Kontribusi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM) terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB) mencapai 61,41% dengan penyerapan
tenaga kerja mencapai 96,71% (Muharram,
2017). Ini akan terus ditingkatkan hingga
mencapai 70% melalui dukungan untuk
mengakses kredit atau pembiayaan,
pengembangan komoditas dalam bentuk
klaster untuk pengendalian inflasi, termasuk
pengembangan potensi lokal di suatu daerah
(Nordiansyah, 2016)
Peran penting UMKM dalam perekonomian
akan sangat mempengaruhi pencapaian
kesuksesan Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA). Tak heran jika penguatan UMKM
menjadi salah satu elemen penting dalam
Cetak Biru MEA 2015. Pada KTT ke-27 ASEAN
di Kuala Lumpur, ASEAN telah mengadopsi
Strategic Action Plan for SME Development
(SAPSMED)
2016-2025 dengan visi Globally
Competitive and Inovative SME guna
membangun UMKM yang semakin inovatif
dan berdaya saing secara global. Dibalik
perannya yang strategis bagi perekonomian
nasional dan kawasan, UMKM masih kerap
menghadapi berbagai tantangan, baik secara
internal, seperti keterbatasan modal dan
teknologi, maupun secara eksternal yang
antara lain terkait masalah perizinan, bahan
baku, pemasaran hingga upaya integrasi ke
mata rantai produksi regional dan global.
(Ashariyadi, 2016)
Sayangnya, dari sekian banyak UMKM yang
ada di Indonesia baru sedikit yang menyadari
pentingnya proteksi Hak Kekayaan Intelektual
(HKI). Padahal, banyak produk barang dan
jasa yang dihasilkan oleh UMKM Indonesia
sebenarnya sangat berkualitas dan memiliki
nilai ekonomi tinggi, bahkan sangat layak
ekspor dan berkompetisi secara global.
Proteksi HKI merupakan salah satu strategi
untuk meningkatkan daya saing usaha. Ini
semata-mata untuk melindungi dari
penjiplakan atau bahkan pencurian oleh
pelaku usaha dari luar negeri. (Herlinda,
2017)
Merujuk data permohonan paten tahun 2016
di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual
Kementerian Hukum dan HAM menunjukkan
dari 1.133 permohonan, 87,82% atau
sebanyak 995 permohonan diajukan oleh
Non UMKM, sedangkan UMKM hanya 12,18%
atau sebanyak 138 permohonan. Yang lebih
ironis adalah data permohonan merek
dagang. Dari 48.271 permohonan merek
dagang, 93,14% atau sebanyak 44.961
permohonan diajukan oleh Non UMKM,
sedangkan 6,86% atau sebanyak 3.310
diajukan oleh UMKM (DJKI, n.d.)
Untuk itulah, materi pembelajaran kali ini
akan membahas tentang aturan hukum
terkait Kekayaan Intelektual. Ini merupakan
materi pembelajaran dalam mata kuliah
Aspek Hukum dalam Ekonomi yang
diharapkan dapat memperluas pengetahuan
hukum terkait tentang Kekayaan Intelektual.
SEJARAH PERKEMBANGAN
KEKAYAAN INTELEKTUAL
Pada awalnya, di abad pertengahan, karya
cipta manusia dianggap sebagai penjelmaan
dari ciptaan Tuhan, sehingga kehadirannya di
tengah masyarakat dianggap sebagai karya
cipta tidak bertuan atau anonym. Ini
menjadikan setiap orang dapat
memperbanyak ciptaan orang lain dan
memperjualbelikannya sesuka hati.
Fenomena ini kemudian melahirkan teori
tentang Hak Milik Percetakan
(Verlagseigentumslehre), dimana hak
memperbanyak suatu karya cipta diberikan
kepada percetakan/penerbit. Hak istimewa
(privileg) ini pertama kali diberikan oleh kota
Venesia, Italia kepada Johan von Speyer di
tahun 1469 untuk jangka waktu 5 tahun.
Anehnya, hak ini bukan dimaksudkan untuk
perlindungan hukum terhadap karya sastra
melainkan perlindungan terhadap suatu
proses baru, yakni seni dari suatu cetakan
buku (Buchdruckkunst). Baru di tahun 1531,
berdasarkan ketentuan Basler, pemberian hak
istimewa dimaksudkan untuk perlindungan
hukum terhadap karya cipta berupa buku,
dalam pengrtian sebagai benda cetakan
(Syafrinaldi, 2003)
Adalah kerajaan Inggris yang pertama kali
meletakkan dasar aturan paten dan hak cipta
melalui Aturan Monopoli (The Statute of
Monopolies), yang disahkan 25 Mei 1624, dan
Aturan Ratu Anne (Statute of Anne), yang
disahkan pada 5 April 1710. Aturan Monopoli
mengatur tentang hukum paten, dimana
paten ditunjukkan oleh sertifikat paten yang
dikeluarkan oleh kerajaan untuk mengizinkan
monopoli di suatu industri tertentu dalam
pengajaran keahlian dan kemampuan baru
bagi induvidu, sedangkan Aturan Ratu Anne,
dikenal juga sebagai Aturan Hak Cipta
(Copyright Act) dimana jangka waktu hak
cipta selama 14 tahun, dengan provisi yang
diperbarui dalam jangka waktu yang sama,
sepanjang hanya pencipta atau pencetak
yang menentukan siapa penerbit yang
berhak melakukan publikasi atas karya
tersebut. (wikipedia, n.d.)
Di Jerman, aturan mengenai hak cipta sangat
diperhatikan secara serius. Tahun 1835
melalui Keputusan Federal (Bundesbeschluß)
menyatakan pelarangan untuk
memperbanyak karya cipta di dalam teritorial
Federal Jerman dan sekaligus memberi
perlindungan hukum terhadap karya yang
dimaksud. Ini diperkuat melalui Keputusan
Parlemen (Beschluß des Bundestags) pada 31
Oktober 1837 yang mengatur batas waktu
perlindungan hukum terhadap hak cipta
sampai dengan 10 tahun p.m.a. (post mortem
auctoris) atau setelah si pencipta meninggal.
