• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Latar Belakang Masalah Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "A. Latar Belakang Masalah Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia sekolah permulaan tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas-kelas berikutnya. Oleh karena itu, anak harus belajar membaca agar ia dapat membaca untuk belajar (Learner dalam Abdurahman : 1999).

Kemampuan membaca tidak hanya memungkinkan seseorang meningkatkan keterampilan kerja dan penguasaan berbagai bidang akademik, tetapi juga memungkinkan berpartisipasi dalam kehidupan sosial-budaya, politik dan memenuhi kebutuhan emosional (Mercer dalam Abdurahman, M : 1999). Membaca juga bermanfaat untuk rekreasi atau untuk memperoleh kesenangan. Mengingat banyaknya manfaat membaca, maka anak harus belajar membaca dan kesulitan membaca harus diatasi secepat mungkin.

Johnson dan Medinus (Kurniawan : 2003) mengemukakan bahwa banyaknya stimulus informasi tentang membaca yang diberikan pada anak sebelum masuk sekolah lebih berpengaruh daripada pengaruh perkembangan aspek atau fungsi ontogenik. Salah satu stimulus informasi tentang membaca adalah kesadaran linguistik pada anak-anak sekolah dasar. Menurut Bryant (Kurniawan : 2003)

(2)

kesadaran linguistik pada anak sekolah dasar merupakan salah satu perolehan peningkatan keterampilan membaca yang dapat menjadi prasyarat atau fasilitator bagi keterampilan membaca selanjutnya. Senada dengan Lyster (2002) kesadaran linguistik sangat berkaitan dengan perkembangan membaca dalam bahasa alfabetik, dan merupakan hal yang sangat penting dalam pengajaran membaca.

Bryant, dkk (Kurniawan : 2003) menyatakan bahwa sensitivitas pada sajak dan aliterasi (purwakanti) yang didapatkan anak sebelum mereka sekolah, memainkan peranan kausal pada kemampuan membaca yang merupakan keterampilan pendidikan formal setelah beberapa tahun kemudian. Didapatkan bukti secara substansial bahwa perbedaan individual dalam kesadaran fonologis sebelum permulaan pengajaran membaca mempengaruhi kecepatan dalam belajar membaca (Ehri dan Wilce; Morais, dkk., Perfetti, dkk. dalam Torgessen dalam Kurniawan : 2003).

Dari beberapa hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kesadaran linguistik sangatlah penting dimiliki oleh anak dalam proses membaca, karena kesadaran linguistik merupakan prasyarat atau fasilitator bagi keterampilan membaca selanjutnya.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada tanggal 10 April 2010 di beberapa sekolah kecamatan Kersamanah. Kenyataan dilapangan masih banyak anak sekolah dasar yang masih mengalami kesulitan membaca yang disebabkan karena hambatan kesadaran linguistik. Rata-rata setiap kelas di kelas 3 SD ada

(3)

8-9 anak yang masih mengalami kesulitan membaca. Indikator hambatan kesadaran linguistik adalah anak-anak biasanya mengalami banyak kesulitan dalam tugas-tugas deteksi fonem dan penjumlahan fonem dari kata-kata yang diucapkan. Salah satu faktor penyebab kesulitan membaca disebabkan karena kurangnya komunikasi antara anak dan orangtua. Kurangnya komunikasi antara orangtua dengan anak terutama pada usia prasekolah dapat menyebabkan keterlambatan bahasa. Keterlambatan bahasa pada periode ini, dapat menimbulkan berbagai masalah dalam proses belajar di usia sekolah terutama dalam hal membaca. Dengan banyak berkomunikasi anak secara bertahap semakin sensitif terhadap bunyi, juga terhadap makna kata-kata yang didengarnya. Sensitivitas ini yang disebut sebagai kesadaran linguistik. Selama ini guru hanya mengajarkan membaca tanpa menambah pengetahuan linguistiknya, sehingga memerlukan waktu yang lebih lama daripada menambah pengetahuan linguistiknya.

Beberapa studi tentang kesadaran linguistik melaporkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara anak tunagrahita ringan yang memiliki kesadaran linguistik tinggi dengan anak tunagrahita ringan yang memiliki kesadaran linguistik rendah terhadap peningkatan keterampilan membaca permulaan (Sumiyati : 2009). Senada dengan pernyataan tersebut, Imas (2008) melaporkan bahwa kesadaran linguistik yang dimiliki oleh anak tunagrahita ringan pada kelompok eksperimen secara signifikan berpengaruh pada keterampilan membaca permulaan.

