• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

310

PENGADAAN BENIH KEDELAI DENGAN MENUMBUHKAN SISTEM JABALSIM DI KAWASAN HUTAN JAWA TIMUR

Imam Sutrisno dan Fachrur Rozi

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Alamat email: imam_sutrisno71@yahoo.co.id

f_rozi13@yahoo.com

ABSTRACT

One of case at in the national soybean production low because not many farmers use quality seed. The cause is the unavailability of seed varieties easily in the field. System ' Flow of Seeds between field or season (Jabalsim)' on the forest land to be effective procurement solutions to farmers' seeds. The forest community Institution or LMDH is place assembled for utilization of management activities as mutual benefit, strengthen, and support each other. The use of technology recommendation on forest land for seed business is not only improve soybean production at the macro level, but also provides improved farmers income on the forest area. Planting soybeans early in the rainy season in forest land have important role in seed supply on the lowland after rice planting in the dry season. In addition, efforts of soybean seed breeding on forest land is technically easier to perform and 'profitable' economically compared to product for soybean consumption. Sustainability in the procurement of soybean seeds in farmers' forests have more awake in the aspects of quantity and quality of seed.

Keywords: soy, jabalsim, communities, forest

PENDAHULUAN

Kebutuhan benih kedelai terus meningkat di masa datang, sementara petani masih menggunakan benih berkualitas rendah, sehingga menjadi penyebab atas rendahnya tingkat produktivitas kedelai nasional (1,3 t/ha). Tingkat penerapan teknologi kedelai di Indonesia masih rendah sehingga menyebabkan produktivitas yang dicapai belum optimal. Penggunaan benih bermutu merupakan langkah awal menuju keberhasilan dalam usahatani kedelai. Benih yang baik adalah yang mempunyai daya tumbuh lebih dari 95%. Penggunaan benih bermutu akan lebih menghemat jumlah benih yang ditanam dan menghemat biaya penyulaman saat masa tanam kedelai. Ketersediaan benih bermutu dan akses petani terhadap sumber benih bermutu masih sangat rendah. Sementara kepedulian petani untuk menggunakan benih bermutu masih sangat rendah. Mendapatkan benih bermutu untuk petani bukanlah pekerjaan yang mudah karena petani masih perlu memahami akan pentingnya benih kedelai bermutu dalam meningkatkan hasil produksi usahataninya.

Berdasarkan program peningkatan produksi kedelai Nasional, kebutuhan benih pada tahun-tahun ke depan akan meningkat tajam. Sistem perbenihan formal kedelai pada tingkatan nasional hingga kini belum berjalan sesuai yang diharapkan. Sebagai indikasi penggunaan benih di tingkat petani kedelai masih bermutu rendah. Oleh karena

(2)

311

itu, untuk memenuhi kebutuhan benih berkualitas diperlukan upaya untuk membangkitkan minat petani menjadi penangkar benih di daerah sentra produksi. Dengan strategi tersebut diharapkan akan terjadi percepatan adopsi teknologi produksi benih dan meningkatnya produksi benih kedelai.

Lambatnya laju peningkatan penggunaan benih bermutu oleh petani. Salah satunya belum tersebarnya varietas unggul baru kedelai ke lokasi sentra produksi. Kurangnya minat petani juga pihak swasta untuk menjadi produsen benih kedelai memunculkan gagasan untuk memperbaiki dan mengembangkan penyediaan benih melalui sistem Jabalsim (Jaringan benih antar lapang dan antar musim) yang sudah ada. Sistem ‘Jabalsim’ memungkinkan untuk menumbuhkembangkan penangkar benih berbasis komunitas di pedesaan di mana benih kedelai diproduksi oleh petani secara berkelompok (gapoktan) dalam satu hamparan lahan. Sistem ‘Jalinan Alur Benih Antar Lapang dan Musim (Jabalsim)’ yang dijalankan dengan pemanfaatkan lahan hutan diharapkan menjadi solusi efektif pengadaan benih untuk petani.

