• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keywords : effort intellectual asset commercialisation and exploitation specially, (HaKI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keywords : effort intellectual asset commercialisation and exploitation specially, (HaKI)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember 2012

1

DAMPAK YURIDIS

DISKURSUS TENTANG MEREK DAN NAMA PERUSAHAAN (BATASAN KONSEP DAN FUNGSI YANG TERMUAT DALAM

KETENTUAN YANG BERLAKU DI INDONESIA) oleh

ANDREAS ANDRIE DJATMIKO, S.H, M.Hum.

Dosen STKIP PGRI Tulungagung

Abstrak

Making a reputation is effort passing brand or in this case specially corporate name can be conducted in the effort identifying or differentiating product one company with peripatetic other company product at one particular same area in market. In consequence, companys tend to prevent others to wear their corporate name or brand more than anything else when the corporate name or brand have owned reputation, good name (good will), market and also big consumer. Preventive effort to other party to conduct imitation or plagiarizing of the brand is one of the important matter with consideration of business, where effort make bigly of the brand reputation have eaten time, effort, and money also which do not less important good reputation as well as trust of consumer.

In the case of intellectual properties commercialisation and exploitation (HaKI) specially the corporate name have to at one's feet of market law, because corporate name represent a[n business asset or industry and also effort from each;every company. Competition is effort healthy and existence of request and also high purchasing power represent especial impeller to be able to conduct of intellectual properties commercialisation and exploitation a company. Corporate name represent one of the intellectual properties asset a company which need to get protection of law because its success do not a business reputation a company is not other because effort in usage of the corporate name commercially. On that account system punish HaKI in Indonesia have to can create climate which is condusive to effort intellectual asset commercialisation and exploitation specially here corporate name.

Keywords : effort intellectual asset commercialisation and exploitation specially, (HaKI)

1. Latar Belakang Masalah

Membuat suatu reputasi usaha melalui merek dapat dilakukan dalam upaya mengidentifikasi atau membedakan produk satu perusahaan dengan produk perusahaan lain yang sama dalam pasar. Maka dapat

dikatakan dibuatnya merek dengan karakter suatu logo, nama, simbol-simbol, gambar ataupun paduan dari karakter tersebut dengan tujuan pembedaan identitas terhadap produk di pasar atau konsumen.

(2)

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember 2012

2

merek terhadap produk-produknya, perusahaan secara tidak langsung telah membangun suatu karakter tertentu dan diharapkan akan muncul reputasi bisnis atas karakter merek tersebut. Karena itu perusahaan-perusahaan cenderung mencegah orang lain untuk memakai nama merek mereka apalagi yang telah mempunyai reputasi, goodwill, pasar serta konsumen yang besar.

Upaya pemilik merek untuk mencegah pihak lain melakukan peniruan atau penjiplakan atau yang dalam lingkup merek lebih dikenal dengan sebutan pemboncengan reputasi (action for passing off), adalah suatu hal yang penting dengan pertimbangan bisnis dimana upaya membuat besar reputasi merek tersebut telah memakan waktu, usaha dan uang serta yang tidak kalah penting reputasi yang baik dan juga kepercayaan dari konsumen.

Permasalahan suatu nama perusahaan (nama toko swalayan) dapat tidaknya dimasukkan dalam lingkup perlindungan merek masih kotroversial, hal ini disebabkan karena tidak adanya kepastian tentang ketentuan mengenai nama perusahaan tersebut termasuk dalam kelas barang atau jasa. Namun bila diteliti lebih lanjut, nama perusahaan (nama toko swalayan) tersebut erat kaitannya dengan usaha dagang yang mana usaha dagang tersebut lebih cenderung bergerak dibidang pelayanan khususnya untuk para pelanggannya atau konsumennya, hal ini berarti menawarkan suatu jasa bagi masyarakat atau konsumennya.

Contoh yang konkrit mengenai hal ini misalnya dapat kita lihat pada yurisprudensi satu perkara yang pernah terjadi dalam masyarakat yaitu pada perkara antara

toko swalayan “bilka” yang terletak di kota Surabaya dengan toko swalayan “Belka” yang terletak di kota Tulungagung. Yang mana kedua-duanya sama-sama bergerak pada usaha perdagangan dibidang yang sama, pada pokoknya dengan adanya persamaan bunyi pengucapan kedua merek tersebut maka pihak “bilka” yang namanya telah terdaftar pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual melaporkan dengan dalih bahwa toko swalayan “Belka” telah melakukan pelanggaran berupa pemboncengan reputasi (action for passing off) yang dapat menyebabkan konsumennya keliru atau salah persepsi, seolah-olah barang yang telah mereka beli berasal dari toko swalayan yang sama, sehingga pihak toko swalayan “bilka” merasa dirugikan.

Laporan tersebut diajukan tanpa melihat terlebih dahulu beberapa sudut pandang maupun unsur-unsur pembeda yang ditetapkan dalam undang-undang merek, toko swalayan “bilka” melakukan penuntutan terhadap toko swalayan “Belka” karena dalam undang-undang merek pada saat itu (undang-undang merek No. 19 tahun 1992) sama sekali tidak menyebutkan ataupun menjelaskan bahwa merek untuk toko dan tidak ada penegasan secara normatif (belum ada toko yang diperjualbelikan) maka majelis hakim memutuskan toko swalayan “Belka” dapat terus melakukan kegiatannya karena nama perusahaan (nama toko swalayan) bukan kriteria merek yang terdapat dalam ketentuan Undang-Undang Merek.

Dari pokok masalah tersebut, maka dapatlah disimpulkan bahwa perlindungan hukum terhadap nama

(3)

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember 2012

3

perusahaan (nama toko swalayan) yang dimaksud adalah perlindungan hukum terhadap nama perusahaan (nama toko swalayan) yang belum terdapat kepastiannya apakah nama perusahaan (nama toko swalayan) termasuk kedalam kelas barang atau jasa dalam kaitannya dengan undang-undang No. 15 tahun 2001 dalam rangka untuk mencegah adanya pelanggaran pemboncengan reputasi (action for passing off) yang definisinya adalah tindakan mencoba mencari keuntungan dengan jalan pintas secara tidak jujur, tindakan passing off tersebut juga berkaitan dengan ketentuan dalam Undang-undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat No. 5 Tahun 1999 khususnya pasal 1 butir 6 yaitu bahwa persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

Oleh karena itu ketegasan pengaturan nama perusahaan dalam undang-undang No. 15 Tahun 2001 sangatlah penting, guna memberikan perlindungan hukum terhadap nama perusahaan agar pemilik nama perusahaan yang telah terdaftar dalam Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual merasa terlindungi atau tidak merasa dirugikan oleh pesaingnya dalam usaha perdagangan yang bergerak dalam bidang yang sama.

2. Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka muncullah pokok permasalahan yang akan menjadi perhatian: pertama, Apa yang dimaksud dengan merek dan nama perusahaan serta apakah

fungsinya, kedua, Bagaimana pengaturan merek dan nama perusahaan di Indonesia, ketiga Mengenai bentuk perlindungan hukum terhadap nama perusahaan (nama toko swalayan) yang tidak termasuk dalam kelas barang atau jasa dan kriteria-kriteria yang dapat digunakan dalam undang-undang merek No. 15 Tahun 2001 untuk memasukkan nama perusahaan (nama toko swalayan) ke dalam lingkup kekayaan intelektual.

3. Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk menjelaskan, pertama, Pengertian merek dan nama perusahaan serta fungsinya, kedua, Pengaturan merek dan nama perusahaan di Indonesia, ketiga, Potensi konflik yang dapat terjadi berkenaan dengan kerancuan asumsi antara merek dan nama perusahaan di masyarakat awam hukum.

PEMBAHASAN

Pembahasan terbagi dalam tiga bagian. Bagian pertama menguraikan tentang pengertian merek dan nama perusahaan serta fungsinya. Dari uraian tersebut, diharapkan akan diperoleh pemahaman mengenai perbedaan pengertian dan fungsi dari pada merek dan nama perusahaan. Bagian kedua, menguraikan pengaturan merek dan nama perusahaan di Indonesia. Dalam bagian tersebut di uraikan pula aturan-aturan dan institusi yang menangani merek dan nama perusahaan. Bagian ketiga menguraikan bentuk perlindungan hukum terhadap nama perusahaan (nama toko swalayan) yang tidak termasuk dalam kelas barang atau jasa dan kriteria-kriteria yang dapat digunakan dalam undang-undang

(4)

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember 2012

4

merek No. 15 Tahun 2001 untuk memasukkan nama perusahaan (nama toko swalayan) ke dalam lingkup kekayaan intelektual. Dalam bagian ini, pertama-tama dijabarkan sebuah kasus riil yang pernah terjadi di masyarakat, selanjutnya dibahas, bahwa jika terjadi suatu kerancuan dalam mengasumsikan pengertian dan fungsi merek dan nama perusahaan, maka dapat dimungkinkan akan terjadi pelanggaran penggunaan merek sebagai nama perusahaan ataupun sebaliknya.

