristik Lanjut Usia dengan Hubungan Antar Generasi di Desa Cihideung Ilir Kabupaten Bogor

Nama : Jajang Somantri NIM : I34090040 Disetujui oleh Dr Ir Ekawati S. Wahyuni, MS NIP 19600827 198603 2 002 Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS NIP 19550630 1981031 003 Ketua Departemen Tanggal Lulus:

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 ini ialah kependudukan dengan topik lansia, dengan judul Analisis Karakteristik Lanjut Usia dengan Hubungan Antar Generasi di Desa Cihideung Ilir, Kabupaten Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Ekawati S. Wahyuni, MS selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dan juga perbaikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staff pemerintah Desa Cihideung Ilir mulai dari Kepala Desa, Sekretaris Desa, Ketua RT dan RW serta seluruh responden yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada apab, umi, serta seluruh keluarga, dan juga teman-teman tercinta atas segala doa dan kasih sayangnya. Beribu terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh rekan mahasiswa akselerasi angkatan 46, utamanya teruntuk rekan satu bimbingan Mona Lusia br Manihuruk atas perjuangan dan doanya. Serta tidak lupa kepada teman-teman terdekat Adhi Pamungkas dan Rangga Husen yang selalu memberi doa dan dukungan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada teman-teman penghuni WGU yang senantiasa sabar dan menghibur selama kurang lebih tiga tahun dalam satu atap. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2013

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 3 PENDEKATAN TEORITIS 4 Tinjauan Pustaka 4 Kerangka Pemikiran 7 Hipotesis Penelitian 8 Definisi Operasional 9 PENDEKATAN LAPANG 11

Lokasi dan Waktu Penelitian 11

Penentuan Responden Penelitian 11

Teknik Pengumpulan Data 12

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 12

PROFIL DESA CIHIDEUNG ILIR 13

Kondisi Geografis 13

Struktur Kependudukan 13

Sarana dan Prasarana 14

Kondisi Sosial Budaya 15

Kelembagaan Sosial 17 KARAKTERISTIK LANSIA 18 Golongan Umur 18 Pendidikan Lansia 19 Status Perkawinan 19 Status Ekonomi 19 Status Sosial 24 Struktur Keluarga 25

HUBUNGAN ANTAR GENERASI 27

Analisis Hubungan Umur dengan Hubungan Antar Generasi 27 Analisis Hubungan Jenis Kelamin dengan Hubungan Antar Generasi 29

(14)

Analisis Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Hubungan Antar

Generasi 30

Analisis Hubungan Status Perkawinan dengan Hubungan Antar

Generasi 31

Analisis Hubungan Status Ekonomi dengan Hubungan Antar

Generasi 33

Analisis Hubungan Status Sosial dengan Hubungan Antar Generasi 34 Analisis Hubungan Peran Lansia dalam Struktur Keluarga dengan

Hubungan Antar Generasi 35

SIMPULAN DAN SARAN 37

Simpulan 37

Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 38

LAMPIRAN 41

(15)

DAFTAR TABEL

1 Jadwal rencana penelitian 11

2 Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan menurut kelompok

Umur, di Desa Cihideung Ilir, tahun 2012 14 3 Jumlah laki-laki dan perempuan menurut jenis pekerjaan , di Desa

Cihideung Ilir, tahun 2012 16

4 Jumlah lansia muda dan lansia tua berdasarkan karakteristik

lansia, di Desa Cihideung Ilir, tahun 2012 18 5 Jumlah dan persentase lansia muda dan lansia tua berdasarkan

status pekerjaan, di Desa Cihideung Ilir, tahun 2012 23 6 Jumlah dan presentase lansia muda dan lansia tua berdasarkan ada

tidaknya pemilikan harta benda, di Desa Cihideung Ilir, tahun 2012

22 7 Jumlah dan presentase umur lansia berdasarkan hubungan

antar generasi, di Desa Cihideung Ilir, tahun 2012

28 8 Jumlah dan persentase jenis kelamin lansia berdasarkan hubungan

antar generasi, di Desa Cihideung Ilir, tahun 2012 29 9 Jumlah dan presentasi tingkat pendidikan lansia berdasarkan

hubungan antar generasi, di Desa Cihideung Ilir, tahun 2012 31 10 Jumlah dan persentase status perkawinan lansia berdasarkan

hubungan antar generasi, di Desa Cihideung Ilir, tahun 2012 32 11 Jumlah dan persentase status ekonomi lansia berdasarkan

hubungan antar generasi, di Desa Cihideung Ilir, tahun 2012 33 12 Jumlah dan persentase status sosial lansia berdasarkan hubungan

antar generasi, di Desa Cihideung Ilir, tahun 2012 34 13 Jumlah dan persentase lansia peran lansia dalam struktur keluarga

berdasarkan hubungan antar generasi, di Desa Cihideung Ilir, tahun 2012 35

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 8

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kerangka sampling 41 2 Daftar responden 44 3 Kuesioner penelitian 45

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing bagian tersebut.

Latar Belakang

Jumlah penduduk Indonesia yang berusia lanjut mencapai 18 043 712 orang (BPS 2010). Jumlah tersebut menyumbang sekitar 7.5% dari total penduduk Indonesia. Pada koran online KOMPAS.com edisi 16 April 2012 menyebutkan usia harapan hidup (UHH) masyarakat Indonesia mencapai 70 tahun dan angka tertinggi ada di Kabupaten Sleman dengan UHH mencapai 75.6 tahun. Tingginya UHH menunjukkan semakin baiknya kualitas kesehatan. Besarnya jumlah penduduk usia lanjut perlu mendapat perhatian lebih dalam hal perawatan. Oleh karena usia yang semakin renta, kondisi fisiknya semakin menurun. Seperti halnya yang dituliskan oleh Sumarno et

al. (2011) terjadi penurunan misalnya saja dari aspek ekonomi adalah

hilangnya pekerjaan dan atau menurunnya penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup secara memadai.

Mengacu pada pasal 8 UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia bahwa orang yang bertanggung jawab terhadap lansia adalah pemerintah, masyarakat dan keluarga. Hal yang perlu digarisbawahi adalah keluarga. Mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Ajaran Islam menyebutkan bahwa orang tua yang sudah lanjut adalah tanggung jawab anak. Oleh karena itu, pihak keluarga bertanggung jawab terhadap keberlangsungan hidup lansia. Lansia laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan perlakuan dalam hal perawatan. Secara umum lansia laki-laki masih dibantu oleh istrinya sendiri. Lain halnya dengan lansia perempuan yang pada umumnya lebih banyak hidup menjanda, sehingga anak perempuan atau pihak keluargalah yang turut merawat. Sebagaimana hasil penelitian Suciati (2005) yang menyebutkan bahwa lansia lebih senang dilayani oleh pasangan hidupnya dibandingkan dengan orang lain.

Kajian mengenai lansia sudah banyak dilakukan di Indonesia. Seperti halnya Demartoto (2003) yang meneliti mengenai pelayanan lansia berbasis keluarga. Penelitiannya ingin melihat beberapa bentuk pelayanan yang diberikan oleh keluarga terhadap lansia. Demartoto melihat dari aspek pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, papan, dan kebutuhan rekreasi. Menurutnya pelayanan berbasis keluarga dirasa lebih efektif dibandingkan dengan pelayanan berbasis lembaga seperti panti. Lain halnya lansia yang memilih tinggal di panti jompo atau panti wredha. Hijau (2002) meneliti motivasi lansia tinggal di panti khususnya di panti sosial Tresna Werdha “ABDI” kota Binjai. Alasan para lansia tinggal di panti adalah karena tidak memiliki tempat tinggal. Lebih jelas lagi Hijau (2002) menyebutkan motivasi lansia tinggal di panti atas dasar faktor pekerjaan. Usia yang sudah lanjut menyebabkan pemenuhan kebutuhan sudah tidak bisa dilakukan

(18)

secara mandiri. Motivasi lain juga karena telah mendengar informasi bahwa panti sosial merupakan tempat tinggal lansia yang miskin dan terlantar.

Fenomena yang ada menunjukkan bahwa sebagian lansia masih ada yang dianggap tumpuan bagi keluarga. Baik itu sebagai tumpuan ekonomi, ataupun sumber pengetahuan yang diwujudkan dalam bentuk nasehat. Hal inilah yang menarik peneliti untuk mengkaji lebih jauh hubungan-hubungan yang terjalin antara lansia dengan anak, cucu ataupun anggota keluarga lainnya. Apakah status sosial maupun status ekonomi turut berpengaruh terhadap bentuk hubungan yang terjalin antara lansia sebagai orang tua dengan anaknya. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai langkah atau tindakan antisipatif dalam menyiapkan berbagai perawatan terhadap lansia. Tidak dipungkiri bahwa setiap orang akan mencapai usia tua. Begitupun dengan penduduk di Indonesia yang akan mencapai penduduk tua beberapa tahun yang akan datang.