Kemudian pada 11 Juli 1847, Preußen Jerman
memiliki undang-undang hak cipta di bidang
ilmu pengetahuan dan seni yang relatif
modern sifatnya, dimana pelanggaran
terhadap larangan memperbanyak suatu
karya cipta dapat dipidana. Melalui
Rechtsreform di bidang Hak Milik Intelektual,
pada 9 September 1965, Parlemen Jerman
menundangkan Urhebergestz (UU Hak Cipta)
yang berlaku hingga saat ini, termasuk
amandemennya sesuai perkembangan
zaman. (Syafrinaldi, 2003)
Pengakuan terhadap hak milik intelektual ini
kemudian diakui oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai bagian dari hak asasi
manusia. Dalam Pernyataan Umum tentang
Hak Asasi Manusia, yang dideklarasikan pada
8 Desember 1948, Pasal 27 Ayat (2)
menyatakan, “Setiap orang berhak untuk
memperoleh perlindungan atas
kepentingan-kepentingan moril dan material yang
diperoleh sebagai hasil dari sesuatu produksi
ilmiah, kesusteraan atau kesenian yang
diciptakannya.” Atas dasar ini kemudian di
1967 dibentuklah World Intellectual Property
Organization (WIPO) sebagai organisasi
bagian dari PBB yang bertugas khusus
mengatur masalah kekayaan intelektual. Ini
merupakan tindak lanjut dari Konvensi Paris
tentang Perlindungan Kekayaan Industri di
1883 dan Konvensi Berne tentang Proteksi
Literasi dan Karya Artistik di tahun 1886.
Alasan utama mengapa kekayaan intelektual
penting untuk diperhatikan, (WIPO, n.d.)
yaitu:
1. Pengembangan kemanusiaan dalam
menciptakan kehidupan menjadi lebih
baik melalui kemampuan menciptakan
dan menemukan cara baru dalam bidang
teknologi dan budaya.
2. Perlindungan hukum atas kreasi baru
sekaligus pendorong bantuan sumber
daya tambahan untuk pengembangan
inovasinya.
3. Penyebarluasan dan perlindungan atas
kekayaan intelektual akan memajukan
pertumbuhan ekonomi, menciptakan
lapangan pekerjaan dan industri baru,
dan memperbaiki kualitas dan
kebahagiaan kehidupan.
Di Indonesia, aturan terkait bidang kekayaan
intelektual adalah UU No. 21 Tahun 1961
tentang Merek Perusahaan dan Merek
Perniagaan. UU ini merupakan
undang-undang pertama di bidang kekayaan
intelektual yang mulai berlaku 11 November
1961, untuk menggantikan Staatsblad van
Nederlandsch-Indie.
Perkembangan selanjutnya, pada 10 Mei
1979, Indonesia meratifikasi Konvensi Paris
Revisi Stockholm 1967 yang diperkuat oleh
Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1979.
Namun demikian, partisipasi ini belum
sepenuhnya, karena terdapat beberapa
pengecualian terhadap sejumlah ketentuan,
yaitu Pasal 1 s.d. 12 dan Pasal 28 ayat (1).
Kemudian pada 12 April 1982, disahkan UU
No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Ini
kemudian diubah pada 19 September 1987
melalui UU No. 7 Tahun 1987. Dalam
penjelasannya, secara jelas ditegaskan bahwa
perubahan atas UU No. 6 Tahun 1982
dilakukan karena semakin meningkatnya
pelanggaran Hak Cipta yang membahayakan
kehidupan sosial dan menghancurkan
kreativitas masyarakat.
Pada 1 November 1989, UU No. 6 Tahun
1989 tentang Paten disahkan. Ini mengakhiri
perdebatan panjang tentang seberapa
pentingnya sistem paten dan manfaatnya
bagi bangsa Indonesia. Dalam
pertimbangannya diuraikan bahwa
diperlukan suatu perangkat hukum yang
memberikan perlindungan dan mewujudkan
iklim yang lebih baik bagi kediatan
penemuan teknologi, khususnya di sektor
industri yang mendukung pembangunan
nasional.
UU No. 21 Tahun 1961 tentang Merek
Perusahaan dan Merek Perniagaan baru
diganti pada 28 Agustus 1992 melalui UU No.
19 Tahun 1992 tentang Merek.
Seiring perkembangan zaman dimana pada
15 April 1994, Indonesia turut serta dalam
menandatangani
Final Act Embodying the
Result of the Uruguay Round of Multilateral
Trade Negotiations, yang didalamnya
mencakup
Agreement on Trade Related
Aspect of Intellectual Property Right yang
merupakan persetujuan tentang aspek-aspek
yang berhubungan dengan perdagangan dan
hak kekayaan intelektual. Persetujuan ini
kemudian menjadi landasan terbentuknya
organisasi perdagangan dunia (World Trade
Organization). Ini kemudian disahkan melalui
UU No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan
Agreement Establishing the Word Trade
Organization.
Dampak dari ratifikasi Putaran Uruguay ini, di
tahun 1997 dilakukan beberapa perubahan
atas beberapa undang-undang, diantaranya
UU No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan
atas UU No. 6 Tahun 1982 Sebagaimana
Telah Diubah Dengan UU No. 7 Tahun 1987,
UU No. 13 Tahun 1997 tentang Perubahan
atas UU No. 6 Tahun 1989 tentang Paten, dan
UU No. 14 Tahun 1997 tentang Perubahan
atas UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek.
Di penghujung tahun 2000, disahkan empat
UU baru di bidang kekayaan intelektual, yaitu
UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia
Dagang, UU No. 31 Tahun 2000 tentang
Desain Industri, UU No. 32 Tahun 2000
tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu,
dan UU No. 29 Tahun 2000 tentang
Perlindungan Varietas Tanaman.
Untuk menyelaraskan UU kekayaan
intelektual dengan aturan internasional, pada
tahun 2001, UU No. 14 Tahun 2001 tentang
Paten dan UU No. 15 Tahun 2001 tentang
Merek disahkan menggantikan
undang-undang sebelumnya.
Di pertengahan tahun 2002, disahkan UU No.
19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
menggantikan undang-undang sebelumnya.
Namun kini, UU ini kemudian digantikan
dengan UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta yang disahkan pada 16 Oktober 2014.
Yang terbaru di tahun 2016, dua
undang-undang baru, yaitu: UU No. 13 Tahun 2016
tentang Paten menggantikan UU No. 14
Tahun 2001 tentang Paten; dan UU No. 20
Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi
Geografis disahkan menggantikan UU No. 15
Tahun 2001 tentang Merek.
Tabel 1
Ringkasan Perkembangan Peraturan Perundang-undangan Indonesia
terkait Kekayaan Intelektual
No.