1. Pengertian dan Fungsi Merek dan Nama Perusahaan.

Pengertian dan Fungsi Merek Sebelum menelusuri lebih jauh ada baiknya meninjau terlebih dahulu atau diperlukan adanya penentuan definisi dari perkataan “merek”, agar dapat dipakai sebagai pedoman pada pengertian yang sama dalam melakukan pembahasan, guna memperoleh hasil atau paling tidak mendekati sasaran yang hendak dicapai. Menurut R. Soekardono, memberikan pengertian atau rumusan bahwa merek adalah sebuah tanda dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, dimana juga dipribadikan asalnya barang atau menjamin kualitas barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan perusahaan lain.1

Lain halnya dengan Prof. R.

1 R. Soekardono, Hukum Dagang

Indonesia, Jilid I, Cetakan ke-8, Dian Rakyat, Jakarta, 1983, hal:149.

Soekardono, SH dalam memberikan atau membuat perumusan tentang pengertian merek. Mr. Tirtaamidjaya memberikan definisi terhadap merek bahwa, suatu merek perusahaan atau merek perniagaan adalah suatu tanda yang dibutuhkan di atas barang atau di atas bungkusnya, guna membedakan barang itu dengan barang-barang yang sejenis lainnya.2

Sedangkan menurut H.Ok. Saidin merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan atau diperdagangkan seseorang atau kelompok orang atau badan hukum dengan barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan oleh orang lain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan barang dan jasa.3

Dan dalam undang-undang merk no. 15 tahun 2001 memberikan definisi tentang merek dalam pasal 1 angka 1 sebagai berikut, yaitu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.4

2 Mr. Tirtaamidjaya, Pokok-pokok

Hukum Perniagaan, Djambatan, Jakarta, 1962, hal. 80.

3 H.Ok. Saidin, Aspek Hukum Hak

Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Cetakan ke-3 Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal : 345.

(5)

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember 2012

5

Di dalam undang-undang merek No. 15 tahun 2001 pasal 1 khususnya angka 2 dan 3 juga diatur tentang jenis-jenis merek yaitu :

1. Merek dagang

Adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis lainnya.

2. Merek jasa

Adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan jasa-jasa lainnya yang sejenis.5

Pada dasarnya kelas barang atau jasa adalah kelompok jenis barang atau jasa yang mempunyai, persamaan dalam sifat, cara pembuatan dan tujuan penggunaannya. Prinsipnya suatu permohonan pendaftaran bagi suatu barang atau jasa tertentu hanya dapat diajukan untuk satu (1) kelas apakah itu termasuk kelas barang atau jasa. Khusus untuk merek kolektif sebenarnya tidak dapat dikatakan jenis merk yang baru, oleh karena merek kolektif ini sebenarnya juga terdiri dari merek dagang dan Negara Tahun 2001 No. 110, Undang-Undang No. 15 Tahun 2001, Tentang Merek, Jakarta, 1 Agustus 2001, Bagian “Menimbang” Butir a.

5 Republik Indonesia, Lembaran

Negara Tahun 2001, Undang-undang merek No. 15, Op. Cit, Pasal 1 Angka 2 dan 3.

jasa. Hanya saja merek kolektif pemakaiannya secara kolektif. Merek kolektif merupakan merek dari suatu perkumpulan atau asosiasi, umumnya asosiasi dari para produsen, atau dari para pedagang dalam barang-barang yang dihasilkan atau barang-barang dan jasa yang mempunyai ciri-ciri umum tertentu.

Menurut Prof. Sudargo Gautama bahwa tanda-tanda yang diperkenalkan dengan istilah merek kolektif ini bukan berfungsi untuk membedakan barang-barang atau jasa-jasa dari suatu perusahaan terhadap perusahaan lain. Tetapi lebih dipakai untuk membedakan asal-usul geografis atau karakteristik yang berbeda pada barang-barang atau jasa-jasa dari perusahaan-perusahaan yang berbeda, tetapi memakai merek sama secara kolektif di bawah pengawasan dari yang berhak6

Pengertian merek kolektif juga tercantum dalam pasal 1 angka 4 undang-undang merek no. 15 tahun 2001, yaitu merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang dan atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.7 Dengan melihat arti kata merek

6 Sudargo Gautama, Hukum Merek

Indonesia, Cetakan ke-2, Alumni, Bandung 1986, Hal: 141-142.

7 Republik Indonesia, Lembaran

Negara Tahun 2001, Undang-Undang merek No. 15, Op. Cit, Pasal 1 angka 4.

(6)

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember 2012

6

dan objek yang dilindungi oleh undang-undang merek no. 15 tahun 2001, maka dapatlah ditarik suara garis besar fungsi dari pada merek tersebut yaitu untuk membedakan barang atau produksi 1 (satu) perusahaan dengan barang atau jasa produksi perusahaan lain yang sejenis. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa merek adalah tanda pengenal asal barang dan jasa, sekaligus berfungsi untuk menghubungkan barang dan jasa yang bersangkutan dengan produsennya, hal itu menggambarkan bahwa jaminan kepribadian (individuality) dan reputasi barang ataupun jasa hasil produksi suatu usaha perusahaan tertentu pada merek yang diperdagangkan tanpa menghilangkan kualitas mutunya. Merek juga memberikan jaminan nilai atau kualitas dari barang dan jasa yang bersangkutan. Hal itu tidak hanya berguna bagi produsen pemilik merek tersebut, tetapi juga memberikan perlindungan dan jaminan mutu barang kepada konsumen. Selanjutnya, merek juga berfungsi sebagai sarana promosi dan reklame bagi produsen atau

pengusaha-pengusaha yang

memperdagangkan barang atau jasa. Merek juga sebagai simbol dimana pihak pemilik merek tersebut memperluas pasarannya, di sini berarti bahwa “good will” atas suatu merek adalah sesuatu yang tidak ternilai harganya.

Menurut Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah selain fungsi merek berfungsi untuk membedakan barang atau

produksi 1 (satu) perusahaan dengan barang apa saja perusahaan lainnya. Merek juga berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan industri dan perdagangan yang sehat dan menguntungkan bagi semua pihak.8

Dari keterangan tersebut di atas, maka dapatlah ditarik beberapa fungsi merek secara umum, yaitu sebagai berikut : 1. Sebagai “tanda pengenal”

Sejak jaman dahulu, telah menjadi kelaziman bagi para pembuat dan penjual barang untuk membubuhi barang-barang buatannya sendiri atau barang-barang dagangannya dengan pengenal itu menghubungkan barang yang bersangkutan dengan produsennya dan memungkinkan pembuat atau pedagang barang itu untuk menyatakan bahwa barang-barang yang diperdagangkan di pasaran itu adalah barang hasil usahanya. Pada waktu sekarang, sesuai dengan perkembangan industri dan perdagangan yang makin meluas, tanda-tanda tersebut yang oleh umum dikenal sebagai merek dagang atau cap dagang tidak hanya digunakan sebagai tanda pengenal, tetapi juga mempunyai fungsi-fungsi lain yang lebih penting bagi para produsen dan pedagang, yaitu sebagai “nama baik”, khususnya bagi barang-barang yang sudah

8

Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia), Edisi Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003. hal : 171.

(7)

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember 2012

7

terkenal dan laku di pasaran. 2. Sebagai “unsur pembeda” dan

“nama barang”

Jika pada mulanya nama perusahaan atau nama pabrik selalu dicantumkan pada barang-barang yang bersangkutan, maka lama-kelamaan makin banyak barang-barang yang beredar tanpa nama pabrik atau perusahaannya. Sebagai pengganti nama perusahaannya dipakai suatu lukisan atau perkataan suatu kombinasi dari kedua-duanya yang memberi “kepribadian” kepada barang-barang itu hingga dapat dibedakan dengan barang-barang serupa dari perusahaan lain. Lukisan perkataan atau kombinasi keduanya kemudian menjadi “nama” dari barang tersebut. Konsumen yang sudah mengenal nama barang tersebut karena pengalamannya sendiri atau karena informasi, akan teringat kepada “nama” tersebut pada saat ia membutuhkan jenis barang itu. “Nama barang” yang dimaksud tidak lain adalah “merek dagang” dari barang tersebut.