Atas gambaran yang sudah disebutkan diawal, peneliti merasa tertarik untuk mendalami mengenai lansia. Ada beberapa hal yang peneliti kaji. Selain karakteristik lansia yang menjadi titik awal penelitian ini, juga melihat karakteristik yang terbentuk dalam rumah tangga lansia itu sendiri. Lansia dalam rumah tangga tersebut dijadikan sebagai subyek penelitian utama. Penelitian ini mencoba menganalisis karakteristik lansia terhadap hubungan antar generasi dalam suatu rumah tangga lansia. Pada akhirnya memunculkan sebuah pertanyaan besar bagaimanakah hubungan antar generasi yang terjalin antara lansia yang berperan sebagai kepala keluarga atau anggota keluarga dengan anak atau cucunya.

Perumusan Masalah Masalah penelitian yang diangkat adalah:

1. Bagaimanakah karakteristik sosial-ekonomi lansia yang ada di desa penelitian?

2. Bagaimanakah hubungan antar generasi yang terjalin dalam rumah tangga lansia yang terjadi di desa penelitian?

Tujuan Penelitian

Atas dasar rumusan pertanyaan yang sudah dikemukakan sebelumnya maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan karakteristik sosial-ekonomi lansia;

2. Menganalisis hubungan antar generasi yang terjalin pada rumah tangga lansia.

(19)

Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Bagi akademisi, sebagai bahan rujukan untuk penelitian lebih lanjut mengenai lansia;

2. Bagi pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan mengenai perawatan untuk lansia; dan

3. Bagi masyarakat, sebagai bahan acuan dalam memberikan perawatan terhadap lansia.

(20)

PENDEKATAN TEORETIS

Bab ini menjelaskan mengenai pustaka rujukan yang diambil dari berbagai jenis pustaka seperti buku, peraturan pemerintah maupun hasil penelitian. Bab ini juga menjelaskan mengenai kerangka pemikiran yang diikuti oleh hipotesis penelitian, definisi konseptual dan definisi operasional. Berikut ini penjelasan masing-masing bagian tersebut.

Tinjauan Pustaka Pengertian Lanjut Usia

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Undang-Undang ini juga membagi lanjut usia menjadi dua kategori yaitu lanjut usia potensial dan lanjut usia tidak potensial. Lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/atau jasa. Lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. Pengertian lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan, yaitu: aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial. Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus-menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan serta sistem organ. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Bahkan ada yang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, dan ada pula yang mempersepsikan sebagai beban keluarga dan masyarakat.

Laslet (1989) dalam Anwar (1997:6) menjelaskan tentang usia lanjut sebagai berikut “...In the United Kingdom, the normal retirement ages for

men and women are 65 and 60. These ages are commonly used in determining whether a person is “old” or is in a “later life” or in a “third age”...”.. Berdasarkan UU No. 4 tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan

Penghidupan Orang Jompo “seseorang dapat dikatakan orang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai usia 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain”.

Pelayanan Lansia

Pelayanan dalam istilah kesejahteraan sosial diartikan suatu upaya atau usaha pemberian bantuan atau pertolongan kepada orang lain, baik berupa materi maupun nonmateri agar orang itu dapat mengatasi masalahnya sendiri. Pelayanan bermakna adanya usaha atau kegiatan untuk menolong, adanya orang yang akan ditolong berupa barang, uang, tenaga dan bantuan lainnya (Jayaputra dalam Sulubere, 2005:11). Departemen

(21)

Kesehatan (2005) dalam Panduan Pelatihan Kader Posyandu menyebutkan pelayanan bisa dalam bentuk posyandu lansia

“...jadi pelayanan kesejahteraan sosial yaitu semua bentuk kegiatan pelaksanaan yang dilakukan secara profesional. Kesejahteraan itu sendiri merupakan sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan individu dan kelompok untuk mencapai taraf hidup dan kesehatan. Relasi pribadi dan sosial yang memungkinkan mereka menggabungkan kemampuan dalam meningkatkan kesejahteraan yang selaras dengan kebutuhan keluarga dan masyarakatnya...” (Depkes 2005).

Menurut Demartoto (2003) pelayanan merupakan salah satu bentuk penanganan permasalahan lanjut usia. Demartoto membagi pelayanan menjadi tiga jenis yaitu pelayanan berbasis keluarga, pelayanan berbasis masyarakat dan pelayanan berbasis lembaga. Penjelasan masing-masing jenis pelayanan adalah sebagai berikut: pertama adalah pelayanan berbasis keluarga, jenis pelayanan ini ditandai oleh tinggalnya lansia dengan sanak keluarga baik itu dengan anak, ataupun cucu. Oleh karena itu, pihak keluarga bertanggung jawab terhadap perawatan lansia yang tinggal dengan mereka. Kedua adalah pelayanan berbasis masyarakat yaitu lansia tetap tinggal di rumah masing-masing akan tetapi masyarakat melalui sebuah organisasi menyediakan bentuk pelayanan maupun perawatan pada waktu dan tempat tertentu. Terakhir adalah pelayanan berbasis lembaga yaitu pelayanan yang ditujukan kepada lansia yang membutuhkan penyembuhan karena mengidap suatu penyakit, maupun untuk rehabilitasi. Pelayanan jenis ini biasanya berupa panti wredha, rumah sakit lansia ataupun panti lanjut usia non-potensial (Demartoto 2003:44).

Lebih lanjut lagi Sulubere (2011) dalam penelitiannya yang berbasis pada lembaga dalam hal ini sebuah panti asuhan, standar pelayanan lansia yang dijadikan ukuran adalah pemenuhan kebutuhan pangan yang dilihat dari pemenuhan menu empat sehat lima sempurna. Kebutuhan pakaian dan papan juga dijadikan ukuran pelayanan di panti tersebut. Kesehatan juga menjadi prioritas pelayanan yang diukur dilihat dari bentuk penanganan yang diberikan oleh petugas panti terhadap lansia yang sakit. Pelayanan yang diberikan juga dilihat dari fasilitas yang disediakan oleh panti berupa fasilitas kamar tidur, kamar mandi, sarana ibadah dan sarana untuk mengembangkan keterampilan.

Konsep Keluarga

Menurut Undang-undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Perkembangan Keluarga, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami isteri atau suami isteri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya. Secara implisit dalam batasan ini yang dimaksud dengan anak adalah anak yang belum menikah. Apabila ada anak yang sudah menikah dan tinggal bersama suami/isteri atau anak-anaknya, maka yang bersangkutan menjadi keluarga tersendiri (keluarga lain atau keluarga baru). Selain itu terdapat juga keluarga khusus, yaitu satuan individu/seseorang yang tidak diikat dalam hubungan keluarga, hidup dan makan serta menetap dalam satu rumah (misalnya seseorang atau janda/duda sebagai keluarga sendiri, atau dengan anak yatim piatu).

Mardiya (2011) mengemukan ciri-ciri dan sifat keluarga sebagai berikut: memiliki ikatan batin dan emosional, memiliki hubungan darah,

(22)

memiliki ikatan perkawinan, mempunyai kekayaan keluarga, memiliki tempat tinggal, memiliki tujuan, setiap anggota keluarga saling berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sendiri-sendiri. Goode (2002:7) mendefinisikan keluarga sebagai “...satu-satunya lembaga sosial, di samping agama, yang secara resmi telah berkembang disemua masyarakat...”. Goode juga menambahkan ciri utama lain dari sebuah keluarga ialah bahwa fungsi utamanya dapat dipisahkan satu sama lain, tetapi tidak demikian halnya pada semua sistem keluarga yang diketahui. Teori Pertukaran (Exchange Theory) dan Hubungan Antar Generasi (intergenerational relationship)

Teori pertukaran berangkat dari beberapa teori seperti behaviorisme, teori pilihan rasional, teori pertukaran George Homans, teori pertukaran Peter Blau dan karya Richard Emerson dan muridnya. Teori pertukaran Peter Blau memusatkan pada analisis struktur sosial dibandingkan dengan Homans yang hanya terbatas pada perilaku. Menurutnya pertukaran terjadi pada tingkat individu ke strukur sosial hingga akhirnya mengalami perubahan sosial (Blau 1964 dalam Goodman dan Ritzer 2003:367-374). Lebih lanjut lagi teori pertukaran Blau memusatkan pada pertukaran yang terjadi di dalam struktur sosial suatu masyarakat. Ada hal lain yang dipertimbangkan Blau dalam teorinya ini yaitu norma dan nilai.