Kekayaan Intelektual
Jenis
Peraturan Perundang-undangan
1. Merek
Staatsblad van Nederlandsch-Indie 1885 No. 109
Trade Marks Act
UU No. 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan
Merek Perniagaan
UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek
UU No. 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU
No. 19 Tahun 1992 tentang Merek
UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi
Geografis
2. Paten
Staatsblad van Nederlandsch-Indie 1911 No. 136
Patents Act
Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.S.5/41/4
tentang Pengajuan Sementara Permintaan Paten
Dalam Negeri
Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G.1/2/17
tentang Pengajuan Sementara Permintaan Paten Luar
Negeri
UU No. 6 Tahun 1989 tentang Paten
UU No. 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU
No. 6 Tahun 1989 tentang Paten
UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
UU No. 13 Tahun 2016 tentang Paten
3. Hak
Cipta
Staatsblad van Nederlandsch-Indie 1912 No. 600
Copyright Act
UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
UU No. 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU No.
6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
UU No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU
No. 6 Tahun 1982 Sebagaimana Telah Diubah Dengan
UU No. 7 Tahun 1987
UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
4. Perlindungan
Varietas
Tanaman
UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas
Tanaman
5. Rahasia
Dagang
UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
6. Desain
Industri
UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
7.
Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu
UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu
(Sumber: diolah dari beragam sumber)KEKAYAAN INTELEKTUAL
Seperti yang dipaparkan di atas, merupakan
suatu hak asasi manusia untuk mendapat
perlindungan atas apa yang dihasilkan dari
sesuatu produksi ilmiah, kesusteraan atau
kesenian yang diciptakannya. Konsep hak
milik ini dipengaruhi dari pemikiran John
Locke, sebagaimana dikutip dari Syafrinaldi
(2002), dimana seorang manusia memiliki
hak milik terhadap benda yang dihasilkannya
sejak manusia tersebut lahir. Ini tidak hanya
benda yang berwujud tetapi juga benda yang
tidak berwujud (abstrak) yang merupakan
hasil dari intelektualitas manusia.
Istilah kekayaan intelektual dalam beberapa
asing
geistegis Eigentum (Jerman),
intellectual property (Inggris) atau
intelectuele propriété (Perancis) sangatlah
luas cakupannya, berarti suatu hak hukum
atas hasil dari aktivitas intelektual dalam
industri, ilmiah, kesusteraan dan kesenian
yang diciptakan. Pemerintah wajib memiliki
hukum untuk melindunginya karena dua
alasan utama: Pertama, untuk memberi
kepastian hak moral dan ekonomi yang
dilindungi hukum bagi pencipta dan hak
publik untuk menggunakan suatu ciptaan
tersebut; dan kedua, secara sengaja sebagai
bagian kebijakan pemerintah, melakukan
penyebaran dan penerapan hasil suatu
kreativitas akan mendorong pertukaran yang
adil (fair trading) yang akan berkontribusi
dalam pembangunan ekonomi dan sosial.
Secara umum, hukum kekayaan intelektual
bertujuan untuk melindungi pencipta atau
produsen lain atas barang dan jasa
intelektual melalui pembatasan waktu hak
untuk mengontrol pemanfaatan dari
produksi. Hak ini tidak berlaku untuk barang
berwujud dimana pembuatannya dapat
diwujudkan tetapi lebih kepada proses kreas
intelektualnya.
Dalam Konvensi Pembentukan Organisasi
Kekayaan Intelektual Dunia (World
Intellectual Property Organization [WIPO])
yang dilakukan di Stockholm, 14 Juli 1967,
diatur hal-hal yang termasuk kekayaan
intelektual meliputi hak yang berkaitan
dengan:
karya kesusteraan, kesenian dan ilmiah;
penampilan pertunjukan artis, fonogram
dan siaran;
penemuan di segala bidang usaha
manusia;
penemuan ilmiah;
desain industri;
merek dagang, merek layanan dan nama
dan bentuk komersial; dan
perlindungan atas persaingan tidak
sehat. (WIPO, n.d.)
Di Indonesia, hak yang berkaitan ini
kemudian diatur menjadi beberapa produk
hukum yang akan dijelaskan selanjutnya.
Namun pembahasan produk hukum ini akan
terbatas pada Paten dan Hak Cipta sebagai
pengenalan dasar.
PATEN
Hukum Paten di Indonesia sudah diatur sejak
zaman kolonial Belanda, melalui Staatsblad
van Nederlandsch-Indie 1911 No. 136
Patents Act. Seiring perkembangan tuntutan
zaman, undang-undang tentang ini banyak
mengalami perubahan dan pergantian. Kini,
hukum paten diatur berdasarkan UU No. 13
Tahun 2016 tentang Paten yang disahkan
pada 26 Agustus 2016.
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan
oleh negara kepada inventor atas hasil
invensinya di bidang teknologi untuk jangka
waktu tertentu melaksanakan sendiri
invensinya tersebut atau memberikan
persetujuan kepada pihak lain untuk
melaksanakannya.
Invensi adalah ide inventor yang dituangkan
ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah
yang spesifik di bidang teknologi dapat
berupa produk atau proses, atau
penyempurnaan dan pengembangan produk
atau proses.
Inventor adalah seseorang atau beberapa
orang yang secara bersama-sama
melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam
kegiatan yang menghasilkan invensi.
Perlindungan paten yang diberikan ole
negara meliputi Paten dan Paten Sederhana.
Paten diberikan untuk invensi yang baru,
mengandung langkah inventif, dan dapat
diterapkan dalam industri, sedangkan Paten
Sederhana diberikan untuk setiap invensi
baru, pengembangan dari produk atau
proses yang telah ada, dan dapat diterapkan
dalam industri, yang berupa produk yang
bukan sekedar berbeda ciri teknisnya tetapi
harus memiliki fungsi/kegunaan yang lebih
praktis daripada invensi sebelumnya yang
disebabkan bentuk, konfigurasi, konstruksi,
atau komponennya yang mencakup alat,
barang, mesin, komposisi, formula, senyawa
atau sistem, termasuk juga invensi proses
atau metode yang baru. Lebih detail terkait
Paten Sederhana akan diuraikan selanjutnya.
Namun demikian, terdapat beberapa hal
yang tidak termasuk sebagai suatu invensi,
sebagaimana diuraikan dalam:
Pasal 4
Invensi tidak mencakup: a. kreasi estetika; b. skema;
c. aturan dan metode untuk melakukan kegiatan: 1. yang melibatkan kegiatan mental; 2. permainan; dan
3. bisnis.
d. aturan dan metode yang hanya berisi program komputer;
e. presentasi mengenai suatu informasi; dan f. temuan (discovery) berupa:
1. penggunaan baru untuk produk yang sudah
ada dan/ atau dikenal; dan/ atau
2. bentuk baru dari senyawa yang sudah ada
yang tidak menghasilkan peningkatan khasiat bermakna dan terdapat perbedaan struktur kimia terkait yang sudah diketahui dari senvawa.
