• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kesehatan mempunyai peran penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Kondisi kesehatan dan gizi yang buruk, khususnya pada ibu dan anak, akan menciptakan generasi sumber daya manusia berkualitas buruk. Sebaliknya, generasi yang sehat dan kondisi gizi baik akan memiliki otak yang cerdas akan menciptakan sumber daya manusia berkualitas baik (Sujudi 2003).

Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan visi misi Presiden dan implementasi Nawa Cita yang kelima yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, diselenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan (Kemenkes 2015b).

Salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya derajat kesehatan adalah seberapa besar tingkat pembiayaan untuk sektor kesehatan. Salah satu bentuk kebijakan pemerintah dibidang kesehatan dalam rangka mendukung tercapainya pembangunan kesehatan yang merata adalah Bantuan Operasional Kesehatan. BOK merupakan bantuan pemerintahah pusat kepada pemerintah daerah untuk mendukung operasional puskesmas (Kemenkes 2015b).

Sejalan dengan kebijakan pembangunan untuk menggerakan perekonomian daerah dan menempatkan daerah sebagai penanggungjawab pembangunan, maka terjadi perubahan mendasar dalam mekanisme penyaluran dana dari tugas pembantuan (TP) pemerintah pusat ke daerah menjadi dana alokasi khusus (DAK) dan untuk pertama kalinya di tahun 2016 terdapat DAK nonfisik bidang kesehatan (Kemenkes 2015b). Perubahan kebijakan tersebut perlu disikapi dengan baik oleh daerah, khususnya pada sisi tata kelola termasuk pertanggungjawaban administrasi dan pencapaian program-program nasional yang telah ditetapkan (Kemenkes 2015b).

(2)

Perubahan ini sejalan dengan penelitian bahwa DAK merupakan mekanisme penyaluran dana dari pusat ke kab/kota yang lebih efektif karena penyalurannya dapat tepat waktu, lebih efisien karena pencairan dana oleh Satker melalui BUD Pemda, transparan karena penetapan alokasi menggunakan formula berdasarkan kemampuan fiskal daerah dan ketersediaan sumber daya daerah (Djadis 2015). Dalam pelaksanaan BOK tahun 2016, diharapkan masalah dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan BOK dapat diatasi dengan baik, dengan pembinaan yang intensif oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi. Dengan demikian pemanfaatan BOK akan semakin efisien, efektif, transparan, dan akuntabel.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman dan Kabupaten Gunungkidul ditemukan bahwa tingkat penyerapan anggaran BOK puskesmas dengan mekanisme DAK nonfisik Tahun 2016 berbeda, dimana penyerapan dana BOK di Kabupaten Sleman lebih tinggi dari Kabupaten Gunungkidul.

Tabel 1. Jumlah realisasi penyerapan dana BOK Puskesmas di Kabupaten Sleman (per November 2016)

No. Pukesmas Anggaran Realisasi Sisa %Realisasi

(1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Moyudan Rp 240,000,000 Rp 224,079,500 Rp 15,920,500 97,37% 2 Minggir Rp 240,000,000 Rp 205,241,500 Rp 34,758,500 85,52% 3 Seyegan Rp 200,000,000 Rp 192,955,500 Rp 7,044,500 96,48% 4 Godean I Rp 240,000,000 Rp 208,562,300 Rp 31,437,700 86,90% 5 Godean 2 Rp 240,000,000 Rp 197,742,100 Rp 42,257,900 82,39% 6 Gamping I Rp 240,000,000 Rp 227,700,000 Rp 12,300,000 94,88% 7 Gamping II Rp 240,000,000 Rp 235,465,500 Rp 4,534,500 98,11% 8 Mlati I Rp 240,000,000 Rp 234,419,500 Rp 5,580,500 97,67% 9 Mlati II Rp 240,000,000 Rp 225,688,500 Rp 14,331,500 94,04% 10 Depok I Rp 240,000,000 Rp 232,617,000 Rp 7,383,000 96,92% 11 Depok II Rp 195,000,000 Rp 176,374,000 Rp 18,626,000 90,45% 12 Depok III Rp 240,000,000 Rp 212,079,500 Rp 27,920,500 88,37% 13 Berbah Rp 240,000,000 Rp 220,549,500 Rp 19,450,500 91,90% 14 Kalasan Rp 205,000,000 Rp 189,111,000 Rp 15,889,000 92,25% 15 Prambanan Rp 205,000,000 Rp 189,708,400 Rp 15,291,600 92,54%