(4)

Penelitian Sumiyati (2009) dan Imas (2008) hanya memperlihatkan kesadaran linguistik berpengaruh secara signifikan terhadap keterampilan membaca. Meskipun demikian belum ada penelitian tentang analisis kesadaran linguistik terhadap keterampilan membaca. Berdasarkan uraian di atas, maka jelas bahwa studi tentang pengaruh kesadaran linguitik terhadap keterampilan membaca perlu dilakukan. Adapun subjek penelitian yang diteliti adalah siswa yang mengalami kesulitan membaca.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut “Komponen kesadaran linguistik (fonem, morfem, sematik, sintaksis) manakah yang paling dominan berpengaruh terhadap keterampilan membaca, baik pada siswa yang tidak mengalami kesulitan membaca maupun pada siswa yang mengalami kesulitan membaca?”

Dari rumusan masalah tersebut dijabarkan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Apakah setiap komponen kesadaran linguistik (fonem, morfem, semantik, sintaksis) memiliki hubungan terhadap akurasi, fluency dan reading comprehension?

2. Seberapa besar pengaruh fonem, morfem, semantik dan sintaksis terhadap akurasi, fluency dan reading comprehension baik pada siswa yang tidak

(5)

mengalami kesulitan membaca maupun pada siswa yang mengalami kesulitan membaca?

C. Batasan Masalah

Untuk menjaga agar permasalahan tidak meluas dalam pelaksanaannya, maka penelitian dibatasi sebagai berikut :

1. Keterampilan membaca yang dikaji mencangkup tiga komponen yaitu a) pengenalan terhadap huruf serta tanda-tanda baca (akurasi); b) korelasi huruf beserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistik yang formal (fluency); c) hubungan lebih lanjut dari a dan b dengan makna (reading comprehension) (Tarigan : 1979).

2. Kesadaran linguistik yang dikaji mencangkup empat komponen yaitu a) fonem; b) morfem; c) semantik; d) dan sintaksis.

D. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini untuk memperoleh data dan informasi tentang pengaruh komponen kesadaran linguistik (fonem, morfem, semantik, sintaksis) terhadap keterampilan membaca, baik pada siswa yang tidak mengalami kesulitan membaca maupun pada siswa yang mengalami kesulitan membaca. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya pengaruh komponen linguistik (fonem, morfem, sematik, sintaksis) terhadap akurasi, fluency dan reading comprehension, baik pada siswa yang tidak

(6)

mengalami kesulitan membaca maupun pada siswa yang mengalami kesulitan membaca, sehingga diharapkan dapat menemukan prinsip-prinsip dasar prasyarat belajar membaca.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini bagi berbagai pihak diantaranya, yaitu : 1. Bagi Guru

• Hasil penelitian dapat memberikan masukkan kepada guru dalam mengembangkan latihan prasyarat membaca yang disarankan.

• Guru dapat mengadakan perbaikan mengajar untuk meningkatkan keterampilan kesadaran linguistik pada siswa yang mengalami masalah membaca.

• Guru dapat melatih siswa pada komponen yang berkontribusi paling tinggi terhadap keterampilan membaca.

2. Bagi Siswa

Diharapkan dapat membantu siswa yang mengalami masalah membaca dengan latihan membaca yang tepat.

3. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan studi lanjutan yang relevan dan bahan kajian ke arah mengkorelasikan komponen kesadaran linguistik dan keterampilan membaca dengan aspek-aspek lain.

(7)

F. Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Eksogen (X)

a. Fonem (X1) adalah satuan terkecil dari bunyi ujaran yang dapat membedakan arti .

b. Morfem (X2 ) adalah unit terkecil dari bahasa yang mengandung makna. c. Sintaksis (X3) adalah tata bahasa, yaitu bagaimana kata-kata disusun untuk

membentuk kalimat.

d. Semantik (X4) adalah makna atau arti dalam bahasa. 2. Variabel Endogen (Y)

a. Pengenalan huruf serta tanda-tanda baca (akurasi) (Y1) adalah suatu kemampuan untuk mengenal bentuk-bentuk yang disesuaikan berupa gambar, lengkungan-lengkungan, garis-garis dan titik-titk dalam hubungan berpola yang teratur rapi.

b. Korelasi huruf beserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistik yang formal (fluency) (Y1) adalah kemampuan untuk menghubungkan tanda-tanda hitam diatas kertas – yaitu gambar - gambar berpola tersebut - dengan bahasa atau kelancaran membaca. Unsur-unsur itu dapat merupakan kelompok-kelompok bunyi kompleks yang dapat disebut “kata” atau “frase” atau “kalimat”, bahkan “paragraf”, “bab” maupun “buku” atau dapat pula berupa unsur yang paling dasar, yaitu bunyi-bunyi tunggal yang disebut “fonem”.

(8)

c. Reading comprehension (Y

3) adalah kemampuan untuk memahami isi dari

sebuah bacaan. 3. Variabel Control (C)

Variabel kontrol adalah variabel yang pengaruhnya dikendalikan terhadap variabel terikat. Variabel ini merupakan variabel yang secara konseptual akan mempengaruhi variabel terikat, namun penelitian yang bersangkutan tidak bermaksud mengetahuinya, melainkan mengendalikannya sedemikian rupa sehingga keragaman yang terdapat pada variabel terikat tidak lagi berkaitan dengan keragaman variabel kontrol (Furqon : 2004). Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah usia dan IQ.

Menurut Abdurahman (1999), tahap membaca permulaan umumnya dimulai sejak anak masuk kelas satu SD, yaitu pada saat berusia sekitar enam tahun, karena pada usia tersebut sudah muncul pemahaman struktur fonem dan morfem. Tahap keterampilan cepat dan membaca lancar umumnya terjadi pada saat anak-anak duduk di kelas dua atau kelas tiga yakni sekitar tujuh atau delapan tahun, maka subjek penelitian berusia tujuh atau delapan tahun.

G. Asumsi

Kesadaran linguistik merupakan salah satu stimulus informasi yang paling berpengaruh terhadap keterampilan membaca pada anak sekolah dasar (Johnson dan Medinus dalam Kurniawan : 2003). Menurut Bryant (Kurniawan : 2003) kesadaran linguistik pada anak sekolah dasar merupakan, salah satu perolehan

(9)

peningkatan keterampilan membaca yang dapat menjadi prasyarat atau fasilitator bagi keterampilan membaca selanjutnya. Senada dengan Lyster (tanpa tahun) kesadaran linguistik sangat berkaitan dengan perkembangan membaca dalam bahasa yang alfabetik, dan karenanya merupakan hal yang sangat penting dalam pengajaran membaca.

Kesadaran linguistik mempunyai cangkupan yang luas diantaranya : pembedaan sajak, kemampuan memilih kata-kata kedalam rangkaian bunyi, menyunting kata dari kalimat dan suku kata dari kata, menemukan morfem kata serta menentukan sintaksis dan grammar kata secara tepat dengan kata lain mencangkup kesadaran fonologis dan morfologis (Adam 1990, Breadley & Bryant 1983; Goswami & Bryant 1990; Hagtvet 1989; Oloffson & Lundberg 1985; Treiman & Baron 1983 dalam Lyster, 2002).

Menurut Berk (Tarigan : 1979) apabila siswa yang mengalami hambatan memahami struktur fonem dan morfem akan menyebabkan hambatan pembentukan kosakata, yang mengakibatkan anak mengalami kesulitan untuk melakukan decoding dan encoding. Anderson (Tarigan : 1979) menyatakan bahwa decoding dan encoding diartikan sebagai suatu penafsiran atau interpretasi terhadap ujaran yang berada dalam bentuk tulisan (encoding) dan kemudian barulah sandi dibaca atau diubah menjadi bunyi (decoding).

Adapun Lovitt (1989) menjelaskan bahwa sintaksis berkenaan dengan tata bahasa, yaitu bagaimana kata-kata disusun untuk membentuk kalimat. Setiap

(10)

bahasa mempunyai sistem khusus untuk menyusun kata-kata menjadi kalimat. Sintaksis suatu bahasa harus merupakan perumusan berbagai macam gejala susun-beluk kata-kata dalam suatu bahasa. Sedangkan semantik merujuk pada struktur segmental dan struktur suprasegmental kalimat yang baik dalam rentetatan arus ujaran. Struktur segmental sendiri adalah adanya subjek, predikat, dan objek, sedangkan struktur suprasegmental sendiri adalah intonasi. Kesulitan dalam memahami struktur semantik dan sintaksis menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam pemahaman arti kata dan kombinasi kata (Berk : 2003).