Menurut Heriyanto (2012) menyatakan bahwa permasalahan yang akan muncul dari upaya penyebaran varietas unggul kedelai adalah bagaimana cara penyebaran yang sesuai dengan permintaan kebutuhan kedelai domestik juga sesuai dengan permintaan pasar. Masalah ini dapat diatasi dengan pemanfaatan sistem Jabalsim (Jalur benih antar lapang dan musim) karena penyebaran dan penyediaan benih kedelai varietas unggul akan efektif. Sistem JABALSIM dapat dikembangkan mencakup wilayah lebih luas mulai dari tingkat desa sampai dengan nasional yang terkoordinasi. Dengan sistem Jabalsim ini masalah percepatan penyebaran benih bermutu dapat teratasi dan menurunnya daya tumbuh yang relatif cepat merosot dapat diminimumkan. Manfaat pemberdayaan sistem Jabalsim dalam upaya penyebaran variets unggul antara lain: (1) meminimumkan faktor resiko akibat penyimpanan benih yang relatif lama, sehingga daya tumbuh relatif dapat dipertahankan; (2) memudahkan petani untuk secara cepat mengadopsi benih varietas unggul kedelai; dan (3) memberikan peluang penyebaran secara cepat dan meluas secara nasional varietas unggul yang sesuai dengan permintaan pasar.

Provinsi Jawa Timur memiliki potensi yang strategis dan sangat menunjang pertumbuhan ekonomi nasional, khususnya kontribusi pemenuhan kebutuhan kedelai nasional. Penetapan Kawasan Hutan Rakyat dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan iklim, memenuhi kebutuhan akan hasil hutan dan berada pada lahan-lahan masyarakat dan dikelola oleh masyarakat. Rencana kawasan hutan rakyat di Jawa Timur ditetapkan dengan luas sekurang-kurangnya 612.000 ha tersebar di Kabupaten Bangkalan, Blitar, Bojonegoro, Bondowoso, Gresik, Jember, Jombang, Kediri, Lamongan, Lumajang, Madiun Magetan, Malang, Mojokerto, Nganjuk, Ngawi, Pacitan, Pamekasan, Pasuruan, Ponorogo,Probolinggo, Sampang, Sidoarjo, Situbondo, Sumenep, Trenggalek, Tuban, Tulungagung, Kota Batu.

(3)

312

KEBUTUHAN BENIH KEDELAI DI JAWA TIMUR

Benih bermutu adalah benih yang mempunyai kemurnian genetik, kemurnian fisik maupun physiologis yang cukup tinggi. Produksi benih harus melalui sertifikasi. sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman. Sertifikasi benih adalah satu cara pengawasan mutu benih baik di lapangan maupun di laboratorium, untuk menjamin tingkat kemurnian benih dengan pemberian sertifikat/label atas perbanyakan benih dengan peraturan/prosedur yang berlaku.

Ada dua sistem dalam perbenihan kedelai yaitu sistem perbenihan formal yaitu usaha benih yang bersertifikat dan sistem perbenihan informal yaitu usaha benih non sertifikat (jalinan benih antar lapang dan musim atau ‘jabalsim’. Sistem perbenihan formal dari kedelai belum berjalan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan penggunaan benih kedelai bersertifikat oleh petani hanya 5%, dan 93% dari benih berlabel tersebut diperoleh dari system opkup. Alur benih dari varietas unggul yang baru dilepas (Breeder Seed/BS) oleh Balitbang, diteruskan oleh Direktorat benih untuk disebarkan ke Balai Benih Induk (BBI) yang selanjutnya diperbanyak untuk menghasilkan FS (Foundation Seed). Benih FS tersebut kemudian diperbanyak oleh Balai Benih Utama (BBU), BUMN (Perum SHS/PT. Pertani) dan Swasta yang masing-masing memproduksi Stock Seed (SS) atau Extension Seed (ES).

Apabila diprediksi sesuai dengan jalur formal perbenihan, maka kebutuhan benih kedelai di Jawa Timur membutuhkan areal luas tanam sebesar 6.428,25 ha di MK I (Gambar 1). Hal ini dapat dipenuhi pada areal hutan, karena pada areal lahan eksisting (sawah atau tegal) masih menghadapi kompetisi dengan tanaman kompetitor lain (padi, jagung, tembakau). Sedangkan luas hutan sebagai areal baru yang dapat dimanfaatkan untuk potensi tanaman pangan di Jawa Timur sebesar 111.000 ha (Badan litbang Pertanian, 2012).

(4)

313

POLA PERBENIHAN KEDELAI DENGAN SISTEM JABALSIM

Sistem perbenihan informal sudah lama ada di petani yaitu penggunaan pola jabalsim (jalur benih antar lapang antar musim). Pola pengadaan dan penyaluran benih kedelai yang berlangsung secara alami, yakni pengadaan benih yang disesuaikan dengan keadaan musim dan waktu daerah setempat. Dalam perkembangannya benih dengan sistem jabalsim belum tertata dengan baik.

Gambar 2. Pola perbenihan kedelai system non formal (Jabalsim) di Jatim (Rozi F, 2008).

Benih kedelai dengan sistem jabal umumnya tidak jelas asal usulnya dan kualitasnya (beragam). Penyediaan dan pengadaannya dikuasai oleh pedagang, sehingga mengabaikan teknik prosesing dan penyimpanan yang disyaratkan dalam perlakuan memproduksi benih. Teknologi penyimpanan yang mereka kuasai belum mampu meningkatkan daya simpan kedelai. Pada umumnya dalam kurun waktu tiga bulan daya tumbuh kedelai mengalami penurunan drastis (drop), sehingga tidak banyak (kurang berani) penangkar berkecimpung dalam perbenihan kedelai.

Seringkali sistem jabalsim dijumpai dalam dan antar kabupaten di Jawa Timur. Penanaman musim I (musim hujan) kedelai ditanam di tegal (29,26%) dari total areal kedelai di Jawa Timur per tahun sebesar 238 136 ha. Produksi MH digunakan di tegal untuk penanaman kedelai berikutnya dan sebagian lagi ditanam di sawah dengan persentse areal masing-masing 14,88% dan.18,07% yaitu pada musim tanam II (MK I). Pada penanaman musim III atau kemarau (MK II), kedelai ditanam di lahan sawah dan benihnya didapatkan dari hasil panen MK I.

Melihat proporsi persentase areal tanam untuk masing-masing musim tanam pengadaan benih kedelai secara kuantitas tidak masalah tercukupi, hanya segi kualitas

(5)

314

yang perlu perhatian utama. Segi kualitas dalam pengertian umum dalam kaitan upaya peningkatan produksi nasional adalah mutu benih dan potensi hasil yang dicapai oleh masing-masing petani. Titik perhatiannya adalah bagaimana memasukkan benih dengan mutu baik dan mempunyai potensi hasil tinggi dari benih yang biasa dipakai (semula) kedalam jaringan benih informal (Jabalsim) yang telah mantap berjalan di petani.

PELUANG PRODUKSI BENIH KEDELAI DI KAWASAN HUTAN

Menurut Sumarno (2012) bahwa dalam konteks penggunaan lahan pertanian yang produktif dan menguntungkan dalam sistem produksi yang berkelanjutan dan memberi manfaat multifungsionalitas pertanian dengan tetap memperhatikan “Pelestarian Sumber Daya Lahan Pertanian (SDLP). Sehubungan dengan hal tersebut pemanfaatan lahan kawasan hutan pada saat tanaman pohon jati masih berumur muda serta ada suatu kesempatan yang diijinkan perhutani untuk diberdayakan sebagai lapangan pekerjaan untuk penghidupan keluarga maupun masyarakat di kawasan hutan sebagai fungsi penyediaan bahan pangan, kecukupan pangan, keragaman pangan, dan peningkatan ekonomi masyarakat, khususnya penanaman varietas unggul benih kedelai yang diminati pada daerah sekitar.

