• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pegagan a. Karakteritik

Pegagan (Centella asiatica L. Urban) yang juga disebut

Hydrocotyle asiatica ini tumbuh liar di Pulau Jawa dan Madura pada

ketinggian 1-2500 mdpl (di atas permukaan laut). Bentuk tumbuhan seperti rumput, tersebar luas pada daerah tropik dan subtropik dengan penyinaran matahari yang cukup, lokasi berkabut, di sepanjang sungai, di sela-sela bebatuan, padang rumput, halaman, dan di tepi jalan. Pegagan berdaun tunggal, berbentuk ginjal, panjang tangkai daun antara 5 - 15 cm. Tepi daun bergerigi, penampang 1 - 7 cm tersusun dalam roset yang terdiri atas 2 - 10 helai daun. Buah Pegagan berbentuk lonjong atau pipih, berbau harum dan rasanya pahit. Panjang buah antara 2 - 2,5 mm (Dalimartha, 2006).

(2)

commit to user b. Klasifikasi tanaman

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermathophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Umbilales

Famili : Umbilaferae (Apiaceaea) Genus : Centella

Spesies : Centella asiatica L. Urban (Syamsuhidayat, 1991)

c. Kandungan Kimia

Hasil analisis fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak Pegagan memiliki komponen asam triterpen, minyak atsiri, glikosida, alkaloid, flavonoid, saponin dan kandungan kimia lainnya (Jamil et al., 2007). Komponen asam triperten yang terkandung meliputi asiatic,

madecassic, terminolic, centic, centelllic, indocentoic, isobrahmic, bentulic dan brahmic (Zainol et al., 2003). Komponen glikosida yang

paling banyak ditemukan adalah asiatikosid A, asiatikosid B, madekasosid, dan centelosid. Selain itu Pegagan juga memiliki kandungan lain seperti quercetin, stigmasterol, sitosterol, campesterol, carotenoid, vitamin B, dan vitamin C (Jamil et al., 2007).

(3)

commit to user d. Studi Farmakologi Pegagan

Asiatikosid memiliki aktifitas, antiinflamasi, antioksidan, antiulcer, dan mempercepat penyembuhan luka (Kimura et al., 2008). Asiatikosid dapat mencegah perkembangan terjadinya ulkus pada gastritis dengan memperkuat barier mukosa dan mengurangi efek berbahaya radikal bebas (Sairam et al., 2001; Cheng et al., 2004). Bahan aktif asiatikosid juga memiliki aktivitas dalam meningkatkan formasi kolagen dan angiogenesis, meningkatkan elastisitas kulit dan menghambat proses inflamasi yang mungkin menyebabkan hipertrofi luka serta memperbaiki permeabilitas kapiler pada proses penyembuhan luka (Bylka et al., 2013; Somboonwong et al., 2012). Madekasosid memiliki aktivitas anti-inflamasi. Aktivitas ini diperlihatkan dengan penghambatan produksi Nitric Oxide (NO), Prostaglandin (PGE2), Tumor Necrosis Faktor–alpha (TNF-α), Interleukin 1-beta (IL-1β) dan IL-6 (Won, 2010). Asiatikosid dan madekasosid mempunyai fungsi meningkatkan perbaikan dan penguatan sel-sel tubuh dan dapat digunakan dalam pengobatan arthritis (Liu et al., 2008; Murugananthan et al., 2013). Asam asiatik dapat menginduksi apoptosis dan penghentian siklus pembelahan sel di beberapa tipe kanker pada tikus (Shusma et al., 2011).

Senyawa glukosida dan triterpenoid yang terkandung di dalamnya memiliki kemampuan yang signifikan dalam mencegah dan memiliki efek teurapetik pada fibrosis liver akibat induksi

(4)

commit to user

dimetilnitrosamin pada tikus (Ming et al., 2004). Kandungan triterpen pada Pegagan memiliki aktivitas antidepresan, mengurangi kadar kortikosteroid pada serum darah secara signifikan, dan meningkatkan jumlah neurotransmiter monoamin pada otak tikus (Thamarai et al, 2012a).

2. Testis

a. Anatomi Testis

Sistem reproduksi jantan terdiri atas organ-organ yang bekerja sama memproduksi spermatozoa dan menyampaikannya ke traktus reproduksi betina. Organ reproduksi meliputi testis, epididimis, duktus deferen, kelenjar aksesoris (ampula, vesika seminalis, prostat, dan glandula bulbo-uretralis), penis, skrotum, dan preputium. Organ reproduksi ini memiliki peran masing-masing dalam menjalankan fungsinya sebagai organ reproduksi (Guyton, 2007). Testis adalah organ utama dalam sistem reproduksi jantan. Testis terletak di dalam sebuah kantung yang dinamakan skrotum dan menggantung di bawah tubuh hewan (gambar 2.2).

(5)

commit to user

Testis bertanggung jawab pada proses stereidogenesis dan produksi sel-sel germinal haploid melalui spermatogenesis. Setiap testis dikelilingi oleh simpai tebal jaringan ikat kolagen yaitu tunika albugenia. Tunika albugenia menebal pada permukaan posterior testis dan membentuk mediastinum testis, tempat penjuluran septa fibrosa ke dalam kelenjar selanjutnya membagi kelenjar menjadi sekitar 250 kompartemen yang disebut lobulus testis (Junquiera, 2007). Setiap lobulus ditempati oleh 1 - 4 tubulus seminiferus yang terpendam dalam dasar jaringan ikat longgar yang banyak mengandung pembuluh darah, limfe, saraf, dan banyak sel interstisial (sel Leydig). Tubulus seminiferus menghasilkan spermatozoa, sedangkan sel interstisial

Leydig menyekresikan androgen testis (Sherwood, 2005).

b. Histologi Testis

1) Tubulus Seminiferus

Spermatozoa dihasilkan di tubulus seminiferus. Panjang seluruh tubulus setiap testis mencapai 250 m. Tubulus ini berkelok-kelok dan berawal sebagai saluran buntu. Di ujung setiap lobulus, lumen menyempit dan berlanjut ke dalam ruas pendek yang disebut tubulus rektus yang menghubungkan tubulus seminiferus dengan rete testis (Sherwood, 2005). Tubulus seminiferus terdiri atas lapisan jaringan ikat fibrosa, lamina basalis, dan epitel germinal yang kompleks (gambar 2.3).

(6)

commit to user

Gambar 2.3. Struktur Histologi Tubulus Seminiferus Testis (Junquiera, 2007)

Lapisan terdalam yang melekat pada lamina basalis terdiri atas sel-sel mioid gepeng yang memperlihatkan ciri otot polos. Sel-sel interstisial menempati sebagian besar ruangan di antara tubulus seminiferus. Epitel tubulus seminiferus terdiri dari dua jenis sel yaitu sel sertoli dan sel-sel yang membentuk garis keturunan spermatogenik. Produksi spermatozoa disebut spermatogenesis yakni suatu proses yang meliputi pembelahan sel melalui mitosis dan meiosis serta diferensiasi akhir spermatozoa yang disebut spermiogenesis (Junquiera, 2007).

2) Spermatogenesis

Spermatogenesis merupakan proses pembentukan spermatozoa. Proses ini dimulai dengan pembelahan sel benih primitif spermatogonium yang relatif kecil dan berdiameter sekitar 12 µm berada di dekat lamina basal epitel. Proses spermatogenesis ini pada hewan jantan mulai terjadi beberapa saat sebelum masa

(7)

commit to user

pubertas dimana sel benih primordial berkembang menjadi spermatogonia yang selanjutnya akan berdiferensiasi menjadi spermatosit primer. Setelah terjadinya penggandaan DNA, spermatosit primer mulai memasuki tahap profase pembelahan miosis pertama. Spermatosit primer berkembang menjadi dua spermatosit sekunder, dan mulai memasuki tahap pembelahan meiosis kedua dan akan dihasilkan empat spermatid yang bersifat haploid (Junquiera, 2007).

3) Jaringan Interstisial Testis

Jaringan interstisial testis merupakan tempat yang penting untuk produksi androgen. Celah antara tubulus seminiferus dalam testis diisi oleh jaringan ikat, saraf, pembuluh darah dan limfe. Jaringan ikat terdiri dari berbagai jenis sel yang meliputi fibroblas, sel mast, dan makrofag. Selama pubertas, muncul jenis sel tambahan yang berbentuk bulat atau poligonal dan memiliki inti di pusat dan sitoplasma eosinofilik dengan banyak tetes lipid halus. Sel tersebut adalah sel interstisial Leydig. Sel-sel interstisial Leydig memiliki ciri sel pensekresi steroid. Sel-sel ini menghasilkan hormon pria testosteron yang berfungsi bagi perkembangan ciri kelamin sekunder pria (Junquiera, 2007).

(8)

commit to user c. Fisiologi Testis

Kelenjar pituitari mensekresikan dua hormon gonadotropin dengan pengaruh yang berbeda-beda pada testis. LH merangsang hormon androgen oleh sel-sel Leydig. FSH mempengaruhi tubulus seminiferus untuk meningkatkan spermatogenesis. Karena androgen juga diperlukan untuk produksi sperma, maka LH merangsang spermatogenesis secara tidak langsung. LH dan FSH diatur bergantian oleh sebuah hormon dari hipotalamus, yaitu Gonadotropin Releasing

Hormon (GnRH). Konsentrasi LH, FSH dan GnRH dalam darah diatur

melalui umpan-balik negatif oleh androgen. GnRH juga dikontrol melalui umpan balik negatif dari LH dan FSH (Campbel et al., 2004).

Testis memproduksi sejumlah hormon yaitu androgen dan testosteron. Fungsi testosteron adalah merangsang perkembangan spermatozoa yang terbentuk dalam tubulus seminiferus, merangsang pertumbuhan kelenjar-kelenjar aksesori (prostat, vesikularis dan glandula bulbo urethralis) dan merangsang perkembangan kelamin sekunder. Sel-sel Leydig yang terletak antara tubulus seminiferus adalah tempat utama sintesis steroid dalam testis yang dipercepat oleh LH. Testosteron dan dehidrotestosteron adalah hormon androgen yang paling penting untuk memicu pertumbuhan penis, vas deferen, vesikula seminalis, kelenjar prostat, epididimis, dan sifat kelamin sekunder pada pria (Soewolo, 2000).

(9)

commit to user 3. Stres dan Stres Imobilisasi

Stres adalah respon tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan mental/beban kehidupan). Stres merupakan suatu kondisi yang sangat individual dari suatu organisme untuk dapat mengontrol tantangan eksternal maupun internal. Stres imobilisasi merupakan salah satu metode untuk menstimulasi stres. Dipakai metode ini karena merupakan metode yang mudah untuk menginduksi stres psikologis dan fisik (Nayanatara et al., 2012). Pada model stres ini, individu diisolasi dari grupnya dan dibatasi geraknya dalam area tertentu (Pacak dan Palkovits, 2001).

Fisiologi stres manusia terdiri dari aksis Hipotalamus-Pituitari-Adrenal (HPA) dan sistem saraf simpatik. Kedua sistem ini bekerja sama untuk memberi respon "fight or flight" terhadap setiap ancaman. Respon tersebut dapat meningkatkan tekanan arteri, perpindahan darah dari

visceral ke otot aktif dan otak, peningkatan kadar metabolisme selular,

peningkatan glikolisis, peningkatan kekuatan otot, peningkatan aktifitas mental dan peningkatan kadar koagulasi darah. Tubuh manusia memberi respon-respon tersebut karena terjadinya pembebasan neurotransmiter dan hormon-hormon khusus (Guyton, 2007).

Aksis HPA bertanggung jawab untuk mengaktivasi pelepasan glukokortikoid, di mana 95% dalam bentuk kortisol dari korteks adrenal (Guyton, 2007). Efek dari kortisol adalah mobilisasi protein dari otot dan asam lemak yang berasal dari jaringan adiposa, peningkatan lemak di hepar, dan juga sebagai suatu respon antiinflamasi (Sherwood, 2001).

(10)

commit to user

Sistem saraf simpatis bertanggung jawab untuk menstimulasi simpatis baik secara langsung ataupun tidak langsung yaitu dengan aktivasi pelepasan katekolamin dari medula adrenal (Guyton, 2007). Seperti epinefrin dan nonepinefrin, hormon ini juga memberi efek kepada organ target dengan cara yang sama yaitu peningkatan nadi jantung, inhibisi fungsi sistem pencernaan, dilatasi pupil dan respon lain yang berkaitan dengan aktivasi simpatis. Kedua cabang simpatis dan parasimpatis sistem saraf otonom yang diaktivasi secara terus-menerus dan kronis akan menyebabkan terjadinya degenerasi dan disfungsi organ (Sherwood, 2001).

4. Pengaruh Stres terhadap Testis

a. Pengaruh Stres terhadap Fungsi Endokrin Testis

Aktivasi aksis Hipotalamus-Pituitari-Adrenal (HPA) sebagai respon terhadap stres dapat menghambat fungsi reproduksi melalui supresi aksis Hipotalamus-Pituitari-Testis (HPT). Stres dapat mempengaruhi frekuensi dan amplitudo pulsatif dari GnRH, mengaktifkan sistem saraf simpatis dan respon adrenal. Bila peningkatan pulsasi ini berlebihan, dapat mengganggu sekresi FSH dan LH yang akan menghambat proses spermatogenesis. Terjadinya stres diikuti dengan berbagai gangguan pada pematangan sel gamet jantan pada testis dan ganguan pada fungsi endokrin (sel Leydig)

(11)

commit to user

(Potemina, 2008). Stres juga menyebabkan penurunan konsentrasi LH dan testosteron dalam plasma (Dong et al., 2004).

Stres meningkatkan konsentrasi serum glukokortikoid dan menghambat aktivitas biosintesis testosteron selanjutnya mengakibatkan penurunan sekresi testosteron. Penelitian dengan stres imobilisasi menunjukkan bahwa stres akibat kenaikan kortikosteroid secara langsung bertanggung jawab apoptosis sel Leydig (Gao et al., 2002) dan inhibisi pada perkembangan pubertas (Consten et al., 2001).

b. Pengaruh Stres terhadap Terjadinya Stres Oksidatif

Stres mampu merangsang banyak jalur yang mengarah pada peningkatan kadar radikal bebas (Olivenza et al., 2000). Salah satunya dengan peningkatan produksi Nitric Oxide (NO) dan Reactive

Oxygen Species (ROS). Dalam kondisi normal terdapat sistem

pertahanan terhadap radikal bebas oleh beberapa enzim seperti

Superoxide Dismutase (SOD), Catalase (CAT) dan Glutation Peroksidase (GSH Px-) yang melakukan peran penting dalam

detoksifikasi radikal bebas. Namun dalam keadaan stres, fungsi enzim-enzim tersebut terganggu (Bashandy, 2006). Stres imobilisasi pada tikus dapat menurunkan kadar testosteron serum, terjadi peningkatan yang signifikan pada kadar peroksidasi lipid, penurunan kadar katalase, dan aktivitas superoksida dismutase yang menunjukkan adanya stres oksidatif (Priya dan Reddy, 2012).

(12)

commit to user

Salah satu biomarker terjadinya stres oksidatif adalah munculnya produksi ROS yang berlebihan. Produksi ROS adalah peristiwa fisiologis normal pada berbagai organ termasuk testis dalam mengendalikan kapasitasi sperma, reaksi akrosom sperma, dan fusi dengan oosit (Mostafa et al., 2004; Tremellen, 2008). ROS mampu mengaktifkan jalur ekstrinsik maupun intrinsik apoptosis. Apoptosis atau kematian sel terprogram adalah program bunuh diri selular yang merupakan proses fisiologis dalam homeostasis jaringan, pengembangan embrio, dan respon imun. Sel spermatogenik pada berbagai tahap diferensiasi rentan untuk mengalami apoptosis secara fisiologis. Namun, apoptosis yang berlebihan menyebabkan infertilitas karena hilangnya sel germinal (Stiblar, 2009).

Peningkatan kadar ROS dapat menyebabkan oksidasi mitokondria sehingga mengganggu potensial membran mitokondria dan akhirnya melepaskan sitokrom C. Sekali bebas dari membran mitokondria, sitokrom C dengan cepat membuat sebuah kompleks multi-protein yang melibatkan Apaf-1 dan procaspase 9 yang dapat mengaktivasi caspase 9, yang kemudian memicu efektor caspase 3, 6, dan 7. Caspase ini dapat mengaktifkan endonuklease dan protease yang mengakibatkan fragmentasi DNA dan degradasi protein nukleus dan sitoskeletal. ROS juga mampu menginduksi ekspresi reseptor Fas ligan dan merangsang Fas/FasL yang memediasi jalur transduksi sinyal apoptosis. Interaksi Fas dengan FasL mengawali kaskade

(13)

commit to user

jalur ekstrinsik apoptosis yang dimulai dengan pembelahan proteolitik procaspase 8 menjadi bentuk aktifnya, yang akibatnya mengaktifkan efektor caspase 3, 6, atau 7. Pada akhirnya caspase ini menyebabkan terjadinya kerusakan protein dan apoptosis sel (Parekattil dan Agarwal, 2012).

Membran plasma dan sitoplasma sel spermatozoa mengandung asam lemak tak jenuh dalam jumlah besar, sehingga ROS dapat dengan mudah menembus masuk membran plasma (Saleh et al., 2002). Mekanisme utama dalam proses kerusakan membran spermatozoa oleh ROS ini adalah reaksi peroksidasi lipid atau Lipid

Peroxidation (LPO). Peroksidasi lipid merupakan proses auto-katalitik

yang dimediasi oleh radikal bebas. Berupa proses destruktif dimana asam lemak tak jenuh dalam membran sel mengalami degradasi untuk membentuk hidroperoksida lipid. Peningkatan peroksidasi lipid ini dalam keadaan stres yang kronis menyebabkan perubahan pada enzim antioksidan. Pada akhirnya kerusakan pada sel memicu terjadinya nekrosis (Akpinar et al., 2008).

Pada testis, NO terlibat dalam pengaturan biosintesis testosteron oleh sel Leydig baik pada kondisi normal maupun kondisi stres (Weissman et al., 2005). NO dapat berinteraksi dengan oksigen, anion superoksida, dan senyawa tiol menghasilkan spesies Nitrogen Reaktif (NOx), Peroxynitrite (ONOO-) dan S-nitrosoglutathione (GSNO) (Rubbo et al., 2000). Nitric Oxide (NO) merupakan senyawa yang

(14)

commit to user

secara potensial dapat menurunkan produksi testosteron in vivo (Lue et al., 2003) dan secara langsung menekan fungsi sel Leydig pada percobaan in vitro (Weissman et al., 2005).

c. Pengaruh Stres terhadap Histologi Testis

Mikroanatomi tubulus seminiferus yang normal menunjukkan asosiasi sel spermatogenik tersusun berlapis sesuai dengan tingkat perkembangannya dari membran basalis menuju ke arah lumen tubulus. Pemaparan stres pada hewan uji akan menyebabkan pembentukan radikal bebas yang dapat menurunkan proses spermatogenesis dan menekan aksis HPT akibat kadar kortisol yang berlebihan. Terhambatnya proses spermatogenesis dapat terlihat pada terhambatnya diferensiasi spermatid, kerusakan sel-sel spermatogenik, dan berkurangnya jumlah sel Leydig. Setelah dipapar pada stres imobilisasi yang kronis, terjadi perubahan histologi pada testis dengan tidak adanya sebagian besar sel penyusun epitel tubulus seminiferus (Potemina, 2008).

Stres imobilisasi juga mengakibatkan malformasi histopatologi pada testis. Stres imobilisasi kronis yang diberikan pada tikus secara signifikan menyebabkan atrofi tubulus seminiferus, meningkatnya ruang intertubuler, gangguan spermatogenesis yang ditandai dengan sedikitnya jumlah sperma pada lumen tubulus. Pada kerusakan testis yang sedang ditemukan edema dan pemisahan tubulus seminiferus,

(15)

commit to user

sedangkan pada kerusakan histopatologi yang berat didapatkan hilangnya integritas struktur testis (Priya dan Reddy, 2012).

5. Proteksi Ekstrak Etanol Pegagan

Pada penelitian sebelumnya dijelaskan bahwa stres dapat meningkatkan kadar radikal bebas. Salah satunya dengan peningkatan produksi NO dan ROS (Olivenza et al., 2000). Pada kondisi normal terdapat beberapa enzim yang melakukan peran penting dalam detoksifikasi radikal bebas. Namun dalam keadaan stres, fungsi enzim enzim tersebut menurun (Bashandy, 2006).

Antioksidan seperti vitamin C dan vitamin E merupakan antioksidan non-enzimatis yang memiliki peran dalam proses pengambilan oksigen yang diturunkan dari radikal bebas (Bashandy, 2006). Antioksidan juga banyak ditemukan pada tanaman herbal yang berpotensi sebagai agen farmakologi. Salah satu herbal yang mengandung senyawa antioksidan adalah Pegagan.

Kandungan triterpenoid, alkaloid, saponin, dan flavonoid dalam ekstrak Pegagan terbukti mempunyai kandungan antioksidan yang cukup signifikan dalam mengurangi proses stres oksidatif (Jaswir et al., 2004; Hussin et al., 2007). Antioksidan mampu menetralisir ROS, dapat melindungi membran lipid dan makromolekul terhadap kerusakan oksidatif (Ranawat dan Bansal, 2009).

(16)

commit to user

Kandungan triterpen pada Pegagan juga memiliki aktivitas antidepresan, mengurangi kadar kortikosteroid pada serum darah secara signifikan, dan meningkatkan jumlah neurotransmiter monoamin pada otak tikus (Thamarai et al., 2012a). Ekstrak Pegagan juga memiliki aktivitas antistres yang signifikan dalam mengurangi waktu imobilitas dan meningkatkan durasi tidur karena terdapat efek hipnosis (Thamarai et al., 2012b).

Efek protektif ekstrak Pegagan juga mampu meningkatkan aspek kognisi, menurunkan malondialdehid, kadar nitrit, memperbaiki penurunan GSH, meningkatkan aktivitas glutathione-S transferase, katalase dan SOD (Kumar et al., 2009). Pemberian ekstrak Pegagan pada tikus yang diinduksi dengan timah, secara signifikan dapat meningkatkan berat organ reproduksi tikus, mengurangi stres oksidatif jaringan yang ditimbulkan akibat paparan timah, dan memperbaiki parameter organ reproduksi. Hal ini menunjukkan peranan positif ekstrak Pegagan dalam memperbaiki fungsi reproduksi tikus jantan yang diinduksi stres oksidatif (Sainath et al., 2011).

6. Fluoxetin

a. Farmakokinetik

Fluoxetin merupakan obat antidepresan golongan Selective

Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI). Fluoxetin memiliki waktu paruh

(17)

commit to user

waktu paruh tujuh sampai sembilan hari. Obat ini diabsorpsi baik setelah pemberian oral dan memiliki efek puncaknya dalam rentang empat sampai delapan jam. Obat ini dimetabolisme oleh hati. Fluoxetin dimetabolisme di hati oleh P450IID6, suatu subtipe enzim yang spesifik, yang mengindikasikan bahwa klinisi harus berhati-hati dalam pemberian bersama obat lain yang juga dimetabolisme oleh P450IID6. Pada umumnya, makanan tidak memiliki efek yang besar pada absorpsi obat. Pemberian SSRI dengan makanan sering menurunkan insidensi gejala mual dan diare yang sering berhubungan dengan pemakaian SSRI (Katzung, 2010).

b. Farmakodinamik

Obat ini memiliki aktivitas spesifik dalam menginhibisi ambilan kembali serotonin (serotonin reuptake) tanpa efek pada ambilan kembali norepinefrin dan dopamin. Obat ini juga tidak memiliki sama sekali aktivitas agonis dan antagonis pada tiap reseptor neurotransmiter. Tidak adanya aktivitas pada reseptor antikolinergik, antihistaminergik, dan anti-adrenergik-α1 adalah dasar farmakologis untuk rendahnya insidensi efek samping yang terlihat pada pemberian SSRI (Katzung, 2010).

(18)

commit to user B. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran

Kaskade caspase FSH LH Sitokrom C Aktivasi aksis HPA Stres imobilisasi Stres oktidatif Kortisol Aksis HPT Peroksidasi Lipid Fas & FasL ROS (NO, O2-, H2O2, OH-) Mitokondria

Kerusakan histopatologi testis:  Atrofi tubulus seminiferus

 Peningkatan diameter lumen tubulus dan terlihat gangguan spermatogenesis

 Adanya edema dan jarak antar tubulus yang melebar

Hilangnya integritas struktur testis normal

Diferensiasi sel spermatogenik Sel Leydig testis Testosteron Apoptosis

Kematian sel germinal Degradasi membran plasma Nekrosis sel Apaf-1 GnRH Caspase 8 Flavonoid Antioksidan Antistres Alkaloid Triterpenoid Antidepresan Antioksidan Antioksidan

(19)

commit to user Keterangan :

DNA : Deoxiribo Nucleic Acid FSH : Folicle Stimulating Hormon GnRH : Gonadotropin Releasing Hormon HPA : Hipotalamus-Pituitari-Adrenal HPT : Hipotalamus-Putuitari-Testis H2O2 :Hidrogen Peroksida LH : Lutenizing Hormon NO : Nitrit Oksida OH- : Ion Hidroksil O2 - : Superoxide anion

ROS : Reactive Oxygen Species : Mengaktifkan/ Menyebabkan/ Mengakibatkan

: Menghambat : Efek Antioksidan : Efek antistres dan antidepresan

C. Hipotesis

Pemberian ekstrak Etanol Pegagan (Centella asiatica L. Urban) memiliki pengaruh terhadap gambaran histopatologi testis tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi stres imobilisasi kronik.

Gambar

Gambar 2.1. Tanaman Pegagan (Wikipedia, 2013)
Gambar 2.2. Struktur Anatomi Testis dan Epididimis (Ellis, 2006)
Gambar 2.3. Struktur Histologi Tubulus Seminiferus Testis   (Junquiera, 2007)
Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena probabilitas (0,000) jauh lebih kecil dari  0,05, maka model regresi dapat dipakai untuk memprediksi kemampuan shooting dalam permainan bola

Berdasarkan tabel 4.8 diatas dapat dilihat bahwa hasil perhitungan kualitas pelayanan PT PLN (Persero) Cabang Palembang Rayon Rivai Golongan Rumah Tangga Kecamatan Bukit

Dari tabel tersebut terlihat bahwa peubah suhu udara berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan karang pada setiap pulau, sedangkan peubah curah hujan hanya berpengaruh

Menurut Boud pada Nurhayati (2016 : 142), kemandirian belajar dapat dilihat dari seberapa besar mereka memperoleh kemandirian dalam hal: (1) mengidentifikasi kebutuhan

Enzim-enzim yang terlibat dalam proses fermentasi dapat bekerja pada suhu yang optimum, sehingga dengan suhu yang optimum pada lama fermentasi 120 jam menyebabkan

Penelitian mengenai kesenjangan antara motif dan kepuasan followers Instagram YukNgaji terhadap akun @yukngajisolo ini memperoleh hasil bahwa akun tersebut tidak dapat

Pengaruh ownership concentration terhadap kinerja operasional 151 Pada persamaan tersebut dapat dilihat koefisien regresi variabel biaya opera- sional (BOPO) sebesar 0,888 dengan

Jika Anda tidak mempunyai kontak yang disimpan pada tablet, Anda dapat menyinkronkan dengan kontak akun Google, mengimpor kontak dari file data kontak (vCard atau csv) atau