Invensi yang dapat diberi paten, diuraikan
lebih jelas dalam beberapa pasal berikut ini:
Pasal 5(1) Invensi dianggap baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) jika pada Tanggal Penerimaan, Invensi tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya.
(2) Teknologi yang diungkapkan sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan teknologi yang telah diumumkan di Indonesia atau di luar Indonesia dalam suatu tulisan, uraian lisan atau melalui peragaan, penggunaan, atau dengan cara lain yang memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan Invensi tersebut sebelum:
a. Tanggal Penerimaan; atau
b. tanggal prioritas dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.
(3) Teknologi yang diungkapkan sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (l) mencakup dokumen Permohonan lain yang diajukan di Indonesia yang dipublikasikan pada atau setelah Tanggal Penerimaan yang pemeriksaan substantifnya sedang dilakukan, tetapi Tanggal Penerimaan tersebut lebih awal daripada Tanggal Penerimaan atau tanggal prioritas Permohonan. Pasal 6
(1) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Invensi tidak dianggap telah diumumkan jika dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum Tanggal Penerimaan, Invensi telah: a. dipertunjukkan dalam suatu pameran resmi
atau dalam suatu pameran yang diakui sebagai pameran resmi, baik yang
diselenggarakan di Indonesia maupun di luar negeri;
b. digunakan di Indonesia atau di luar negeri oleh Inventornya dalam rangka percobaan dengan tujuan penelitian dan pengembangan; dan/ atau
c. diumumkan oleh Inventornya dalam:
1. sidang ilmiah dalam bentuk ujian
dan/atau tahap ujian skripsi, tesis, disertasi, atau karya ilmiah lain; dan/atau
2. forum ilmiah lain dalam rangka
pembahasan hasil penelitian di lembaga pendidikan atau lembaga penelitian. (2) Invensi juga tidak dianggap telah diumumkan
apabila dalam waktu 12 (dua belas) bulan sebelum Tanggal Penerimaan, ada pihak lain yang mengumumkan dengan cara melanggar kewajiban untuk menjaga kerahasiaan Invensi tersebut. Pasal 7
(1) Invensi mengandung langkah inventif jika Invensi tersebut bagi seseorang yang mempunyai keahlian tertentu di bidang teknik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya.
(2) Untuk menentukan suatu Invensi merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan memperhatikan keahlian yang ada pada saat Permohonan diajukan atau yang telah ada pada saat diajukan permohonan pertama dalam hal Permohonan itu diajukan dengan Hak Prioritas. Pasal 8
Invensi dapat diterapkan dalam industri jika Invensi tersebut dapat dilaksanakan dalam industri sebagaimana diuraikan dalam Permohonan.
Tanggal Penerimaan adalah tanggal
diterimanya Permohonan Paten atau Paten
Sederhana yang diajukan kepada Menteri,
yang telah memenuhi persyaratan minimum.
Hak Prioritas adalah hak Pemohon untuk
mengajukan Permohonan yang berasal dari
negara yang tergabung dalam Konvensi Paris
tentang Pelindungan Kekayaan Industri (Paris
Convention for the Protection of Industial
Property) atau Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement
Establishing the Wortd Trade Organization)
untuk memperoleh pengakuan bahwa
Tanggal Penerimaan di negara asal
merupakan tanggal prioritas di negara tujuan
yang juga anggota salah satu dari kedua
peranjian itu selama pengajuan tersebut
dilakukan dalam kurun waktu yang telah
ditentukan berdasarkan perjanjian
internasional dimaksud.
Adapun invensi yang tidak dapat diberi
Paten, diuraikan dalam pasal selanjutnya:
Pasal 9Invensi yang tidak dapat diberi Paten meliputi:
a. proses atau produk yang pengumuman,
penggunaan, atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, agama, ketertiban umum, atau kesusilaan;
b. metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/ atau hewan;
c. teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika;
d. makhluk hidup, kecuali jasad renik; atau
e. proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses nonbiologis atau proses mikrobiologis.
Pihak yang berhak memperoleh Paten adalan
Inventor atau orang yang menerima lebih
lanjut hak inventor yang bersangkutan,
misalnya anak dari Pemegang Paten melalui
pewarisan. Jika invensi dihasilkan oleh
beberapa orang secara bersama-sama, hak
atas invensi dimiliki secara bersama-sama
oleh para Inventor yang bersangkutan. Akan
tetapi, jika terbukti lain, pihak yang dianggap
sebagai Inventor adalah seseorang atau
beberapa orang yang untuk pertama kali
dinyatakan sebagai Inventor dalam
Permohonan.
Terkait jika invensi yang dihasilkan oleh
seseorang karyawan atau pegawai yang
bekerja pada pihak lain, diatur ketentuan
sebagaimana diuraikan berikut ini:
Pasal 12
(1) Pemegang Paten atas Invensi yang dihasilkan oleh Inventor dalam hubungan kerja merupakan pihak yang memberikan pekerjaan, kecuali diperjanjikan lain.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku terhadap Invensi yang dihasilkan, baik oleh karyawan maupun pekerja yang menggunakan data dan/atau sarana yang tersedia dalam pekerjaannya.
(3) Inventor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat berhak mendapatkan Imbalan berdasarkan perjanjian yang dibuat oleh pihak pemberi kerja dan Inventor, dengan memperhatikan manfaat ekonomi yang diperoleh dari Invensi dimaksud. (4) Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dapat dibayarkan berdasarkan: a. jumlah tertentu dan sekaligus; b. persentase;
c. gabungan antara jumlah tertentu dan
sekaligus dengan hadiah atau bonus; atau d. bentuk lain yang disepakati para pihak.
(5) Dalam hal tidak terdapat kesesuaian mengenai cara perhitungan dan penetapan besarnya Imbalan, para pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (l), ayat (2), dan ayat (3) tidak menghapuskan hak Inventor untuk tetap dicantumkan namanya dalam sertifikat paten.
Pasal 13
(1) Pemegang Paten atas Invensi yang dihasilkan oleh Inventor dalam hubungan dinas dengan instansi pemerintah adalah instansi pemerintah dimaksud dan Inventor, kecuali diperjanjikan lain.