Calfee dan Drum (Sapuroh : 2008) menggambarkan komponen-komponen yang terlibat dalam proses membaca sebagai berikut :

Language

Decoding Vocabulary Sentence Paragraf Text Compre- Compre- Compre- Historis hension hension hension of

Language

Gambar 1.1

Proses Membaca Model Calfee dan Drum

Gambar 1.1 memperlihatkan bahwa proses membaca dimulai dari penguasaan kode-kode bahasa (fonem) secara bertahap yang dalam proses selanjutnya ditunjang oleh pengetahuan tentang aspek-aspek kebahasaannya. Senada dengan pendapat Mattingly (Wagner dan Torgessen : 1987) yang menyatakan bahwa fonem adalah unit terkecil dari kemampuan bicara yang membedakan satu kata

(11)

dengan lainnya. Fonem merupakan elemen dasar dari sistem bahasa dan hal yang penting dalam tatanan kata pada berbicara atau menulis.

H. Hipotesis

Berdasarkan asumsi di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. “Fonem merupakan komponen linguistik yang paling dominan berpengaruh terhadap akurasi, baik pada siswa yang tidak mengalami kesulitan membaca maupun pada siswa yang mengalami kesulitan membaca.”

2. “Morfem merupakan komponen linguistik yang paling dominan berpengaruh terhadap fluency, baik pada siswa yang tidak mengalami kesulitan membaca maupun pada siswa yang mengalami kesulitan membaca.”

3. “Semantik merupakan komponen linguistik yang paling dominan berpengaruh terhadap reading comprehension, baik pada siswa yang tidak mengalami kesulitan membaca maupun pada siswa yang mengalami kesulitan membaca.”

I. Kerangka Berfikir

Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka berpikir penelitian bertujuan untuk melihat pengaruh variabel eksogen yakni komponen kesadaran lingustik (fonem, morfem, semantik, sintaksis) terhadap variabel endogen yakni keterampilan membaca. Berikut kerangka berfikir dapat dilihat pada bagan 1.2 berikut ini.

(12)

Bagan 1.1

Pengaruh Kesadaran Linguistik Terhadap Keterampilan Membaca

Fonem Morfem Sintak Semantik

Kesadaran Fonologi (Kesadaran Linguistik ) Perekaman Fonologis Leksikal (Phonological Recording In Lexical Access)

Proses Fonologi

Penguasaan komponen bahasa Ingatan jangka panjang, yang masing-masing bidang telah dikembangkan secara terpisah

Keterampilan Membaca

Penguasaan kosa kata Struktur sintak-semantik Pengenalan terhadap huruf serta tanda-tanda baca (Akurasi) Korelasi aksara beserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistik yang

formal (fluency)

kemampuan untuk memahami isi dari

sebuah bacaan (reading komprehension).

Referensi

Dokumen terkait

 Each cluster is associated with a centroid (center point)  Each point is assigned to the cluster with the closest centroid  Number of clusters, K , must be specified. 

Dari data diatas dapat diketahui bahwa kandungan O2 yang dihasilkan dari campuran premium dan biofuel 5% dan 20% lebih tinggi dibandingkan kandungan O2 pada premium

Mengacu pada presisi dan reliabilitas desain jaring, maka didapatkan desain jaring optimasi sebagai desain jaring yang optimal dari segi presisi, reliabilitas, dan

STUDI KOMPARASI PASAR TERNAK BAYONGBONG DENGAN PASAR TERNAK WANARAJA KABUPATEN GARUT.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Membahas mengenai cara membuat dan merancang animasi mata kuliah Basis Data yang berupa modul Compact Disc (CD) dengan mengguanakan program Macromedia Flash MX dan Swish max

Oleh sebab itu pelajar perlu memantapkan terlebih dahulu pengetahuan mereka dalam bahasa yang dipelajari supaya kesilapan kecil dapat dielakkan.Perbezaan makna dan fungsi kata

Kitab kuning merupakan kitab-kitab keagamaan berbahasa Arab yang dihasilkan para ulama dan pemikir muslim lainnya di masa lampau dan masa sekarang khususnya yang

Asal-usul penyebaran kapak persegi melalui suatu migrasi bangsa Asia ke Indonesia. Nama kapak persegi diberikan oleh Van Heine Heldern atas dasar penampang lintangnya yang