“kesepakatan bersama atas nilai dan norma digunakan sebagai media kehidupan sosial dan sebagai mata rantai yang menghubungkan transaksi sosial. Norma dan nilai memungkinkan pertukaran sosial tak langsung dan menentukan proses integrasi dan diferensiasi sosial dalam struktur sosial yang kompleks dan menentukan perkembangan organisasi dan reorganisasi sosial di dalamnya”(Blau 1964:255 dalam dalam Goodman dan Ritzer 2003:372)

Blau lebih banyak menjelaskan tentang kelompok, organisasi, kolektivitas, masyarakat, norma dan nilai dalam menjelaskan teorinya.

Bengtson et al. dalam Suitor et al. (2011:162) mengenalkan sebuah model kekerabatan yang menjelaskan tentang hubungan antar generasi di Amerika Serikat. Bengtson menyebutkan ada 6 komponen yang saling berkaitan sehubungan dengan kekerabatan dalam keluarga, yaitu 1) kontak; 2) pertukaran dukungan; 3) norma kewajiban; 4) kesamaan nilai; 5) kualitas hubungan dan; 6) struktur kesempatan. Pertukaran antar generasi yang terjadi menurut Suitor et al. (2011:165) adalah orang tua akan terus memberikan dukungan secara finansial dan juga emosional hingga umur mereka mencapai 70 tahun. Hasil penelitian Bengston tersebut diperkuat oleh Suitor et al. (2011) bahwa lansia di Amerika sudah memiliki kesehatan yang baik. Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa kurang dari 20% lansia yang berusia 75 tahun yang memiliki keterbatasan dalam beraktivitas sehari-hari. Hal ini mengindikasikan bahwa perawatan yang diberikan kepada lansia tidak bergantung lagi pada usia, namun hingga tiba lansia tersebut merasa membutuhkan perawatan dari anaknya. Adapun penelitian lain menunjukkan bahwa ibu merupakan orang yang akan mendapatkan perawatan lebih di masa tuanya, dan anak perempuan lebih berperan banyak dalam perawatan terhadap orang tua.

Menurut Fingerman et al. (2011) dalam penelitiannya di Philadelphia, Amerika Serikat, bahwa hubungan antar generasi yang diberikan oleh orang dewasa yang berumur 40-60 tahun terbagi ke dalam dua jenis. Hasil

(23)

penelitiannya menunjukkan bahwa orang dewasa akan memberikan perhatian lebih dalam hal finansial, kasih sayang terhadap keturunannya atau anaknya. Lain halnya dengan perawatan yang diberikan kepada orang tua hanya akan diberikan ketika orang tua mengalami kecacatan. Oleh karenanya orang dewasa akan memberikan perhatian lebih kepada orang tua. Variabel yang digunakan untuk melihat hubungan antar generasi yang terjalin meliputi umur, jenis kelamin, pendapatan, status perkawinan, jarak tempat tinggal. Ada pula variabel lain yaitu pendidikan, dimana keturunan atau anak adalah seorang pelajar atau mahasiswa itu akan berpengaruh terhadap aliran dukungan orang dewasa.

Leopold (2012) dalam penelitian di Jerman menunjukkan bahwa orang tua akan memberikan dukungan finansial dalam bentuk rumah, tanah, kepemilikan barang berharga, uang tunai dan juga deposito bank. Leopold (2012) menemukan bahwa orang tua akan memberikan dukungan uang kepada anaknya sebelum menikah. Adapun bantuan yang diberikan setelah menikah adalah berupa pemberian rumah. Hal ini dilakukan untuk eksistensi keluarga, karena anak dipandang masih perlu bantuan dalam hal persiapan pernikahan. Lebih lanjut lagi Leopold menjelaskan juga dukungan yang diberikan orang tua kepada anaknya yang mengalami perceraian. Pada hasil penelitiannya menunjukkan tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal penerimaan dukungan ketika mereka bercerai. Dukungan yang diberikan lebih banyak dalam bentuk uang atau deposito bank. Leopold (2012) juga melihat bentuk dukungan orang tua kepada anaknya ketika anaknya melahirkan. Dukungan datang dalam bentuk uang setelah proses kelahiran terjadi. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa orang tua masih memberikan dukungan kepada anak dalam bentuk pemberian rumah, uang tunai, bahkan deposito bank dimotivasi oleh tanggung jawab sosialnya sebagai orang tua terhadap anaknya.

Kerangka Pemikiran

Bermula dari teori tentang hubungan antar generasi yang menggambarkan bagaimana bentuk dukungan orang tua terhadap anak atau anak terhadap orang tua. Adapun variabel yang digunakan untuk melihat bentuk hubungan antar generasi yang terjadi adalah umur, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, status ekonomi, status sosial dan peran lansia dalam struktur keluarga. Pada penelitian ini subyek penelitian hanya lansia. Oleh karena itu, variabel-variabel yang sudah disebutkan merupakan karakteristik yang melekat pada lansia.

Peneliti menggolongkan variabel umur lansia menjadi lansia muda dan lansia tua. Jenis kelamin merupakan karakteristik kedua yang dikaji. Jenis kelamin terbagi menjadi dua yaitu laki-laki dan perempuan. Lansia perempuan memiliki umur yang lebih panjang dibandingkan dengan lansia laki-laki. Umumnya lansia berstatus janda lebih banyak dibandingkan lansia berstatus duda. Status perkawinan lansia berpengaruh pada perawatan yang diberikan. Variabel selanjutnya adalah tingkat pendidikan. Pendidikan formal yang ditempuh oleh lansia digolongkan menjadi pendidikan rendah, sedang dan tinggi.

(24)

Variabel selanjutnya adalah karakteristik sosial-ekonomi pada lansia. Status sosial-ekonomi ini menunjukkan arah kekayaan yang berpengaruh pada hubungan antar generasi yang terjalin dalam rumah tangga lansia. Hubungan antar generasi diduga dipengaruhi oleh keadaan sosial-ekonomi lansia maupun anaknya. Oleh karena itu, dapat digolongkan menjadi orang tua (lansia) bergantung pada anaknya atau anak bergantung pada orang tua (lansia). Hal ini dilihat dari keadaan status sosial-ekonomi lansia. Variabel terakhir dalam karakteristik responden adalah peran lansia dalam struktur keluarga. Responden dibedakan menjadi kepala keluarga dan anggota keluarga. Variabel ini kemungkinan berpengaruh pada hubungan antar generasi.

Lengkapnya disajikan dalam bentuk kerangka pemikiran. Lihat Gambar 1.

Keterangan

: hubungan pengaruh langsung Gambar 1 Kerangka pemikiran

Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini disajikan sebagai berikut:

1. Lansia tua cenderung tergantung pada anaknya;

2. Lansia perempuan cenderung tergantung pada anaknya;

3. Lansia dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung memberikan dukungan kepada anak;

4. Lansia yang berstatus kawin cenderung memberikan dukungan kepada anak;

5. Lansia dengan status ekonomi tinggi cenderung memberikan dukungan kepada anak;

6. Lansia dengan status sosial tinggi cenderung memberikan dukungan kepada anak;

7. Lansia yang berperan sebagai kepala keluarga cenderung memberikan dukungan kepada anak.

Hubungan antar generasi: 1. Dukungan orang tua

terhadap anak 2. Dukungan anak

terhadap orang tua Karakteristik responden: 1. Umur 2. Jenis kelamin 3. Tingkat pendidikan 4. Status perkawinan 5. Status ekonomi 6. Status sosial

7. Peran lansia dalam struktur keluarga

(25)

Definisi Operasional

1. Umur adalah karakteristik demografi berupa angka yang menunjukkan lama hidup lansia terhitung sejak lahir hingga bulan pelaksanaan penelitian, sesuai dengan yang tertera dalam tanda pengenal. Umur lansia dibedakan menjadi dua golongan dengan menggunakan skala nominal (Savitri dan Indawati 2011), yaitu:

a. Lansia muda : usia 60-74 tahun, selanjutnya diberi kode 1 b. Lansia tua : usia 75+ tahun, selanjutnya diberi kode 2 2. Jenis kelamin adalah karakteristik biologis responden dari lahir yang

bersifat permanen. Jenis kelamin dibedakan dengan menggunakan skala nominal menjadi laki-laki dan perempuan. Laki-laki diberi kode 1, perempuan diberi kode 2

3. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh oleh responden. Tingkat pendidikan dibedakan dengan menggunakan skala ordinal yaitu:

a. Lulus SD/sederajat :rendah, diberi

kode 1

b. Lulus SMP/sederajat :sedang, diberi

kode 2

c. Lulus SMA/Perguruan Tinggi/sederajat :tinggi, diberi kode 3

4. Status perkawinan adalah identitas yang melekat pada responden berkaitan dengan hubungan perkawinan. Status perkawinan dibedakan dengan menggunakan skala nominal menjadi kawin, duda, janda. Kawin diberi kode 1, duda diberi kode 2 dan janda diberi kode 3