1. Peningkatan Produksi Benih Kedelai

Pengembangan tanaman kedelai di kawasan hutan sangat potensial untuk per-benihan karena : 1) menghidupkan jalur benih antar lapang dan antar musim, 2) kedelai di hutan di tanam pada bulan Februari-Maret dan panen pada bulan Mei/Juni. 3) pola tanam kedelai sawah di tanam Juni/Juli dapat diharapkan benih dari produksi hutan, 4) kualitas benih dari hutan cukup baik, kadar air, daya tumbuh baik karena tanpa disimpan dalam waktu yang lama, 5) harga kedelai lebih baik karena untuk benih. Pemanfaatan hutan terus berkembang karena tidak hanya hutan jati saja yang dimultifungsikan namun di Kabupaten Ponorogo ditingkatkan potensi hutan kayu putih potensi untuk produksi benih kedelai. Pemangkasan daun tanaman kayu putih memberikan ruang dan cahaya matahari bisa masuk di antara pohon kayu putih. Sehingga lahan di bawah tegakan hutan kayu putih, berpotensi untuk produksi kedelai secara permanen atau sepanjang tahun. Pada kawasan hutan jati hanya dapat ditanami pada tegakan pohon jati pada umur 0 – 5 tahun, lebih dari 5 tahun kanopi pohon jati sudah menutup. Hasil penelitian produksi kedelai di kawasan hutan dapat mencapai 1,5 – 2 t/ha (Badan Litbang Pertanian, 2012).

Untuk mewujudkan impian kedelai hutan sebagai sumber benih diperlukan dukungan kebijakan diperlukan untuk memberikan insentif kepada petani berupa akses, modal, sarana produksi (benih, pupuk, pestisida), peningkatan pengetahuan tentang inovasi teknologi terkini (Pelatihan, Penyuluhan). Kebijakan penting lainnya adalah penetapan harga jual yang menarik, pembatasan impor atau diberlakukan tarif impor, meningkatkan peran BUMN untuk menampung hasil kedelai dengan harga yang layak pada saat panen raya, dukungan pengambil kebijakan di daerah untuk mendorong

(6)

315

pengembangan kedelai dan menampung hasil panen kedelai. Perlu sinkronisasi program dengan GP3K (Gerakan Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi), dimana pelaku atau pengelola GP3K adalah Perum Perhutani, PT SHS, PT Pertani dan Petrokimia.

2. Peningkatan Pendapatan Petani

Dari pengamatan di lapang titik perhatian usaha perbenihan kedelai adalah pada tingkat benih sebar (SS dan ES) dilakukan oleh penangkar-penangkar. Penangkar-penangkar swasta tidak memproduksi benih sendiri (proses penanaman) tetapi melakukan opkup ke petani. Hal ini dilakukan untuk menghindari resiko kegagalan yang berdampak pada kerugian. Sistem opkup ini adalah petani yang menanam dan benihnya dipinjami oleh penangkar dan diujikan ke BPSB sebagai persyaratan pelabelan (sertifikasi).

Pengalaman diatas dapat dijadikan rujukan untuk pengadaan benih kedelai di kawasan hutan. Ada tiga pilihan skenario pola kerja sama yang saling menguntungkan dalam produksi benih antara petani/kelompok tani dengan pedagang benih yaitu:

a) Skenario 1: Pedagang membeli calon benih dari petani, sehingga petani memproduksi sampai panen dan pascapanen ditangani oleh pedagang dan disarankan tingkat harga di petani 10% di atas harga konsumsi;

b) Skenario 2: Benih diproduksi oleh petani sampai mendapatkan label sertifikasi, pada skenario ini disarankan tingkat harga di petani 45% di atas harga konsumsi; c) Skenario 3: benih dipinjami oleh pedagang dan dikembalikan oleh petani saat

panen; pedagang membeli calon benih dari petani, sehingga petani memproduksi sampai panen dan pascapanen ditangani oleh pedagang, disarankan tingkat harga di petani minimal 8% di atas harga konsumsi.

Tabel 1. Analisa Finansial per unit (kg) Usahatani Kedelai dengan beberapa skenario

Komponen biaya Usaha kedelai konsumsi (Rp/kg) Usaha benih skenario 1 (Rp/kg) Usaha benih skenario 2 (Rp/kg) Usaha benih skenario 3 (Rp/kg) Harga konsumsi 7000 - - -

Biaya proses produksi 3 704 3 704 3 704 3 000

Keuntungan konsumsi 3 296 - - - Biaya prosesing: Penjemuran (< 10%) Sortasi (4 %) Sertifikasi Penyusutan (5%) Packing

Total biaya produksi benih

150 150 260 200 290 230 1130 Harga benih 7700 10.150 7560 Keuntungan benih 3846 5316 4560

(7)

316 Sumber: data diolah (Rozi F, 2005)

Dari tabel 1. menunjukkan bahwa keuntungan yang diperoleh dari usaha benih pada skenario 3 lebih aman dan ‘profitable’ bagi petani. Meskipun pada skenario 2 menjanjikan keuntungan yang paling tinggi, tetapi berisiko dan membutuhkan penambahan modal untuk biaya pasca panen. Hal ini yang kurang diminati oleh petani, mengingat petani di sekitar hutan bermodal terbatas dan petani miskin. Apabila petani hanya memproduksi untuk konsumsi memperoleh keuntungan yang paling rendah yaitu Rp 3296,- per kg dan ini tidak terpenuhi sasaran untuk tujuan pengadaan benih kawasan hutan.

Skenario 1 juga dapat disarankan ke petani, karena dengan penambahan sedikit perlakuan penjemuran untuk mendapatkan standar kadar air yang layak benih mendapatkan tambahan keuntungan sebesar Rp 550,- atau (15%). Standar kadar air layak benih yang diinginkan adalah maksimal 12%, sementara biasanya kedelai dipanen minimal 14% keatas. Apabila petani menginginkan menjual calon benih seperti pada scenario 1, maka penjemuran bisa dilakukan sekali setelah panen pada cuaca normal.

Kekurangminatan penangkaran benih pada sistem formal seperti analisis finansial yang ditunjukkan pada scenario 2, karena nilai ekonomis yang kecil. Hal ini menyebabkan tidak banyak penangkar maupun pemain swasta kurang berminat dalam pembuatan benih kedelai berlabel. Alasan teknis keengganan penangkar dalam membuat benih dengan system formal (berlabel) dikemukakan oleh beberapa hasil penelitian (Van Santen dan Heriyanto , 1996; Nugraha, Smolders dan Saleh, 1996) bahwa tingkat kelayakan dari penerapan system perbenihan formal pada komoditas kedelai sangat rendah dan cenderung tidak layak. Hal ini disebabkan karena: 1) Mutu (genetic dan daya tumbuh) benih bersertifikat tidak lebih baik dibandingkan dengan benih local (benih yang diperoleh dari system perbenihan informal); 2) harga benih local lebih murah; 3) benih bersertifikat tidak selalu tersedia (dari segi varietas, waktu, dan kualitas) pada saat petani membutuhkan; dan 4) daya simpan benih kedelai sangat pendek karena teknologi tepat guna belum diterapkan.

SIMPULAN DAN SARAN

Kawasan lahan hutan sangat berpotensi dalam memenuhi kebutuhan benih kedelai. Ada beberapa hal yang menjadi bertimbangan: (1) Pengadaan benih sistim Jabalsim (jalur benih antar lapang dan antar musim) dapat berjalan, (2) kualitas benih terjamin karena produksi benih dari hutan cukup baik, kadar air, daya tumbuh baik karena tanpa disimpan dalam waktu yang lama, 5) harga kedelai lebih baik karena untuk benih.

Dengan perbedaan waktu penanaman kedelai di lahan hutan dengan penanaman di sawah pada umumnya, maka berpeluang adanya peningkatan harga kedelai. Hal ini karena banyaknya permintaan benih untuk pertanaman di sawah, sehingga hasil kedelai

(8)

317

dijual dalam bentuk benih. Usaha perbenihan kedelai di kawasan hutan berpeluang meningkatkan pendapatan petani atau masyarakat sekitar hutan.

Kawasan hutan sebagai sumber benih kedelai diperlukan dukungan kebijakan dari pemerintah untuk memberikan insentif kepada petani berupa akses, modal, sarana produksi (benih, pupuk, pestisida), peningkatan pengetahuan tentang inovasi teknologi terkini (Pelatihan, Penyuluhan).

DAFTAR PUSTAKA

Badan Litbang Pertanian, 2012. Inovasi Terkini Kedelai dan Jagung Menambah Penghasilan Petani. Badan litbang Pertanian. Jakarta.

Balitkabi 2011. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Malang. Hlm: 2--73.

BPS.2004; 2005; 2006; 2007; dan 2008. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik Indonesia. Jakarta.

BPTP Jatim. 2010. Rencana Pengembangan Benih dari Kegiatan Uji Adaptasi VUB Kedelai di Propinsi Jawa Timur. BPTP Jatim. Malang

Heriyanto, 2012. Upaya Percepatan Penyebaran Varietas Unggul Kedelai di Pulau Jawa, Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Malang.

Nugraha S. N, Smolders H, dan Nasir Saleh. 1995. Seed Quality of Secondary Food Crops in Indonesia. Paper presented at the workshop on ‘ Integrated Seed Systems for Low-Input Agriculture’ 24-27 October, 1995. RILET, Malang, Indonesia.

Rozi Fachrur, Heriyanto, Rully K., Nila P., Imam S., Gatut WAS, dan Marwoto. 2005. Perbaikan Sistem Perbenihan Kedelai dalam Upaya Peningkatan Produksi. Laporan Teknik Tahunan (ROPP F.2). Balitkabi. (Tidak dipublikasikan).

Rozi Fachrur. 2008. Membangun Sistem Perbenihan Kedelai dengan Pendekatan ‘Supply Chain Management’. Dalam: Basuki et.al. Peran Perbenihan dan Kelembagaan dalam Memperkokoh Ketahanan Pangan. Prosiding Seminar Nasional dan Workshop Perbenihan dan Kelembagaan. Fakultas Pertanian. UPN .Veteran’ Yogyakarta – Forum Perbenihan Komda DIY. Yogyakarta.

(9)

318

Sumarno, 2012. Konsep Pelestarian Sumber Daya Lahan Pertanian dan Kebutuhan Teknologi. Buletin Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Iptek Tanaman Pangan. Vol. 7(2): 132--133. ISSN 1907-4263.

Van Santen, C.E. dan Heriyanto. 1996. The Source of Farmers’ Soybean Seed in Indonesia. Dalam: Van Amstel, H., Bottema, J.W.T., Sidik, M., dan Van Santen, C.E. Eds. Integrating Seed Systems for Annual Food Crops. Proceeding of a Workshop Held in Malang, Indonesia. CGPRT No. 32. Bogor. The CGPRT Centre.

Gambar

Gambar 1. Peta Kebutuhan Benih Kedelai di Jawa Timur (BPTP Jatim, 2010)
Gambar  2.  Pola  perbenihan  kedelai  system  non  formal  (Jabalsim)  di  Jatim    (Rozi  F,  2008)
Tabel 1.  Analisa Finansial per unit (kg) Usahatani Kedelai dengan beberapa skenario

Referensi

Dokumen terkait

Jika proses pendataan telah dilakukan maka akan diberikan kepada tim analis untuk mengetahui apakah data peserta tersebut aktif serta rencana dan manfaat yang diajukan dalam

Karakteristik termohidrolika reaktor TRIGA berbahan bakar silinder dan TRIGA Konversi Untuk memberikan ilustrasi mengenai perbedaan karakteristik termohidrolika reaktor

Perbandingan persentase kenaikan kemampuan, baik pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen dapat dilihat dari selisih rata-ratanya. Hasil uji perbandingan menunjukkan bahwa:

KETUA RAPAT (LASARUS. Kita memang mengundang Gubernur semua supaya kita duduk maksudnya duduk satu tempat kita. Tentu Komisi V ini kan mengundang bukan tanpa

Kondisi pembebanan awal adalah kondisi pembebanan pada saat gaya prategang mulai bekerja (ditransfer pada beton) dimana pada saat tersebut beban beban yang terjadi

Para guru SMA Negeri 1 Talang Kelapa dalam hal ini dituntut untuk tidak terjadi batasan-batasan komunikasi antar paraguru agar dapat memenuhi tujuan yang telah

Capaian sasaran strategis tahun 2013 ditunjukkan oleh capaian IKU dominan, “jumlah Sistem Informasi yang dimanfaatkan secara efektif” yang diukur dengan jumlah

(2) Penerapan fungsi evaluasi terhadap kegiatan dakwah masjid Agung Kendal yaitu dengan mempelajari segala bentuk kegiatan dakwah yang diselenggarakan di Masjid