(3)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) 16 Ngemplak I Rp 240,000,000 Rp 219,573,000 Rp 20,427,000 91,49% 17 Ngemplak II Rp 240,000,000 Rp 215,535,000 Rp 24,465,000 89,81% 18 Ngaglik I Rp 195,000,000 Rp 179,138,600 Rp 15,861,400 91,87% 19 Ngaglik II Rp 240,000,000 Rp 218,923,000 Rp 21,077,000 91,22% 20 Sleman Rp 195,000,000 Rp 187,314,500 Rp 7,685,500 96,06% 21 Tempel I Rp 240,000,000 Rp 231,723,000 Rp 8,277,000 90,78% 22 Tempel II Rp 240,000,000 Rp 217,882,500 Rp 22,117,500 85,62% 23 Turi Rp 240,000,000 Rp 205,478,000 Rp 34,522,000 85,62% 24 Pakem Rp 240,000,000 Rp 213,695,200 Rp 26,304,800 89,04% 25 Cankringan Rp 200,000,000 Rp 185,141,000 Rp 14,859,000 92,57% Jumlah Rp5,715,000,000 Rp5,246,697,600 Rp 468,302,400 91,81%

Sumber : (Dinkes Sleman 2016)

Berdasarkan tabel di atas, realisasi dana BOK Puskesmas dengan mekanisme DAK nonfisik di Kabupaten Sleman sampai dengan bulan November 2016 mencapai 91,81%, di mana tidak terdapat perbedaan penyerapan dana yang berarti di antara masing-masing puskesmas. Puskesmas dengan penyerapan tertinggi adalah puskesmas Gamping II dengan angka penyerapan dana mencapai 98,11%, sedangkan puskesmas dengan penyerapan terendah adalah puskesmas Godean II dengan angka penyerapan dana mencapai 82,39% dari total alokasi pagu yang ditetapkan.

Tabel 2. Jumlah realisasi penyerapan dana BOK Puskesmas di Kabupaten Gunungkidul (per 17 Desember 2016)

No. Pukesmas Anggaran Realisasi Sisa %Realisasi

(1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Nglipar I Rp 199,540,000 Rp 171,606,200 Rp 27,933,800 86.00% 2 Nglipar II Rp 214,675,000 Rp 178,445,100 Rp 36,229,900 83.12% 3 Gendangsari I Rp 208,613,000 Rp 153,604,400 Rp 55,008,600 73.63% 4 Gendangsari II Rp 89,032,000 Rp 135,494,400 Rp 53,537,600 71.68% 5 Patuk I Rp 221,931,000 Rp 142,163,300 Rp 79,767,700 64.06% 6 Patuk II Rp 221,518,000 Rp 179,293,700 Rp 42,224,300 80.94% 8 Girisubo Rp 245,593,000 Rp 221,144,100 Rp 24,448,900 90.04% 9 Ponjong I Rp 272,110,000 Rp 253,156,900 Rp 18,953,100 93.03% 10 Ponjong II Rp 225,971,000 Rp 205,496,100 Rp 20,474,900 90.94%

(4)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) 11 Wonosari I Rp 237,894,000 Rp 237,894,000 Rp - 100.00% 12 Wonosari II Rp 290,389,000 Rp 290,389,000 Rp - 100.00% 13 Karangmojo I Rp 248,751,000 Rp 181,436,500 Rp 67,314,500 72.94% 14 Karangmojo II Rp 230,634,000 Rp 198,508,500 Rp 32,125,500 86.07% 15 Panggang I Rp 197,870,000 Rp 173,575,200 Rp 24,294,800 87.72% 16 Panggang II Rp 204,573,000 Rp 200,960,875 Rp 3,612,125 98,20% 17 Purwosari Rp 13,789,000 Rp 198,240,100 Rp 15,548,900 92.73% 18 Tepus I Rp 212,875,000 Rp 183,938,400 Rp 28,936,600 86.41% 19 Tepus II Rp 211,437,000 Rp 192,604,200 Rp 18,832,800 91.09% 20 Tanjungsari Rp 37,390,000 Rp 193,145,360 Rp 44,244,640 81.36% 21 Paliyan Rp 244,680,000 Rp 224,115,500 Rp 20,564,500 91.60% 22 Saptosari Rp 254,476,000 Rp 231,022,000 Rp 23,454,000 90.78% 23 Ngawen I Rp 225,966,000 Rp 162,790,500 Rp 63,175,500 72.04% 24 Ngawen II Rp 199,218,000 Rp 121,702,300 Rp 77,515,700 61.09% 25 Semanu I Rp 251,643,000 Rp 195,357,950 Rp 56,285,050 77.63% 26 Semanu II Rp 23,281,000 Rp 198,031,000 Rp 25,250,000 88.69% 27 Semin I Rp 252,809,000 Rp 203,552,800 Rp 49,256,200 80.52% 28 Semin II Rp 23,949,000 Rp 197,732,775 Rp 26,216,225 88.29% 29 Playen I Rp 250,680,000 Rp 250,661,500 Rp 18,500 99.99% 30 Playen II Rp 29,655,000 Rp 211,363,346 Rp 18,291,654 92.04% Jumlah Rp6,909,000,000 Rp5,956,273,131 Rp 952,726,869 86.21%

Sumber: (Dinkes Gunungkidul 2016)

Berdasarkan tabel di atas, realisasi dana BOK puskesmas dengan mekanisme DAK nonfisik di Kabupaten Gunungkidul mencapai 86,21%, di mana terdapat perbedaan penyerapan yang mencolok antara masing-masing puskesmas. Puskesmas dengan penyerapan tertinggi adalah puskesmas Wonosari I dengan angka penyerapan dana mencapai 100 %, sedangkan puskesmas dengan penyerapan terendah adalah puskesmas Ngawen II dengan angka penyerapan dana hanya mencapai 61,09% dari total alokasi pagu yang ditetapkan. Hal menunjukan bahwa penyerapan dana BOK belumlah optimal, karena masih terdapat sisa dana sebesar Rp. 952.729.869,00- yang mungkin tidak dapat diserap karena telah berada pada akhir tahun anggaran, dan harus di kembalikan ke kas daerah.

(5)

Penilaian keberhasilan pelaksanaan anggaran dapat dilakukan dengan menilai tingkat penyerapan anggarannya. Penilaiannya yaitu membandingkan antara realisasi anggaran dan total anggarannya pada akhir tahun di sebuah entitas, pelaksanaan anggaran yang ideal dapat ditandai dengan penyerapan anggaran yang tinggi disertai dengan output dan outcome yang optimal (Halim 2014). Dalam anggaran berbasis kinerja, penyerapan anggaran sebenarnya bukan merupakan tolok ukur penilaian suatu kegiatan. Namun, penyerapan anggaran belanja masih menjadi fokus pemerintah dalam pelaksanaan APBD.

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai suatu institusi yang strategis dalam pelaksanaan urusan kesehatan, memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kinerja puskesmas, termasuk dalam penyerapan realisai anggaran BOK. Dalam pelaksanaan BOK, Dinas Kesehatan berperan menghitung dan menetapkan besaran alokasi dana BOK per puskesmas dengan melihat beberapa variabel yang terkait dengan beban kerja, menetapkan pejabat KPA dan pejabat pengelola keuangan, melakukan advokasi dan bimtek tentang pengelolaan keuangan dana BOK, melakukan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan dan pelaksanaan anggaran BOK, melakukan proses penatausahan keuangan BOK, dan melakukan pengawasan dalam rangka pembinaan dan pengendalian pelaksanaan anggaran dengan tujuan pemanfaatan BOK akan semakin efisien, efektif, transparan, dan akuntabel (Kemenkes 2015b).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah peran dinas kesehatan Kabupaten Sleman dalam penyerapan dana BOK puskesmas dengan mekanisme DAK nonfisik lebih baik dari dinas kesehatan Kabupaten Gunungkidul?

(6)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengevaluasi peran dinas kesehatan dalam penyerapan dana BOK puskesmas dengan mekanisme DAK nonfisik di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman dan Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui peran Dinas Kesehatan dalam penyerapan dana BOK dengan mekanisme DAK nonfisik dilihat dari fungsi manajemen.

b. Untuk memberikan rekomendasi bagi Dinas Kesehatan Kab. Sleman dan Dinas Kesehatan Kab. Gunungkidul serta Kementerian Kesehatan RI terkait peningkatan penyerapan anggaran BOK.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pemerintah Daerah

Sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan tentang kebijakan-kebijakan yang bersifat strategis berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan BOK Puskesmas di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Gunungkidul.