5. Status ekonomi adalah kedudukan lansia dalam kelompok masyarakat yang didasarkan pada kepemilikan harta benda berbentuk fisik yang tidak terlihat nilainya dalam bentuk uang dan status pekerjaannya apakah masih bekerja atau tidak. Status ekonomi diukur berdasarkan skor total yang didapat dari pertanyaan, skor 1 untuk jawaban “Tidak” dan skor 2 untuk jawaban “Ya”. Oleh karena itu, status ekonomi dibedakan ke dalam skala ordinal yaitu:

a. Status ekonomi rendah : skor < 12 ; diberi kode 1 b. Status ekonomi tinggi : skor >=12 ; diberi kode 2 6. Status sosial adalah kedudukan responden dalam kelompok

masyarakat yang didasarkan pada prestasi-prestasi sosial meliputi kedudukan atau jabatan dalam suatu kelembagaan atau organisasi berskala kecil hingga besar. Status sosial diukur berdasarkan skor total yang didapat dari pertanyaan, skor 1 untuk jawaban “Tidak” dan skor 2 untuk jawaban “Ya”. Oleh karena itu, status sosial dibedakan dengan menggunakan skala ordinal yaitu:

a. Status sosial rendah : skor < 16 ; diberi kode 1 b. Status sosial tinggi : skor >=16 ; diberi kode 2 7. Peran lansia dalam struktur keluarga adalah kedudukan sosial lansia

dalam keluarga inti yang tinggal dalam satu atap dan dalam keadaan kesalingtergantungan. Peran lansia dalam struktur keluarga

(26)

dibedakan dengan menggunakan skala nominal yaitu kepala keluarga diberi kode 1 dan anggota keluarga diberi kode 2

8. Hubungan antar generasi adalah alur yang terbentuk dari hubungan lansia dengan anaknya yang didasarkan atas status sosial-ekonomi responden. Hubungan antar generasi dibedakan dengan menggunakan skala nominal menjadi:

a. Dukungan orang tua (lansia) terhadap anaknya: parameter yang digunakan adalah bantuan yang senantiasa diberikan oleh orang tua yang sudah lansia kepada anaknya berupa dukungan finansial dan kasih sayang atau perawatan

b. Dukungan anak terhadap orang tua (lansia): parameter yang digunakan adalah bantuan yang diberikan oleh anak terhadap orang tua yang sudah lanjut usia dalam bentuk dukungan finansial dan perawatan.

(27)

PENDEKATAN LAPANG

Bab ini menjelaskan mengenai metode pelaksanaan penelitian yang dilakukan. Pada bab ini dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan waktu, tempat penelitian dilakukan. Selain itu juga dideskripsikan bagaimana pengolahan data hasil dari wawancara dan pengisian kuesioner. Ada pula penjelasan mengenai penentuan sampel dan responden. Disajikan pula tabel yang berisikan jadwal penelitian mulai dari penyusunan proposal hingga penulisan skripsi.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Lebih spesifik lagi tempat penelitian hanya dilakukan di RW 04 dan RW 05 Desa Cihideung Ilir. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan mempertimbangkan kelengkapan data lansia yang diperoleh. Tidak ada alasan khusus terkait dengan lansia. Hal ini mengingat lansia yang dapat ditemui di mana pun, karena keberadaan orang yang sudah tua atau usia lanjut tidak mengenal tempat khusus. Penelitian di lapangan dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember tahun 2012

Tabel 1 Jadwal pelaksanaan penelitian di Desa Cihideung Ilir tahun 2012 Kegiatan Juni September Oktober November Desember Januari

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Kolokium Perbaikan proposal Pengambilan data lapang Pengolahan dan analisis data Penulisan draft skripsi Sidang skripsi Perbaikan skripsi

Penentuan Responden Penelitian

Unit analisis penelitian ini adalah individu. Responden adalah lansia, yaitu penduduk berusia 60 tahun ke atas (standar lansia di Indonesia) baik yang berperan sebagai kepala keluarga maupun anggota keluarga. Populasi adalah lansia yang ada di RW 04 dan RW 05, Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor dengan jumlah 92 orang. Semua lansia itu tinggal dalam 83 rumahtangga. Data populasi lansia diperoleh dari

(28)

daftar rumahtangga yang dimiliki oleh setiap ketua RT yang ada di RW 04 dan 05 di Desa Cihideung Ilir. Kerangka sampling adalah sama dengan populasi. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 orang. Responden diambil secara acak sederhana dari kerangka sampling dengan menggunakan bantuan program MS. Excel 2007.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner yang diisi oleh peneliti atas dasar jawaban responden. Adapun data sekunder sendiri diperoleh dari kajian pustaka dan analisis literatur-literatur yang terkait dengan lansia dan kaitannya dengan karakteristik sosial-ekonomi lansia. Untuk menjawab perumusan masalah mengenai karakteristik lansia dan hubungan antar generasi, disajikan wawancara terstruktur melalui kuesioner yang diisi oleh peneliti mengingat kondisi yang tidak memungkinkan bagi responden yang sudah lanjut usia untuk mengisi sendiri. Data primer dan data sekunder saling mendukung satu sama lain untuk menyempurnakan hasil penelitian.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data hasil kuesioner ini dicatat apa adanya dan dilakukan analisis serta interpretasi untuk menarik kesimpulan tentang hasil penelitian. Variabel-varibel yang ada dalam pertanyaan kuesioner kemudian diberi kode sesuai dengan ketentuan yang tertera dalam definisi operasional. Data kemudian di masukkan ke dalam MS. Excel 2007, dan dituliskan dalam bentuk kode. Kemudian dilakukan entri data ke dalam program SPSS versi 16.0 for Windows. Analisis data dilakukan dengan menggunakan tabel frekuensi. Langkah berikutnya adalah interpretasi hasil pengolahan data dengan mengacu pada hipotesis. Kemudian ditarik kesimpulan dari semua data yang telah diolah untuk menjawab perumusan masalah.

(29)

PROFIL DESA CIHIDEUNG ILIR

Profil Desa Cihideung Ilir memuat informasi mengenai desa yang dijadikan tempat penelitian. Adapun informasi yang tersaji dalam bab ini adalah mengenai kondisi geografis Desa Cihideung Ilir. Digambarkan juga bagaimana struktur kependudukan yang terbentuk di desa ini yang dilihat dari umur. Sejalan dengan topik penelitian mengenai lansia, maka dalam bab ini juga diberikan informasi mengenai sarana dan prasarana yang disediakan khusus untuk lansia. Keberagaman sosial dan budaya yang tercermin dalam penggunaan bahasa dan mata pencaharian juga dijelaskan dalam bab ini. Bab ini juga memberikan informasi mengenai kelembagaan-kelembagaan sosial yang ada di Desa Cihideung Ilir.

Kondisi Geografis

Desa Cihideung Ilir merupakan salah satu desa yang tergabung dalam wilayah Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Desa ini berbatasan langsung dengan beberapa desa lain yang masih satu kecamatan maupun dengan desa dari kecamatan yang berbeda. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Cibanteng Kecamatan Ciampea, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea, sebelah timur berbatasan dengan Desa Babakan Kecamatan Dramaga, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Cihideung Udik dan Cibanteng Kecamatan Ciampea. Desa Cihideung Ilir terletak pada ketinggian 400 m di atas permukaan laut (dpl). Suhu rata-rata harian desa ini mencapai 25-340C dengan curah hujan 24 mm per tahun1. Warna tanah sebagian besar abu-abu dengan tekstur debuan. Tanah yang tergolong ke dalam pesawahan mencapai 57.5 hadengan rincian sawah irigasi teknis sebanyak 40 ha, sawah irigasi ½ teknis sebanyak 2.5, dan sawah tadah hujan sebanyak 15 ha. Desa Cihideung Ilir terdiri dari 25 Rukun Tetangga (RT) yang tergabung ke dalam 5 Rukun Warga (RW).

Struktur Kependudukan

Jumlah penduduk yang ada di Desa Cihideung Ilir adalah 9 386 orang. Jumlah tersebut terbagi kedalam 4 862 orang atau 51.80% penduduk laki-laki dan 4 524 orang atau 48.19% penduduk perempuan. Jumlah kepala keluarga ada 2 490 KK dengan kepadatan penduduk 51.43 jiwa/km2. Halaman selanjutnya menyajikan Tabel 2 yang berisi jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin. Berdasarkan Tabel 2 dapat dihitung umur median untuk menentukan struktur penduduk suatu wilayah atau negara. Rusli (2010) menjelaskan penghitungan umur median dengan menggunakan rumus. Berikut ini adalah rumus yang digunakan:

Um = BUm +

[

( )

]

. k

1

Kemungkinan terjadi kesalahan penentuan curah hujan, dimana menurut data Renstra Kota Bogor rata-rata curah hujan Bogor mencapai 3000-4000 mm per tahun.

(30)

Keterangan:

Um : Umur median

BUm : Batas bawah umur dari kelompok umur yang diperkirakan terdapat umur median

P : Jumlah penduduk

fxm : Jumlah kumulatif penduduk hingga kelompok umur yang diperkirakan terdapat umur median

fUm : Jumlah penduduk kelompok umur yang diperkirakan terdapat umur median

k : Interval kelompok umur

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut diperoleh hasil bahwa umur median penduduk Desa Cihideung Ilir adalah 33.26 tahun. Angka tersebut menunjukkan bahwa penduduk Desa Cihideung Ilir termasuk struktur umur penduduk tua. Hal ini sesuai dengan apa yang dijelaskan Rusli (2010) mengenai penggolongan umur median sebagai berikut: struktur umur muda memiliki umur median dibawah 20 tahun, struktur umur intermediet memiliki umur median 20-29 tahun, dan struktur umur tua memiliki umur median lebih dari 30 tahun.

Tabel 2 Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan menurut kelompok Umur, di Desa Cihideung Ilir, tahun 2009

Usia (tahun) Laki-laki Perempuan

0-10 557 720 11-20 710 809 21-30 755 814 31-40 802 648 41-50 465 515 51-60 553 641 61-70 568 462 71+ 221 160 Total 4.862 4.524

Sumber: data profil desa tahun 2009 (hasil olah data) Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang ada di Desa Cihideung Ilir meliputi transportasi darat, komunikasi dan informasi, air bersih dan sanitasi, peribadatan, olahraga, kesehatan, pendidikan, serta kebersihan. Terdapat berbagai jalan yang bisa di akses di desa ini yaitu jalan desa beraspal dengan panjang 1.2 km, jalan desa konblok/semen sepanjang 3 km, jalan antar desa beraspal sepanjang 0.7 km, jalan kabupaten beraspal sepanjang 4 km, jalan provinsi beraspal sepanjang 2 km, dan jembatan beton sebanyak sebelas unit.

(31)

Ada pun pangkalan ojek yang beroperasi di desa ini berjumlah dua unit. Pada data desa tercatat 500 angkutan desa dan 100 ojek. Ada pun telepon umum yang bisa digunakan terdapat satu unit, dan wartel sebanyak dua unit. Penyedian air bersih di desa ini cukup terjamin. Menurut data desa terdapat 150 unit sumur pompa dan juga 2000 unit sumur gali yang tersebar di setiap rumah penduduk atau fasilitas umum.

Desa ini juga memperhatikan mengenai sanitasi dengan berdirinya lima unit MCK umum. Mayoritas masyarakat desa Cihideung Ilir beragama Islam. Sarana peribadatan yang ada meliputi delapan buah masjid dan 18 buah langgar atau mushola. Adapun sarana olahraga yang dimiliki oleh Desa Cihideung Ilir adalah enam buah lapangan bulu tangkis dan sepuluh buah meja pingpong. Prasarana kesehatan masyarakat Desa Cihideung Ilir yang telah dibangun adalah dua unit poliklinik desa, delapan unit posyandu, satu unit praktek dokter, dan dua unit rumah bersalin. Tenaga kesehatan yang turut membantu berjumlah 19 orang yang terdiri dari satu orang dokter umum, satu orang dokter gigi, empat orang paramedis, lima orang dukun bersalin terlatih, dua orang bidan, empat orang perawat dan dua orang laboran kesehatan.

Desa ini juga memiliki sarana pendidikan seperti gedung SMA dan SMP masing-masing sebanyak satu unit, gedung SD sebanyak empat unit, gedung TK sebanyak dua unit, lembaga pendidikan agama sebanyak delapan unit dan perpustakaan desa sebanyak satu unit. Sarana kebersihan yang ada di Desa Cihideung Ilir meliputi Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sebanyak dua lokasi, dengan jumlah gerobak sampah satu buah dan tong sampah delapan buah. Sejumlah sarana dan prasarana yang telah disebutkan di atas belum ada yang dikhususkan untuk lansia. Adapun sarana kesehatan seperti poliklinik ditujukan untuk umum tidak ada sarana kesehatan khusus lansia. Begitupun dengan sarana lain yang mendukung kegiatan lansia.

Kondisi Sosial Budaya

Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Desa Cihideung Ilir adalah bahasa Sunda dan bahasa Indonesia. Pada jenjang pendidikan seperti PAUD, TK, SD bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Indonesia. Diluar kegiatan itu, pada umumnya bahasa yang digunakan adalah bahasa Sunda. Adapun bahasa selain bahasa Sunda dan Indonesia yang digunakan hanya sebatas pada penduduk pendatang. Hal ini juga bergantung dari etnis tiap masyarakat. Etnis yang terdapat di Desa Cihideung Ilir diantaranya Minang, Betawi, Sunda, Jawa, Madura, Bali, Banjar, Makasar, Mandar, dan China.

(32)

Tabel 3 Jumlah laki-laki dan perempuan menurut jenis pekerjaan, di Desa Cihideung Ilir, tahun 2009

Jenis pekerjaan Laki-laki (orang) Perempuan (orang)

Petani 400 148

Buruh tani 250 160

Peternak 10 -

Buruh migran 2 10

Pegawai Negeri Sipil 100 60

Pengrajin industri rumah

tangga 50 10 TNI 15 - POLRI 5 - Pensiunan PNS/TNI/POLRI 42 - Pedagang keliling 60 10 Montir 10 - Bidan swasta - 2 Perawat swasta - 2

Pembantu rumah tangga - 40

Pengusaha kecil dan

menengah 250 150

Dukun kampung terlatih

- 3 Dosen swasta 10 5 Karyawan perusahaan swasta 300 200 Karyawan perusahaan pemerintah 20 5 Total 1524 815

Sumber: data profil desa tahun 2009 (hasil olah data)

Masyarakat Desa Cihideung Ilir memiliki mata pencaharian yang beragam mulai dari petani, buruh, pegawai kantor pemerintah dan swasta. Seperti yang disajikan pada Tabel 3 yang berisikan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan menurut jenis pekerjaan. Umumnya lansia yang ada di Desa Cihideung Ilir sudah tidak bekerja lagi. Adapun beberapa lansia yang masih bekerja adalah lansia yang tergolong lansia muda dengan kisaran usia 60-74 tahun. Lansia yang ada di desa ini hanya menghabiskan waktu untuk memenuhi kebutuhan rohaninya dengan mengikuti pengajian rutin. Adapun kegiatan lain yang dilakukan hanya sebatas diam di rumah, bercengkrama dengan tetangga atau anggota keluarga lainnya. Menurut data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak desa, lansia umumnya dihormati dan dirawat sendiri oleh anggota keluarganya. Anggota keluarga yang merawat bisa anak, cucu, menantu, saudara kandung atau pasangan kawin. Adapun lansia yang tinggal sendiri adalah lansia yang sudah tidak memiliki anak atau pun saudara, sehingga tetangga sekitar yang turut membantu perawatan.

(33)

Kelembagaan Sosial

Kelembagaan-kelembagaan yang ada di Desa Cihideung Ilir diantaranya Karang Taruna, LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat), BPD (Badan Perwakilan Desa) dan IKREMA (Ikatan Remaja Masjid). Karang Taruna merupakan lembaga yang mewakili unsur pemuda di Desa Cihideung Ilir. Lembaga ini tidak aktif seperti lembaga lain, dikarenakan rendahnya sumberdaya manusia yang menyebabkan kepasifan lembaga ini dalam beberapa kegiatan desa. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat merupakan sebuah lembaga yang bergerak dalam program pembangunan desa baik fisik maupun non-fisik. Badan Perwakilan Desa adalah badan legislatif tingkat desa yang merupakan perwakilan dari masyarakat. BPD beranggotakan sepuluh orang. IKREMA sebagai lembaga yang menggerakkan berbagai kegiatan keagamaan khususnya agama Islam, telah memiliki kelompok marawis. Selain itu IKREMA juga sering memeriahkan kegiatan hari besar agama Islam. Beberapa lansia ada yang masih turut serta dalam kelembagaan desa dan umumnya adalah lansia laki-laki. Seperti halnya Sekretaris desa yang menjabat adalah lansia yang sudah berumur sekitar 70 tahun. Ada juga lansia yang bergabung dalam kepengurusan BPD, LMD.

Pandangan Terhadap Lansia

Lansia yang ada di Desa Cihideung Ilir yang tergolong lansia potensial umumnya masih banyak terlibat dalam berbagai aktivitas desa. Seperti halnya lansia yang tergabung dalam kelembagaan desa misalnya BPD, petugas desa dan LMD. Masyarakat memandang lansia sebagai orang yang patut dihormati. Hal ini terlihat dari ditunjuknya lansia yang sudah tergolong tua (75+) sebagai ketua DKM (Dewan Keluarga Mesjid). Umumnya lansia dirawat oleh keluarganya, karena masyarakat berpandangan selama masih ada anggota keluarga yang mengurus, lansia adalah tanggung jawab keluarga. Lansia yang sudah tinggal sendiri umumnya dirawat oleh masyarakat atau tetangga dekat. Lansia masih dipandang penting dalam hal-hal tertentu. Lansia dipandang sebagai orang yang sudah memiliki banyak pengalaman, oleh karenanya sering terlibat dalam acara keagamaan, pernikahan dan kegiatan desa lainnya. Peran lansia dalam kegiatan tersebut biasanya sebagai penasehat.

(34)

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Bab ini menjelaskan mengenai karakteristik lansia yang menjadi responden. Adapun data karakteristik yang dimaksud meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, status perkawinan, tipe keluarga, status pekerjaan, status ekonomi, status sosial, dan status kepemilikan harta benda. Lebih lengkapnya disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah lansia muda dan lansia tua berdasarkan karakteristik Lansia, di Desa Cihideung Ilir, Tahun 2012

Karakteristik lansia

Lansia muda Lansia tua

Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%) Jenis kelamin Laki-laki 11 55 4 40 Perempuan 9 45 6 60 Tingkat pendidikan Rendah 16 80 10 100 Sedang 3 15 0 0 Tinggi 1 5 0 0 Status perkawinan Kawin 11 55 3 30 Duda 2 10 1 10 Janda 7 35 6 60 Status ekonomi Rendah 20 100 10 100 Tinggi 0 0 0 0 Status sosial Rendah 18 90 9 90 Tinggi 2 10 1 10 Struktur keluarga Kepala keluarga 19 95 5 50 Anggota keluarga 1 5 5 50 Total 20 100 10 100 Golongan Umur

Lansia yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah lansia yang sudah berumur 60 tahun lebih, hal ini sesuai dengan penetapan umur lansia di Indonesia. Rata-rata umur lansia yang ada di desa penelitian adalah 71.4 tahun. Lansia digolongkan menjadi lansia muda yaitu lansia yang berada pada kelompok umur 60-74 tahun, dan lansia tua yang berada pada kelompok umur 75 tahun lebih. Mayoritas lansia yang menjadi responden adalah lansia muda dengan proporsi 20 orang atau 67% dari total keseluruhan responden. Umur lansia yang menjadi responden dalam penelitian ini memang beragam mulai dari 60 tahun hingga 91 tahun. Mayoritas berada pada golongan umur 60-70 tahun. Berdasarkan jenis

(35)

kelamin, lansia laki-laki lebih banyak berada pada golongan lansia muda, sebaliknya lansia perempuan lebih banyak pada golongan lansia tua.

Pendidikan Lansia

Berdasarkan hasil wawancara dengan 30 orang lansia yang menjadi responden, mayoritas tingkat pendidikan lansia yaitu sebanyak 60% adalah tidak pernah sekolah atau tidak tamat SD. Menurut penuturan responden, hal ini disebabkan oleh status ekonomi yang rendah dan juga alasan keamanan yang pada saat itu masih zaman penjajahan Belanda dan Jepang. Sebagian responden mengaku hanya bersekolah agama dibandingkan sekolah formal. Lansia yang pernah mengenyam pendidikan formal walaupun tidak sampai tamat, mengaku bisa menulis dan membaca. Adapun lansia yang hanya bersekolah agama tanpa mengenyam pendidikan formal hanya bisa membaca dan menulis arab. Oleh karena itu, tingkat pendidikan lansia di RW 04 dan RW 05 Desa Cihideung Ilir masih tergolong rendah. Pendidikan juga mempengaruhi jenis pekerjaan yang pernah mereka jalani sebelum masuk usia lanjut. Lansia laki-laki lebih banyak berprofesi sebagai supir angkutan barang. Adapun lansia perempuan lebih banyak yang menjadi buruh pabrik. Hanya sebagian kecil dari mereka yang bekerja di instansi pemerintahan dan militer. Oleh karenanya, di masa tua mereka tidak memiliki uang simpanan atau uang pensiun.

Status Perkawinan

Status perkawinan lansia digolongan menjadi janda, duda dan kawin. Status perkawinan janda maupun duda dapat juga dikatakan cerai mati atau cerai hidup. Hasil wawancara dengan responden menunjukan bahwa 13 (43%) orang lansia adalah janda atau cerai mati, 14 (47%) orang masih kawin artinya masih punya pasangan dan 3 (10%) orang yang berstatus duda karena cerai mati. Pada umumnya lansia yang berstatus janda tinggal bersama anaknya, baik dengan anak perempuan maupun dengan anak laki-laki yang sudah menikah. Lansia muda umumnya masih berstatus kawin dengan presentase 55%. Tidak sedikit lansia muda yang berstatus janda dengan persentase 35%. Status perkawinan pada lansia tua lebih didominasi oleh lansia yang berstatus janda dengan presentase 60% dibandingkan dengan lansia berstatus kawin dan duda.

Status Ekonomi

Status ekonomi pada lansia dilihat dari sejumlah pertanyaan yang mengarahkan pada kondisi perekonomian secara menyeluruh. Pertanyaan yang diajukan sama dengan pertanyaan pada status sosial yakni jenis pertanyaan tertutup dengan jawaban ya atau tidak. Ada juga pertanyaan tambahan mengenai keadaan perumahan, kepemilikan barang-barang dan juga kepemilikan lahan. Pada pertanyaan tertutup terdapat tujuh pertanyaan yang diajukan. Pengukuran status ekonomi dimulai dengan pertanyaan “Apakah lansia menjadi sumber pendapatan dalam keluarga?”. Sebanyak 17 orang lansia menjawab tidak dan sisanya 13 orang menjawab iya. Lansia

(36)

yang menjadi sumber pendapatan dalam keluarga berada dalam kategori lansia muda. Rata-rata pekerjaan mereka adalah pekerjaan yang berpenghasilan rendah seperti buruh bangunan, buruh pabrik, pedagang dan sopir angkutan. Ada juga yang merupakan pensiunan TNI. Alasan masih bekerja dikarenakan ada anaknya yang sakit, ada pula lansia yang menjadi tumpuan dalam keluarga. Lansia yang menjadi tumpuan keluarga adalah lansia yang hanya tinggal dengan pasangan atau hidup sendiri.

Berdasarkan sejumlah lansia yang masih bekerja, hanya ada 3 orang yang pendapatannya diatas Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Bogor tahun 2012. UMR Kabupaten Bogor adalah sebesar Rp 1 269 320. Seperti yang telah yang disebutkan sebelumnya, mayoritas lansia berada di sektor pekerjaan dengan penghasilan rendah dan tidak menentu. Hasil uang yang diperoleh, mereka gunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti makan, bayar listrik dan belanja bahan makanan. Ada juga yang menggunakan uangnya untuk membeli barang-barang kreditan seperti setrika dan magic

com. Lansia yang tidak bekerja hanya mengandalkan pemberian dari anak

dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Semua kebutuhan makan, pakaian dan kebutuhan lainnya ditanggung oleh anak.

Sumber pendapatan mereka peroleh dari berbagai sektor. Mayoritas pendapatan diperoleh dari gaji atau upah. Gaji atau upah yang diperoleh berasal dari lansia itu sendiri maupun dari anak yang orang tuanya sudah tidak bekerja. Adapun yang menggantungkan penghasilannya dari sektor pertanian berjumlah tiga responden. Di mana ketiga responden tersebut adalah lansia yang menjadi sumber pendapatan dalam keluarga. Pekerjaan mereka hanyalah sebatas petani penggarap. Lansia yang menghidupi kebutuhannya dari uang gaji atau upah adalah lansia yang sudah tidak bekerja dan menggantungkan dari penghasilan anaknya. Anak-anak mereka bekerja di sektor industri, pegawai atau karyawan swasta, pedagang, dan ada pula yang menjadi PNS. Tidak ada lansia yang memperoleh penghasilan dari remitan. Artinya tidak ada anggota keluarga yang bekerja sebagai TKI atau TKW.

Mengingat penghasilan mereka yang tergolong rendah, sehingga hanya sedikit lansia yang memiliki tabungan di bank atau koperasi. Ada dua orang lansia yang memiliki tabungan di bank. Ketika ditanya apakah mereka memiliki tabungan di bank atau koperasi jawaban mereka “boro-boro buat

nabung yang ada uangnya dipake buat makan aja” (Smh, 65 tahun, tenaga

kebersihan). Adapun lansia yang memiliki tabungan adalah mereka yang merupakan pensiunan sehingga uang gaji diambil dari bank. Artinya uang yang ada di bank hanya sebagai tempat mengambil gaji dan disimpan apabila ada sisanya.

Kepemilikan barang berharga seperti emas atau barang berharga lainnya menjadi salah satu pertanyaan untuk mengukur status ekonomi lansia. Sebelas orang lansia memiliki emas dalam bentuk cincin dan anting. Tentu lansia tersebut adalah lansia perempuan. Emas yang mereka miliki adalah emas yang mereka peroleh dari mas kawin. Lansia yang tidak memiliki emas bukan berarti tidak pernah punya sama sekali. Dari pengakuan mereka, emas yang mereka miliki sudah dijual untuk kebutuhan

(37)

sehari-hari, membayar utang, membiayai sekolah dan juga untuk modal usaha.

Pengukuran status ekonomi juga dilihat dari keadaan perumahan secara fisik. Adapun yang menjadi pertanyaan adalah seputar bahan dinding dominan, ada tidaknya kamar mandi dan WC, tempat tidur, sambungan listrik, bahan lantai dominan dan juga jumlah ruangan. Semua responden memiliki kamar mandi dan WC sendiri yang menyatu dengan rumah. Ada juga lansia yang masih menggunakan pemandian umum hanya untuk mencuci. Kondisi kamar mandi dan WC mereka masih tergolong baik dengan saluran buang air tidak tersumbat. Bahan dinding dominan rumah yang mereka miliki adalah tembok. Tidak ada lansia yang memiliki rumah dengan dinding dari bilik atau bahan lainnya selain tembok. Begitupun dengan bahan lantai dominan, ada beragam bahan lantai yang mereka gunakan yaitu semen, ubin dan juga keramik. Penggunaan bahan lantai disesuaikan dengan bahan dinding dominan. Pada umumnya lantai keramik digunakan dengan bahan dinding tembok secara keseluruhan. Ada pula bahan lantai semen digunakan pada rumah yang sebagian masih menggunakan dinding dari bilik. Penggunaan bahan lantai ubin sama halnya dengan penggunaan bahan lantai keramik.

Semua lansia memiliki tempat tidur sendiri dan kamar sendiri. Namun ada dua orang yang tidak memiliki ruang tidur. Mereka adalah lansia yang tidak selalu tinggal dirumah karena bekerja di luar kota. Lansia lainnya tidur dimana saja dikarenakan jumlah ruangan yang terbatas dengan jumlah anggota keuarga yang cukup banyak. Mereka yang tidak memiliki kamar tidur sendiri biasanya tidur di ruang tamu atau ruang televisi dengan menggelar karpet atau kasur. Jumlah ruang yang dimiliki bervariasi bergantung dari jumlah kamar tidur yang ada. Pada umumnya ruang yang mereka miliki adalah ruang tamu, kamar tidur, dapur dan kamar mandi. Perbedaan jumlah ruangan bergantung pada jumlah kamar tidur yang dimiliki. Hal ini juga bergantung pada jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam rumah tersebut. Apabila dalam rumah tersebut tinggal anak dan juga cucu maka jumlah kamarnya lebih banyak dibandingkan dengan keluarga yang hanya tinggal berdua atau dengan anak tanpa cucu.

Semua lansia memiliki sambungan listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Besarnya listrik yang mereka gunakan rata-rata 450 watt. Ada juga yang menggunakan 900 watt. Mereka yang menggunakan 900 watt adalah lansia yang memiliki barang elektronik dalam jumlah banyak seperti TV, setrika, kulkas dan magic com. Selain itu juga penggunaan listrik yang banyak dipengaruhi oleh jumlah ruangan dan jumlah anggota keluarga yang tinggal. Semakin banyak ruangan dan banyak anggota keluarga yang tinggal semakin tinggi pula pemakaian listriknya.

Kepemilikan perabotan rumah adalah indikator lainnya dalam mengukur status ekonomi lansia. Hampir semua lansia yang menjadi responden memiliki televisi. Adapun perabotan tambahan yang dimiliki adalah kulkas, setrika, VCD player, dan dispenser. Semua lansia memiliki kompor gas yang digunakan untuk memasak. Kompor gas yang digunakan adalah kompor gas satu tungku bantuan pemerintah. Alat transportasi yang ada adalah motor dan ada juga yang memiliki mobil. Kepemilikan alat

(38)

transportasi tersebut adalah milik anak atau cucu mereka. Motor yang ada digunakan sebagai alat usaha maupun digunakan untuk pergi ke tempat bekerja. Berdasarkan sejumlah indikator yang digunakan, lansia yang ada di RW 04 dan RW 05 Desa Cihideung Ilir tergolong status ekonomi rendah.

Masa tua merupakan waktunya untuk beristirahat dari rutinitas pekerjaan. Pada umumnya menginjak usia 60 atau 65 tahun orang akan berhenti bekerja karena sudah tidak produktif lagi. Apa yang terjadi di desa penelitian tidak selalu demikian. Masih ada lansia yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga atau kebutuhan pribadinya. Dari 30 responden yang diambil, sebanyak 14 lansia masih bekerja dan sisanya sudah tidak bekerja lagi namun ada satu lansia yang merupakan pensiunan TNI. Pekerjaan yang ditekuni oleh lansia sangat beragam seperti pedagang, buruh bangunan, petani penggarap, wiraswasta, petugas KUA, pramuwisma bahkan ada yang bekerja sebagai karyawan swasta di Jakarta.

Alasan mereka masih bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan keluarga karena masih ada diantara mereka yang menjadi tumpuan keluarga. Seperti halnya responden yang bernama Smh (65 tahun), beliau bekerja sebagai tenaga kebersihan di rektorat IPB. Beliau sudah bekerja sejak IPB berdiri di Dramaga. Smh bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena suaminya tidak bekerja. Smh sudah tidak memiliki tanggunan anak lagi karena semua anaknya sudah menikah dan memiliki pekerjaan. Masih ada satu anaknya yang tinggal bersama dengan Smh, dan ia pun sudah menikah dan bekerja bahkan menantunya pun turut bekerja. Uang yang diperolehnya biasa digunakan untuk belanja kebutuhan sehari-hari, membayar listrik yang dibayar secara bergantian dengan anaknya, dan juga kadang memberi uang jajan untuk cucunya.

Sama halnya dengan lansia lain yang masih bekerja, alasan mereka adalah selain untuk memenuhi kebutuhan keluarga juga karena merasa bosan tidak ada kegiatan apabila tidak bekerja. Pada umumnya lansia yang berpikiran seperti itu adalah lansia yang bekerja sebagai buruh serabutan atau petani penggarap. Dari sejumlah pekerjaan yang ditekuni oleh lansia yang ada di desa penelitian, pendapatan mereka berada di bawah UMR Kabupaten Bogor tahun 2012 yakni dibawah Rp 1 269 3202. Berikut ini disajikan Tabel 5 tentang status pekerjaan lansia.

2

seperti yang dilansir oleh Ikhwan pada 27 November 2012 dalam artikelnya yang berjudul Daftar UMR/UMK pulau Jawa tahun 2013 di http://kantorkita.web.id.

(39)

Tabel 5 Jumlah dan presentasi lansia muda dan lansia tua berdasarkan status pekerjaan, di Desa Cihideung Ilir, tahun 2012

Status pekerjaan

Lansia muda Lansia tua

Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%) Bekerja Sektor primer (A) 1 5 2 20 Sektor sekunder (M) 2 10 0 0 Sektor tersier (S) 7 35 2 20 Tidak bekerja 10 50 6 60 Total 20 100 10 100

Kepemilikan harta benda merupakan sesuatu hal yang cukup berharga namun tidak terukur oleh besarnya uang. Seperti halnya dalam penelitian Leopold (2012) transfer dukungan bisa berupa rumah, tanah maupun barang lainnya yang bisa diwariskan. Begitupun dengan lansia yang ada di desa penelitian memiliki beberapa harta benda seperti perabotan rumah tangga, rumah dan juga tanah. Kepemilikan harta benda ini bisa saja diwariskan atau dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan juga membantu anak. Pada penelitian ini penulis membagi kepemilikan harta benda menjadi tiga bagian, yaitu kepemilikan rumah, kepemilikan barang-barang, dan tanah.

Penulis memberikan pertanyaan kepada responden mengenai kepemilikan barang-barang seperti peralatan elektronik, perabotan rumah tangga, dan alat transportasi pribadi. Penulis menanyakan pemilikan peralatan elektronik seperti komputer, televisi, radio, VCD player, radio kaset, lemari es, mesin cuci, seterika dan dispenser. Selain itu ditanyakan pula mengenai pemilikan perabotan rumah tangga seperti kursi tamu, meja belajar, kompor gas dan tempat tidur. Alat transportasi juga turut ditanyakan kepada responden. Penulis menanyakan pemilikan alat transportasi pribadi seperti sepeda, motor dan mobil.

Umumnya lansia yang ada di desa penelitian memiliki peralatan elektronik seperti televisi. Dari 30 responden yang ditanya mengenai pemilikan peralatan elektronik sebanyak 27 responden memiliki televisi, disusul dengan pemilikan lemari es, setrika, VCD player dan dispenser. Tidak semua lansia yang ada di desa penelitian memiliki peralatan elektronik, ada lansia yang hanya memiliki seterika bahkan tidak memiliki sama sekali. Lansia tersebut semuanya adalah lansia yang berstatus janda, baik yang tinggal sendiri maupun masih tinggal dengan anaknya.

Perabotan rumah tangga yang dimiliki lansia di desa penelitian adalah tempat tidur, kompor gas dan kursi tamu. Kompor gas yang mereka miliki pada umumnya adalah kompor gas satu tungku bantuan pemerintah. Ketika penulis berkunjung ke setiap rumah responden, terdapat kursi yang disediakan untuk tamu yang berkunjung. Ada juga lansia yang tidak memiliki kuris tamu sehingga ketika ada tamu datang, hanya duduk di atas

(40)

lantai dengan alas tikar. Setiap lansia baik laki-laki maupun perempuan memiliki tempat tidur sendiri. Adapun tempat tidur untuk anggota keluarga lainnya tergantung dari jumlah anggota keluarga. Ketika dalam satu rumah terdapat banyak orang, satu tempat tidur bisa digunakan untuk tiga hingga empat orang. Ada pula yang tidur di atas lantai dengan menggelar tikar ditambah dengan alas sejenis kasur busa.

Alat transportasi yang dimiliki pada umumnya bukanlah milik lansia, namun milik anak atau cucunya. Jenis transportasi yang umum dimiliki oleh mereka adalah motor. Biasanya motor tersebut digunakan untuk pergi ke tempat bekerja dan ada pula yang dijadikan sebagai alat usaha tukang ojek. Motor tersebut dibeli secara kredit dan dibantu oleh orang tua dengan membayar down payment. Pembayaran angsuran ditanggung oleh anak atau cucunya hingga pelunasan. Ada juga lansia yang memiliki mobil namun lebih sering digunakan oleh anaknya. Mobil tersebut biasa digunakan untuk acara keluarga ke tempat yang cukup jauh jaraknya dari rumah yang bersangkutan.

Tabel 6 Jumlah dan presentase lansia muda dan lansia tua berdasarkan ada tidaknya pemilikan harta benda, di Desa Cihideung Ilir,

tahun 2012 Pemilikan harta benda

Lansia muda Lansia tua

Jumlah Presentase (%) Jumlah Presentase (%) Peralatan elektronik Ada 20 100 8 80 Tidak ada 0 0 2 20 Perabotan rumah Ada 20 100 10 100 Tidak ada 0 0 0 0 Alat transportasi pribadi Ada 9 45 4 40 Tidak ada 11 55 6 60 Lahan Ada 5 25 0 0 Tidak ada 15 75 10 100 Total 20` 100 10 100 Status Sosial

Status sosial lansia diperoleh melalui beberapa pertanyaan yang mengarahkan strata sosial lansia di dalam masyarakat. Adapun pertanyaan yang diajukan lebih mengarah pada kedudukan atau jabatan yang dimiliki di lingkup mesjid, desa, kantor atau instansi tempat bekerja atau tempat

(41)

lainnya. Selain itu pertanyaan juga mengarahkan pada strata sosial di lingkup tempat tinggal misalnya dalam kegiatan rapat desa, RW atau RT. Aktivitas sosial seperti diskusi dan dimintai pendapat dalam pengambilan keputusan masalah yang ada di sekitar tempat tinggal. Sejumlah pertanyaan yang diajukan dibuat dalam bentuk pertanyaan tertutup dengan jawaban ya atau tidak. Status sosial tinggi dan rendah ditentukan oleh skor yang diperoleh responden berdasarkan pertanyaan pada kuesioner. Status sosial tinggi adalah responden yang memperoleh skor >=16, dan status sosial rendah adalah responden yang memperoleh skor <16.

Hasil wawancara dengan 30 responden yang ada di RW 04 dan RW 05 menunjukkan lansia memiliki status sosial yang rendah. Lansia tidak memiliki jabatan apapun di organisasi desa, mesjid atau lembaga manapun. Lansia tersebut memiliki kecenderungan jauh dari aktivitas politik atau organisasi di desa. Ada pun lansia yang memiliki status sosial tinggi adalah lansia yang berperan sebagai imam masjid atau ketua pengajian ibu-ibu. Lansia yang memiliki peran sebagai tokoh agama selalu dimintai pendapatnya untuk segala urusan yang berhubungan dengan keagamaan seperti pernikahan, sunatan dan syukuran. Adapun lansia yang berperan sebagai ketua pengajian memiliki tugas untuk mengkoordinir jadwal pelaksanaan pengajian, penceramah dan juga logistik yang diperlukan saat pengajian. Namun mereka tidak memiliki bawahan ataupun orang lain yang membantu dalam mengurusi tugas mereka. Oleh karenanya status sosial lansia yang ada di desa penelitian mayoritas tergolong rendah.

Struktur Keluarga

Tipe keluarga yang ada di RW 04 dan RW 05 Desa Cihideung Ilir mayoritas merupakan keluarga besar atau luas (extended family) dengan persentase 50%. Tipe keluarga yang paling sedikit adalah tipe single parent dengan persentase 7%. Hal ini karena sebagian besar lansia masih tinggal dengan anak-anak, cucu dan juga menantu dalam satu rumah. Apabila dilihat dari status perkawinan lansia, tipe keluarga besar ini didominasi oleh lansia yang berstatus kawin. Keluarga lansia yang memiliki tipe single

parent hanya ada dua keluarga. Lansia tersebut berstatus janda dan memilih

untuk tinggal satu rumah dengan anak beserta cucunya dengan alasan agar ada yang merawat dan juga menemaninya. Kepala keluarga dalam kedua keluarga tersebut adalah perempuan dengan satu anak laki-laki. Mereka hanya tinggal berdua sementara anak yang lainnya sudah tinggal dengan suami/istri masing-masing.

Apabila melihat dari peran mereka sebagai kepala keluarga atau anggota keluarga, lansia laki-laki lebih banyak yang berperan sebagai kepala keluarga dibandingkan dengan lansia perempuan. Begitupun sebaliknya lansia laki-laki lebih sedikit yang berperan sebagai anggota keluarga. Data di lapangan menunjukkan terdapat 22 orang lansia yang berperan sebagai kepala keluarga dengan rincian 14 lansia laki-laki dan delapan lansia perempuan. Lansia yang berperan sebagai anggota keluarga sebanyak delapan orang dengan satu orang lansia laki-laki dan tujuh orang lansia perempuan. Jumlah lansia muda yang berperan sebagai kepala keluarga

(42)

memiliki angka yang tinggi dengan persentase 95%. Adapun lansia tua yang berperan sebagai kepala keluarga maupun anggota keluarga memili jumlah yang sama.

Gambar

Tabel 2 Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan menurut kelompok    Umur, di Desa Cihideung Ilir, tahun 2009
Tabel 3  Jumlah laki-laki dan perempuan menurut jenis pekerjaan, di Desa     Cihideung Ilir, tahun 2009
Tabel 4  Jumlah lansia muda dan lansia tua berdasarkan karakteristik      Lansia, di Desa Cihideung Ilir, Tahun 2012
Tabel 5 Jumlah dan presentasi lansia muda dan lansia tua berdasarkan      status pekerjaan, di Desa Cihideung Ilir, tahun 2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah menganalisis komponen pengetahuan gizi dan pola konsumsi pangan sumber zat besi pada

Untuk itu Tumaji &amp; Putro (2018) mengusulkan model penggunaan Dana Desa untuk kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan (lihat tabel

Model kompetensi merupakan penjelasan tertulis mengenai kompetensi yang dibutuhkan untuk dapat melakukan sebuah pekerjaan dengan sukses atau contoh kinerja dalam

Rectangle Tool Tool ini digunakan untuk membentuk suatu kotak pada suatu gambar, didalam tools ini Anda akan menemukan banyak pilihan bentuk yang lain di dalamnya

Penelitian memberikan kontribusi dalam pengembangan kajian- kajian yang berkaitan dengan e-service quality, customer satisfaction, switching barrier terhadap customer

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pemasaran mempunyai hubungan sekaligus pengaruh yang positif terhadap kepuasan konsumen pada jasa persewaan buku Kotaro

Data hasil pengukuran dan pemetaan topografi lahan yang diperoleh dimasukkan ke perangkat lunak Microsoft Excel 2016 untuk dilakukan perhitungan jarak dan elevasi dari

Adapun dasar pertimbangan hakim, dalam pertimbanganya majelis hakim berpendapat bahwa setiap perempuan muslimah yang akan menikah harus memperoleh izin dari