(2) Setelah Paten dikomersialkan, Inventor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak mendapatkan Imbalan atas Paten yang dihasilkannya dari sumber penerimaan negara bukan pajak.
(3) Dalam hal instansi pemerintah sebagai Pemegang paten tidak dapat melaksanakan Patennya, Inventor atas persetujuan Pemegang Paten dapat melaksanakan paten dengan pihak ketiga.
(4) Terhadap pelaksanaan Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (3), selain instansi pemerintah, Inventor memperoleh Royalti dari pihak ketiga yang mendapatkan manfaat ekonomi dari komersialisasi Paten tersebut.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan hak Inventor untuk tetap dicantumkan namanya dalam sertifikat Paten.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh
pemegang paten, baik yang bersifat eksklusif
maupun non-eksklusif, kepada penerima
lisensi berdasarkan perjanjian tertulis untuk
menggunakan Paten yang masih dilindungi
dalam jangka waktu dan syarat tertentu.
Royalti Royalti adalah imbalan yang diberikan
untuk penggunaan hak atas Paten.
Imbalan adalah kompensasi yang diterima
oleh pihak yang berhak memperoleh Paten
atas suatu Invensi yang dihasilkan, dalam
hubungan kerja atau Invensi yang dihasilkan
baik oleh karyawan maupun pekerja yang
menggunakan data dan/atau sarana yang
tersedia dalam pekerjaannya sekalipun
perjanjian tersebut tidak mengharuskannya
untuk menghasilkan Invensi atau Pemegang
Paten atas Invensi yang dihasilkan oleh
Inventor dalam hubungan dinas atau
pemegang paten dari Penerima Lisensi-wajib
atau pemegang paten atas Paten yang
dilaksanakan oleh pemerintah.
Pemegang Paten memiliki hak eksklusif
namun tetap memiliki hak dan kewajiban
terkait, sebagaimana diatur dalam pasal
berikut ini:
Pasal 19
(1) Pemegang Paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Paten yang dimilikinya dan untuk melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya:
a. dalam hal Paten-produk: membuat,
menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi Paten;
b. dalam hal Paten-proses: menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang atau tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
(2) Larangan menggunakan proses produksi yang diberi Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, hanya berlaku terhadap impor produk yang semata-mata dihasilkan dari penggunaan proses yang diberi pelindungan Paten.
(3) Dalam hal untuk kepentingan pendidikan, penelitian, percobaan, atau analisis, larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dikecualikan sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pemegang Paten dan tidak bersifat komersial.
Pasal 20
(1) Pemegang Paten wajib membuat produk atau menggunakan proses di Indonesia.
(2) Membuat produk atau menggunakan proses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menunjang transfer teknologi, penyerapan investasi dan/atau penyediaan lapangan kerja.
Pasal 21
Setiap Pemegang Paten atau penerima Lisensi paten wajib membayar biaya tahunan.
Sebagaiamana diuraikan dalam sejarah paten
bahwa suatu paten memiliki jangka waktu
perlindungan tertentu. Demikian pula dalam
undang-undang ini, jangka waktu
perlindungan paten diuraikan dalam pasal
berikut ini:
Pasal 22
(1) Paten diberikan untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan. (2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak dapat diperpanjang.
(3) Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten dicatat dan diumumkan melalui media elektronik dan/ atau media non-elektronik.
Pasal 23
(1) Paten sederhana diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak Tanggal penerimaan.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (l) tidak dapat diperpanjang.
(3) Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten sederhana dicatat dan diumumkan melalui media elektronik dan/ atau media non-elektronik.
Hak Paten dapat dialihkan dan bahkan
menjadi obyek jaminan fidusia. Ini diuraikan
dalam pasal berikut ini:
Pasal 74
(1) Hak atas Paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena:
a. pewarisan; b. hibah; c. wasiat; d. wakaf;
e. perjanjian tertulis; atau
f. sebab lain yang dibenarkan berdasarkan
ketentuan peraturan pemndang-undangan. (2) Pengalihan hak atas Paten sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), harus disertai dokumen asli paten berikul hak lain yang berkaitan dengan paten. (3) Segala bentuk pengalihan hak atas paten
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicatat dan diumumkan dengan dikenai biaya.
(4) Terhadap pengalihan hak atas paten yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimakiud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), segala hak dan kewajiban masih melekat pada Pemegang paten. (5) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara
pencatatan pengalihan Paten diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 108
(1) Hak atas Paten dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara hak atas paten sebagai objek jaminan fidusia diatur dengan peraturan Pemerintah.
Terkait dengan Paten Sederhana, beberapa
ketentuan detail diatur dalam pasal berikut
ini:
Pasal 121
Semua ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini berlaku secara mutatis mutandi"s untuk Paten sederhana, kecuali ketentuan Pasal 3 ayat (1), Pasal 7, dan ditentukan lain dalam Bab ini.
Pasal 122
(1) Paten sederhana diberikan hanya untuk satu Invensi.
(2) Permohonan pemeriksaan substantif atas paten sederhana dapat dilakukan bersamaan dengan pengajuan Permohonan Paten sederhana atau paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Tanggal
Penerimaan Permohonan Paten sederhana dengan dikenai biaya.
(3) Apabila permohonan pemeriksaan substantif atas paten sederhana tidak dilakukan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau biaya pemeriksaan substantif atas Paten sederhana tidak dibayar, Permohonan Paten sederhana dianggap ditarik kembali.
Pasal 123
(1) Pengumuman Permohonan Paten sederhana dilakukan paling lambat 7 (tujuh) Hari setelah 3 (tiga) bulan terhitung sejak Tanggal Penerimaan Permohonan paten sederhana.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan selama 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal diumumkannya Permohonan Paten sederhana.
(3) Pemeriksaan substantif atas Permohonan paten sederhana dilakukan setelah jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir.
Pasal 124
(1) Menteri wajib memberikan keputusan untuk menyetujui atau menolak Permohonan paten sederhana paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan Permohonan Paten sederhana.
(2) Paten sederhana yang diberikan oleh Menteri dicatat dan diumumkan melalui media elektronik dan/atau media non-elektronik.
(3) Menteri memberikan sertifikat paten sederhana kepada Pemegang Paten sederhana sebagai bukti hak.
