• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KEMAMPUAN BELAJAR MANDIRI MAHASISWA PENDIDIKAN PROFESI DOKTER BERDASAR RIWAYAT KURIKULUM YANG DITEMPUH SAAT TAHAP SARJANA KEDOKTERAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBEDAAN KEMAMPUAN BELAJAR MANDIRI MAHASISWA PENDIDIKAN PROFESI DOKTER BERDASAR RIWAYAT KURIKULUM YANG DITEMPUH SAAT TAHAP SARJANA KEDOKTERAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KEMAMPUAN BELAJAR MANDIRI MAHASISWA PENDIDIKAN PROFESI DOKTER BERDASAR RIWAYAT KURIKULUM

YANG DITEMPUH SAAT TAHAP SARJANA KEDOKTERAN Eti Poncorini Pamungkasari*, Ari Natalia Probandari*.

ABSTRAK

Di Indonesia, pendidikan tahap sarjana kedokteran telah mengalami inovasi kurikulum dan metode pembelajaran, misalnya dengan penerapan kurikulum berbasis kompetensi dengan problem based learning (KBK PBL). Kemampuan belajar mandiri merupakan salah satu hal yang dapat membuat pembelajaran orang dewasa menjadi lebih efektif dalam mencapai keberhasilan. Namun, bukti-bukti ilmiah tentang asosiasi antara inovasi kurikulum dan kemampuan belajar mandiri mahasiswa di tahap pendidikan profesi kedokteran masih terbatas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah perbedaan kemampuan belajar mandiri mahasiswa di tahap pendidikan profesi, antara mereka yang menempuh tahap pendidikan sarjana kedokteran sebelum dan sesudah penerapan kurikulum KBK PBL.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian adalah mahasiswa pendidikan profesi dokter sejumlah 66 orang, terdiri 36 mahasiswa dengan riwayat pendidikan tahap sarjana kedokteran setelah penerapan KBK PBL dan 30 mahasiswa sebelum penerapan KBK PBL. Teknik sampling adalah purposif sampling, mahasiswa yang dipilih adalah mahasiswa yang menjalani pendidikan profesi di salah satu departemen. Pengambilan data dilakukan bulan Agustus- September 2012. Lokasi penelitian di RSUD dr Moewardi Surakarta. Instrumen yang digunakan merupakan alih bahasa dan modifikasi kuesioner yang dikembangkan oleh Fisher, King dan Tague tahun 2001. Analisis data dilakukan dengan uji t.

Penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan belajar mandiri mahasiswa pendidikan profesi yang menempuh pendidikan sarjana kedokteran setelah penerapan kurikulum KBK PBL (150,8) lebih tinggi dibanding sebelum penerapan kurikulum KBK (148,9). Namun perbedaan tersebut tidak signifikan secara statistik (p=0.5).

Kesimpulan penelitian ini adalah ada tidak ada beda yang signifikan antara kemampuan belajar mandiri mahasiswa pendidikan profesi dengan riwayat pendidikan tahap sarjana kedokteran sebelum dan sesudah penerapan kurikulum KBK PBL. Perlu penelitian lebih lanjut tentang faktor yang menyebabkan tidak adanya perbedaan kemampuan belajar mandiri pada mahasiswa pendidikan profesi dengan riwayat kurikulum tahap sarjana sebelum dan sesudah penerapan PBL KBK, serta pengaruh kurikulum yang digunakan di tahap profesi terhadap kemampuan belajar mandiri mahasiswa.

Kata kunci: kemampuan belajar mandiri, pendidikan profesi dokter, kurikulum berbasis kompetensi, problem based learning.

(2)

Introduksi

Perkembangan pesat ilmu pengetahuan kedokteran membuat pembelajaran berfokus pada pembelajar saat ini menjadi sangat penting. Kompleksitas ilmu kedokteran membutuhkan retensi ilmu pengetahuan, kemampuan analitik dan kemampuan pemecahan masalah. Pendekatan berfokus pada pembelajar ini akan menyiapkan pembelajar menjadi seorang yang independen dan mempunyai kemandirian dalam pembelajaran, efisien dan responsif terhadap kebutuhan perubahan pesat ilmu kedokteran. Kemampuan belajar mandiri merupakan salah satu karakteristik dalam pembelajaran berfokus pada pembelajar, selain motivasi belajar secara intriksik dan refleksi aktif (Amin dan Eng, 2003).

Kurikulum pendidikan kedokteran di Indonesia saat ini telah mengalami inovasi, terutama pendidikan tahap sarjana kedokteran. Banyak Fakultas Kedokteran di Indonesia telah menggunakan kurikulum problem based learning (PBL) pada tahap pendidikan sarjana. Sejak tahun 2007 Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret telah menerapkan kurikulum berbasis kompetensi dengan Problem based learning (KBK PBL). Problem based learning dipilih sebagai metode pembelajaran, dengan kegiatan tutorial. Selain tutorial ini ada kegiatan lain berupa skill lab, field lab, praktikum dan kuliah. Kuliah masih dilakukan beberapa kali dalam satu blok, dengan masih adanya kuliah berupa pemberian materi yang terkait dengan blok ini, maka sebenarnya bentuk yang dipilih masih berupa PBL hybrid. Pertimbangan pemberian kuliah ini untuk memberikan tambahan, karena tiap blok hanya terdiri dari 4 minggu sehingga hanya bisa mendiskusikan 3 skenario, satu minggu digunakan sebagai minggu ujian. Tujuan pembelajaran blok yang tidak bisa dicapai dengan skenario yang ada pada tutorial, dimasukkan pada kegiatan pembelajaran lain, misalnya kuliah. Namun, diharapkan pengelola blok mampu bersikap selektif dalam memilih topik kuliah, sehingga hanya materi yang memang benar-benar diperlukan saja, supaya tidak mengurangi prinsip student-centered learning.

(3)

Di sisi lain kalangan pendidikan kedokteran belum banyak memperhatikan inovasi kurikulum pada tahap pendidikan profesi dokter. Tahap pendidikan profesi ini merupakan tahap yang sama pentingnya dengan tahap sarjana kedokteran. Pada tahap pendidikan profesi ini mahasiswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi secara langsung dengan pasien dibawah supervisi. Tahap ini penting terutama untuk mengembangkan ketrampilan klinik. Walaupun mahasiswa telah belajar ketrampilan klinik di skills lab, tentu akan berbeda belajar pada manekin dengan berhadapan langsung dengan pasien yang sebenarnya. Pembelajaran tahap pendidikan profesi ini akan mempermudah mahasiswa dalam mengaplikasikan teori kedalam praktek (Bansal, 2004; Hays, 2005; Tsai et al, 2007).

Penelitian di Amerika oleh O Brien, Cooke dan Irby tahun 2005, menyatakan adanya masalah dalam kemampuan belajar mandiri mahasiswa pendidikan profesi (O Brien, Cooke dan Irby, 2007). Sebanyak 65,8 % dosen pembimbing klinik di FK UNS juga menyatakan persepsinya bahwa mahasiswa tahap pendidikan profesi kurang menunjukkan keaktifan dalam proses pembelajaran, hanya menunggu bimbingan dosen atau residen (Unit Pendidikan Kedokteran FK UNSa, 2011). Hasil identifikasi masalah oleh Unit Pendidikan Kedokteran FK UNS tentang persepsi dosen pembimbing klinik tentang mahasiswa tahap pendidikan profesi dengan riwayat kurikulum KBK PBL pada tahap sarjana adalah anggapan penguasaan ilmu dasar mahasiswa yang digunakan sebagai dasar dalam pemecahan masalah klinis tidak cukup memadai. Bila ilmu dasar tidak memadai tersebut maka mahasiswa akan kesulitan dalam memecahkan masalah klinis secara baik (Unit Pendidikan Kedokteran FK UNSb, 2011).