Selain sebagai tanda pengenal dan sebagai nama barang yang bersangkutan, merek juga dipakai untuk menjamin kualitas barangnya. Kualitas barang sudah tentu tergantung dari kemampuan dan sifat-sifat produsen yang menghasilkan barang itu dan dapat memuaskan atau kurang memuaskan para konsumen, akan tetapi merek juga dapat menjamin bahwa kualitas barangnya adalah seperti yang ditentukan oleh pembuat barang itu. Merek dapat memberi

kepercayaan kepada pembeli bahwa semua barang yang memakai merek itu mempunyai kualitas tetap dan sama seperti yang telah ditentukan oleh pabrik yang mengeluarkan barang itu, dan tidak diubah oleh orang lain. 3. Menggambarkan pihak-pihak

yang berkepentingan

Sehubungan dengan fungsi-fungsi merek di atas, merek terutama memenuhi kepentingan tiga golongan atau pihak :

a. Produsen (para pembuat barang), karena merek dapat memperluas kalangan pembeli atas barang-barangnya.

b. Para pedagang dan ekportir, karena merek memungkinkan para konsumen untuk memesan barang-barang tersebut melalui perantaraan mereka yang telah mengoper jaminan mengenai kualitas brangnya dari perusahaan yang membuat barang itu.

c. Para konsumen, karena merek tersebut melindungi mereka dari barang-barang palsu yang berkualitas rendah. Merek memberikan jaminan bahwa kualitas barang yang mereka konsumsi tidak berubah, setelah menikmati kualitas barang tersebut melalui pengalaman mengkonsumsi secara langsung. 4. Sebagai alat promosi barang

Kemajuan industri dan perdagangan sekarang ini, merek dagang memudahkan pembelian dan penawaran barang. Dengan bentuk yang singkat dan sugestif, suatu merek merupakan semboyan yang dengan mudah diingat ketika pembeli membutuhkan barang yang bersangkutan. Merek yang

(8)

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember 2012

8

dicantumkan dalam iklan, selebaran, kepala surat, sampul surat, daftar harga barang, papan nama perusahaan, bungkus barang dan sebagainya dapat menarik dan menambah pelanggan baru. Bersama dengan kemana barang-barang tersebut dipasarkan, barang-barang itu mempromosikan dirinya sendiri. Di jaman kemajuan industri seperti saat ini, merk merupakan langkah terbaik bagi para usahawan untuk memperluas kalangan konsumen sebagai pembeli barang-barangnya. Dalam suatu merek yang baik dan menarik, tersimpan suatu modal yang besar nilainya dan segala biaya untuk mengiklankan merek tersebut tidak akan sia-sia. Pengertian dan Fungsi Nama Perusahaan

Menurut Sudargo Gautama di dalam banyak perundang-undangan tentang merek, beliau memberikan pembedaan umumnya pada apa yang dinamakan merek perusahaan (manufacturer’s mark) yaitu merek-merek dari seorang produsen yang membedakan benda-bendanya, hasil produksinya dan dijual olehnya ini dengan merek-merek yang dipakai dalam perdagangan (merek perniagaan). Dengan istilah yang terakhir ini diartikan merek-merek yang membedakan barang dari suatu pedagang yang tidak memproduksinya sendiri dari pada barang-barang yang dijual oleh orang lain.9

9

Sudargo Gautama, Hukum Merek Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,

Pembedaan definisi daripada merek perusahaan (factory mark) dan merek perniagaan (trade

mark) sesungguhnya

menunjukkan pada perusahaan manakah yang menggunakan merk yang bersangkutan yaitu di satu sisi yang disebut pabrik (factory) ataukah perusahaan dagang (trade enterprises) yang memperdagangkan barang-barang dengan merek bersangkutan di lain pihak. Dari beberapa pengertian dan perbedaan yang telah dijabarkan di atas, maka penulis dapat mengambil pengertian sebagai berikut :

1. Merek perusahaan

Adalah merek yang digunakan untuk membedakan barang-barang hasil dari suatu pabrik (perusahaan), baik barang tersebut merupakan hasil produknya sendiri ataupun merupakan hasil produk perusahaan lain

2. Merek perniagaan

Adalah merek untuk membedakan barang-barang dagang seseorang, barang-barang perniagaan (trade) dengan kata lain merek perniagaan ini digunakan oleh suatu peruahaan dagang (trade enterprise).

Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas (selanjutnya ditulis dengan UUPT) nomor 1 tahun 1995 pasal 13 angka 4 disebutkan tentang pemakaian nama perseroan atau PT sebagai berikut;

“Ketentuan mengenai pemakaian nama perseroan diatur lebih lanjut dengan Peraturan 1989, hal: 23.

(9)

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember 2012

9

Pemerintah.”10

Definisi yang diberikan dalam UUPT nomor 1 tahun 1995 sangatlah singkat, sehingga tidak dapat ditemukan suatu definisi dari nama perusahaan secara jelas, rinci dan pasti.

Hendaknya perlu juga dilakukan pengkajian definisi yang diberikan dalam Peraturan Pemerintah seperti yang disebutkan dalam pasal 13 angka 4 UUPT yang bersangkutan. Dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah nomor 26 tahun 1998 tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas, pasal 1 angka 1;“nama perseroan, adalah nama diri perseroan yang bersangkutan”.11

Sebenarnya ketentuan kriteria mengenai pemakaian nama perusahaan telah ditentukan dalam pasal 36 KUHD sebagai berikut, “bahwa nama PT harus mencerminkan tujuan perusahaannya dan tidak boleh memakai nama salah seorang atau lebih perseronya”12

Bila dicermati, KUHD sendiri ternyata tidak memberikan definisi dari nama perusahaan itu sendiri secara mendasar, namun KUHD berusaha untuk

10 Republik Indonesia, Lembaran

Negara Tahun 1995 No. 13, Undang-Undang No. 1 Tahun 1995, Tentang Perseroan Terbatas, Jakarta, 7 Maret 1995,

Pasal 13 angka 4.

11 Peraturan Pemerintah nomor 26

tahun 1998 tentang Pemakaian Nama

Perseroan Terbatas pasal 1 angka1.

12 Anisitus Amanat, 1997,

Pembahasan Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 1 Tahun 1995 & Penerapannya Dalam Akta Notaris, Raja

Grafindo, Jakarta, Hal.25

memberikan suatu kriteria yang dapat diberikan sebagai masukan untuk memberikan definisi bagi nama perusahaan.

Nama perusahaan

membedakan antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain, dengan nama itulah suatu perusahaan akan dipribadikan sebagai perusahaan tertentu yang berbeda dengan perusahaan lainnya yang sejenis.13 Dalam hal ini bedanya dengan merek adalah, jika merek digunakan untuk membedakan antara barang atau jasa sejenis yang diperdagangkan, tetapi untuk nama perusahaan digunakan untuk membedakan antara suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya yang bergerak pada bidang yang sama atau sejenis.

Sudargo Gautama sendiri mengemukakan pendapatnya tentang nama perseroan atau

nama perusahaan

(manufacturer’s), dengan mengatakan bahwa,

“pada umumnya apa yang dinamakan dengan nama perusahaan atau nama perseroan (manufacturer’s mark) adalah nama daripada seorang produsen atau suatu perusahaan yang memiliki fungsi untuk membedakannya dengan nama-nama perusahaan lainnya dalam usaha di bidang perdagangan (perniagaan).”14

13

H.M.N. Purwosutjipto, 1985,

Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 1 (pengertian dasar hukum dagang),

Djambatan, Jakarta, Cetakan ke-5, Hal.80

14

Sudargo Gautama, 1989, Hukum Merek Indonesia, Citra Aditya

(10)

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember 2012

10

Dan dalam UUPT yang terbaru saat ini, yakni undang-undang nomor 40 tahun 2007 sama sekali tidak di jabarkan definisi dari pada nama perusahaan tersebut. Namun dalam pasal 16 dimuat ketentuan sebagai berikut, bahwa;

(1) Perseroan tidak boleh memakai nama yang:

a. telah dipakai secara sah oleh Perseroan lain atau sama pada pokoknya dengan nama Perseroan lain;

b. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan; c. sama atau mirip dengan nama

lembaga negara, lembaga pemerintah, atau lembaga internasional, kecuali mendapat izin dari yang bersangkutan; d. tidak sesuai dengan maksud

dan tujuan, serta kegiatan usaha, atau menunjukkan maksud dan tujuan Perseroan saja tanpa nama diri;

e. terdiri atas angka atau rangkaian angka, huruf atau rangkaian huruf yang tidak membentuk kata; atau

f. mempunyai arti sebagai Perseroan, badan hukum, atau persekutuan perdata.

(2) Nama Perseroan harus didahului dengan frase “Perseroan Terbatas” atau disingkat “PT”.

(3) Dalam hal Perseroan Terbuka selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pada akhir nama Perseroan ditambah kata singkatan “Tbk”.

(4) Ketentuan lebih lanjut

Bakti, Bandung, Hal:23

mengenai tata cara pemakaian nama Perseroan diatur dengan Peraturan Pemerintah.15

Dari beberapa definitif atas nama perusahaan diatas, kiranya dapatlah ditarik suatu kesimpulan, bahwa fungsi dari nama perusahaan adalah sebagai berikut;

1. Bagi konsumen

Reputasi atau good will dalam dunia perdagangan juga dipandang dari nama perusahaan tersebut sebagai salah satu kunci yang sangat menentukan bagi sukses atau tidaknya usaha yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Dalam hal ini termasuk nama perusahaan (nama toko swalayan) itu sangat berpengaruh terhadap prospek bisnis yang dijalankan, terutama dalam hal untuk menarik minat konsumen. Banyak pengusaha khususnya pemilik nama perusahaan tersebut berlomba-lomba untuk memupuk atau menjaga reputasi nama perusahaannya dengan cara menjaga kualitas produk yang dihasilkan oleh perusahaannya ataupun menjaga kualitas produk barang yang dijualnya, selain itu perusahaan juga memberikan suatu pelayanan yang sebaik-baiknya kepada setiap konsumen yang mengkonsumsi atau membeli produk barang yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut.

Dalam Common Law System yang juga dianut oleh Negara

15 Republik Indonesia, Lembaran

Negara Tahun 2007 No. 106, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, Tentang Perseroan Terbatas,

(11)

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember 2012

11

Republik Indonesia dikenal dengan prinsip passing off, yang mempunyai arti perlindungan hukum yang akan diberikan kepada suatu merek atau nama perusahaan, karena nilai dari reputasi nama perusahaan juga merupakan aset yang berharga dari perusahaan itu sendiri. Dengan adanya perlindungan hukum ini maka para pesaing di dunia usaha maupun bisnis tidak berhak untuk memakai merek, huruf-huruf, kemasan, citra produk dari produk barang atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan lain yang merupakan saingannya ataupun rivalnya dalam bidang usaha yang sama. Menurut Sujud Margono dan Amir Angkasa, passing off mencegah pihak lain untuk melakukan beberapa hal, yaitu :

a. Menyajikan barang atau jasa seolah-olah barang atau jasa tersebut milik orang lain. b. Menjalankan produk atau

jasanya seolah-olah mempunyai hubungan dengan barang atau jasa milik orang lain.16

Sementara itu nama perusahaan juga memiliki beberapa fungsi yang sangat berpengaruh baik bagi konsumennya maupun bagi perusahaan itu sendiri, yaitu untuk melindungi setiap konsumen yang berbelanja di perusahaan atau dalam hal ini toko swalayan tersebut agar terhindar dari dampak yang dapat menyesatkan serta membingungkan pihak konsumen bahwa seolah-olah mereka telah

16 Sujud Margono dan Amir

Angkasa, Komersialisasi Asset Intelektual Aspek Hukum Bisnis, Gramedia Widia Sarana Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 160.

berbelanja di satu tempat yang sama, dalam hal ini perusahaan (toko swalayan) yang sama.

2. Bagi perusahaan

a. Untuk menghindari praktek pemboncengan reputasi (action for passing off) yang dapat merugikan pihak perusahaan (toko swalayan) yang terlebih dahulu mempunyai reputasi (goodwill) yang baik di masyarakat. Hal ini selain merugikan secara materiil juga imateriil bagi suatu perusahaan (toko swalayan) yang telah dibangun selama beberapa waktu.

b. Nama perusahaanpun berfungsi sebagai suatu merek yang dapat menjadi kekayaan komersial yang sangat luar biasa dan sangat berharga serta seringkali nama perusahaan (nama toko swalayan) lebih berharga daripada aset perusahaan yang berwujud, misalnya mobil, tanah, bangunan, mesin-mesin dan perlengkapan kantor. Nilai tersebut merupakan bagian dari benefit atau keuntungan dari nama baik, reputasi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan bisnis, maka itu sangatlah penting atau diperlukan suatu eksistensi bisnis nama perusahaan yang tetap yang sesuai dengan reputasi bisnisnya. Kebutuhan akan halnya perlindungan terhadap merek atau nama perusahaan juga sangat diperlukan terlebih karena pada saat ini banyak terdapat kerugian yang dialami oleh pemilik merek yang asli atau pemilik nama perusahaan yang asli, baik kerugian berupa materiil

(12)

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember 2012

12

ataupun imateriil, di samping kerugian materiil atau imateriil juga terdapat kerugian secara langsung, misalnya omzet dan barang yang beredar menurun juga terdapat kerugian berupa reputasi, nama baik, citra, image, yang khas dari nama perusahaan tersebut jika barang atau jasa yang dijual atau diproduksinya ditiru kualitasnya jauh dibawah produk yang aslinya. Selanjutnya disamping akan kehilangan konsumen, konsumen yang menjadi pelanggan tetap bagi perusahaan tersebut tidak akan percaya lagi pada produk yang dijual atau dihasilkan oleh perusahaan karena banyaknya produk yang beredar, sehingga para konsumen sendiri tidak dapat membedakannya atau dapat membingungkan setiap konsumen yang membeli produk barang atau jasa dari perusahaan tersebut.

2. Pengaturan Merek dan Nama Perusahaan

Pengaturan Merek

Di Indonesia, merek diatur dalam undang-undang nomor 15 tahun 2001. Undang-undang ini mulai berlaku sejak diundangkannya pada tanggal 1 Agustus 2001. Jauh sebelum diundangkannya undang-undang ini, pernah diberlakukan Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997. Sementara itu institusi yang berkaitan dengan perlindungan merek terutama adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah naungan Departemen Hukum dan Hak

Asasi Manusia.

Sebagai bagian dari masyarakat internasional, pengaturan merek secara nasional tidak dapat dilepaskan dari pengaturan secara internasional yang pada prinsipnya negara Indonesia juga telah menyepakati untuk terikat atasnya. Pengaturan tersebut secara singkat diuraikan sebagai berikut;

a. Pengaturan Merek sebagai Bagian dari Hak Atas Kekayaan Internasional (HAKI) secara Iternasional. 1) Agreement Establishing the

World Trade Organization: Annex 1C Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS)-diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1994 tentang Ratifikasi atas of Agreement Establishing the World Trade Organization.

Pada tahun 1980-an, Amerika Serikat dan negara-negara industri lainnya telah berhasil untuk mendorong dimasukkannya HAKI dalam negosiasi perdagangan multilateral dalam Putaran Uruguay Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) of 1994 memuat pengaturan untuk menetapkan standar bagi perlindungan HAKI dan penegakkannya oleh negara-negara dalam batas-batas wilayahnya.

TRIPs secara

administratif dikelola oleh

(13)

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember 2012

13

Organization (WTO) yang dibentuk pada tahun 1994 dengan kesepakatan negara-negara dalam Putaran Uruguay. 2) Pengaturan Internasional Lainnya Perjanjian Internasional yang pertama kali mengatur HAKI adalah the Paris Convention for the Protection of Industrial Property (secara administratif dikelola oleh the Paris Union for the Protection of Industrial Property) dan the Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works (khusus mengatur tentang hak cipta), yang dibentuk pada tahun 1980-an dan telah diperbarui beberapa kali. Keduanya dikelola secara administratif oleh the World Intellectual Property Organization (WIPO), sebuah badan PBB yang terbentuk pada tahun 1967. Paris Convention (1883), direvisi di Brussel (1900), Washington (1911), Den Haag (1925), London (1934), Lisbon (1985), dan Stockholm (1967) dan diamandemen tahun 1979 (Paris Union), yang mana substansinya mensyaratkan para

anggotanya untuk

memberlakukan national treatment, (yaitu bahwa perlakuan yang sama diterapkan bagi warga negara dari negara-negara anggota sebagaimana perlakuan yang diberikan kepada warga negara dari negara yang bersangkutan) bagi orang asing dalam pemberian hak atas paten

dan merek dan membentuk hak prioritas (rights of priority) yang memungkinkan mereka yang telah mengajukan pendaftaran paten dan merek di suatu negara untuk menggunakan tanggal pengajuan tersebut dalam pengajuan pendaftarannya di negara anggota yang lain dalam satu tahun.

Indonesia juga telah meratifikasi Trademark Law Treaty, Geneva, October 27, 1994, pada tanggal 5 Juni 1997 dan perjanjian ini mulai berlaku pada tanggal 5 September 1997.

Disamping itu , telah disepakati pula Madrid Agreement Concerning the International Regristation of Marks of 1891, di revisi di Brussel (1900), Washington (1911), Den Haag (1925), London (1934), Nice (1957), dan Stockholm (1967) dan diamandemen pada tahun 1979 dan Protocol Relating to the Madrid Agreement Concerning the International Regristation of Marks of 1989. b. Institusi Internasional dalam

Bidang Merek

Institusi internasional dalam bidang merek adalah sebagai berikut;

1) Word Trade Organizaton (WTO)

2).World Intellectual Property Organization (WIPO), dan Indonesia telah menjadi anggotanya sejak tahunggal 18 Desember 1970.

WTO dan WIPO telah menyepakati inisiatif bersama untuk kerjasama teknis bagi negara-negara berkembang. Tujuan kerjasama tersebut adalah

(14)

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember 2012

14

untuk membantu negara-negara berkembang anggota WTO memenuhi kewajibannya dan menyesuaikan dengan TRIPs. Proses ini melibatkan penyesuaian ketentuan-ketentuan mengenai hak cipta, paten, merek, dan bidang HAKI lainnya yang diatur dalam TRIPs. Dengan cara menyediakan penegakkan hukum yang efektif untuk menghadapi pembajakan, pemalsuan, dan pelanggaran-pelanggaran lain di bidang HAKI. Bentuk daripada kerjasama tersebut adalah dengan mempersiapkan pembuatan perundang-undangan, pelatihan, pembentukan institusi, modernisasi sistem, dan penegakkan HAKI.

Pengaturan Nama Perusahaan Di dalam ketentuan perundang-undangan Indonesia, khususnya dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 1 Tahun 1995 yang diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, nama perusahaan sendiri belum diatur secara spesifik, demikian pula penggunaan merek untuk nama perusahaan juga tidak diatur dalam Undang-Undang merek. Yang mana dalam Peraturan Pelaksanaannya atau yang lebih dikenal dengan Peraturan Pemerintah nomor 26 tahun 1998 tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas disebutkan bahwa“nama perseroan, adalah nama diri perseroan yang bersangkutan”, tanpa menyebutkan definitifnya secara spesifik. Permasalahan suatu nama perusahaan (khususnya nama toko swalayan) dapat tidaknya dimasukkan

dalam lingkup perlindungan merek masih kotroversial, hal ini disebabkan karena tidak adanya kepastian tentang ketentuan mengenai nama perusahaan tersebut termasuk dalam kelas barang atau jasa. Namun bila diteliti lebih lanjut, nama perusahaan (khususnya nama toko swalayan) tersebut erat kaitannya dengan usaha dagang yang mana usaha dagang tersebut lebih cenderung bergerak dibidang pelayanan khususnya untuk para pelanggannya atau konsumennya, hal ini berarti menawarkan suatu jasa bagi masyarakat atau konsumennya. Persoalan muncul ketika terdapat kemiripan nama perusahaan (khususnya nama toko swalayan),

khususnya dalam

pengucapannya, sekalipun jika dilihat secara fisik maupun unsur-unsur (warna, huruf, arti kata) yang terdapat atau terkandung didalam nama perusahaan tersebut sangatlah berbeda. Dan hingga detik ini belum juga dirancang undang-undang yang mengatur secara khusus tentang nama perusahaan tersebut.

3. Bentuk perlindungan hukum terhadap nama perusahaan (nama toko swalayan) yang tidak termasuk dalam kelas barang atau jasa dan kriteria-kriteria yang dapat digunakan dalam undang-undang merek No. 15 Tahun 2001 untuk memasukkan nama perusahaan (nama toko swalayan) ke dalam lingkup kekayaan intelektual.

Nama perusahaan (nama toko swalayan) merupakan hak yang tidak berwujud yang dimiliki oleh setiap

(15)

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember 2012

15

perusahaan dalam hal ini toko swalayan, yang mana nama perusahaan (nama toko swalayan) tersebut juga sangat mempengaruhi reputasi, good will daripada perusahaan (nama toko swalayan) itu sendiri di mata para konsumennya. Sebagai contoh kasus yang konkret yang pernah terjadi dalam masyarakat yaitu : seorang pemilik perusahaan (nama toko swalayan) dengan nama “bilka” yang telah terdaftar di Kantor Direktorat Jenderal Merek Departemen Kehakiman Republik Indonesia dengan nomor 335270 tanggal 22 Mei 1995, disamping itu telah didaftarkan merek atau nama perusahaan dengan nama “bilka” yang mendapat nomor 218542 pada tanggal 23 September 1986 atas nama pemilik Anton Berhithoe yang bergerak di bidang usaha Supermarket dengan lokasi di Jalan Ngagel Jaya Selatan Nomor 103 Surabaya yang mulai berdiri sejak tahun 1997 dengan menggunakan nama perusahaan yang berunsur sebagai berikut :

1. Tulisan kata bilka 2. Warna dasar papan putih 3. Tulisan bilka dengan warna

biru

4. Pada huruf I pada susunan kata bilka ada titik berbentuk daun waru warna merah 5. Bilka merupakan akronim

dari “Bila Kangen”

Melakukan suatu gugatan terhadap perusahaan (toko swalayan) yang juga bergerak pada usaha perdagangan yang sama.

Yang mana perusahaan ( toko swalayan) yang digugat tersebut menggunakan nama (nama toko swalayan) yang hampir mirip dalam hal pengucapannya dengan nama

perusahaan (toko swalayan) “bilka” tersebut. Nama perusahaan (nama toko swalayan) tersebut digunakan oleh orang lain secara tanpa hak yaitu menggunakan nama perusahaan (nama toko swalayan) yang pokok pengucapannya sama dengan nama “BELKA” yang mana perusahaan “BELKA” tersebut ternyata belum terdaftar pada Kantor Direktorat Jendral Merek akan tetapi telah menjalankan usahanya karena telah memperoleh SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan) dari department perdagangan.

Dalam hal ini perusahaan (toko swalayan) “Bilka” merasa dirugikan oleh perusahaan (toko swalayan) “BELKA” yang mempunyai persamaan bunyi pengucapannya terutama karena disebabkan para konsumen tetap perusahaan (toko swalayan) “bilka” merasa rancu dengan adanya perusahaan (toko swalayan) “BELKA” tersebut, selain itu pemilik perusahaan (toko swalayan) “bilka” juga merasa bahwa perusahaan (toko swalayan) “BELKA” telah mengakibatkan kerugian moril maupun materiil apalagi kedua perusahaan (toko swalayan) tersebut bergerak pada bidang yang sama yaitu di bidang jasa pasar swalayan/ supermarket yang notabenenya menjual barang-barang keperluan rumah tangga dan alat-alat dapur, akan tetapi kedua perusahaan (toko swalayan) tersebut sama-sama tidak memproduksi atau menghasilkan barang yang berarti bahwa kedua perusahaan (nama toko swalayan) tersebut hanya menempelkan logo harga pada setiap produk barang yang dijual dan kedua perusahaan tersebut juga sama-sama bergerak di bidang penerimaan jasa penjualan barang atau jasa saja tanpa

(16)

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember 2012

16

memproduksi barang ataupun jasa. Sementara itu tanpa melihat unsur-unsur yang terdapat pada nama perusahaan (nama toko swalayan) “BELKA” yang terdiri dari :

1.Tulisan kata BELKA 2.Warna dasar papan kuning 3.Tulisan BELKA dengan

huruf besar semua dan warna biru

4.BELKA merupakan akronim dari “Belanja Keluarga” Pemilik perusahaan (nama toko swalayan) “Bilka” melakukan gugatan terhadap pemilik perusahaan (nama toko swalayan) “BELKA” yang berlokasi di jalan KH. Agus Salim No. 11 Tulungagung dengan alasan persamaan pengucapan dapat menyebabkan kebingungan pada para konsumen sehingga mengakibatkan para konsumen terpedaya tentang jasa swalayan serta dapat merugikan pemilik nama perusahaan (nama toko swalayan) yang sebenarnya dalam hal ini berarti bahwa perusahaan (toko swalayan) “BELKA” telah melakukan tindakan pelanggaran berupa pemboncengan reputasi (action for passing of) yang dapat menyebabkan persaingan tidak sehat dalam dunia usaha perdagangan.

Namun dalam Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 417/Pid/B/1997 ternyata menyatakan bahwa terdakwa I Tanto Sinawang dan terdakwa II Handy Hank Dasse dalam hal ini selaku pemilik perusahaan (nama toko swalayan) “BELKA” tidak terbukti sah menurut hukum melakukan perbuatan yang seperti didakwakan oleh penggugat pemilik perusahaan (nama toko swalayan) “bilka”. Hal ini disebabkan karena pihak penggugat dalam hal ini pemilik

nama perusahaan (nama toko swalayan) “bilka” mengajukan gugatan dengan landasan persamaan pada bunyi pengucapan yang terdapat pada kedua nama perusahaan (nama toko swalayan) tersebut tanpa terlebih dahulu melihat masing-masing unsur yang dimuat didalam nama perusahaan (nama toko swalayan) “BELKA” tersebut, selain itu ternyata juga tidak terbukti bahwa banyak konsumen perusahaan (toko swalayan) “bilka” yang lari ke perusahaan (toko swalayan) “BELKA”, ini berarti bahwa persaingan tidak sehat tidak terbukti dalam kasus ini.

Dalam hal seperti kasus yang telah dijabarkan diatas pada intinya hanya terdapat satu persamaan yang paling mencolok, yaitu persamaan pengucapan pada kata “bilka” dan kata “BELKA”. Hal ini berarti bahwa persamaannya terletak pada persamaan pada pokoknya, yang mana seperti disebutkan pada ketentuan pasal 91 Undang-undang Merek nomor 15 tahun 2001, bahwa “ Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan atau jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,- (Delapan ratus juta rupiah)”. 17

Dalam hal ini pemilik merek atau nama perusahaan (nama toko swalayan) yang sesungguhnya atau yang asli dapat melaporkan adanya tindakan peniruan merek atau

17 Republik Indonesia, Lembaran Negara

Tahun 2001, UU No. 15, Jakarta, Op.Cit, Pasal 91

(17)

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember 2012

17

nama perusahaan (nama toko swalayan) tersebut, yang notabenenya adalah adanya persamaan pada pokoknya dengan dasar pasal 91 Undang-undang Merek nomor 15 tahun 2001 tersebut. Disini pemilik merek atau nama perusahaan (nama toko swalayan) yang asli selain dapat menuntut pelaku tindakan peniruan merek atau nama perusahaan (nama toko swalayan) dengan sanksi pidana dapat juga pemilik merek atau nama perusahaan (nama toko swalayan) menuntut ganti rugi secara perdata sesuai dengan ketentuan yang telah disebutkan dalam pasal 91 Undang-undang merek nomor 15 tahun 2001 karena tindakan peniruan tersebut dirasakan sangat merugikannya baik secara materiil maupun non materiil.

Namun menurut M. Yahya Harahap, “Batasan daripada klasifikasi merek jasa tersebut sering tumpang tindih (overlap) bila ditinjau dari segi aktivitas antara jasa yang satu dengan yang lainnya dan seolah-olah klasifikasi jasa belum mampu secara jelas menempatkan perbedaan antara yang lain.18

Kriteria penentuan atau penaksiran tentang sama pada pokoknya itu tidak dapat dipandang atau dinilai sebagai atau satu sektor pada logo atau nama yang terdapat pada nama perusahaan (nama toko swalayan) yang telah didaftarkan, tetapi juga harus dilihat dan dinilai dari keseluruhan nama perusahaan (nama toko swalayan) atau logo

18 M. Yahya Harahap, SH. Tinjauan Merek

Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 1992, Citra Aditya Bakti, Bandung. 1996, hal 243

yang dipakai, baik dari unsur huruf, susunan kata, warna serta bentuknya. Nama “BELKA” dan “bilka” jelas tidak sama baik huruf, tatanan huruf, maupun bentuk hurufnya bila dicermati pada logo secara keseluruhan, namun bila diambil dari bunyi pengucapannya tanpa melihat fakta secara keseluruhan terdapat persamaan pada bunyi pengucapannya, oleh karena itu sebaiknya yang digunakan dalam memberikan suatu pedoman untuk melakukan pendaftaran suatu merek adalah

dengan mencantumkan

keseluruhan dari logo yang ada sehingga dapat dipastikan tidak memiliki persamaan dan dapat diterima untuk didaftarkan.

Berbicara mengenai mekanisme penegakan dan perlindungan hukum dibidang merek khususnya dibidang merek dalam hal ini nama perusahaan, dapatlah dilihat bahwa penegakan hukum perlu melibatkan beberapa komponen hukum, dimana komponen-komponen tersebut harus dijalankan secara terpadu agar penegakan yang diharapkan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Komponen-komponen tersebut dapat meliputi: 1.Aparat penegak hukum

Dalam Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001, masalah penegakan hukum ini juga telah dicantumkan pada pasal 89, yaitu : “Selain penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Direktorat Jenderal, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan

(18)

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember 2012

18

penyidikan tindak pidana di bidang merek”19

2. Perundang-undangan yang ada atau berlaku

Dalam hal ini berarti bahwa Undang-Undang Merek khususnya, haruslah mampu memberikan suatu definisi yang pasti mengenai unsur-unsur yang dapat dikategorikan dalam lingkup merek khususnya terhadap nama perusahaan itu. Selama ini dapat diartikan bahwa nama perusahaan (nama toko swalayan) itu bukanlah merek, karena dalam Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001 hanya menyebutkan bahwa merek adalah untuk barang dan jasa, undang-undang merek tidak menyebut secara tegas bahwa nama toko termasuk di dalamnya. Terlebih apabila mencermati Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1993 mengenai daftar kelas barang dan jasa. Khususnya kelas 42, maka nama toko swalayan tidak dapat dimasukkan dalam kelas jasa, hal ini disebabkan karena jasa itu dijual sedangkan toko yang dijual adalah barang dagangannya dengan kata lain toko merupakan tempat atau sarana untuk berdagang dan mencari untung. Oleh karena itu ada baiknya bila undang-undang merek juga mencantumkan secara jelas mengenai unsur-unsur yang harus dimuat pada pembuatan suatu merek. Sehingga kepastian hukum undang-undang merek dapat tersirat.

19 Republik Indonesia, Lembaran Negara

Tahun 2001, UU No. 15, Jakarta, Op.Cit, Pasal 89

3. Masyarakat atau konsumen itu sendiri.

Peran masyarakat atau konsumen itu sendiri juga sangat diperlukan dalam proses penegakan hukum atau perlindungan hukum bagi pemilik merek atau nama perusahaan, khususnya dari segi informasi, bila terjadi pelanggaran pemboncengan reputasi (action for passing off) karena konsumen juga merupakan aset kekayaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan atau toko swalayan secara langsung, sebab berjalan atau tidaknya suatu perusahaan (nama toko swalayan) juga tergantung daripada banyak sedikitnya konsumen yang berbelanja atau membeli barang atau jasa pada perusahaan (nama toko swalayan) tersebut.

Dalam pasal 1 Undang-Undang Merek Nomor 5 Tahun 2001 huruf 1, 2 dan 3 dijelaskan bahwa merek itu melekat pada barang dan jasa yang diperdagangkan, akan tetapi pada kasus yang telah dikemukakan di depan jelaslah bahwa toko swalayan “BELKA” hanya menjual barang yang tidak diproduksinya sendiri dengan memberikan cap atau melekatkan cap nama “BELKA” terhadap setiap barang yang diperdagangkan, ini berarti bahwa logo “BELKA” bukan merupakan merek dari pada barang atau jasa yang diperdagangkan tersebut. Pada barang-barang tersebut hanya ditempati label harga dengan logo “BELKA” yang berarti bahwa barang-barang yang

(19)

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember 2012

19

diperdagangkan tersebut memiliki merek sendiri-sendiri.

Dalam kasus tersebut didepan dapatlah disimpulkan bahwa Anton Berhithoe selaku pemilik toko swalayan “BILKA” merasa tersaingi dengan adanya toko swalayan “BELKA” di kota Tulungagung, dan pemilik toko swalayan “bilka” tersebut merasa akan rugi seandainya berekspansi atau memperluas cabang di kota Tulungagung, dari keterangan tersebut jelas dan nyata bahwa tendensinya adalah monopoli karena takut kalah bersaing, padahal dalam undang-undang merek nomor 15 tahun 2001 hakekatnya bukan monopoli, tetapi perlindungan masyarakat konsumen agar tidak terperosok membeli barang palsu yang sebenarnya bukan dihasilkan oleh perusahaan pemilik merek yang sesungguhnya.

Bentuk perlindungan hukum terhadap nama perusahaan (nama toko swalayan) yang tidak termasuk dalam kelas barang atau jasa

Dalam Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001 menggunakan sistem konstitutif yang lebih memberikan jaminan kepastian hukum bagi pendaftar merek, ataupun pemilik nama perusahaan dan hal ini juga berakibat pada peran kantor merek untuk menjadi lebih aktif di dalam melakukan suatu penilaian atau pengujian tentang dapat tidaknya suatu merek atau nama perusahaan tersebut didaftar dalam suatu permohonan pendaftaran merek. Dalam sistem konstitutif yang dianut oleh Undang-Undang Merek No. 15

Tahun 2001 apabila terjadi suatu sengketa merek, seperti contoh kasus yang telah dikemukakan di depan, maka keaktifan penilaian atau pengujian ini pada akhirnya diserahkan pada aparat penegak hukum termasuk peranan hakim (pengadilan). Dengan demikian, sesuai dengan hukum positif yang berlaku sekarang sebagai “Filter” untuk penelitian tentang dapat atau tidaknya merek atau nama perusahaan untuk didaftar sudah sejak awal ditangani secara cermat oleh pihak administrasi atau pemerintah dalam hal ini adalah kantor merek untuk kemudian menimbulkan hal bagi pendaftar atau pemilik merek ataupun nama perusahaan yang sesungguhnya.

Adapun beberapa persyaratan yang diberikan oleh Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001 dalam mendaftarkan suatu merek antara lain, sebagai berikut:

1. Permintaan pendaftaran suatu merek diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia ke Kantor Direktorat Jenderal Merek.

2. Surat permintaan pendaftaran merek harus mencantumkan: a. Tanggal. bulan dan tahun

b. Nama lengkap,

kewarganegaraan dan alamat pemilik merek

c. Nama lengkap dan alamat kuasa apabila permintaan pendaftaran merek diajukan melalui kuasa.

d. Alamat yang dipilih di Indonesia, apabila pemilik merek bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia.

(20)

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember 2012

20

e. Macam warna, apabila merek

yang dimintakan

pendaftarannya menggunakan unsur warna.

f. Kelas serta jenis barang dan jasa bagi merek yang dimintakan pendaftarannya. g. Nama anggota dan tanggal

permintaan pendaftaran merek yang pertama kali, dalam hal permintaan pendaftaran diajukan dengan hak prioritas. 3. Surat permintaan pendaftaran

merek ditandatangani oleh pemilik merek atau kuasanya

kantor merek akan

mengumumkan merek tersebut selama 6 bulan.

Dikarenakan nama perusahaan (nama toko swalayan) itu tidak termasuk ke dalam kelas barang atau jasa seperti yang termasuk dalam Undang-Undang Merek, namun nama perusahaan (nama toko swalayan) itu juga termasuk salah satu dari aset kekayaan intelektual yang dimiliki oleh suatu perusahaan khususnya dalam hal ini toko swalayan yang menyangkut tentang reputasi, goodwil dimata masyarakat konsumen, maka sangatlah diperlukan perlindungan hukum yang akan diberikan oleh Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001 tersebut baik dalam bentuk perlindungan hukum yang sesuai dengan fungsi nama perusahaan tersebut ataupun perlindungan hukum bagi setiap pemilik nama perusahaan (nama toko swalayan) yang sesungguhnya atau yang asli. Perlindungan hukum tersebut dapat pula dengan cara mengacu pada persyaratan-persyaratan yang telah diberikan oleh Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001 terutama dalam hal

persyaratan pendaftaran merek yaitu antara lain, sebagai berikut :

1. Permintaan pendaftaran suatu nama perusahaan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia ke Kantor Direktorat Jenderal Merek.

2. Surat permintaan pendaftaran nama perusahaan harus mencantumkan:

a. Tanggal, bulan dan tahun

b. Nama lengkap,

kewarganegaraan dan alamat pemilik merek.

c. Nama lengkap dan alamat kuasa apabila nama perusahaan itu didaftarkan atau diajukan melalui kuasa.

d. Alamat yang jelas yang dipilih di Indonesia untuk mengoperasikan suatu usaha dengan menggunakan nama perusahaan yang telah didaftarkan di Kantor Merek.

e. Usaha yang jelas sesuai dengan nama perusahaan yang akan digunakan dalam menjalankan usaha tersebut.

f. Unsur-unsur yang terdapat pada nama perusahaan tersebut harus jelas, baik itu menyangkut unsur angka-angka, huruf-huruf, kombinasi warna, ataupun unsur-unsur lainnya yang terdapat didalam nama perusahaan tersebut.

g. Nama perusahaan yang akan didaftarkan tersebut harus jelas dimasukkan ke dalam kategori kelas barang atau jasa.

h. Nama negara dan tanggal permintaan pendaftaran nama perusahaan yang pertama kali dalam hal permintaan pendaftaran diajukan dengan hak prioritas.

(21)

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember 2012

21

perusahaan harus

ditandatangani oleh pemilik nama perusahan ataupun kuasanya.

Sedangkan syarat untuk dapat tidaknya suatu nama perusahaan untuk didaftar, Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 juga dapat memberikan suatu persyaratan yang mutlak dan harus dipenuhi yaitu sesuai dengan syarat untuk sebuah merek agar dapat didaftarkan dan diterima serta dipakai sebagai merek dagang. Syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah bahwa nama perusahaan tersebut harus mempunyai daya pembeda yang cukup, baik itu dari segi unsur-unsur yang akan dimasukkan dalam nama perusahaan tersebut ataupun fungsi maupun maksud yang jelas daripada pendaftaran tersebut, selain itu nama perusahaan yang dipakai haruslah sedemikian rupa, sehingga mempunyai cukup kekuatan untuk membedakan barang hasil produksi dari perusahaan lain atau barang yang hanya diberikan cap atau label, harga dari perusahaan tersebut.

Dengan memberikan

ketentuan-ketentuan ataupun persyaratan-persyaratan seperti tersebut di atas, maka hal itu diharapkan akan dapat memberikan suatu perlindungan hukum bagi setiap pemilik nama perusahaan (nama toko swalayan) yang masih belum pasti masuk ke dalam kelas barang atau jasa yang terdapat dalam ketentuan undang-undang merek No. 15 Tahun 2001.

Karena apabila ada suatu pelanggaran terhadap nama perusahan yang lebih terdaftar pada kantor merek, maka pemilik nama perusahaan (nama toko

swalayan) yang asli dapat mengajukan gugatan ganti rugi, sebagaimana diatur dalam pasal 76 Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001 ayat (1) dan ayat (2): (1) Pemilik mendaftarkan dapat

mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa:

a. Gugatan ganti rugi; dan/atau b. Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut. (2) Gugatan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diajukan kepada pengadilan negara.20

Besarnya ganti rugi yang akan diajukan oleh pemilik nama perusahaan yang asli ditentukan dengan dasar berkurangnya keuntungan yang diterima oleh perusahaan serta berdasarkan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemilik nama perusahaan yang asli.

Pemalsuan atau

pendomplengan nama perusahaan juga merupakan salah satu pelanggaran hukum, dimana perbuatan itu membawa kerugian terhadap orang lain. Menurut R. Subekti, dan R. Tjitrosudibio melanggar hukum adalah “Tiap perbuatan yang melanggar hukum, yang membawa kerugian terhadap orang lain, yang karena kesalahannya menerbitkan kerugian itu, diwajibkan

20 Republik Indonesia, Lembaran Negara

Tahun 2001, UU No. 15, Jakarta, Op.Cit, Pasal 76

(22)

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember 2012

22

untuk mengganti kerugian tersebut”21

Selain itu Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001 juga memberikan suatu ketentuan pidana bagi setiap pelanggar merek yaitu : (Pasal 90) “Barang siapa dengan sengaja dan

tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhan dengan merek terdaftar pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).

(Pasal 91) “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang pada pokoknya dengan merek terdaftar pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah)22

Dalam hal ini pelaku pemalsuan merek dapat dijatuhi pidana penjara, kurungan dan atau denda, yang ditentukan oleh pengadilan atau hakim. Di samping penjatuhan sanksi pidana juga dapat dilakukan penyitaan ataupun perampasan barang-barang hasil kejahatan dalam hal ini pelanggaran merek atau nama perusahaan tersebut.

▪ Kriteria-kriteria yang dapat digunakan dalam undang-undang merek No. 15 Tahun

21 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab

Undang-undang Hukum Perdata, Edisi revisi, Pradnya Paramitha, Bandung, 1989 pasal 1365

22 Republik Indonesia, Lembaran Negara

Tahun 2001, UU No. 15, Jakarta, Op.Cit, Pasal 90 & 91

2001 untuk memasukkan nama perusahaan (nama toko swalayan) ke dalam lingkup kekayaan intelektual.

Berbicara mengenai kriteria-kriteria yang dapat digunakan oleh Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001 untuk memasukkan nama perusahaan (nama toko swalayan) ke dalam lingkup kelas barang atau jasa, maka tidak lepas dari fungsi atau kebutuhan yang terdapat dalam nama perusahaan tersebut. Sebab fungsi ataupun kegunaan tersebutlah yang menjadi dasar untuk memasukkan suatu nama perusahaan ke dalam kelas barang atau jasa, sebagai contohnya apabila di dalam nama perusahaan tersebut terdapat kata-kata yang lebih menonjolkan kegiatannya dibidang memproduksi barang, maka dapat dipastikan bahwa perusahaan tersebut dapat dimasukkan kedalam kelas barang. Namun apabila nama perusahaan tersebut lebih menonjolkan usahanya dalam bidang melakukan suatu pelayanan bagi konsumen seperti menjual alat-alat kebutuhan rumah tangga atau sejenisnya, maka nama perusahaan tersebut dapat dimasukkan ke dalam kelas jasa.

Kriteria-kriteria yang diberikan oleh Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001 tersebut haruslah mengandung suatu kepastian agar tidak menimbulkan suatu kerancuan lagi bagi para konsumen khususnya bagi setiap pemilik nama perusahaan (nama toko swalayan) dalam

(23)

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember 2012

23

melakukan suatu pendaftaran pada Kantor Merek. Adapun kriteria-kriteria yang dapat digunakan oleh Kantor Merek sesuai Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001 tersebut adalah sebagai berikut: 1. Persamaan pada pokoknya

Hak atas nama perusahaan tidak hanya meliputi fungsi ataupun kegunaan dari pada nama perusahaan (nama toko swalayan) yang bersangkutan, tetapi juga nama perusahaan yang sma pada pokoknya (mirip) dengan nama perusahaan yang dipakai untuk barang-barang atau jasa-jasa sejenis, dimana persamaan tersebut tidak hanya pada persamaan fisik, tetapi juga persamaan bunyi, persamaan arti, persamaan kata, persamaan gambar, persamaan simbol sampai pada persamaan unsur-unsur dan persamaan akronim atau susunan kata pada nama perusahaan tersebut.

Persamaan pada pokoknya ada kalau nama perusahaan yang digugat baik karena bentuknya maupun karena susunannya atau bunyinya bagi masyarakat yang tahu akan menimbulkan kesan, sehingga mengingatkan pada nama perusahaan yang sudah terdaftar dan memiliki konsumen terlebih dahulu di kalangan masyarakat konsumen pada umumnya. Nama perusahaan yang digugat pokoknya mempunyai gambar dan bunyi yang sama dan meskipun nama perusahaan tersebut di tambah-tambahi dengan perkataan ataupun gambar yang lain, namun hal itu tidak menghilangkan kesan yang dominan mengenai gambar dan

bunyi perkataannya, sehingga konsumen merasa terpedaya. 2. Termasuk dalam kelas barang

atau jasa

Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa suatu nama perusahaan untuk dapat dimasukkan ke dalam lingkup kelas barang ataupun jasa, maka perlulah dilihat dahulu dari fungsi dan kegunaan nama perusahaan tersebut, dengan kata lain bergerak di bidang apakah perusahaan yang mendaftarkan nama perusahaan tersebut.

Apabila perusahaan tersebut menggunakan suatu nama perusahaan dengan memproduksi atau menghasilkan suatu produk tertentu yang dapat dikonsumsi oleh para konsumen, maka dapatlah dikatagorikan bahwa nama perusahaan tersebut dapat dimasukkan ke dalam kelas barang, akan tetapi bila perusahaan tersebut mendaftarkan suatu nama perusahaan dengan menawarkan suatu pelayanan ataupun menawarkan suatu jasa bagi para pelanggan (konsumennya) dalam hal ini masyarakat konsumen tanpa menghasilkan suatu produk yang dapat secara langsung dikonsumsi atau dinikmati oleh para pelanggan atau para konsumennya, maka dapatlah dikategorikan nama perusahaan itu dimasukkan ke dalam lingkup kelas jasa.

Selain dengan menentukan kriteria-kriteria tersebut di atas, perlu juga berpedoman pada pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001 “Kelas barang atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut

(24)

Andreas Andre D, Dampak Yuridis Diskursus Tentang Merek,Desember 2012

24

dengan Peraturan Pemerintah”.23

Peraturan Pemerintah yang dimaksud di sini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1993 tentang Daftar Kelas Barang atau Jasa, yang memasukkan atau memuat beberapa jenis kelas barang maupun kelas jasa seperti ketentuan dalam undang-undang merek di Indonesia.

■ Kesimpulan

Khususnya di Indonesia, definisi atau konsep hukum tentang nama perseroan hingga saat ini belum dapat ditemui secara jelas dan rinci. Pada regulasi atau perundang-undangan tentang perseroan terbatas, yakni undang-undang nomor 1 tahun 1995 penjelasan perihal definisi atau konsep dan persyaratan bagi suatu nama perseroan yang dapat atau tidak dapat digunakan hanya dijelaskan secara singkat, dan selanjutnya diatur dalam suatu peraturan pelaksanaannya yaitu dalam suatu Peraturan Pemerintah. Sementara itu Peraturan Pemerintah nomor 26 Tahun 1998 sebagai peraturan pelaksanaan yang disebutkan dalam UUPT tersebut hanya diberikan suatu ketentuan yang memberikan penjelasan mengenai persyaratan pemakaian suatu nama perseroan serta definisinya yang sangat singkat tidak seperti halnya pemberian definisi atau konsep hukum pada merek yang diberikan dalam undang-undang merek. Walaupun di Indonesia telah mengatur secara khusus ketentuan bagi merek, namun regulasi yang mengatur perihal nama perusahaan secara khusus seperti

23 Republik Indonesia, Lembaran Negara

Tahun 2001, UU No. 15, Jakarta, Op.Cit, Pasal 8 ayat (3)

“Handlesnaamwet” yang ada di negara Belanda tidak diberlakukan, sehingga terkesan tidak terdapat suatu pembedaan yang cukup signifikan antara merek perusahaan dan nama perusahaan.

Fungsi merek adalah untuk membedakan atau mempribadikan suatu barang atau jasa dengan barang atau jasa yang sejenis yang digunakan dalam usaha perdagangan. Sedangkan fungsi dari nama perusahaan adalah untuk membedakan atau mempribadikan suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya yang bergerak pada bidang usaha yang sejenis.

Selain berfungsi untuk memberikan suatu perbedaan atau mempribadikan sesuatu yang sejenis, merek dan nama perusahaan juga dapat disebut sebagai asset kekayaan suatu perusahaan yang sangat berharga, oleh sebab itu bila definisi atau konsep hukum pada keduanya tidak diberikan secara jelas dan rinci, maka dapat dipastikan kedua obyek tersebut akan mengalami suatu

kerancuan dalam

mengimplementasikannya di lapangan.

Perlunya memberikan perbedaan definisi atau konsep hukum antara merek dan nama perusahaan adalah untuk pencegahan persaingan usaha tidak sehat yang terjadi di lapangan untuk menghilangkan kerancuan dalam mengim-plementasikan kedua obyek yang terkait dalam praktek hukum.

Pemberian perbedaan secara jelas dan rinci pada regulasi yang mengatur merek dan nama perusahaan akan dapat menanggulangi kemungkinan buruk yang terjadi di dalam praktek hukum. ■ Saran

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pengamatan penulis, disarankan bagi pembaca yang ingin mengembangkan aplikasi ini agar dapat mengembangkan aplikasi ini dengan format input yang

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, masing-masing subjek yaitu S1 (Siswa dengan kategori AQ tinggi), S2 (Siswa dengan kategori AQ sedang), dan S3

Untuk peran guru pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan dalam pelaksanaan usaha kesehatan sekolah bisa dilihat dari hasil persentase yakni untuk guru pendidikan

b. Iuran bagi peserta pekerja penerima upah yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari PNS, anggota TNI/POLRI, pejabat Negara dan pegawai pemerintah non pegawai

Penelitian ini juga menguatkan teori Mulyasa tentang guru professional menciptakan pembelajaran kreatif dan menyenangkan, bahwa kreativitas seorang guru dalam proses

Surat Permohonan akan Poligami yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama

Iverson (1996) juga berpendapat bahwa komitmen organisasional adalah prediktor terbaik dalam perubahan organisasi dibandingkan dengan kepuasan kerja dimana karyawan

Diungkapkan pula oleh Winston (2004) bahwa nilai fungsi objektif optimal untuk suatu kandidat solusi merupakan batas bawah nilai fungsi objektif optimal untuk masalah program