Paten dapat dihapuskan karena beberapa
sebab, diuraikan dalam pasal berikut:
Pasal 130
Paten dihapuskan sebagian atau seluruhnya karena:
a. permohonan penghapusan dari pemegang paten
dikabulkan oleh Menteri;
b. putusan pengadilan yang menghapuskan paten dimaksud telah mempunyai kekuatan hulum tetap; c. Putusan penghapusan paten yang dikeluarkan oleh
Komisi Banding paten; atau
d. Pemegang Paten tidak memenuhi kewajiban membayar biaya tahunan.
Ketika suatu paten dihapuskan maka ini
menghilangkan pula segala akibat hukum
yang berkaitan dengan Paten dan hal lain
yang berasal dari Paten tersebut. Selain itu,
paten yang dihapus tidak dapat dihidupkan
kembali, kecuali ada putusan Pengadilan
Niaga.
Perlindungan paten merupakan perlindungan
hukum sehingga memiliki dampak hukum
terhadap setiap orang yang melakukan
pelanggarannya. Ini diatur dalam pasal
berikut ini:
Pasal 160
Setiap Orang tanpa persetujuan pemegang paten dilarang:
a. dalam hal Paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten; dan/atau b. dalam hal Paten-proses: menggunakan proses
produksi yang diberi Paten untuk membuat barang atau tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Pasal 161
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 160 untuk Paten, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 162
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 160 untuk Paten sederhana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 164
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak membocorkan dokumen permohonan yang bersifat rahasia sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 iyat (f ) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.
Pasal 165
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 161, Pasal 162, dan Pasal 164 merupakan delik aduan.
HAK CIPTA
Hukum Hak Cipta telah lama dikenal di
Indonesia sejak zaman kolonial Belanda
dalam
Staatsblad van Nederlandsch-Indie
1912 No. 600 Copyright Act. Namun,
sebagaimana perkembangan hukum dan
kebutuhan masyarakat, produk hukum ini
mengalami banyak perubahan dan
pergantian. Saat ini, aturan tentang hak cipta
diatur dalam UU No. 28 Tahun 2014 tentang
Hak Cipta.
Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang
timbul secara otomatis berdasarkan prinsip
deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan
dalam bentuk nyata tanpa mengurangi
pembatasan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pencipta adalah seorang atau beberapa
orang yang secara sendiri-sendiri atau
bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan
yang bersifat khas dan pribadi.
Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di
bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra
yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan,
pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan,
alau keahlian yang diekspresikan dalam
bentuk nyata.
UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
secara tegas berlaku terhadap beberapa hal,
sebagaimana diuraikan berikut ini:
Pasal 2
Undang-Undang ini berlaku terhadap:
a. semua Ciptaan dan produk Hak Terkait warga
negara, penduduk, dan badan hukum Indonesia; b. semua Ciptaan dan produk Hak Terkait bukan
warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia yang untuk pertama kali dilakukan Pengumuman di Indonesia;
c. semua Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dan pengguna Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia dengan ketentuan:
1. negaranya mempunyai perjanj ian bilateral dengan negara Republik Indonesia mengenai pelindungan Hak Cipta dan Hak Terkait; atau
2. negaranya dan negara Republik Indonesia
merupakan pihak atau peserta dalam perjanjian multilateral yang sama mengenai pelindungan Hak Cipta dan Hak Terkait.
Hak Cipta merupakan hak eksklusif yang
terdiri dari hak moral dan hak ekonomi. Hak
Moral merupakan hak yang melekat secara
abadi pada diri penciptanya dan Hak
Ekonomi merupakan hak untuk mendapatkan
manfaat ekonomi atas Ciptaan. Lebih jelas
diuraikan dalam pasal berikut ini:
Pasal 4
merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.
Pasal 5
(1) Hak moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri Pencipta untuk:
a. tetap mencantumkan atau tidak
mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum;
b. menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
c. mengubah Ciptaannya sesuai dengan
kepatutan dalam masyarakat;
d. mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan
e. mempertahankan haknya dalam hal terjadi
distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.
(2) Hak moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dialihkan selama Pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah Pencipta meninggal dunia.
(3) Dalam hal terjadi pengalihan pelaksanaan hak moral sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penerima dapat melepaskan atau menolak pelaksanaan haknya dengan syarat pelepasan atau penolakan pelaksanaan hak tersebut dinyatakan secara tertulis.
Pasal 9
a. Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk meiakukan:
a. penerbitan Ciptaan;
b. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;
c. penerjemahan Ciptaan;
d. pengadaplasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;
e. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya; f. pertunjukanCiptaan;
g. Pengumuman Ciptaan; h. Komunikasi Ciptaan; dan i. penyewaan Ciptaan.
b. Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.
c. Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.
Pasal 12
(1) Setiap Orang dilarang melakukan Penggunaan Secara Komersial, Penggandaan, Pengumuman, Pendistribusian, dan/atau Komunikasi atas Potret yang dibuatnya guna kepentingan reklame atau periklanan secara komersial tanpa persetujuan tertulis dari orang yang dipotret atau ahli warisnya. (2) Penggunaan Secara Komersial, Penggandaan,
Pengumuman, Pendistribusian, dan/atau
Komunikasi Potret sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memuat Potret 2 (dua) orang atau lebih, wajib meminta persetujuan dari orang yang ada dalam Potret atau ahli warisnya.
Pasal 13
Pengumuman, Pendistribusian, atau Komunikasi Potret seorang atau beberapa orang Pelaku Pertunjukan dalam suatu pertunjukan umum tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta, kecuali dinyatakan lain atau diberi persetujuan oleh Pelaku Pertunjukan atau pemegang hak atas pertunjukan tersebut sebelum atau pada saat pertunjukan berlangsung.
Sama seperti hak paten, hak cipta dapat
dialihkan dan dijadikan jaminan fidusia,
sebagaimana diuraikan dalam pasal berikut
ini:
Pasal 16
(1) Hak Cipta merupakan benda bergerak tidak berwmjud.
(2) Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruh maupun sebagian karena:
a. pewarisan; b. hibah; c. wakaf; d. wasiat;
e. perjanjian tertulis; atau
f. sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan. (3) Hak Cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan
fidusia.
(4) Ketentuan mengenai Hak Cipta sebagai objek jaminan fidusia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 188
Ciptaan buku, dan/atau semua hasil karya tulis lainnya, lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu, Hak Ciptanya beralih kembali kepada Pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun. Pasal 19
(1) Hak Cipta yang dimiliki Pencipta yang belum, telah, atau tidak dilakukan Pengumurnan, Pendistribusian, atau Komunikasi setelah Penciptanya meninggal dunia menjadi milik ahli waris atau miiik penerima wasiat.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku jika hak tersebut diperoleh secara hukum.