2. Bagi Dinas Kesehatan

Sebagai bahan masukan dalam menyusun strategi untuk meningkatkan kinerja Dinas Kesehatan dalam penyerapan dana BOK Puskesmas dengan mekanisme DAK nonfisik.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk peneliti selanjutnya yang akan meneliti tentang BOK dengan mekanisme DAK nonfisik.

(7)

E. Keaslian Penelitian

1. Penelitian oleh (Bahar 2012), yang berjudul peran Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat dan Dinas Kesehatan Kabupaten Kaimana Dalam Pembinaan dan Pengawasan Kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan, Jamkesmas dan Jampersal Tahun 2011. Peneliti ini meneliti tentang peran dinas dalam pembinaan dan pengawasan kebijakan BOK, Jamkesmas dan Jampersal serta prediksi dan rekomendasinya. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif metode kualitatif, dengan rancangan penelitian studi kasus. Persamaan dengan peneliti adalah rancangan penelitian. Perbedaan dengan peneliti adalah variabel penelitian dan lokasi penelitian.

2. Penelitian oleh (Mulyawan 2012), yang berjudul Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) di Dinas Kesehatan. Peneliti ini meneliti tentang peran Dinkes dalam manajemen keuangan dan

manajemen program BOK, serta pendapat Dinkes terhadap pelaksanaan

kebijakan BOK dengan melakukan studi kasus di Dinkes Kabupaten Bantul dan Dinkes Kabupaten Lebong. Penelitian ini menggunakan rancangan kualitatif dengan pendekatan studi kasus deskriptif. Persamaan dengan peneliti adalah rancangan penelitian. Perbedaan dengan peneliti adalah lokasi penelitian.

3. Penelitian oleh (Pani 2012), yang berjudul Evaluasi Implementasi Kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) di 3 Puskesmas Kabupaten Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2011. Peneliti ini meneliti tentang pemanfaatan dana BOK di puskesmas, waktu pencairan dana dan peran manajerial kepala puskesmas dan staf. Penelitian ini menggunakan rancangan kualitatif dengan pendekatan studi kasus deskriptif. Persamaan dengan peneliti adalah rancangan penelitian. Perbedaan dengan peneliti adalah variabel penelitian.

4. Penelitian oleh (Bonenberger et al. 2016), yang berjudul Factors influencing the work efficiency of district health managers in low-resource settings: a qualitative study in Ghana. Peneliti ini meneliti tentang faktor-faktro yang

(8)

berkontribusi terhadap praktek pengelolaan manajer kesehatan kabupaten yang tidak efisien dan cara meningkatkan efisiensi manajer secara keseluruhan. Penelitian ini menggunakan rancangan kualitatif. Persamaan dengan peneliti adalah rancangan penelitian. Perbedaan dengan peneliti adalah variabel penelitian.

5. Penelitian oleh (Asante et al. 2006), yang berjudul Getting by on Credit: How District Health Managers in Ghana Cope with the Untimely Release of Funds. Peneliti ini meneliti tentang bagaimana manajer kesehatan kabupaten mengatasi turunnya dana pemerintah yang tidak tepat waktu. Penelitian ini menggunakan rancangan kualitatif. Persamaan dengan peneliti adalah rancangan penelitian. Perbedaan dengan peneliti adalah variabel penelitian.

Gambar

Tabel 1. Jumlah realisasi penyerapan dana BOK Puskesmas di Kabupaten  Sleman (per November 2016)
Tabel 2. Jumlah realisasi penyerapan dana BOK Puskesmas di Kabupaten  Gunungkidul (per 17 Desember 2016)

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahap pertama ini kajian difokuskan pada kajian yang sifatnya linguistis antropologis untuk mengetahui : bentuk teks atau naskah yang memuat bentuk

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,

Beban-beban dalam laporan ini adalah beban-beban yang dikeluarkan oleh bank syariah sebagai institusi keuangan syariah sendiri, tidak ada kaitannya dengan pengelolaan

[r]

[r]

“Kecuali mengenai Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur, Labuan dan Putrajaya, hukum Syarak dan undang-undang diri dan keluarga bagi orang yang menganut agama Islam,

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak