• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Komunikasi

Komunikasi adalah suatu proses sosial yaitu sesuatu yang berlangsung atau berjalan antar manusia. Manusia sebagai makhluk sosial menempatkan interaksi antar sesama sebagai sebuah kebutuhan. Dalam berinteraksi komunikasi menjadi perhatian utama. Maka, komunikasi merupakan hal yang fundamental dalam kehidupan manusia. ”Istilah ’komunikasi’ atau dalam Bahasa Inggris ’communication’ berasal dari kata Latin ‘communicati’ dan bersumber dari kata ’communis’ yang berarti sama6. Maksud kesamaan tersebut adalah sama makna atau arti, yang diusahakan melalui penggunaan bersama tanda-tanda oleh para pelaku komunikasi, yaitu komunikator dan komunikan.

John Fiske menegaskan bahwa, ”Komunikasi tidak dilihat hanya sebagai transmisi pesan, melainkan juga pada produksi dan pertukaran pesan, yaitu dengan memperhatikan bagaimana suatu pesan atau teks berinteraksi dengan masyarakat yang bertujuan memproduksi makna,”7. Konsep ini menunjukkan bahwa pesan adalah susunan tanda-tanda yang menghasilkan makna. Karena itu, ‘teks’ dan bagaimana membacanya menjadi bagian yang penting dalam proses pemaknaan. Di sini yang dimaksud dengan ‘membaca’ adalah proses menemukan makna-makna ketika seseorang berhadapan dengan ‘teks’. Dengan demikian,

6

Onong U. Effendi, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1997, hal. 10

7

(2)

pengertian pesan selanjutnya mengacu pada pengertian makna.

Definisi makna sendiri mengalami kerancuan di kalangan ilmuwan. Menurut David K. Berlo, ”Makna tidak terletak pada lambang-lambang tapi terletak pada pikiran setiap orang, pada persepsinya. Makna menurutnya terbentuk dari pengalaman individu,”8, Brodbeck kemudian memberikan pengertian makna dalam tiga corak, yaitu9:

1. Makna inferensial, yaitu makna satu kata (lambang) adalah obyek, pikiran, gagasan, konsep yang dirujuk oleh kata tersebut.

2. Makna yang kedua menunjukkan arti (significane) suatu istilah sejauh dihubungkan dengan konsep-konsep yang lain.

3. Makna intensional, yaitu makna yang dimaksud oleh seorang pemakai lambang, makna ini tidak dapat divalidasi secara empiris atau dicari rujukannya. Makna ini hanya terdapat pada pikiran orang dan hanya dimiliki oleh dirinya sendiri.

Pesan yang disampaikan oleh sumber tidak akan memiliki arti jika penerima pesan tidak mempunyai kemampuan mengencode (memaknai) pesan tersebut. Ketidak pahaman atas sebuah pesan yang disampaikan oleh sumber kepada penerima sering terjadi. Ini bukan berarti telah terjadi kegagalan dalam berkomunikasi. Penyebabnya adalah latar belakang sosial dan budaya yang berbeda antara kedua belah pihak. Sehingga perbedaan dalam memaknai suatu teks sangat mungkin terjadi.

Ketika berkomunikasi kita menerjemahkan gagasan ke dalam bentuk

8

Jalalludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1996, hal. 276

9

(3)

lambang verbal dan non verbal. Jalalludin Rakhmat membagi pesan ke dalam dua bentuk yaitu pesan verbal dan non verbal. Pesan verbal adalah pesan yang diucapkan dengan menggunakan kalimat dalam bahasa atau linguistik. Sedangkan pesan non verbal adalah pesan yang disampaikan dengan menggunakan cara-cara tertentu (pesan paralinguistik) dan juga pesan yang disampaikan dengan isyarat (pesan ekstralinguistik).

2.2 Komunikasi Non Verbal

Komunikasi nonverbal adalah proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata. Contoh komunikasi nonverbal ialah menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol, serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya berbicara.

Contohnya, bahasa isyarat dan tulisan tidak dianggap sebagai komunikasi nonverbal karena menggunakan kata, sedangkan intonasi dan gaya berbicara tergolong sebagai komunikasi nonverbal. Komunikasi nonverbal juga berbeda dengan komunikasi bawah sadar, yang dapat berupa komunikasi verbal ataupun nonverbal.

(4)

2.3 Fungsi Komunikasi Non Verbal 2.3.1 Fungsi Repetisi

Perilaku nonverbal dapat mengulangi perilaku verbal. Misalnya, Anda menganggukkan kepala ketika mengatakan "Ya," atau menggelengkan kepala ketika mengatakan "Tidak," atau menunjukkan arah (dengan telunjuk) ke mana seseorang harus pergi untuk menemukan WC.

2.3.2 Fungsi Subtitusi

Perilaku nonverbal dapat menggantikan perilaku verbal, jadi tanpa berbicara Anda bisa berinteraksi dengan orang lain. Misalnya, seorang pengamen mendatangi mobil anda kemudian tanpa mengucapkan sepatah katapun Anda menggoyangkan tangan anda dengan telapak tanganmengarah ke depan (sebagai kata pengganti "Tidak"). Isyarat nonverbal yang menggantikan kata atau frasa inilah yang disebut emblem.

2.3.3 Fungsi Kontradiksi

Perilaku nonverbal dapat membantah atau bertentangan dengan perilaku verbal dan bisa memberikan makna lain terhadap pesan verbal . Misalnya, Anda memuji prestasi teman sambil mencibirkan bibir.

2.3.4 Fungsi Aksentuasi

Memperteguh, menekankan atau melengkapi perilaku verbal. Misalnya, menggunakan gerakan tangan, nada suara yang melambat ketika berpidato. Isyarat nonverball tersebut disebut affect display.

(5)

2.3.5 Fungsi Komplemen

Perilaku Nonverbal dapat meregulasi perilaku verbal. Misalnya, saat kuliah akan berakhir, Anda melihat jam tangan dua-tiga kali sehingga dosen segera menutup kuliahnya10.

Pesan-pesan non verbal sangat penting dalam komunikasi, seperti yang dikatakan oleh Dale G. Leathers yang dikutip Jalaludin Rakhmat. Ia menyebutkan alasan pentingnya pesan-pesan non verbal antara lain11:

1. Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan melalui pesan non verbal ketimbang verbal;

2. Pesan non verbal memberikan informasi tambahan yang memperjelas maksud dan makna pesan (fungsi metakomunikatif) yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas;

3. Pesan non verbal merupakan cara yang lebih efisien dibandingkan dengan pesan verbal.

2.4 Fashion

Fashion merupakan bentuk komunikasi non verbal. Di sini, gaya rambut yang merupakan butir fashion menjadi medium atau saluran yang dipergunakan seseorang untuk mengkomunikasikan pesan pada orang lain. Kebanyakan orang merasa, gaya rambut dan pakaian yang mereka pakai, memiliki makna tertentu yang mempunyai persepsi dalam gaya rambut tersebut.

10

Verderber, Rudolph F, Kathleen S. Verderber . "Chapter 4: Communicating through Nonverbal Behaviour". Communicate! (edisi ke-11 ed.), Singapura: Wadsworth ,2005 11

(6)

Mode atau fesyen (Inggris: fashion) adalah gaya berpakaian yang populer dalam suatu budaya. Secara umum, fesyen termasuk masakan, bahasa, seni, dan arsitektur.

Secara etimologi menurut kamus besar Bahasa Indonesia, mode merupakan bentuk nomina yang bermakna ragam cara atau bentuk terbaru pada suatu waktu tertentu (tata pakaian, potongan rambut, corak hiasan, dan sebagainya). Gaya dapat berubah dengan cepat. Mode yang dikenakan oleh seseorang mampu mecerminkan siapa si pengguna tersebut.

Thomas Carlyle mengatakan, "Pakaian adalah perlambang jiwa. Pakaian tak bisa dipisahkan dari perkembangan sejarah kehidupan dan budaya manusia." Fesyen dimetaforakan sebagai kulit sosial yang membawa pesan dan gaya hidup suatu komunitas tertentu yang merupakan bagian dari kehidupan sosial. Di samping itu, mode juga mengekspresikan identitas tertentu.

2.4.1 Fashion dan gaya hidup

Fashion yang dipilih seseorang bisa menunjukkan bagaimana seseorang tersebut memilih gaya hidup yang dilakukan. Seseorang yang sangat fashionable, secara tidak langsung mengkonstruksi dirinya sebagai seseorang dengan gaya hidup modern dan selalu mengikuti tren yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa dalam dunia modern, gaya hidup membantu menentukan sikap dan nilai-nilai serta menunjukkan status sosial.

2.4.2 Fashion dan komunikasi

Menurut Malcolm Barnard, etimologi kata fashion terkait dengan bahasa Latin, factio artinya "membuat". Karena itu, arti asli fesyen adalah

(7)

sesuatu kegiatan yang dilakukan seseorang. Sekarang, terjadi penyempitan makna dari fesyen. Fesyen sebagai sesuatu yang dikenakan seseorang, khususnya pakaian beserta aksesorinya.

Fashion didefinisikan sebagai sesuatu bentuk dan jenis tata cara atau cara bertindak. Polhemus dan Procter menunjukkan bahwa dalam masyarakat kontemporer barat, istilah Fashion kerap digunakan sebagai sinonim dari istilah dandanan, gaya, dan busana.12

Dalam fashion kita bisa mengartikan komunikasi sebagai pengiriman pesan, budaya beragam juga menjadi faktor penentu dalam sebuah fashion. Hal ini sangat jelas dalam masyarakat kita maupun masyarakat di dunia, tidak perlu jauh-jauh membandingkan budaya dalam fashion. Lihatlah di dalam kampus kita, orang yang berasal dari papua terkadang menggunakan tas yang terbuat dari rajutan hal ini dikarenakan kondisi budaya maupun alam papua yang masih menyediakan bahan-bahan khusus yang berasal dari alam untuk membuat aneka kerajianan tersebut.

Fashion sendiri dapat diartikan sebagai komunikasi non-verbal karena tidak menggunakan kata-kata lisan maupun tertulis. Tidak sulit untuk memahami fashion sebagai komunikasi non-verbal, meskipun garmen diungkapkan dalam kata-kata seperti merk maupun slogan, disana tetap saja ada level atau tingkatan komunikasi non verbal yang memperkuat makna harfiah slogan atau merek tersebut. Umberto Eco

(8)

menyatakan “Berbicara melalui pakaianya”, yang dimaksud disini adalah menggunakan pakaian untuk melakukan apa yang dilakukan dengan kata-kata maupun lisan dalam konteks lain.

Pengirim dalam fashion ini adalah sangatlah penting, hal utamanya adalah pesan yang berada diatas segalanya, mesti disusun berdasarkan prinsip bias diperoleh kembali (retrievable) atau bisa ditemukan (discoverable). Pesan yang tak pernah diperoleh bukanlah pesan dan komunikasi tak bisa berlangsung dalam kondisi seperti itu. Efisiensi atau efektivitas proses transmisi juga penting; bila pesan tak sampai pada penerima atau sampai dalam bentuk yang berbeda atau terdistorsi, maka salah satu bagian dari proses komunikasinya, mungkin mediumnya dipandang mengandung kegagalan. Dan efek pada penerima sangat penting dalam pandangan ini karena efek pada penerima itulah yang membentuk interaksi; interaksi sosial di sini dirumuskan sebagai proses yang denganya seorang mempengaruhi perilaku, pikiran atau respon emosional orang lain.

Secara intuitif untuk menyatakan bahwa seseorang mengirim pesan tentang dirinya sendiri melalui fashion dan pakaian yang dipakainya. Berdasarkan pengalaman sehari-hari pakaian dipilih sesuai dengan apa yang akan dikakukan pada hari itu, bagaimana suasana hati seseorang, siapa saja yang akan dietemuinya dan seterusnya. Tampaknya hal ini menegaskan bahwa fashion dan pakaian dipergunakan untuk mengirimkan pesan tentang diri seseorang kepada orang lain.

(9)

Interaksi sosial dalam hal ini adalah saling mempengaruhi perilaku oleh individu bisa dipahami, hal tersebut beranggapan bahwa individu siap, atau sudah, menjadi anggota masyarakat dari suatu komunitas, sebelum atau diluar saling memengaruhi perilaku. Douglas menunjukan dalam The World of Goods, : manusia membutuhkan barang-barang untuk berkomunikasi dengan manusia lain dan untuk memahami apa yang terjadi di sekelilingnya. Memang ini kebutuhan. Namun sebenarnya tunggal, yakni untuk berkomunikasi hanya bisa dibentuk dalam sistem makna yang terstruktur 13.

Pertama bahwa fashion dan pakaian bias saja dipergunakan untuk memahami dunia serta abenda-benda dan manusia yang ada didalamnya, sehingga fashion dan pakaian merupakan fenomena komunikatif. Kedua, dia menyatakan bahwa sistem makna yang terstruktur, yang suatu budaya, memungkinkan individu untuk mengkonstruksi suatu identitas , melalui sarana komunikasi. Kedua model ini melihat komunikasi sebagai pengiriman dan penerimaan pesan. Model semiotika atau strukturalis memahami komunikasi sebagai ‘produksi dan pertukaran makna’.

Orang membuat kesimpulan tentang siapa seseorang itu melalui apa yang dipakainya. fashion dan pakaian akan mempengaruhi pikiran orang lain tentang seseorang dan bagaimana mereka bersikap terhadapnya. Hal ini menunjukkan bahwa fashion dan pakaian dan penampilan seseorang ditentukan oleh konvensi-konvensi sosial yang diwariskan

13

(10)

secara kultural dari satu generasi ke generasi berikutnya. Fashion dan pakaian tak bisa lepas dari perkembangan sejarah kehidupan dan budaya manusia. Di samping itu, “fashion pakaian merupakan ekspresi identitas pribadi, oleh karena memilih pakaian, baik di toko maupun di rumah, berarti mendefinisikan dan menggambarkan diri kita sendiri.

Setiap orang punya persepsi mengenai penampilan fisik seseorang, baik itu busananya (model, kualitas bahan, warna) dan juga ornamen lain yang dipakainya, seperti kaca mata, sepatu, tas, jam tangan, kalung, gelang, cincin, anting-anting, dan sebagainya14. Tidak dapat pula dibantah bahwa pakaian, seperti juga rumah, kendaraan dan perhiasan, digunakan untuk memproyeksikan citra tertentu yang diinginkan pemakainya.15 ”Setiap bentuk dan jenis pakaian apapun yang dikenakan oleh seseorang, baik secara gamblang maupun samar-samar, akan menyampaikan penanda sosial (social signals) tentang si pemakainya. Pakaian merupakan bahasa diam (silent language) yang berkomunikasi melalui pemakaian simbol-simbol non verbal,” Fashion adalah salah satu dari seluruh rentang penandaan yang paling jelas dari penampilan luar, yang dengannya orang menempatkan diri mereka terpisah dari yang lain, dan selanjutnya, diidentifikasikan sebagai suatu kelompok tertentu.

14Deddy Mulyana, MPK: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Remaja

Rosdakarya, Bandung, 2003, hal. 346 15 Ibid., hal. 347

(11)

Dalam bukunya yang berjudul “Fashion sebagai Komunikasi”, Malcolm Barnard menguraikan beberapa fungsi fashion dan pakaian, yaitu sebagai berikut :

A. Fungsi retoris : meyakinkan

Pakaian dan fashion diidentifikasikan sebagai lambang kasat mata dari ikatan tak terlihat pada manusia, yang memungkinkan masyarakat jadi bagian dari produksi dan reproduksi posisi kekuasaan relatif.

B. Perlindungan

Pakaian dan fashion untuk “menyatakan atau menyembunyikan” identitas kita dan untuk menarik perhatian seksual. Pakaian dan fashion menawarkan perlindungan dari cuaca. Pakaian melindungi tubuh mulai dari dingin, panas, “kecelakaan tak terduga hingga tempat dan olah raga berbahaya”, musuh manusia atau hewan, dan bahaya- bahaya fisik atau psikologis.

C. Kesopanan dan menyembunyikan

Pakaian dan fashion menunjukkan fungsi kamuflase, untuk menutupi bentuk bagian-bagian tubuh. Pakaian dan fashion berfungsi mengkamuflase pemakainya agar tak menarik perhatian pada dirinya. D. Ketidak sopanan dan daya tarik

Motivasi mengenakan fashion dan pakaian adalah ketidaksopanan atau ekshibisionisme, untuk menarik perhatian pada tubuh.

(12)

E. Ekspresi individualistik

Pakaian dan fashion untuk mengekspresikan suasana hati melalui pilihan warna, untuk merefleksikan, meneguhkan, menyembunyikan atau membangun suasana hati. Pakaian dan fashion adalah cara yang digunakan individu untuk membedakan dirinya sendiri sebagai individu dan menyatakan keunikannya.

F. Nilai sosial atau status

Pakaian dan fashion sering digunakan untuk menunjukkan nilai sosial atau status. Orang sering membuat penilaian terhadap nilai sosial atau status orang lain berdasarkan apa yang dipakai orang tersebut.

G. Definisi peran sosial

Pakaian dan fashion digunakan untuk menunjukkan atau mendefinisikan peran sosial yang dimiliki seseorang. Perbedaan-perbedaan status dan peran tersebut dibuat alamiah dalam bingkai fashion dan pakaian.

H. Nilai ekonomi dan status

Pakaian dan fashion merefleksikan bentuk organisasi ekonomi tempat seseorang hidup di samping merefleksikan statusnya di dalam ekonomi itu. Pakaian dan fashion menunjukkan apa jenis pekerjaan orang itu dan pada level manakah dalam ekonomi orang tersebut bergerak atau bekerja.

(13)

I. Simbol politis

Bekerjanya kekuasaan pun jelas erat terkait pada status sosial dan ekonomi. Pakaian dan fashion pun terkait erat dengan bekerjanya kekuasaan. Pakaian dan fashion berimplikasi terhadap bekerjanya dua jenis atau konsepsi tentang kekuasaan yang berbeda.

J. Kondisi magis religius

Baik dikenakan secara permanen maupun secara berkala, pakaian dan fashion menunjukkan keanggotaan atau afiliasi, pada kelompok atau jamaah agama tertentu. Pakaian dan fashion menandakan status atau posisi di dalam kelompok atau jamaah tersebut, dan menunjukkan kekuatan atau kedalaman keyakinan atau tingkat partisipasi.

K. Ritual Sosial (seperti perkawinan dan pemakaman)

Pakaian dan fashion akan dipandang hanya dalam artian cara yang digunakan untuk menandai awal dan akhir ritual untuk membuat pembedaan antara yang ritual dan non ritual. Orang tidak biasa mengenakan fashion dan pakaian yang biasa dipakai sehari-hari saat menghadiri perkawinan atau pemakaman.

L. Rekreasi

Pakaian dan fashion digunakan sebagai rekreasi. Untuk menunjukkan bahwa fashion dan pakaian memiliki aspek rekreasional dan menimbulkan kenikmatan, karena itu fashion dan pakaian sekadar untuk kesenangan, cara menimbulkan kenikmatan16.

16

(14)

2.4.3 Fashion Rambut

Fashion rambut mengacu pada gaya rambu pada bagian kulit kepala manusia. Penciptaan gaya ini dianggap sebagai aspek perawatan pribadi, fashion, dan kosmetik meskipun dianggap sebagai aspek pertimbangan praktis, budaya, dan populer juga mempengaruhi beberapa gaya rambut. Gaya rambut merupakan penanda dan kelas sosial, usia, stasiun perkawinan, identifikasi ras, keyakinan politik, dan sikap tentang jenis kelamin.

Sebuah gaya rambut didapat dengan mengatur rambut dengan cara tertentu seperti kadang menggunakan sisir, blow dryer, gel, atau produk lainnya. Gaya rambut sering disebut hairdressing, terutama bila dilakukan sebagai pekerjaan. Gaya rambut juga mencakup menambahkan aksesories seperti bando atau jeput untuk menahan rambut untuk menambah gaya rambut atau menyembunyikan bagian terentu ditubuh seperi kippa, jilbab, atau sorban.

Terdapat beberarapa gaya rambut yang menjadi trend di kalangan remaja yaitu:

1. Fade

Gaya Rambut Fade atau biasa disebut dengan Fade Haircut merupakan potongan rambut yang memotong hingga tipis bagian samping dan belakang kepala dan membiarkan rambut bagian atas tetap panjang. Tren gaya rambut fade ini termasuk salah satu yang mulai banyak dipakai anak muda saat ini.

(15)

Gambar 2.1 Fade

2. Short Back and Sides

Gaya rambut Short Back and Sides memiliki potongan yang panjang pada bagian atas, gaya rambut ini dibentuk dengan menyisir rambut bagian atas ke belakang dengan bentuk meruncing dibelakang. Gaya rambut Short Back and Sides adalah pilihan ideal untuk pria yang ingin menambahkan keunikan untuk gaya rambut mereka.

Gambar 2.2 Short Back And Sides

3. Pompadour

Pompadour pada umumnya ditandai dengan volume rambut yang banyak pada bagian atasnya. Jenis rambut pria Pompadour ini banyak sekali jenisnya dan untuk membuat gaya rambut ini lebih rapih

(16)

sebaiknya kamu juga menggunakan pomade agar kegantengan menggunakan rambut pompadour ini lebih maksimal.

Gambar 2.3 pompadour

4. Undercut

Gaya rambut ini mengingatkan kita pada film “Fury” yang diperankan oleh Brad Pitt. Pada Film tersebut Brad Pitt sangat menginspirasi semua pria dimuka bumi ini dengan potongan rambutnya yang menunjukan sebuah kharisma seorang lelaki. Gaya rambut undercut ini banyak variasinya dan bisa digunakan untuk rambut yang tipis, tebal, lurus ataupun ikal.

(17)

5. Side Part

Model rambut ini biasa kita kenal dengan model rambut belah samping atau belang pinggir. Model ini sudah sangat umum di lingkungan kita dan masih tetap eksis hingga sekarang. Kalangan professional umumnya memakai potongan rambut ini karna terlihat rapih dan tidak terkesan aneh-aneh. Setidaknya pasti kamu pernah menggunakan model rambut belah pinggir ini kan atau mungkin memang model belah pinggir ini yang sedang kamu gunakan saat ini.

Gambar 2.5 Side Part

2.4.4 Under Cut

Under Cut merupakan trend gaya rambut selama era Edwardian,

1920, 1930, 1940, 1990, dan 2010-an yang didominasi kalangan pria. Gaya rambut ini memiliki ciri yaitu rambut di bagian atas kepala panjang dan di kedua sisi serta belakang kepala hanya disisakan sedikit rambut.

Berdasarkan sejarah, gaya rambut ini dikaitkan dengan kemiskinan

dan ketidakmampuan untuk membayar tukang cukur yang cukup kompeten untuk memotong rambut seperti biasa. Pada akhir abad ke 20

(18)

hingga tahun 1920an, gaya rambut ini cukup populer di kalangan masyarakat pekerja muda, khususnya anggota geng jalanan.

Kemudian di era tahun 1920-1930an, gaya rambut ini menjadi salah

satu gaya tarik utama yang sering digunakan oleh masyarakat di dunia. Dalam versi tentara Nazi, potongan rambut under cut memiliki gaya potongan rambut yang panjang di atas namun bagian belakang dicukur.

Gambar 2.1 gaya rambut under cut

Undercut adalah mencukur pendek rambut di kanan-kiri dan belakang kepala namun tetap membiarkan rambut bagian atas tetap panjang. Lantaran rambut bagian atas yang panjang agak mengganggu ketika bekerja, pria zaman dahulu selalu mengaplikasikan pomade atau lilin (parafin) rambut kala tiap kali berdandan.

(19)

Gambar 2.2 undercut 1920-an plus kumis yang merupakan tren di zaman itu.

2.5 Remaja

Masa remaja menurut Mappiare, berlangsung antara umur 12-21 tahun bagi wanita. Sedangkan 13-22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12-13 tahun sampai 17-18 tahun adalah remaja awal dan usia 17-18 tahun sampai dengan 21-22 tahun adalah remaja aktif17.

Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescence yang artinya “tumbuh untuk mencapai kematangan”. Remaja juga sedang mengalami perkembangan pesat dalam aspek intelektual. Menurut Shaw dan Costanzo, transformasi intelektual dari cara berpikir remaja saat ini, memungkinkan mereka tidak hanya mampu mengintegrasikan dirinya ke dalam masyarakat dewasa, tetapi juga merupakan karakteristik yang paling menonjol dari semua periode perkembangan18.

17

Gunarsa, SD., Gunarsa. Y, Psikologi Anak dan Remaja, BPK Gunung Mulia: Jakarta, 2003,69. 18

S. W. Sarwono, Psikologi Remaja, Cetakan ke-13, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2010, 72.

(20)

Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi juga dapat diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa. Remaja ada di antara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu, remaja sering dikenal dengan fase “mencari jati diri” atau fase “topan dan badai”. Menurut Monks, remaja masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara maksimalkan fungsi fisik maupun psikis dirinya sendiri. Namun yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa fase remaja merupakan fase perkembangan yang tengah berada pada masa amat potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi maupun fisik19.

Shaw dan Costanzo menyatakan bahwa perkembangan intelektual yang terus-menerus menyebabkan remaja mencapai tahap berpikir operasional formal. Tahap ini memungkinkan remaja mampu berpikir secara lebih abstrak, menguji hipotesis dan mempertimbangkan apa saja peluang yang ada pada dirinya daripada sekedar melihat apa adanya. Kemampuan intelektual seperti ini yang membedakan fase remaja dari fase-fase sebelumnya20.

2.6 Fenomenologi

2.6.1 Fenomenologi Secara Umum

Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, Phainoai, yang berarti ‘menampak’ dan phainomenon merujuk pada ‘yang menampak’. Istilah fenomenologi diperkenalkan oleh Johann Heirinckh. Meskipun demikian pelopor aliran fenomenologi adalah Edmund Husserl.

19

Ibid., 75. 20

(21)

Jika dikaji lagi Fenomenologi itu berasal dari phenomenon yang berarti realitas yang tampak. Dan logos yang berarti ilmu. Jadi fenomenologi adalah ilmu yang berorientasi untuk mendapatkan penjelasan dari realitas yang tampak. Fenomenologi berusaha mencari pemahaman bagaimana manusia mengkonstruksi makna dan konsep penting dalam kerangka intersubyektivitas (pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain)21.

Fenomenologi berasumsi bahwa orang-orang secara aktif menginterpretasi pengelaman-pengelamannya dan mencoba memahami dunia dengan pengelaman pribadinya. Fenomena yang tampak adalah refleksi dari realitas yang tidak dapat berdiri sendiri, karena ia memiliki makna yang memerlukan penafsiran yang lebih lanjut. Tokoh-tokoh fenomenologi ini diantaranya Edmund Husserl, Alfred Schutz dan Peter. L Berger dan lainnya.22.

Fenomenologi menerobos fenomena untuk dapat mengetahui makna hakikat terdalam dari fenomena tersebut untuk mendapatkan hakikatnya. Cara kerja dari fenomenologi ini dapat dilihat pada bagan berikut ini:

Tujuan dari fenomenologi, seperti yang dikemukakan oleh Husserl, adalah untuk mempelajari fenomena manusia tanpa mempertanyakan penyebabnya, realitas yang sebenarnya, dan penampilannya. Husserl

21 Schutz, Alfred dalam John Wild dkk, The Phenomenology of the Social World. Illinois: Northon University Press, 1967

22 Littlejohn, Stephen W & Karen A.Foss. , Teri Komunikasi (Theories of Human Communication). Jakarta: Salemba Humanika, 2007

(22)

mengatakan, “Dunia kehidupan adalah dasar makna yang dilupakan oleh ilmu pengetahuan.” Kita kerap memaknai kehidupan tidak secara apa adanya, tetapi berdasarkan teori-teori, refleksi filosofis tertentu, atau berdasarkan oleh penafsiran-penafsiran yang diwarnai oleh kepentingan-kepentingan, situasi kehidupan, dan kebiasaan-kebiasaan kita.

Maka fenomenologi menyerukan zuruck zu de sachen selbst (kembali kepada benda-benda itu sendiri), yaitu upaya untuk menemukan kembali dunia kehidupan. Terdapat dua garis besar di dalam pemikiran fenomenologi, yakni fenomenologi transsendental sepeti yang digambarkan dalam kerja Edmund Husserl dan fenomenologi sosial yang digambarkan oleh Alfred Schutz. Menurut Deetz dari dua garis besar tersebut (Husserl dan Schutz) terdapat tiga kesamaan yang berhubungan dengan studi komunikasi, yakni pertama dan prinsip yang paling dasar dari fenomenologi yang secara jelas dihubungkan dengan idealisme Jerman adalah bahwa pengetahuan tidak dapat ditemukan dalam pengalaman eskternal tetapi dalam diri kesadaran individu.

Kedua, makna adalah derivasi dari potensialitas sebuah objek atau pengalaman yang khusus dalam kehidupan pribadi. Esensinya, makna yang bersal dari suatu objek atau pengalaman akan bergantung pada latar belakang individu dan kejadian tertentu dalam hidup. Ketiga, kalangan fenomenolog percaya bahwa dunia dialami – dan makna dibangun – melalui bahasa. Ketiga dasar fenomenologi ini mempunyai perbedaan

(23)

derajat signifikansi, bergantung pada aliran tertentu pemikiran fenomenologi yang akan dibahas23.

2.6.2 Fenomenologi Sosial Schutz

Schutz dengan aneka latar belakangnya memberikan warna tersendiri dalam tradisi fenomenologi sebagai kajian ilmu komunikasi. Sebagai seorang ekonomi yang suka dengan musik dan tertarik dengan filsafat begitu juga beralih ke psikologi, sosiologi dan ilmu sosial lainnya terlebih komunikasi membuat Schutz mengkaji fenomenologi secara lebih komprehensif dan juga mendalam.

Schutz sering dijadikan centre dalam penerapan metodelogi penelitian kualitatif yang menggunakan studi fenomenologi. Pertama, karena melalui Schutz-lah pemikiran dan ide Husserl yang dirasa abstrak dapat dijelaskan dengan lebih gamblang dan mudah dipahami. Kedua, Schutz merupakan orang pertama yang menerapkan fenomenologi dalam penelitian ilmu sosial.

Dalam mempelajari dan menerapkan fenomenologi sosial ini, Schutz mengembangkan juga model tindakan manusia (human of action) dengan tiga dalil umum yaitu:

1. The postulate of logical consistency (Dalil Konsistensi Logis)

Ini berarti konsistensi logis mengharuskan peneliti untuk tahu validitas tujuan penelitiannya sehingga dapat dianalisis bagaimana hubungannya dengan

23

Ardianto, Elvinaro & Bambang Q.Anees. Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.2007

(24)

kenyataan kehidupan sehari-hari. Apakah bisa dipertanggung jawabkan ataukah tidak.

2. The postulate of subjective interpretation (Dalil Interpretasi Subyektif)

Menuntut peneliti untuk memahami segala macam tindakan manusia atau pemikiran manusia dalam bentuk tindakan nyata. Maksudnya peneliti mesti memposisikan diri secara subyektif dalam penelitian agar benar-benar memahami manusia yang diteliti dalam fenomenologi sosial.

3. The postulate of adequacy (Dalil Kecukupan)

Dalil ini mengamanatkan peneliti untuk membentuk konstruksi ilmiah (hasil penelitian) agar peneliti bisa memahami tindakan sosial individu.

Kepatuhan terhadap dalil ini akan memastikan bahwa konstruksi sosial yang dibentuk konsisten dengan konstruksi yang ada dalam realitas sosial24.

Schutz dalam mendirikan fenomenologi sosial-nya telah mengawinkan fenomenologi transendental-nya Husserl dengan konsep verstehen yang merupakan buah pemikiran weber. Jika Husserl hanya memandang filsafat fenomenologi (transendental) sebagai metode analisis yang digunakan untuk mengkaji ‘sesuatu yang muncul’, mengkaji fenomena yang terjadi di sekitar kita. Tetapi Schutz melihat secara jelas implikasi sosiologisnya didalam analisis ilmu pengetahuan, berbagai gagasan dan kesadaran. Schutz tidak hanya menjelaskan dunia sosial semata, melainkan menjelaskan berbagai hal mendasar dari konsep ilmu pengetahuan serta berbagai model teoritis dari realitas yang ada.

24Ardianto, Elvinaro. 2010. Metodologi Penelitian untuk Publik Relation Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

(25)

Dalam pandangan Schutz memang ada berbagai ragam realitas termasuk di dalamnya dunia mimpi dan ketidakwarasan. Tetapi realitas yang tertinggi itu adalah dunia keseharian yang memiliki sifat intersubyektif yang disebutnya sebagai the life world.

Menurut Schutz ada enam karakteristik yang sangat mendasar dari the life world ini, yaitu pertama, wide-awakeness (ada unsur dari kesadaran yang berarti sadar sepenuhnya). Kedua, reality (orang yakin akan eksistensi dunia). Ketiga, dalam dunia keseharian orang-orang berinteraksi. Keempat, pengelaman dari seseorang merupakan totalitas dari pengelaman dia sendiri. Kelima, dunia intersubyektif dicirikan terjadinya komunikasi dan tindakan sosial. Keenam, adanya perspektif waktu dalam masyarakat.

Dalam the life wolrd ini terjadi dialektika yang memperjelas konsep ‘dunia budaya’ dan ‘kebudayaan’. Selain itu pada konsep ini Schutz juga menekankan adanya stock of knowledge yang memfokuskan pada pengetahuan yang kita miliki atau dimiliki seseorang. stock of knowledge terdiri dari knowledge of skills dan useful knowledge. stock of knowledge sebenarnya merujuk pada content (isi), meaning (makna), intensity (intensitas), dan duration (waktu). Schutz juga sangat menaruh perhatian pada dunia keseharian dan fokusnya hubungan antara dunia keseharian itu dengan ilmu (science), khususnya ilmu sosial.

Schutz mengidentifikasikan empat realitas sosial, dimana masing-masing merupakan abstraksi dari dunia sosial dan dapat dikenali melalui tingkat imediasi dan tingkat determinabilitas. Keempat elemen itu diantaranya umwelt, mitwelt, folgewelt, dan vorwelt.

(26)

1. Umwelt, merujuk pada pengelaman yang dapat dirasakan langsung di dalam dunia kehidupan sehari-hari.

2. Mitwelt, merujuk pada pengelaman yang tidak dirasakan dalam dunia keseharian.

3. Folgewelt, merupakan dunia tempat tinggal para penerus atau generasi yang akan datang.

4. Vorwelt, dunia tempat tinggal para leluhur, para pendahulu kita.

Schutz juga mengatakan untuk meneliti fenomena sosial, sebaiknya peneliti merujuk pada empat tipe ideal yang terkait dengan interaksi sosial. Karena interaksi sosial sebenarnya berasal dari hasil pemikiran diri pribadi yang berhubungan dengan orang lain atau lingkungan. Sehingga untuk mempelajari interaksi sosial antara pribadi dalam fenomenologi digunakan empat tipe ideal berikut ini:

A. The eyewitness (saksi mata)

Yaitu seseorang yang melaporkan kepada peneliti sesuatu yang telah diamati di dunia dalam jangkauan orang tersebut.

B. The insider (orang dalam)

Seseorang yang karena hubunganya dengan kelompok yang lebih langsung dari peneliti sendiri, lebih mampu melaporkan suatu peristiwa, atau pendapat orang lain, dengan otoritas berbagi sistem yang sama relevansinya sebagai anggota lain dari kelompok. peneliti menerima informasi orang dalam sebagai ‘benar’ atau sah, setidaknya sebagian, karena pengetahuannya dalam konteks situasi lebih dalam dari saya.

(27)

C. The analyst (analis)

Seseorang yang berbagi informasi relevan dengan peneliti, orang itu telah mengumpulkan informasi dan mengorganisasikannya sesuai dengan sistem relevansi .

D. The commentator (komentator)

Schutz menyampaikan juga empat unsur pokok fenomenologi sosial yaitu:

1. Pertama, perhatian terhadap aktor.

2. Kedua, perhatian kepada kenyataan yang penting atau yang pokok dan kepada sikap yang wajar atau alamiah (natural attitude).

3. Ketiga, memusatkan perhatian kepada masalah mikro.

4. Keempat, memperhatikan pertumbuhan, perubahan, dan proses tindakan. Berusaha memahami bagaimana keteraturan dalam masyarakat diciptakan dan dipelihara dalam pergaulan sehari-hari.

Gambar

Gambar 2.2 Short Back And Sides
Gambar 2.3 pompadour
Gambar 2.5 Side Part      2.4.4    Under Cut
Gambar 2.1  gaya rambut under cut
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa persamaan regresi dengan tinggi total rata-rata tegakan sebagai peubah bebasnya (FT = 0.153 + 0.509 T) adalah persamaan regresi yang

REFOLIS ISKANDAR Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Metodologi yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Populasi yang dilibatkan adalah pendidik Sekolah Dasar di Sumatera Barat. Sampel dipilih secara acak dan

pelaku yang telah melakukan tindakan main hakim sendiri terhadap korban yang diduga kuat telah melakukan tindak pidana kejahatan, dipersamakan dengan pelaku

mempengaruhi bagaimana mereka mempersepsikan mengenai model pembelajaran blended learning yang mereka jalankan, yang mana persepsi didefinisikan oleh Atkinson (2000)

Namun, agar Anda dapat menceritakan pengalaman Anda secara sistematis dan terperinci, buatlah sebuah catatan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman yang akan

dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayahdan/ataukebijakan, rencana, dan/atau

Pemberian hormon tiroksin dengan dosis 20 mg/kg pakan selama dua pekan menghasilkan pertumbuhan terbaik dan tidak berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan plati