Terkait dengan Hak Terkait yang dimiliki oleh
Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram dan
Lembaga Penyiaran, menjadi tidak berlaku
untuk beberapa hal, terutama terkait dengan
penyediaan informasi aktual, penelitian,dan
pengajaran ilmu pengetahuan. Ini diatur
dalam pasal berikut ini:
Pasal 26
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap:
a. penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau
produk Hak Terkait untuk pelaporan peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual;
b. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan penelitian ilmu pengetahuan;
c. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan ajar; dan
d. penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran.
Yang harus disadari, seseorang akan
dianggap Pencipta karena beberapa hal,
sebagaimana diuraikan dalam pasal berikut:
Pasal 31Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai pencipta, yaitu Orang yang namanya:
a. disebut dalam Ciptaan;
b. dinyatakan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan;
c. disebutkan dalam surat pencatatan Ciptaan;
dan/atau
d. tercantum dalam daftar umum Ciptaan sebagai pencipta.
Pasal 32
Kecuali terbukti sebaliknya, Orang yang melakukan ceramah yang tidak menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa Pencipta ceramah tersebut dianggap sebagai Pencipta.
Pasal 33
(1) Dalam ha1 Ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh 2 (dua) Orang atau lebih, yang dianggap sebagai Pencipta yaitu Orang yang memimpin dan mengawasi penyelesaian seluruh Ciptaan.
(2) Dalam hal Orang yang memimpin dan mengawasi penyelesaian seluruh Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada, yang dianggap sebagai Pencipta yaitu Orang yang menghimpun Ciptaan dengan tidak mengurangi Hak Cipta masing-masing atas bagian Ciptaannya.
Pasal 34
Dalam hal Ciptaan dirancang oleh seseorang dan diwujudkan serta dikerjakan oleh Orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan Orang yang merancang, yang dianggap Pencipta yaitu Orang yang merancang Ciptaan.
Pasal 35
(1) Kecuali diperjanjikan lain Pemegang Hak Cipta atas Clptaan yang dibuat oleh Pencipta dalam hubungan dinas, yang dianggap sebagai Pencipta yaitu instansi pemerintah.
(2) Dalam hal Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan secara komersial, Pencipta dan/atau Pemegang Hak Terkait mendapatkan imbalan dalam bentuk Royalti.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Royalti untuk penggunaan secara komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 36
Kecuali diperjanjikan lain, Pencipta dan Pemegang Hak Cipta atas Ciptaan yang dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan yaitu pihak yang membuat Ciptaan.
Pasal 37
Kecuali terbukti sebaliknya, dalam hal badan hukum melakukan Pengumuman, Pendistribusian, atau Komunikasi atas Ciptaan yang berasal dari badan hukum tersebut, dengan tanpa menyebut seseorang sebagai Pencipta, yang dianggap sebagai Pencipta yaitu badan hukum.
Ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan
dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan
sastra, lebih jelas diuraikan dalam pasal
berikut:
Pasal 40
(1) Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas:
a. buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya:
b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d. lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;
e. drama, drama musikal, tari, koreografi,
pewayangan, dan pantomim;
f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
g. karya seni terapan; h. karya arsitektur; i. peta;
j. karya seni batik atau seni motif lain; k. karya fotografi;
l. Potret;
m. karya sinematograh;
n. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;
o. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, ataumodihkasi ekspresi budaya tradisional;
p. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer maupun media lainnya;
q. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli; r. permainan video; dan
s. Program Komputer.
(2) Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli. (3) Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), termasuk pelindungan terhadap Ciptaan yang tidak atau belum dilakukan Pengumuman tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata yang memungkinkan Penggandaan Ciptaan tersebut.
Akan tetapi terdapat pula beberapa ciptaan
yang tidak dilindungi oleh Hak Cipta,
diuraikan dalam pasal berikut ini:
Pasal 41
Hasil karya yang tidak dilindungi Hak Cipta meliputi: a. hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk
nyata;
b. setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data walaupun telah diungkapkan, dinyatakan, digambarkan, dijelaskan, atau digabungkan dalam sebuah Ciptaan; dan c. alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya
untuk menyelesaikan masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan fungsional.
Pasal 42
Tidak ada Hak Cipta atas hasil karya berupa: a. hasil rapat terbuka lembaga negara; b. peraturan perundang-undangan;
c. pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah; d. putusan pengadilan atau penetapan hakim; dan e. kitab suci atau simbol keagamaan.
Terkait tentang pelanggaran Hak Cipta,
terdapat beberapa perbuatan yang tidak
dianggap sebagai suatu pelanggaran. Ini
diatur dalam pasal berikut ini:
Pasal 43
Perbuatan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta meliputi:
a. Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi,
dan/atau Penggandaan lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli;
b. Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi, dan/atau Penggandaan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh atau atas nama pemerintah, kecuali dinyatakan dilindungi oleh peraturan perundang-undangan, pernyataan pada Ciptaan tersebut, atau ketika terhadap Ciptaan tersebut dilakukan Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi, dan/atau Penggandaan;
c. pengambilan berita aktual, baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran,
dan surat kabar atau sumber sejenis lainnya dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap; atau
d. pembuatan dan penyebarluasan konten Hak Cipta melalui media teknologi informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersial dan / atau menguntungkan Pencipta atau pihak terkait, atau Pencipta tersebut menyatakan tidak keberatan atas pembuatan dan penyebarluasan tersebut.
e. Penggandaan, Pengumuman, dan/atau
Pendistribusian Potret Presiden, Wakil Presiden, mantan Presiden, mantan Wakil Presiden, Pahlawan Nasional, pimpinan lembaga negara, pimpinan kementerian / lembaga pemerintah non kementerian, dan/atau kepala daerah dengan memperhatikan martabat dan kewajaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 44
(1) Penggunaan, pengambilan, Penggandaan, dan/atau pengubahan suatu C;ptaan dan/atau produk Hak Terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap untuk keperluan: a. pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah,
penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta;
b. keamanan serta penyelenggaraan pemerintahan, legislatif, dan peradilan;
c. ceramah yang hanya untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
d. pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak me rugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta. (2) Fasilitasi akses atas suatu Clptaan untuk
penyandang tuna netra, penyandang kerusakan penglihatan atau keterbatasan dalam membaca, danf atau pengguna huruf braille, buku audio, atau sarana lainnya, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara Iengkap, kecuali bersifat komersial.