Berdasar masih ada masalah dalam kemampuan belajar mandiri mahasiswa baik di tingkat internasional maupun lokal, dan pandangan tentang kesulitan mahasiswa dengan riwayat pendidikan tahap sarjana dengan KBK PBL kesulitan-kesulitan tahap profesi maka penelitian ini dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kemampuan belajar mandiri pada mahasiswa tahap pendidikan profesi pada mahasiswa dengan riwayat kurikulum sarjana kedokteran

(4)

sebelum dan sesudah penerapan KBK PBL. Diharapkan dengan penelitian ini dapat menjadi masukan bagi institusi pendidikan dokter dalam merancang kurikulum terutama tahap profesi dengan mempertimbangkan kemampuan belajar mandiri mahasiswa, kemudian bagi dosen sebagai masukan dalam merancang strategi pembelajaran.

Teori Penunjang

Kemampuan belajar mandiri adalah suatu proses organisasi pembelajaran, berfokus pada atensi pebelajar pada level otonomi pebelajar dalam proses pembelajaran. Guglielmino (1977) menjelaskan bahwa kemampuan belajar mandiri sebagai personal attribute, dengan tujuan pembelajaran dijelaskan sebagai pengembangan individu mencakup moral, emosional dan otonomi intelektual (Song dan Hill, 2007). Mulai tahun 1970 pembelajaran dengan kurikulum pengembangan kemampuan belajar mandiri banyak digunakan oleh institusi pendidikan tinggi. Tujuan kemampuan belajar mandiri menurut Merriam dan Caffarella (1991) adalah: 1) meningkatkan kemampuan adult learning dalam mengatur sendiri pembelajarannya, 2) menekankan transformational learning sebagai pusat dari kemampuan belajar mandiri, 3) meningkatkan emansipasi dalam belajar sebagai bagian yang terintegrasi dalam kemampuan belajar mandiri (Brouse, 2007). Kemampuan belajar mandiri bukan proses yang berjalan singkat namun merupakan suatu proses berkesinambungan dalam memperoleh, menerapkan dan mengkreasi pengetahuan dan ketrampilan dalam konteks masalah khas pebelajar secara individu (Stewart, 2007). Untuk meningkatkan kemampuan belajar mandiri adalah dengan berfokus pada peningkatan adults learning, antara lain faktor sirkumtansial, perbedaan kepribadian, tahap belajar dan kognitif, dan perubahan perspektif (Brouse, 2007). Kemampuan belajar mandiri sangat diperlukan dalam pembelajaran seumur hidup. Dalam jenjang pendidikan, semakin dini seseorang diperkuat kemampuan belajar mandirinya maka akan semakin mudah bagi orang tersebut untuk memasuki dunia kerja (Stewart, 2007). Pembelajaran seumur hidup ini

(5)

perlu diperkuat dalam setiap kesempatan, misalnya di sekolah, rumah, tempat kerja maupun masyarakat (Fischer dan Schraff, 1998).

Dalam pendidikan kedokteran sangat perlu ditekankan penggunaan kemampuan belajar mandiri. Mahasiswa perlu mengembangkan kemampuan pengembangan individu dalam manajemen waktu belajar, menentukan sumber yang relevan serta alokasi waktu yang dibutuhkan untuk belajar (Keppel, Elliot dan Harris, 1998).

Pendidikan dokter terdiri yang dua tahap tidak benar-benar terpisah seperti pendidikan profesi di bidang lain, misalnya ilmu hukum. Dalam pendidikan tahap profesi mahasiswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi secara langsung dengan pasien. Kurikulum inti pendidikan dokter seharusnya mencakup tema sentral yang diperlukan oleh seorang dokter, yaitu profesionalisme, komunikasi dan kerja sama tim serta pembelajaran ilmiah berkelanjutan misalnya evidence based medicine. (Cox dan Irby, 2007).

Al-Haqwi dan kawan-kawan di Arab Saudi meneliti secara kualitatif tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran klinik. Faktor yang ditemukan antara lain adalah faktor jumlah pasien dan variasi kasus, lingkungan belajar yang mendukung, dosen pembimbing klinik yang berkualitas, kurikulum yang baik, dan faktor ketrampilan belajar mahasiswa (Al-Haqwi et al, 2010). Pengembangan kompetensi mahasiswa kedokteran relatif terbatas, dapat disebabkan karena terbatasnya jumlah dan kesempatan untuk menangani pasien (Lai, Sivalingam dan Ramesh, 2007). Penelitian Wimmers dan kawan-kawan, mengidenfikasi tiga faktor utama karakteristik mahasiswa yang mendukung tercapainya kompetensi pada pendidikan klinik, yaitu kemampuan kognitif, kemampuan interpersonal, dan kualitas profesionalisme mahasiswa. Motivasi merupakan aspek utama yang mempengaruhi kinerja mahasiswa sehari-hari di bangsal (Wimmers et al, 2008). Ferguson dan kawan-kawan dalam suatu sistematik review mengidentifikasi adanya faktor-faktor yang akan mempengaruhi keberhasilan mahasiswa dalam belajar di Fakultas Kedokteran, dan dapat digunakan sebagai persyaratan masuk ke Fakultas Kedokteran.

(6)

Faktor tersebut antara lain adalah faktor kognitif (kemampuan akademik sebelumnya) dan faktor non kognitif seperti kepribadian, gaya belajar; dan faktor demografi (gender, ras) (Ferguson, James dan Madeley, 2002).

Mahasiswa, dokter pembimbing klinik dan pasien merupakan tiga kelompok sumber daya manusia dalam pembelajaran klinik, yang mempunyai keterikatan satu sama lain dalam suatu hubungan yang bertanggungjawab. Interaksi yang baik dengan dokter dan profesi pendukung yang lain seperti perawat serta sesama mahasiswa sangat dibutuhkan dalam kelancaran proses pembelajaran klinis (Dornan, 2006; Hays, 2005). Selain faktor pembimbing klinik, banyak hal yang mempengaruhi proses pembelajaran klinik, misalnya faktor yang berasal dari diri mahasiswa itu sendiri (Sutkin et al, 2008).

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian adalah mahasiswa pendidikan profesi dokter sejumlah 66 orang, terdiri 36 mahasiswa dengan riwayat pendidikan tahap sarjana kedokteran setelah penerapan KBK PBL dan 30 mahasiswa sebelum penerapan KBK PBL. Teknik sampling yang digunakan adalah purposif sampling. Penentuan besar sampel dengan rule of thumb. Kriteria inklusi: mahasiswa yang menjalani pendidikan profesi di salah satu departemen. Pemilihan satu departemen ini dilakukan untuk menghindari bias, berupa perbedaan metode pembelajaran antar departemen yang dapat mempengaruhi kemampuan belajar mandiri mahasiswa. Pengambilan data dilakukan bulan Agustus- September 2012. Penelitian ini dilakukan di RSUD dr Moewardi Surakarta. Definisi operasional kemampuan belajar mandiri adalah proses seseorang dalam menentukan apa yang akan dipelajari, mencakup kedalaman dan keluasan apa yang akan dipelajari. Aspek dalam self directed learning antara lain kemampuan pebelajar dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi dalam belajar, skala variabel rasio. Riwayat kurikulum tahap sarjana didefinisikan

(7)

sebagai kurikulum yang dilalui mahasiswa saat menempuh tahap sarjana kedokteran. Skala variabel ini adalah nominal (sebelum KBK PBL, sesudah KBK PBL).

Instrumen yang digunakan yaitu instrumen kemampuan belajar mandiri mahasiswa merupakan alih bahasa dan modifikasi kuesioner yang dikembangkan oleh Fischer, King dan Tague tahun 2001. Alasan pemilihan instrumen ini adalah, instrumen ini dikembangkan untuk mengukur kemampuan belajar mandiri pada mahasiswa keperawatan, yang termasuk dalam kelompok ilmu kesehatan. Uji reliabilitas instrumen ini telah dilakukan oleh peneliti di tahun 2010 dengan alpha croncbach hasilnya 0.95. Analisis data dilakukan dengan uji t.

Hasil dan Pembahasan

Riwayat pembelajaran pada tahap pendidikan sarjana kedokteran N Rata-rata lama menempuh rotasi klinik (bulan) Rata-rata kemampuan belajar mandiri mahasiswa t p Sebelum KBK PBL 30 16.1 148.87 -0.65 0.5 Sesudah KBK PBL 36 13.0 150.81

Tabel 1. Hasil analisis statistik perbedaan rata-rata kemampuan belajar mandiri mahasiswa pendidikan profesi dokter dengan riwayat sebelum dan sesudah penerapan KBK PBL

Penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan belajar mandiri mahasiswa pendidikan profesi yang menempuh pendidikan sarjana kedokteran setelah penerapan kurikulum KBK PBL (150,8) lebih tinggi dibanding sebelum penerapan kurikulum KBK (148,9). Namun perbedaan tersebut tidak signifikan secara statistik (p=0,5).

Rata-rata kemampuan belajar mandiri mahasiswa yang menempuh pendidikan sarjana kedokteran setelah penerapan kurikulum KBK PBL sedikit lebih tinggi dibanding sebelum penerapan kurikulum KBK. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian lain yang menyatakan bahwa penggunaan kurikulum PBL dapat

(8)

meningkatkan kemampuan belajar mandiri mahasiswa. Penelitian yang dilakukan di Nepal pada tahun 2010, dengan subjek penelitian mahasiswa kedokteran tahun pertama, mengukur perbedaan kemampuan belajar mandiri di awal dan di akhir tahun. Menggunakan instrumen Self Directed Learning Readyness yang dikembangkan oleh Guglielmino, terdapat peningkatan rata-rata skor dari 152.7 di awal tahun menjadi 157.3 di akhir tahun, p=0,017 (Shankar et al, 2011).

Pada penelitian ini, walaupun ditemukan adanya kemampuan belajar mandiri yang lebih tinggi pada mahasiswa tingkat profesi dengan riwayat pendidikan sarjana setelah penerapan KBK PBL dibandingkan kelompok sebelum penerapan KBK PBL, namun tidak signifikan secara statistik. Problem based learning yang dilakukan di Fakultas Kedokteran UNS masih bersifat hybrid. Mahasiswa blok 1 sampai blok 27 masih wajib menjalani kuliah-kuliah yang berisi materi dan praktikum. Hasil penelitian tentang pengaruh PBL hybrid terhadap kemampuan belajar mandiri masih sangat bervariasi. Penelitian yang dilakukan di India, membandingkan kemampuan belajar mandiri mahahasiswa yang menggunakan PBL hybrid dan kurikulum tradisional pada Fakultas Kedokteran yang menggunakan dua jalur kurikulum. Hasil penelitian menyatakan bahwa ada perbedaan bermakna kemampuan belajar mandiri mahasiswa dengan kurikulum PBL hybrid (median= 132) dan kurikulum tradisonal (median=137), p=0.004 (Devi et al, 2012).

Penelitian yang dilakukan di Universitas Dalhousie Kanada, beberapa komponen dalam kurikulum PBL hybrid yang diterapkan mempengaruhi kemampuan belajar mandiri mahasiswa, meskipun tidak ada perbedaan yang bermakna antara kemampuan belajar mandiri mahasiswa tahun pertama dan tahun kedua. Komponen yang berpengaruh secara signifikan adalah skenario dan diskusi tutorial, sedangkan komponen lain seperti ujian, kuliah dan tutor tidak berpengaruh (Lee, Mann dan Frank, 2010).

Faktor lain yang menyebabkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara mahasiswa dengan riwayat kurikulum sarjana sebelum dan sesudah KBK PBL adalah terkait dengan teori social learning. Pada pendidikan tahap profesi dokter di Fakultas

(9)

Kedokteran UNS, anggota kelompok pada tiap departemen digabung antara mahasiswa dari berbagai angkatan. Penggabungan mahasiswa dari berbagai angkatan menjadi satu kelompok ini sangat memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian antar anggota kelompok. Apalagi rata-rata mahasiswa telah menjalani lebih dari tigaperempat siklus rotasi klinik. Lama menyelesaikan rotasi klinik di Fakultas Kedokteran UNS adalah 18 bulan. Pada tahap pendidikan kedokteran, salah satu pendekatan teori pendidikan yang sesuai adalah teori sosial kognitif yang dikembangkan oleh Albert Bandura, mahasiswa akan belajar dari orang lain (Omrod, 2009; Michalec 2012). Orang lain ini bisa dosen pembimbing klinik, mahasiswa pendidikan dokter spesialis, atau sesama mahasiswa pendidikan profesi. Pembelajaran dalam pendidikan kedokteran tidak sekedar upaya untuk memperoleh pengetahuan yang bisa dilakukan secara individual, namun juga partisipasi melalui sebuah peran dalam proses untuk pembentukan identitas. Faktor dalam pembelajaran yang bersifat otonomi pribadi, seperti kemampuan belajar mandiri perlu disertai dengan proses sosial dan umpan balik dari teman, sehingga makna kerjasama dalam kelompok sangat besar (Beakley, 2006). Proses social learning ini tidak hanya berjalan melalui tatap muka secara langsung. Penelitian yang dilakukan oleh Gray, Annabel dan Kennedy di Australia menyatakan hasil bahwa mahasiswa kedokteran juga melakukan proses sosial ini melalui jejaring sosial seperti facebook. Seperempat dari mahasiswa fakultas kedokteran pengguna facebook, memanfaatkan untuk kegiatan yang berhubungan dengan pembelajaran (Gray, Annabel dan Kennedy, 2010).

Subjek penelitian penelitian ini memiliki rata-rata waktu tempuh 16,1 bulan untuk mahasiswa dengan riwayat sebelum penerapan kurikulum KBK PBL (angkatan sebelum 2007), dan 13,0 bulan untuk mahasiswa dengan riwayat sesudah penerapan kurikulum KBK PBL (angkatan 2007 dan 2008). Lama rotasi klinik yang ditempuh ini mengindikasikan telah banyak pengalaman klinis yang didapatkan oleh mahasiswa. Penelitian yang dilakukan oleh Lumma-Sellentin di Jerman dan Swedia,

(10)

menyatakan bahwa banyaknya paparan pengalaman klinis bermanfaat terhadap regulasi diri mahasiswa (Lumma-Sellenthin, 2012).

Keterbatasan penelitian ini antara lain adalah pengukuran kemampuan belajar mandiri hanya dilakukan satu kali pada tiap subjek. Tidak ada data tentang kemampuan belajar mandiri saat akan memasuki rotasi klinik. Data ini sangat menunjang untuk menganalisis apakah awal memasuki rotasi klinik ada perbedaan kemampuan belajar mandiri mahasiswa dengan riwayat kurikulum tahap sarjana sebelum dan sesudah penerapan KBK PBL. Keterbatasan yang lain adalah penelitian ini belum bisa mengeksplorasi cara pengembangan kemampuan belajar mandiri pada mahasiswa dengan riwayat sebelum dan sesudah penerapan KBK PBL. Diperlukan studi kualitatif untuk dapat mengeksplorasi bagaimana mahasiswa tahap pendidikan profesi mengembangkan kemampuan belajar mandiri.

Penutup

Kesimpulan penelitian ini adalah ada tidak ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan belajar mandiri mahasiswa pendidikan profesi dengan riwayat pendidikan tahap sarjana kedokteran sebelum dan sesudah penerapan kurikulum KBK PBL. Perlu penelitian lebih lanjut tentang faktor yang menyebabkan tidak adanya perbedaan kemampuan belajar mandiri pada mahasiswa pendidikan profesi dengan riwayat kurikulum tahap sarjana sebelum dan sesudah penerapan PBL KBK, serta pengaruh kurikulum yang digunakan di tahap profesi terhadap kemampuan belajar mandiri mahasiswa.

Referensi

Al-Haqwi, AI, Van der Molen, HT, Schmidt, HG, Magzoub, ME. 2010. Determinants of Effective Clinical Learning: A Student and Teacher Perspective in Saudi Arabia. Education for Health, Vol 23. Issue 2. Hal 1-14 Amin, Z, Eng, KH. 2003. Basics in Medical Education. Singapore: World Scientific

(11)

Bansal, RK. 2004. Enhancing Education and Practice, Need for Strengthening of Internship (Rotatory Housemanship) Training in India. Education for Health Vol 17 (3). Hal 332-338

Beakley, A. 2006. Broadening Conceptions of Learning in Medical Education: the Message from Teamworking. MEDICAL EDUCATION. 40. 150–157

Brouse, C. 2007. Promoting Self-directed Learning in Three Online Health Promotion and Wellness Courses. Journal of Authentic Learning. Vol 4 (1). Pages 25-33.

Cox, M, Irby, DM. 2007. “Continuity” as an Organizing Principle for Clinical Education Reform. The New England Journal of Medicine. Vol 356 (8). Hal 858-66

Devi, V, Devan, D, Soon, PC, Han, WP. 2012. Comparison of Self-Directed Learning Readiness Among Students Experiencing Hybrid and Traditional Curriculum. Journal of Clinical and Diagnostic Research. August, Vol-6(6): 1047-1050

Dornan, T, Bosuizen, H, King, N, Scherpbier, A 2007. Experience Based Learning: a Model Linking the Processes and Outcomes of Medical Students’ Workplace Learning. Medical Education. Vol 41. Hal 84-91.

Ferguson, E, James D, Madeley, L. 2002. Factors Associated With Success in Medical School: Systematic Review of the Literature. BMJ. Vol 324. 952 Gray, K. Annabel, L, Kennedy, G. 2010. Medical students’ use of Facebook to

support learning: Insights from four case studies. MEDICAL TEACHER. 32. 971-976

Hays, R. 2005. Teaching and Learning in Clinical Setting. London. Radcliffe Publishing Ltd.

Keppel, M, Elliot, K, Harris, P. 1998. Problem based Learning and Multimedia: Innovation for Improved Learning in Medical Concepts. ASCILITE 98 Conference proceeding.

Lai NM, Sivalingam N, Ramesh JC. 2007. Medical Students in Their Final Six Months of Training: Progress in Self-perceived Clinical Competence, and Relationship between Experience and Confidence in Practical Skills. Singapore Med J. Vol 48 (11)

Lee, Y-M. Mann KV, Frank BW. 2010. What Drives Students’ Self-directed learning in a Hybrid PBL curriculum. Adv in Health Sci Educ. 15:425–437

Lumma-Sellenthin, A.2012. Medical students’ attitudes towards group and self-regulated learning. International Journal of Medical Education. 2012;3:46-56Michalec, B. 2012. Clinical experiences during preclinical training: the function of modeled behavior and the evidence of professionalism principles. International Journal of Medical Education. 3. 37-45

O’Brien, B, Cooke, M, Irby, DM. 2007. Perceptions and Attributions of Third-Year Student Struggles in Clerkships: Do Students and Clerkship Directors Agree?. Acad. Med. Vol 82. Hal 970-978

(12)

Shankar, PR. Bajracarya, O, Jha, N, Gurung, SB, Anshari, SR, Thapa, HS. 2011. Change in Medical Students’ Readiness for Selfdirected Learning after a Partially Problembased Learning First Year Curriculum at theKIST Medical College In Lalitpur, Nepal. Education for Health. Volume 24. Issue 2

Song, L, Hill, JR. 2007. A Conceptual Model for Understanding Self-Directed Learning in Online Environments. Journal of Interactive Online Learning. Vol 6 (1)

Stewart, R.A. 2007. Evaluating the Self-directed Learning Readiness of Engineering Undergraduates: a Necessary Precursor to Project-based learning. World Transactions on Engineering and Technology Education. Vol 6 (1). Hal 59-62 Sutkin, G, Wagner, E, Harris, I, Schiffer, R. 2008. What Makes a Good Clinical

Teacher in Medicine? A Review of the Literature. Acad Med. Vol 83. 452– 466.

Tsai, T, Lin, C, Harasym PH, Violato, C. 2007. Students’ Perception on Medical

Professionalism: the Psychometric Perspective. Medical Teacher. Vol 29 (2-3)

Unit Pendidikan Kedokteran FK UNSa, 2011. Evaluasi Pendidikan Profesi FK UNS. Disampaikan dalam Workshop Evaluasi Kurikulum Pendidikan Profesi FK UNS Oktober 2011.

Unit Pendidikan Kedokteran FK UNSb, 2011. Hasil Identifikasi Masalah Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi FK UNS 2011, untuk Pendidikan Dokter (S1), Usulan-usulan dari Bagian dan Tim Evaluasi Kurikulum. Disampaikan dalam Workshop Evaluasi Kurikulum FK UNS Mei 2011.

Ucapan terima kasih

Terimakasih kami sampaikan kepada:

1. Rektor UNS dan LPPM UNS, penelitian ini didanai oleh DIPA BLU UNS tahun 2012.

2. Dekan, Pembantu Dekan I, II dan III, Fakultas Kedokteran UNS

Biografi singkat

1. Eti Poncorini Pamungkasari, dr., MPd : anggota Unit Pendidikan Kedokteran Fakultas Kedokteran UNS, Staf pengajar bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UNS

(13)

2. Ari Natalia Probandari, dr., MPH, PhD: sekretaris Unit Pendidikan Kedokteran Fakultas Kedokteran UNS, Staf pengajar bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UNS, sekretaris prodi Kedokteran Keluarga Pasca Sarjana UNS

Korespondensi

Eti Poncorini Pamungkasari, Unit Pendidikan Kedokteran FK UNS, Jl Ir Soetami no 36 A Kentingan Jebres Surakarta, telp (0271)664178, no hp 08122586085, alamat email etiponcouns@yahoo.com

Referensi

Dokumen terkait

DEHIDRASI BERAT DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT UMUM KOTA SALATIGA”. Adakah bukan karya tulis ilmiah oarang lain sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran-saran yang dapat dikemukakan peneliti adalah: penelitian ini mungkin dapat memberikan alternatif

Sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya pada latar belakang yang dimaksud dengan benda cagar budaya dalam Undang-Undang tentang Benda Cagar Budaya adalah benda

Sedikitnya, ratusan rumah di wilayah tersebut terendam banjir daerah tersebut juga dilanda bencana tanah longsor yang terdapat didua titik. Sehingga akses jalan

Menurut Buckle (2007), penambahan susu skim pada minuman fermentasi bertujuan untuk meningkatkan kadar protein, total padatan, dan juga berguna meningkatkan nilai gizi serta

Menurut Chairgulprasert et al (2008) yang melakukan pemisahan komponen kimia dari minyak atsiri Elettariopsis curtisii dan menguji aktivitas antimikroba dan

Na špulice se direktno može namatati i više niti pređe od jednom, što bi značilo da je to najjednostavniji oblik upredanja više niti različitih boja u

Tabel 4.2.4 Nilai VIS (Variance Index Score )dan Kriteria Terhadap Nilai Target (nilai reverence) Pemeriksaan SGPT di Puskesmas Wilayah Dinas Kesehatan Kota Surabaya Tabel 4.3