(3) Dalam hal Ciptaan berupa karya arsitektur, pengubahan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta jika dilakukanberdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitasi akses terhadap Ciptaan bagi penyandang tuna netra, penyandang kerusakan penglihatan dan keterbatasan dalam membaca dan menggunakan huruf braille, buku audio, atau sarana lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 45
(1) Penggandaan sebanyak 1 (satu) salinan atau adaptasi Program Komputer yang dilakukan oleh pengguna yang sah dapat d ilakukan tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta jika salinan tersebut digunakan untuk:
a. penelitian dan pengembangan Program
b. arsip atau cadangan atas Program Komputer yang diperoleh secara sah untuk mencegah kehilangan, kerusakan, atau tidak dapat dioperasikan.
(2) Apabila penggunaan Program Komputer telah berakhir, salinan atau adaptasi Program Komputer tersebut harus dimusnahkan.
Pasal 46
(1) Penggandaan untuk kepentingan pribadi atas Ciptaan yang telah dilakukan Pengumuman hanya dapat dibuat sebanyak 1 (satu) salinan dan dapat dilakukan tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.
(2) Penggandaan untuk kepentingan pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencakup:
a. karya arsitektur dalam bentuk bangunan atau konstruksi lain;
b. seluruh atau bagian yang substansial dari suatu buku atau notasi musik;
c. seluruh atau bagian substansial dari database dalam bentuk digital;
d. Program Komputer, kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1); dan
e. Penggandaan untuk kepentingan pribadi yang pelaksanaannya bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.
Pasal 47
Setiap perpustakaan atau lembaga arsip yang tidak bertujuan komersial dapat membuat 1 (satu) salinan Ciptaan atau bagian Ciptaan tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dengan cara:
a. Penggandaan tulisan secara reprografi yang telah dilakukan Pengumuman, diringkas, atau dirangkum untuk memenuhi permintaan seseorang dengan syarat:
1. perpustakaan atau lembaga arsip menjamin bahwa salinan tersebut hanya akan digunakan untuk tujuan pendidikan atau penelitian;
2. Penggandaan tersebut dilakukan secara
terpisah dan jika dilakukan secara berulang, Penggandaan tersebut harus merupakan kejadian yang tidak saling berhubungan; dan
3. tidak ada Lisensi yang ditawarkan oleh
Lembaga Manajemen Kolektif kepada perpustakaan atau lembaga arsip sehubungan dengan bagian yang digandakan.
b. pembuatan salinan dilakukan untuk pemeliharaan, penggantian salinan yang diperlukan, atau penggantian salinan dalam hal salinan hilang, rusak, atau musnah dari koleksi permanen di perpustakan atau lembaga arsip lain dengan syarat:
1. perpustakan atau lembaga arsip tidak
mungkinmemperoleh salinan dalam kondisi wajar; atau
2. pembuatan salinan tersebut dilakukan secara terpisah atau jika dilakukan secara berulang, pembuatan salinan tersebut harus merupakan kejadian yang tidak saling berhubungan. c. pembuatan salinan dimaksudkan unluk Komunikasi
atau pertukaran informasi antarperpustakaan, antarlembaga arsip, serta antara perpustakaan dan lembaga arsip.
Pasal 48
Penggandaan, Penyiaran, atau Komunikasi atas Ciptaan untuk tujuan informasi yang menyebutkan sumber dan nama Pencipta secara lengkap tidak dianggap pelanggaran Hak Cipta dengan ketentuan Ciptaan berupa:
a. artikel dalam berbagai bidang yang sudah
dilakukan Pengumuman baik dalam media cetak maupun media elektronik kecuali yang salinannya disediakan oleh Pencipta, atau berhubungan dengan Penyiaran atau Komunikasi atas suatu Ciptaan;
b. laporan peristiwa aktual atau kutipan singkat dari Ciptaan yang dilihat atau didengar dalam situasi tertentu; dan
c. karya ilmiah, pidato, ceramah, atau Ciptaan sejenis yang disampaikan kepada publik.
Pasal 49
(1) Penggandaan sementara atas Ciptaan tidak dianggap pelanggaran Hak Cipta jika Penggandaan tersebut memenuhi ketentuan:
a. pada saat dilaksanakan transmisi digital atau pembuatan Ciptaan secara digital dalam media penyimpanan;
b. dilaksanakan oleh setiap Orang atas izin Pencipta untuk mentransmisi Ciptaan; dan
c. menggunakan alat yang dilengkapi
mekanisme penghapusan salinan secara otomatis yang tidak memungkinkan Ciptaan tersebut ditampilkan kembali.
(2) Setiap Lembaga Penyiaran dapat membuat rekaman sementara tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk tujuan aktivitasnya dengan alat dan fasilitasnya sendiri.
(3) Lembaga Penyiaran wajib memusnahkan rekaman sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak pembuatan atau dalam waktu yang lebih lama dengan persetujuan Pencipta.
(4) Lembaga Penyiaran dapat membuat I (satu) salinan rekaman sementara yang mempunyai karakteristik tertentu untuk kepentingan arsip resmi
Terkait dengan masa berlaku Hak Cipta dan
Hak Terkait, diatur dalam beberapa pasal
berikut ini:
Pasal 57
(1) Hak moral Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf e berlaku tanpa batas waktu.
(2) Hak moral Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat ( 1) huruf c dan huruf d berlaku selama berlangsungnya jangka waktu Hak Cipta atas Ciptaan yang bersangkutan.
Pasal 58
(1) Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan:
a. buku, pamflet, dan semua hasrl karya tulis lainnya;
b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
c. aiat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e. drama, drama musikal, tari, koreografi,
pewayangan, dan pantomim;
f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrali, seni pahat, patung, atau kolase;
g. karya arsitektur; h. peta; dan
i. karya seni batik atau seni motif lain,
berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya.
(2) Dalam hal Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, pelindungan Hak Cipta berlaku selama hidup Pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun sesudahnya, terhitung mulai tanggal I Januari tahun berikutnya.
(3) Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayaL (21 yang dimiliki atau dipegang oleh badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman.
Pasal 59
(1) Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan: a. karya fotograh;
b. Potret;
c. karya sinematografi; d. permainan video; e. Program Komputer; f. perwajahan karya tulis;
g. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;
h. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;
i. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam
format yang dapat dibaca dengan Program Komputer atau media lainnya; dan
j. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli, berlaku selama 50 (1ima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman.
(2) Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan berupa karya seni terapan berlaku selama 25 (dua puluh lima) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman.