FUNGSI KABUR
Tugas Akhir
Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Matematika
Disusun oleh: Nama : Retno Triyanti
NIM : 023114012
PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
FUZZY FUNCTION
FINAL ASSIGNMENT
Presented for the Partial Fulfillment of the Requirement To Obtain the Sarjana Sains Degree
Study Program of Mathematics
By:
Name : Retno Triyanti Student Number : 023114012
STUDY PROGRAM OF MATHEMATICS SAINS AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kegagalan bukan berarti anda gagal Tetapi anda belum sukses
Kegagalan bukan berarti anda tak mencapai apa-apa Tetapi anda telah mempelajari sesuatu
Kegagalan bukan berarti anda bodoh karena pernah mencoba Itu pertanda anda berani, berhati teguh, bersemangat baja Maka berbanggalah dengan diri anda sendiri
Kegagalan bukan berarti anda tidak akan sukses Tetapi dibutuhkan kesabaran
Kegagalan bukan berarti anda sudah berakhir
Tetapi anda masih punya peluang untuk memulainya kembali, dan berusaha mencari sesuatu yang baru
Kegagalan bukan berarti Tuhan telah meninggalkan anda Tetapi Dia punya rencana yang lebih baik
Jadi berarti bahwa kegagalan tidak akan pernah berakhir …
(Dr. Robert Schuller)
Tugas Akhir ini aku persembahkan kepada: 1. Kedua orangtua tercinta 2. Kakak-kakakku semua dan dek Tarra tersayang 3. Keluarga besarku
ABSTRAK
Fungsi kabur diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu fungsi tegas dengan kendala kabur, fungsi tegas yang menularkan kekaburan dari variabel be-bas ke variabel tak bebe-bas, dan fungsi pengaburan dengan variabel tegas. Untuk menentukan nilai maksimum fungsi tegas dengan daerah asal tegas maupun ka-bur dipakai himpunan pemaksimum dan himpunan peminimum. Integral kaka-bur diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu integral fungsi kabur pada interval tegas dan integral fungsi tegas pada interval kabur. Diferensial fungsi tegas pada himpunan kabur dikerjakan dengan menggunakan prinsip perluasan.
ABSTRACT
Fuzzy functions can be classified into three groups, namely crisp functions with fuzzy constraint, crisp functions that propagate fuzziness of independent variable to dependent variable, and fuzzifying functions of crisp variable. To find the maximum value of crisp function with crisp or fuzzy domain we use maximi-zing set and minimimaximi-zing set. Fuzzy integration is classified into two groups, namely integration of fuzzy function on crisp interval and integration of crisp function on fuzzy interval. Differentiation of crisp function on fuzzy set is carried out using extension principle.
KATA PENGANTAR
Alhamdullilahhirobil’alamin, puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan anugerah, kekuatan, kesabaran, kesehatan, dan kebahagiaan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir yang berjudul “FUNGSI KABUR”. Tugas akhir ini disusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Romo Frans Susilo, S.J., selaku dosen pembimbing yang telah memberi-kan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan tugas akhir ini.
2. Romo Ir. Gregorius Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
3. Ibu Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si, M.Si, selaku Ketua Program Studi Matematika.
4. Bapak Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc, selaku Dosen Pembimbing Akademik.
5. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Sains dan Teknologi, khususnya Program Studi Matematika.
6. Segenap karyawan Universitas Sanata Dharma yang berada di perpusta-kaan, Sekretariat Fakultas Sains dan Teknologi, BAA, dan AUK.
7. Bapak dan Ibu, yang telah memberikan kasih sayang, kepercayaan, doa, semangat, dan kesabaran menunggu kelulusan saya.
8. Semua kakakku dan dik Tarra terima kasih atas kasih sayang, dukungan dan doanya.
9. Teman-teman angkatan 2002, terima kasih atas dukungan dan doanya. 10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas
akhir ini.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih banyak kesalahan dan ke-kurangan yang harus diperbaiki, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tugas akhir ini.
Yogyakarta, ………. 2008
Penulis
Retno Triyanti
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………..……… ….… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………...… ii
HALAMAN PENGESAHAN ………....… iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ………. iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……….…… v
ABSTRAK ………..……… vi
ABSTRACT ……….……….. vii
KATA PENGANTAR ………...…….…….…... viii
DAFTAR ISI ……….. x
DAFTAR TABEL ……….. xii
DAFTAR GAMBAR ………. xiii
BAB I PENDAHULUAN ………...…….…..….. 1
A. Latar belakang Masalah ……….………...…..…. 1
B. Rumusan Masalah ……….………..………. 2 C. Batasan Masalah ……….………. 3 D. Tujuan Penulisan ………...……….……….. 3 E. Metode Penulisan ……….….…….……….. 3 F. Manfaat Penulisan ……….……..…………. 3 G. Sistimatika Penulisan ……….…...……… 4
BAB II FUNGSI TEGAS DAN HIMPUNAN KABUR ……….…….…..…….. 5
A. Fungsi Tegas …..………..……….…… 5
1. Pengertian Fungsi ………,,……….………. 5
2. Nilai maksimum dan Minimum Fungsi ………….……….……… 8
3. Diferensial ………..….……… 9
4. Integral ……….….………. 16
B. Himpunan Kabur ……….………... 20
1. Pengertian Himpunan Kabur ……….……… 20
2. Fungsi Keanggotaan ……….…….…………. 25
3. Operasi pada Himpunan kabur ……….………….…. 32
4. Potongan-α dari Himpunan Kabur ………... 34
5. Prinsip Perluasan ……….………. 34
BAB III FUNGSI KABUR …………...…... 37
A. Jenis- jenis Fungsi Kabur ……….……….. 37
1. Fungsi Tegas dengan Kendala Kabur ……….……….. 37
2. Penularan Kekaburan oleh Fungsi Tegas ………….………. 39
3. Fungsi Pengaburan dengan Variabel Tegas ………….…………. 40
B. Ekstrim Kabur dari Fungsi ……….……… 44
1. Himpunan Pemaksimum dan Peminimum ……….…….….. 44
2. Nilai Maksimum dari Fungsi tegas ……….……..………. 47
a. Daerah Asal Tegas ………..………. 47
b. Daerah Asal Kabur ……….………. 48
C. Integral dan Diferensial Kabur ……….……….. 51
1. Integral ………...……. 51
a. Integral Fungsi Kabur dengan Interval tegas ……….………. 52
b. Integral Fungsi Tegas dengan Interval kabur ……….….…… 54
2. Diferensial ……….……… 56
D. Soal – soal ……….………… 58
BAB IV KESIMPULAN ……….……….. 70
DAFTAR PUSTAKA ……….…….…….. 73
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Integral Kabur ………. 56 Tabel 3.2. Integral Kabur dari fungsi f(x)= x2 +1……… 64
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Fungsi f yang mempunyai nilai maksimum relatif di c ………….. 8
Gambar 2.2. Fungsi f yang mempunyai nilai minimum relatif di c ………..….. 9
Gambar 2.3. Fungsi s(x) = f(x) - g(x) ……….………15
Gambar 2.4. Sebuah partisi dari [a, b] dengan titik-titik sampel x ….………. 18 i Gambar 2.5. Grafik fungsi keanggotaan himpunan kabur “bilangan real yang dekat dengan 4” ……….…... 26
Gambar 2.6. Grafik fungsi keanggotaan himpunan kabur “bilangan real yang dekat dengan 4”………. 27
Gambar 2.7. Grafik fungsi keanggotaan Segitiga(x;3,6,15) ………... 28
Gambar 2.8. Grafik fungsi keanggotaan Trapesium(x;3,6,9,15) …………... 29
Gambar 2.9. Grafik fungsi keanggotaan Gauss(x;8,8) ………..….…. 30
Gambar 2.10. Grafik fungsi keanggotaan Cauchy(x;4,1,8) …………...…….. 31
Gambar 3.1. Fungsi pengaburan ………..….. 41
Gambar 3.2. Himpunan kabur fungsi-fungsi tegas ………..……….. 44
Gambar 3.3. Contoh himpunan pemaksimum ………...…………. 45
Gambar 3.4. Himpunan pemaksimum dari fungsi sinus ………..……….. 46
Gambar 3.5. Nilai maksimum dengan daerah asal tegas ………..………. 48
Gambar 3.6. Nilai maksimum sebagai skalar ………..……….. 49
Gambar 3.7. Nilai maksimum dari f(x)= x− +2 dengan daerah asal kabur .. 50
Gambar 3.8. Nilai maksimum f(x)=cosx dengan daerah asal kabur ……... 51
Gambar 3.9. Integral fungsi kabur dengan interval tegas ………..….…... 54 Gambar 3.10. Interval kabur ………..……… 54
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai gejala kekaburan, yaitu suatu himpunan yang tidak mempunyai batasan yang jelas. Misalkan kita ambil contoh dalam kehidupan nyata, manusia dapat dibagi menjadi dua yaitu laki-laki dan perempuan. Batasan laki-laki dan perempuan adalah jelas, tetapi tidak demikian dengan perempuan yang cantik dan perempuan tidak cantik. Himpunan perempuan yang cantik merupakan himpunan dengan obyek-obyek yang keanggo-taanya tidak dapat ditentukan dengan tegas karena himpunan perempuan yang cantik dan himpunan perempuan yang tidak cantik mempunyai batasan yang tidak jelas. Karena himpunan perempuan yang cantik itu tergantung oleh penilaian se-seorang. Misalnya menurut Anton mungkin Krisdayanti itu cantik sekali, tetapi menurut Budi itu mungkin hanya biasa saja. Jadi tidak jelas mana yang meru-pakan anggota himpunan dan mana yang bukan merumeru-pakan anggota himpunan.
Dengan adanya permasalahan yang tidak dapat diselesaikan dengan him-punan tegas, maka diperlukan konsep himhim-punan kabur. Konsep himhim-punan kabur diperkenalkan oleh Lotfi Asker Zadeh, seorang guru besar di University of Cali-fornia, Berkeley, Amerika Serikat. Konsep himpunan kabur tersebut memperluas konsep himpunan tegas menjadi konsep himpunan kabur. Dalam teori klasik, himpunan didefinisikan sebagai suatu kumpulan obyek-obyek yang terdefinisi se-cara tegas, yaitu dapat ditentukan apakah obyek tersebut merupakan anggota
punan itu atau tidak. Himpunan tegas A dapat didefinisikan menggunakan fungsi
A
χ dengan nilai pada himpunan {0,1},yang disebut fungsi karakteristik dari
him-punan A. Di mana nilai fungsi dari χA(x) adalah:
⎩ ⎨ ⎧ ∉ ∈ = A x A x x A jika 0 jika 1 ) ( χ untuk setiap x∈X.
Dengan memperluas konsep fungsi karakteristik tersebut, himpunan kabur didefinisikan dengan menggunakan fungsi keanggotaan, yang nilainya berada dalam selang tertutup [0, 1]. Sehingga keanggotaan dalam himpunan kabur tidak lagi merupakan sesuatu yang tegas, melainkan sesuatu yang berderajat secara kon-tinu.
Dalam perkuliahan telah dipelajari konsep himpunan tegas dan fungsi tegas, termasuk integral dan diferensial suatu fungsi. Dalam penulisan makalah ini akan dibahas tentang apakah fungsi kabur serta jenis-jenisnya, penggunaan himpunan pemaksimum dan peminimum, selain itu juga integral dan diferensial kabur.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini dapat dirumuskan seba-gai berikut
1. Jenis-jenis dari fungsi kabur dan pengertiannya?
2. Apa yang dimaksud dengan himpunan pemaksimum dan peminimum dan ba-gaimana menentukan nilai maksimumnya?
C. Batasan Masalah
Pembahasan masalah dalam penulisan makalah ini hanya dibatasi pada teori fungsi kabur serta integral dan diferensial kabur.
D. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains dalam bidang Matematika. Selain itu penu-lisan makalah ini bertujuan untuk:
1. Memahami dan memperdalam tentang jenis – jenis fungsi kabur dan pengertiannya.
2. Mengetahui apa yang dimaksud himpunan pemaksimum dan peminimum. 3. Mengetahui apa yang dimaksud integral dan diferensial kabur.
E. Metode Penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan metode studi pustaka yaitu dengan mempelajari bagian materi dari buku-buku yang berkaitan dengan fungsi kabur.
F. Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan dalam penulisan makalah ini adalah: 1. Dapat memperdalam pemahaman mengenai fungsi kabur.
2. Dapat memperdalam pemahaman tentang himpunan pemaksimum dan peminimum, serta integral dan diferensial kabur.
G. Sistematika Penulisan BAB I Pendahuluan
Menjelaskan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, manfaat penulisan serta sis-tematika penulisan.
BAB II Teori himpunan kabur dan Fungsi
Menguraikan tentang teori himpunan kabur dan fungsi tegas. Dalam himpunan kabur akan dibahas tentang pengertian dari teori kabur dan operasi- operasi dalam himpunan kabur serta prinsip perluasan. Sedangkan dalam fungsi akan dibahas tentang penegertian dari fungsi, nilai maksimum dan minimum dari suatu fungsi, intergral dan diferensial.
BAB III Fungsi Kabur
Menguraikan tentang masalah yang diangkat dalam penulisan ini yaitu tentang fungsi kabur, yang di dalamnya berisi tentang pegertian dari fungsi kabur, jenis-jenis fungsi kabur, himpunan pemaksimum dan peminimum serta me-nentukan nilai maksimum, integral dan diferensial kabur.
BAB II
FUNGSI TEGAS DAN HIMPUNAN KABUR
A. Fungsi Tegas
Banyak contoh yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari di mana nilai sua-tu besaran bergansua-tung pada nilai besaran lainnya. Misalnya balas jasa seseorang bergantung pada banyaknya jam kerja; jarak yang ditempuh oleh mobil bergan-tung pada waktu sejak bergerak dari suatu titik tertentu; tahanan suatu kabel listrik dengan panjang tertentu bergantung pada garis tengahnya, dan lain-lain. Hubung-an di Hubung-antara besarHubung-an-besarHubung-an tersebut dapat dinyatakHubung-an dengHubung-an suatu fungsi. 1. Pengertian Fungsi
Suatu fungsi melibatkan tiga hal, yaitu sebuah himpunan tak kosong yang disebut daerah asal fungsi, sebuah himpunan tak kosong lainnya yang disebut
daerah kawan fungsi, dan suatu aturan pengaitan yang menentukan elemen dalam
daerah kawan yang dikaitkan dengan tiap elemen dalam daerah asal.
Definisi 2.1
Fungsi adalah suatu aturan pengaitan antara elemen-elemen dua himpunan tak
kosong, yaitu daerah asal dan daerah kawan fungsi, yang mengaitkan tiap elemen dalam daerah asal dengan tepat satu elemen dari daerah kawan. Dengan kata lain sebuah fungsi memetakan tiap elemen di daerah asal ke tepat satu elemen di dae-rah kawan.
Fungsi biasanya disajikan dengan hurur-huruf seperti f, g, F, φ, ψ. Jika x elemen dalam daerah asal f, maka f(x) adalah elemen dalam daerah kawan f yang dikaitkan dengan x. Elemen f(x) ini dinamakan nilai fungsi f di x, atau peta dari x. Himpunan semua nilai fungsi disebut daerah nilai (range) dari fungsi itu. Daerah nilai merupakan himpunan bagian dari daerah kawan. Suatu fungsi dapat ditulis sebagai berikut: ) ( :x f x f → . Definisi 2.2
Misalkan suatu fungsi ditentukan oleh persamaan y= f(x), maka x dinamakan
variabel bebas (independent variable) atau argumen dari f, sedangkan y
dina-makan variabel tak bebas (dependent variable).
Suatu fungsi membangun himpunan pasangan terurut, sedemikian se-hingga dalam tiap pasangan elemen yang pertama adalah elemen daerah asal fungsi dan elemen yang kedua adalah nilai fungsi itu yang berkaitan dengan ele-men pertama tersebut.
Sekarang akan kita definisikan operasi-operasi pada fungsi, yaitu operasi jumlah, selisih, hasil kali, dan hasil bagi dari fungsi-fungsi.
Definisi 2.3
Diberikan dua buah fungsi f dan g dengan daerah asal A dan daerah kawan B yang merupakan himpunan semua bilangan real. Maka
i. (f +g)(x)= f(x)+g(x) ii. (f −g)(x)= f(x)−g(x) iii. (f.g)(x)= f(x).g(x) iv. , ( ) 0 ) ( ) ( ) ( = ≠ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ x g x g x f x g f untuk setiap x∈A. Definisi 2.4
Andaikan f suatu fungsi dari A ke B dan g adalah fungsi dari B ke C. Komposisi
fungsi dari dua fungsi itu adalah fungsi dari A ke C yang didefinisikan
se-bagai berikut f go )) ( ( ) )( (go f x =g f x untuk setiap x∈A. Contoh 2.1
Misalkan diberikan daerah asal f adalah himpunan semua bilangan real tak negatif dan daerah asal dari g adalah himpunan semua bilangan asli. Fungsi f dan g dide-finisikan oleh
x x
f( )= dan g(x)=4−x2
Jawab: 2 2 4 ) 4 ( )) ( ( ) )( ( ) ( x x f x g f x g f x F − = − = = = o
Jadi daerah asal F adalah himpunan bilangan real sedemikian sehingga , yaitu semua bilangan real dalam selang
0 4− x2 ≥ ] 2 , 2 [− .
2. Nilai Maksimum dan Minimum Fungsi Definisi 2.5
Misalkan A = [a, b] adalah daerah asal fungsi f yang memuat titik c dan B daerah kawan fungsi f adalah himpunan semua bilangan real. Fungsi f dikatakan mem-punyai nilai maksimum relatif di c jika f(c)≥ f(x) untuk semua x di A.
Gambar 2.1 menunjukkan sebagian grafik suatu fungsi yang mempunyai nilai maksimum di c.
Definisi 2.6
Misalkan A = [a, b] adalah daerah asal fungsi f yang memuat titik c dan B daerah kawan fungsi f adalah himpunan semua bilangan real. Fungsi f dikatakan mem-punyai nilai minimum relatif di c jika f(c)≤ f(x) untuk semua x di A.
Gambar 2.2 menunjukkan sebagian grafik suatu fungsi yang mempunyai nilai minimum di c.
Gambar 2.2. Fungsi f yang mempunyai nilai minimum relatif di c
Bila suatu fungsi f mempunyai nilai maksimum relatif atau nilai minimum relatif di c, maka dikatakan f mempunyai nilai ekstrim relatif di c.
3. Diferensial Definisi 2.7
Diberikan fungsi f dengan daerah asal dan daerah kawan himpunan bilangan real.
Turunan fungsi f adalah fungsi f ′ yang nilainya untuk sebarang elemen x adalah
x x f x x f x f x Δ − Δ + = ′ → Δ ) ( ) ( lim ) ( 0
Jika suatu fungsi f mempunyai turunan di x, maka fungsi tersebut dikatakan
ter-diferensialkan (terturunkan) di x.
Jika (x, y) suatu titik pada grafik f, maka y = f(x), dan juga digunakan untuk menyatakan turunan dari f(x). Dengan fungsi f didefinisikan y = f(x), dapat diperoleh y′ ) ( ) (x x f x f y= +Δ − Δ
di mana adalah pertambahan dari y dan menyatakan suatu perubahan nilai fungsi bila x berubah sebesar
y Δ
x
Δ . Oleh karena itu f ′ dapat diganti dengan:
. lim 0 x y dx dy x Δ Δ = → Δ dx dy
dinyatakan sebagai notasi turunan, dalam hal ini berarti ( y) dx
d
, yaitu turunan
dari y terhadap x.
Pengambilan turunan dari f adalah pengoperasian pada f yang menghasil-kan . Seringkali kita memakai huruf D untuk menunjukkan operasi ini, se-hingga dapat dituliskan Df =
f ′
f ′ atau Df(x) = f ′(x).
Teorema 2.1
Jika f(x) = k dengan k suatu konstanta, maka
) (x f ′ = 0. Bukti: 0 0 lim lim ) ( ) ( lim ) ( 0 0 0 = = − = − + = ′ → → → h h h h k k h x f h x f x f . ■
Teorema 2.2
Jika n, dengan n bilangan bulat positif, maka
x x f( )= 1 ) ( = − ′ n nx x f . Bukti: h h nxh h x n n nx h h x h nxh h x n n h nx x h x h x h x f h x f x f n n n n h n n n n n n h n n h h ) ... 2 ) 1 ( ( lim ... 2 ) 1 ( lim ) ( lim ) ( ) ( lim ) ( 1 2 2 1 0 1 2 2 1 0 0 0 − − − − → − − − → → → + + + − + = − + + + − + + = − + = − + = ′ 1 − = n nx . ■ Teorema 2.3
Misalkan f suatu fungsi, k suatu konstanta, dan g adalah fungsi yang didefinisikan oleh g(x) = k.f(x). Jika f ′(x) ada, maka
) ( . ) (x k f x g′ = ′ . Bukti: h x f h x f k h x f h x f k h x kf h x kf h x g h x g x g h h h h ) ( ) ( lim ) ( ) ( lim ) ( ) ( lim ) ( ) ( lim ) ( 0 0 0 0 − + = ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ + − = − + = − + = ′ → → → → ) (x f k ′ = . ■
Teorema 2.4
Misalkan f dan g adalah fungsi dan F adalah fungsi yang didefinisikan oleh
) ( ) ( ) (x f x g x
F = + . Jika f ′(x) dan g ′(x) ada, maka ) ( ) ( ) (x f x g x F′ = ′ + ′ . Bukti: h x g h x g h x f h x f h x g h x g h x f h x f h x g x f h x g h x f h x F h x F x F h h h h h ) ( ) ( lim ) ( ) ( lim ) ( ) ( ) ( ) ( lim )) ( ) ( ( )) ( ) ( ( lim ) ( ) ( lim ) ( 0 0 0 0 0 − + + − + = ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ + − + − + = + − + + + = − + = → → → → → ) ( ) (x g x f′ + ′ = . ■ Contoh 2.2
Diberikan fungsi ( )= 3 −3 +1. Tentukan turunan dari fungsi tersebut.
x x x f Jawab: . 3 3 ) ( 1 3 ) ( 2 3 − = ′ + − = x x f x x x f Teorema 2.5
Jika f didefinisikan pada selang [a, b], mempunyai ekstrim relatif di c, dan ada, maka ) (c f ′ 0 ) ( = ′ c f . Bukti:
Jika f(c) nilai maksimum relatif f pada [a, b], maka f(c)≥ f(x),∀x∈[a,b] atau
] , [ , 0 ) ( ) (x f c x a b f − ≤ ∀ ∈ .
Untuk x < c atau x - c < 0 diperoleh 0 ) ( ) ( ≥ − − c x c f x f .
Jika limitnya ada, maka
0 ) ( ) ( lim ≥ − − → x c c f x f c x . (1)
Untuk x > c atau x - c > 0 diperoleh
0 ) ( ) ( ≤ − − c x c f x f .
Jika limitnya ada, maka
0 ) ( ) ( lim ≤ − − → x c c f x f c x . (2)
Dari (1) dan (2), diperoleh f′ c( )=0.
Jika f(c) nilai minimum relatif f pada [a, b], maka f(c)≤ f(x),∀x∈[a,b] atau ] , [ , 0 ) ( ) (x f c x a b f − ≥ ∀ ∈ .
Untuk x > c atau x - c > 0 diperoleh
0 ) ( ) ( ≥ − − c x c f x f .
Jika limitnya ada, maka
0 ) ( ) ( lim ≥ − − → x c c f x f c x . (3)
Untuk x < c atau x - c < 0 diperoleh
0 ) ( ) ( ≤ − − c x c f x f .
0 ) ( ) ( lim ≤ − − → x c c f x f c x . (4)
Dari (3) dan (4), diperoleh f′ c( )=0. ■
Teorema 2.6
Jika f kontinu pada selang [a, b] dan terdiferensial pada selang (a, b), sedangkan
f(a) = f(b) = 0, maka ada bilangan c pada (a, b) sedemikian sehingga f′ c( )=0.
Bukti:
Karena f kontinu pada selang [a, b], maka fungsi f mempunyai nilai maksimum maupun nilai minimum pada [a, b]. Jika kedua nilai tersebut sama dengan 0, maka
f(x) = 0 pada [a, b], akibatnya f′ x( )=0 untuk semua x dalam (a, b). Apabila
sa-lah satu nilai maksimum atau nilai minimum tidak sama dengan 0 dan
0 ) ( )
(a = f b =
f , maka nilai ekstrim tersebut dicapai pada suatu titik .
Karena f terdiferensial pada selang (a, b), maka menurut Teorema 2.5 .■ ) , ( ba c∈ 0 ) ( = ′ c f Teorema 2.7
Jika f kontinu pada selang [a, b] dan terdiferensial pada titik-titik dalam (a, b), maka terdapat bilangan c dalam (a, b) sedemikian sehingga
a b a f b f c f − − = ′( ) ( ) ( ).
Bukti:
Gambar 2.3. Fungsi s(x) = f(x) - g(x)
Misalkan fungsi s(x) = f(x) - g(x), dengan g adalah garis yang melalui (a, f(a)) dan (b, f(b)). Karena garis g ini mempunyai kemiringan (f(b) – f(a))/(b - a) dan melalui (a, f(a)), maka persamaannya adalah
) ( ) ( ) ( ) ( ) ( x a a b a f b f a f x g − − − = − sehingga ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( x a a b a f b f a f x f x s − − − − − = .
Fungsi s kontinu dalam [a, b] karena merupakan selisih dua fungsi kontinu, dan
s(a) = s(b) = 0. Fungsi s terdiferensialkan dalam (a, b), karena s mempunyai
tu-runan di setiap titik dalam (a, b) yaitu
a b a f b f x f x s − − − ′ = ′( ) ( ) ( ) ( ).
Maka terdapat suatu bilangan c∈( ba, ) sedemikian sehingga s′ c( )=0. Jadi
a b a f b f c f a b a f b f c f c s − − − ′ = − − − ′ = ′ ) ( ) ( ) ( 0 ) ( ) ( ) ( ) (
a b a f b f c f − − = ′( ) ( ) ( ). ■ 4. Integral Definisi 2.8
Fungsi F disebut anti turunan dari fungsi f pada suatu selang I jika untuk setiap
berlaku .
I
x∈ F′(x)= f(x)
Pengintegralan merupakan cara untuk mendapatkan himpunan semua anti turunan dari suatu fungsi yang diberikan. Pengintegralan tersebut didefinisikan sebagai berikut:
∫
f(x)dx=F(x)+Cdan disebut integral tak tentu, di mana
∫
menyatakan lambang integral dan C merupakan konstanta sembarang.Teorema 2.8
Misalkan r adalah sebarang bilangan rasional kecuali –1, maka
C r x dx x r r + + = +
∫
11 . Bukti: r r r x r x x r C r x D + = + = ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + + + ) 1 ( 1 1 1 1 . ■Teorema 2.9
Misalkan f suatu fungsi dan c suatu konstanta, maka
∫
cf(x)dx=c∫
f(x)dx. Bukti:∫
∫
f x dx =cD f x dx c Dx[ ( ) ] x ( ) ) (x cf = . ■ Teorema 2.10Misalkan f dan g mempunyai anti turunan, maka
∫
∫
∫
∫
∫
∫
− = − + = + dx x g dx x f dx x g x f dx x g dx x f dx x g x f ) ( ) ( )) ( ) ( ( ) ( ) ( )) ( ) ( ( Bukti:∫
∫
∫
∫
f x dx+ g x dx =D f x dx + D g x dx Dx[ ( ) ( ) ] x ( ) x ( ) ) ( ) (x g x f + = .∫
∫
∫
∫
∫
∫
∫
∫
− = − + = − + = − dx x g D dx x f D dx x g D dx x f D dx x g D dx x f D dx x g dx x f D x x x x x x x ) ( ) ( ) ( ) 1 ( ) ( ) ( ) 1 ( ) ( ] ) ( ) ( [ ) ( ) (x g x f − = . ■Contoh 2.3
Tentukan intergral dari fungsi ( )= 3+3 +1.
x x x f
Jawab:
Integral dari fungsi tersebut adalah
. 2 3 4 1 ) 1 3 ( ) ( 2 4 3 c x x x dx x x dx x f + + + = + + =
∫
∫
Misalkan sebuah fungsi f didefinisikan pada selang tertutup [a, b]. Pandang suatu partisi P pada selang [a, b] yang terdiri dari n selang bagian yang memakai titik-titik a=x0 <x1 < x2 <...<xn−1 < xn =b dan andaikan
. Pada tiap selang bagian , ambil sebarang titik
1 −
− =
Δxi xi xi [xi−1,xi] x yang i
disebut titik sampel untuk selang bagian ke-i. Contoh partisi dapat dilihat dalam Gambar 2.9 dengan n = 6.
Gambar 2.4. Sebuah partisi dari [a, b] dengan titik-titik sampel x i
Bentuk jumlahan sebagai berikut
∑
= Δ = n i i i p f x x R 1 ) (Definisi 2.9
Misalkan fungsi f didefinisikan pada selang tertutup [a, b]. Jika
i n i i P→
∑
= f(x )Δx lim 1 0ada, maka fungsi f dikatakan terintegralkan pada [a, b], di mana | P | yang disebut
norma P, adalah panjang selang bagian yang terpanjang dari partisi P.
Selanjut-nya, i n i i P b a x x f dx x f =
∑
Δ∫
( ) lim→ = ( ) 1 0disebut integral tentu fungsi f dalam [a, b].
Teorema 2.11
Integral tentu fungsi f dalam [a, b] adalah
) ( ) ( ) (x dx F b F a f b a − =
∫
di mana F adalah anti turunan dari fungsi f. Bukti:
Misalkan P:a=x0 <xi <x2 <...<xn−1 < xn =b adalah sebarang partisi dari
[a, b], maka . )] ( ) ( [ ) ( ) ( ... ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( 1 1 0 1 2 1 1
∑
= − − − − − = − + + − + − = − n i i i n n n n x F x F x F x F x F x F x F x F a F b FMenurut Teorema 2.6, terdapat xi∈(xi−1,xi) sedemikian sehingga
x x f x x x F x F x F( i)− ( i−1)= ′( i)( i − i−1)= ( i)Δ .
Jadi
∑
= Δ = − n i i x x f a F b F 1 ) ( ) ( ) ( .Apabila kedua ruas diambil limitnya untuk |P|→0, maka diperoleh
. ) ( ) ( lim ) ( ) ( 1 0 | |
∑
Δ =∫
= − = → b a n i i P f x x f x dx a F b F ■ Contoh 2.4Diketahui fungsi . Hitungah integral tentu dari fungsi tersebut dalam interval [1, 2]. 2 ) ( = x2 + x f Jawab: . 3 1 4 3 7 3 20 2 3 1 ) 2 ( 2 1 3 2 1 2 = − = ⎥⎦ ⎤ + = +
∫
x dx x x B. Himpunan Kabur1. Pengertian Himpunan Kabur
Kita telah mengenal himpunan tegas, yaitu himpunan yang terdefinisi se-cara tegas dalam arti bahwa untuk setiap elemen dalan suatu semesta pembise-caraan selalu dapat ditentukan secara tegas apakah elemen tersebut termasuk anggota himpunan itu atau tidak. Ada batas yang tegas antara elemen yang termasuk ang-gota dan yang tidak termasuk angang-gota himpunan itu. Suatu himpunan tegas dapat dinyatakan dalam fungsi karakteristik, yaitu fungsi dari semesta X ke dalam
him-punan {0,1}. Suatu himhim-punan A dalam semesta X dapat dinyatakan dengan fungsi karakteristik χA:X →{0,1} yang didefinisikan dengan
⎩ ⎨ ⎧ ∉ ∈ = A x A x x A jika 0 jika 1 ) ( χ untuk setiap x∈X.
Sedangkan dalam himpunan kabur, keanggotaannya didefinisikan dengan menggunakan suatu fungsi yang menyatakan derajat kesesuaian antara elemen-elemen dalam semesta dengan konsep yang merupakan syarat keanggotaan him-punan tersebut. Fungsi itu disebut fungsi keanggotaan, sedangkan nilai fungsinya disebut derajat keanggotaan suatu elemen dalam himpunan itu. Derajat keanggo-taan itu dinyatakan dengan suatu bilangan real dalam interval tertutup [0,1].
Definisi 2.10
Suatu himpunan kabur A~ dalam semesta X adalah himpunan yang mempunyai
fungsi keanggotaan yang dinyatakan dalam pemetaan μ dari X ke interval [0,1], A~
ditulis: ] 1 , 0 [ : ~ X → A μ . Nilai fungsi ~(x) A
μ menyatakan derajat keanggotaan elemen dalam
him-punan kabur
X x∈
A~. Nilai fungsi sama dengan 1 menyatakan keanggotaan penuh,
se-dangkan nilai fungsi sama dengan 0 menyatakan sama sekali bukan anggota dari himpunan kabur tesebut. Oleh karena itu himpunan tegas dapat dipandang sebagai kejadian khusus dari himpunan kabur, yaitu himpunan kabur yang fungsi keang-gotaanya hanya mempunyai nilai 0 atau 1 saja.
Himpunan kabur A~dalam semesta X dapat dinyatakan sebagai himpunan
pasangan terurut, yaitu A~={(x,μA~(x)) x∈X} di mana μ adalah fungsi keang-A~
gotaan dari himpunan kabur A~. Apabila semesta X adalah himpunan yang
kon-tinu, maka himpunan kabur A~ dapat dinyatakan dengan
∫
∈=
X
x A x x
A~ μ~( )/
di mana bukan merupakan lambang integral, tetapi melambangkan himpunan semua elemen bersama dengan derajat keanggotaanya dalam himpunan kabur
∫
X x∈
A~. Sedangkan bila semesta X adalah himpunan yang diskret, maka
him-punan kabur A~ dapat dinyatakan dengan
x x A X x A( )/ ~ ~
∑
∈ = μdi mana
∑
bukan merupakan lambang operator jumlah, tetapi melambangkan himpunan semua elemen x∈ bersama dengan derajat keanggotaanya dalam Xhimpunan kabur A~.
Contoh 2.5
Dalam semesta X={-1, -2, -3, 0, 1, 2, 3}, A~ adalah himpunan “bilangan bulat
yang dekat dengan nol” dapat dinyatakan dengan
x A X x x A / ~ ) ( ~
∑
∈ = μ = 0.10/-3 + 0.30/-2 + 0.50/-1 + 1/0 + 0.50/1 + 0.30/2 + 0.10/3.Definisi 2.11
Pendukung dari himpunan kabur A~ adalah himpunan tegas yang memuat semua
elemen semesta yang memiliki derajat keanggotaan taknol dalam A~, yang
dilam-bangkan dengan Pend( A~), dinyatakan dengan
} 0 ) ( { ) ~ (A = x∈X ~ x > Pend μA .
Himpunan kabur A~ disebut himpunan kabur elemen tunggal bila
pendu-kungnya adalah himpunan dengan elemen tunggal (singleton).
Definisi 2.12
Tinggi dari himpunan kabur A~, dilambangkan dengan Tinggi( A~), adalah Tinggi( A~)= sup{ ~(x)} A X x μ ∈ .
Himpunan kabur yang tingginya sama dengan 1 disebut himpunan kabur normal, sedangkan yang tingginya kurang dari 1 disebut himpunan kabur subnormal.
Definisi 2.13
Titik silang suatu himpunan kabur adalah elemen dari semesta pembicaraan
him-punan kabur itu yang mempunyai derajat keanggotaan sama dengan 0.5.
Definisi 2.14
Teras dari himpunan kabur A~ adalah himpunan dari semua elemen dari semesta
pembicaraan yang mempunyai derajat keanggotaan sama dengan 1, yang dilam-bangkan dengan Teras( A~), yaitu
Teras( A~)= {x∈X ~(x)=1}
A
μ .
Definisi 2.15
Pusat dari himpunan kabur didefinisikan sebagai berikut: Jika nilai purata dari
semua titik di mana fungsi keanggotaan himpunan kabur itu mencapai maksimum adalah berhingga, maka pusat himpunan kabur itu adalah nilai purata tersebut. Ji-ka nilai puratanya takhingga positif (atau negatif), maJi-ka pusat himpunan Ji-kabur itu adalah yang terkecil (atau terbesar) di antara semua titik yang mencapai nilai fungsi keanggotaan maksimum.
Contoh 2.6
Himpunan kabur dalam Contoh 2.5 di atas
Pend( A~)= {-1, -2, -3, 0,1, 2, 3} Tinggi( A~) = 1
Titik silang dari A~ adalah -1 dan 1 Teras( A~) = {0}
Pusat dari A~ adalah 0.
Definisi 2.16
Dua buah himpunan kabur A~ dan B~ dalam semesta X dikatakan sama,
dinotasi-kan dengan A~ = B~, bila dan hanya bila ) ( ) ( ~ ~ x B x A μ μ =
untuk setiap x∈X.
Definisi 2.17
Himpunan kabur A~ disebut himpunan bagian dari himpunan kabur B~,
dinotasi-kan dengan A~ ⊆ , bila dan hanya bila B~
) ( ) ( ~ ~ x x B A μ μ ≤ untuk setiap x∈X. Contoh 2.7
Dalam semesta X = {1,2,3,4,5,6,7}, didefinisikan himpunan kabur sebagai beri-kut:
A~= 0.10/1 + 0.30/2 + 0.50/3 + 1.0/4 + 0.50/5 + 0.30/6 + 0.10/7 B~= 0.30/2 + 0.40/3 + 1.0/4 + 0.40/5 + 0.30/6
maka B~ ⊆ . A~
2. Fungsi Keanggotaan
Himpunan kabur dinyatakan dengan fungsi keanggotaan. Ada beberapa cara untuk menyatakan himpunan kabur dengan fungsi keanggotaannya. Untuk himpunan hingga diskret, dengan menggunakan cara daftar, yaitu mendaftar anggota-anggota himpunan dengan derajat keanggotaannya. Misalnya dalam semesta X = {Andi, Budi, Iwan, Nanda, Anton}yang terdiri dari anak-anak dengan tinggi berturut-turut 175, 168, 170, 172, dan 169, himpunan kabur
A~ = “himpunan anak-anak yang tinggi” dapat dinyatakan dengan cara daftar
berikut ini:
A~ = 0.9/Andi + 0.4/Budi + 0.6/Iwan + 0.7/Nanda + 0.5/Anton.
Sedangkan untuk himpunan takhingga yang kontinu, cara yang biasa di-pakai adalah cara analitik yaitu untuk merepresentasikan fungsi keanggotaan him-punan kabur dalam suatu bentuk rumus matematis yang dapat dinyatakan dalam bentuk grafik. Misalkan A adalah himpunan kabur “bilangan real yang dekat de-ngan 4”, maka A~ dapat dinyatakan dengan
∫
∈ − − = R x x x e A~ ( 4)2 /di mana ( 4)2merupakan fungsi keanggotaan
~( )= −x−
A x e
μ A~ yang digambarkan
dalam bentuk grafik berikut
Gambar 2.5. Grafik fungsi keanggotaan himpunan kabur “bilangan real yang dekat dengan 4”
Bilangan 4 mempunyai derajat keanggotaan sama dengan 1, yaitu 1 ) ( ~ x = A
μ , sedangkan 3 dan 5 mempunyai derajat keanggotaan 0.37, yaitu
37 . 0 ) 5 ( ) 3 ( ~ ~ = A = A μ μ .
Himpunan kabur A~ “bilangan real yang dekat dengan 4”, juga dapat dinyatakan
dengan fungsi keanggotaan berikut
⎪ ⎩ ⎪ ⎨ ⎧ ≤ ≤ − ≤ ≤ − = selainnya 0 5 4 untuk 5 4 3 untuk 3 ) ( ~ x x x x x A μ
grafiknya adalah sebagai berikut
Gambar 2.6. Grafik fungsi keanggotaan himpunan kabur “bilangan real yang dekat dengan 4”
Selanjutnya akan diperkenalkan beberapa himpunan kabur dengan fungsi keanggotaan yang sering digunakan.
Fungsi keanggotaan himpunan kabur disebut fungsi keanggotaan segitiga jika memiliki tiga parameter, yaitu a,b,c∈R dengan a<b<c, yang dinyatakan
sebagai Segitiga(x;a,b,c) dengan aturan sebagai berikut:
⎪ ⎪ ⎪ ⎩ ⎪ ⎪ ⎪ ⎨ ⎧ ≤ ≤ − − ≤ ≤ − − = selainnya 0 untuk untuk ) , , ; ( b x c b c x c b x a a b a x c b a x Segitiga
Fungsi keanggotaan itu juga dapat dinyatakan sebagai berikut:
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − − − =max min , ,0 ) , , ; ( b c x c b b a x c b a x Segitiga Contoh 2.8
Misalkan diketahui fungsi keanggotaan , maka grafik fungsi keanggotaan tersebut adalah
) 15 , 6 , 3 ; (x Segitiga
Fungsi keanggotaan himpunan kabur disebut fungsi keanggotaan
trape-sium jika memiliki empat parameter, yaitu a,b,c,d∈R dengan ,
yang dinyatakan sebagai dengan aturan sebagai berikut:
d c b a< < < ) , , , ; (x a b c d Trapesium ⎪ ⎪ ⎪ ⎩ ⎪ ⎪ ⎪ ⎨ ⎧ ≤ ≤ − − ≤ ≤ ≤ ≤ − − = selainnya 0 untuk untuk 1 untuk ) , , , ; ( d x c c d x d c x b b x a a b a x d c b a x Trapesium
Fungsi keanggotaan itu juga dapat dinyatakan sebagai berikut:
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − − − =max min ,1, ,0 ) , , , ; ( b c x c b b a x d c b a x Trapesium . Contoh 2.9
Misalkan diketahui fungsi keanggotaan , maka grafik fungsi keanggotaan tersebut adalah
) 15 , 9 , 6 , 3 ; (x Trapesium
Fungsi keanggotaan himpunan kabur disebut fungsi keanggotaan Gauss jika memiliki dua parameter, yaitu a,b∈R, yang dinyatakan dengan
jika memenuhi ) , ; (x a b Gauss 2 ) , ; ( ⎟⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − = b a x e b a x Gauss
di mana x= adalah pusat dan b menentukan lebar dari fungsi keanggotaan ter-a
sebut. Gambar 2.5 merupakan grafik sebuah fungsi Gauss(x;8,8).
Gambar 2.9. Grafik fungsi keanggotaan Gauss(x;8,8).
Fungsi keanggotaan himpunan kabur disebut fungsi keanggotaan Cauchy jika memiliki tiga parameter, yaitu a,b,c∈R, yang dinyatakan dengan
jika memenuhi ) , , ; (x a b c Cauchy b a c x c b a x Cauchy 2 1 1 ) , , ; ( − + =
di mana x= merupakan pusat dan a menentukan lebar, dan b menentukan ke-c
miringan (slope) di titik silang dari fungsi keanggotaan Cauchy. Misalkan diberi-kan contoh sebuah fungsi keanggotaan , diperlihatkan dalam Gambar 2.6 berikut ini
) 8 , 1 , 4 ; (x Cauchy
Gambar 2.10. Grafik fungsi keanggotaan Cauchy(x;4,1,8)
Fungsi keanggotaan himpunan kabur disebut fungsi keanggotaan Sigmoid jika memiliki dua parameter, yaitu a,c∈R, dinyatakan dengan
jika memenuhi ) , ; (x a c Sigmoid ) ( 1 1 ) , ; ( a x c e c a x Sigmoid − − + =
di mana a menentukan kemiringan fungsi keanggotaan sigmoid di titik silang
c x= .
Masih banyak fungsi-fungsi keanggotaan lain yang dapat dibuat untuk memenuhi keperluan dalam penerapan tertentu. Fungsi keanggotaan sangat penting dalam teori himpunan kabur. Dalam setiap penerapan, harus disesuaikan
fungsi keanggotaan dari himpunan kabur yang akan digunakan untuk menyatakan istilah linguistik yang akan dipakai.
3. Operasi Pada Himpunan Kabur
Dalam himpunan kabur juga dikenal operasi-operasi antar himpunan, seperti dalam himpunan tegas. Karena himpunan kabur dinyatakan dengan fungsi keanggotaan, maka operasi pada himpunan kabur juga dinyatakan dengan menggunakan fungsi keanggotaan.
Misalkan A~ dan B~adalah dua buah himpunan kabur dalam semesta X.
Definisi 2.18
Komplemen dari himpunan kabur A~ adalah himpunan kabur A~' dengan fungsi
keanggotaan ) ( 1 ) ( ~ ' ~ x x A A μ μ = − untuk setiap x∈X. Definisi 2.19
Gabungan dua buah himpunan kabur A~ dan B~ adalah himpunan kabur A~ ∪B~
dengan fungsi keanggotaan
)} ( ), ( max{ ) ( ~ ~ ~ ~ x x x B A B A μ μ μ ∪ = untuk setiap x∈X.
Definisi 2.20
Irisan dua buah himpunan kabur A~ dan B~ adalah himpunan kabur A~ ∩B~
de-ngan fungsi keanggotaan
)} ( ), ( min{ ) ( ~ ~ ~ ~ B x A x B x A μ μ μ ∩ = untuk setiap x∈X. Contoh 2.10
Misalkan dalam semesta X = {-2, -1, 0, 1, 2, 3, 4} diketahui himpunan-himpunan kabur A~= 0.20/-2 + 0.30/-1 + 0.50/0 + 0.7/2 + 0.50/3 + 1.0/4 B~= 0.40/-1 + 0.30/0 + 0.80/1 + 0.70/3 + 0.40/4 Maka: ' ~ A = 0.80/-2 + 0.70/-1 + 0.50/0 + 1.0/1 + 0.30/2 + 0.50/3 ' ~ B = 1.0/-2 + 0.60/-1 + 0.70/0 + 0.20/1 + 1.0/2 + 0.30/3 +0.60/4 B A~ ∪ ~ = 0.20/-2 + 0.40/-1 + 0.50/0 + 0.80/1 + 0.70/2 + 0.70/3 + 1.0/4 B A~ ∩ ~ = 0.30/-1 + 0.30/0 + 0.50/3 + 0.40/4
Operasi-operasi yang telah didefinisikan di atas, yaitu komplemen, gabu-ngan, dan irisan dalam himpunan kabur itu disebut operasi baku. Yang merupakan perampatan dari definisi operasi-operasi bersesuaian pada himpunan tegas.
4. Potongan-α dari Himpunan Kabur
Untuk suatu bilangan α∈[0,1], potongan-α dari suatu himpunan kabur
A~, yang dinotasikan dengan A~α, adalah himpunan tegas yang memuat semua
anggota dari semesta dengan derajat keanggotaan dalam A~ yang lebih besar atau
sama dengan α, yaitu
} ) ( { μ~ α α = x∈X x ≥ A A .
Sedangkan potongan-α kuat dari himpunan kabur A~ adalah himpunan tegas } ) ( { μ~ α α′ = x∈X x > A A . Contoh 2.11
Dari Contoh 2.10 potongan-α dari himpunan kabur A~, untuk α =0.4 adalah
. } 4 , 3 , 2 , 0 { 4 . 0 = A 5. Prinsip Perluasan
Misalkan diberikan suatu fungsi tegas , maka fungsi tersebut dapat diperluas menjadi fungsi , di mana dan bertu-rut-turut adalah himpunan kuasa dari semesta X dan Y, yaitu dengan aturan
Y X f : → ) ( ) ( :P X P Y f → P(X) P(Y) } ) ( ) ( { : ) (A y Y x A y f x f ∈ ∃ ∈ =
untuk setiap . Demikian juga invers dari fungsi dapat diper-luas menjadi fungsi dengan aturan
) ( X P A∈ f :X →Y ) ( ) ( : 1 X P Y P f− → } ) ( { : ) ( 1 B x f X x B f− ∈ ∈
untuk setiap . Himpunan dan juga dapat dinyatakan de-ngan menggunakan fungsi karateristik yaitu sebagai berikut:
) (Y P B∈ f( A) f −1(B) ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ ≠ ∈ ∀ = ∈ ∃ = = ) ( ) ( jika 0 ) ( ) ( jika )} ( { sup ) ( ( ) ) ( x f y X x x f y X x x y A x f y A f χ χ )) ( ( ) ( ) ( 1 B x fB x f χ χ − = .
Suatu fungsi tegas dikatakan dikaburkan bila fungsi itu diper-luas menjadi fungsi , di mana dan berturut-turut adalah himpunan kuasa dari semesta X dan Y, yaitu himpunan semua himpunan kabur dalam X dan Y. Selain itu invers dari juga dapat dikaburkan de-ngan memperluasnya menjadi fungsi . Prinsip yang diguna-kan untuk mengaburdiguna-kan fungsi tegas disebut dengan prinsip perluasan.
Y X f : → ) ( ) ( :F X F Y f → F(X) F(Y) Y X f : → ) ( ) ( : 1 X F Y F f− → Definisi 2.21
Suatu fungsi tegas dapat dikaburkan dengan memperluas fungsi
terse-but menjadi fungsi dengan aturan: ,
me-rupakan himpunan kabur dalam dengan fungsi keanggotaan
Y X f : → ) ( ) ( :F X F Y f → ∀A~∈F(X) f −1(A~) ) (Y F ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ ≠ ∈ ∀ = ∈ ∃ = = ) ( ) ( jika 0 ) ( ) ( jika )} ( { sup ) ( ~ ) ( ) ~ ( x f y X x x f y X x x y y f x A A f μ μ
Invers dari fungsi tegas dapat dikaburkan dengan memperluas
menjadi fungsi dengan aturan: ,
meru-pakan himpunan kabur dalam dengan fungsi keanggotaan
Y X f : → ) ( ) ( : 1 X F Y F f − → ∀B~∈F(Y) f(B~) ) (X F
)) ( ( ) ( ~ ) ~ ( 1B x B f x f μ μ − =
Misalkan f adalah suatu pemetaan satu-satu, maka fungsi keanggotaan
himpunan kabur f( A~) adalah
⎩ ⎨ ⎧ ≠ ∈ ∀ = ∈ ∃ = ) ( ) ( jika 0 ) ( ) ( jika ) ( ) ( ~ ) ~ ( x f y X x x f y X x x y A A f μ μ
Jadi prinsip perluasan merupakan suatu prinsip yang mendasar dalam teori himpunan kabur. Sehingga dengan prinsip perluasan tersebut kita dapat menga-burkan konsep matematik yang tegas menjadi konsep yang kabur.
Contoh 2.12
Misalkan diberikan X ={1,2,3,4,5,6} dan Y ={7,8,9,10}.
Pemetaan f :X →Y didefinisikan sebagai berikut: f(1)= f(2)=7, 9
) 3 ( =
f , f(4)= f(5)= f(6)=10. Misalkan diberikan himpunan kabur
6 / 9 . 0 5 / 1 4 / 5 . 0 3 / 7 . 0 2 / 2 . 0 1 / 6 . 0 ~= + + + + +
A dan himpunan kabur
10 / 5 . 0 9 / 9 . 0 8 / 7 . 0 7 / 3 . 0 ~= + + +
B . Dengan prinsip perluasan diperoleh
10 / 1 } 10 / 9 . 0 10 / 1 10 / 5 . 0 sup{ 10 ) 6 ( ) 5 ( ) 4 ( 9 / 7 . 0 9 ) 3 ( 7 / 6 . 0 } 7 / 2 . 0 7 / 6 . 0 sup{ 7 ) 2 ( ) 1 ( = + + ⇒ = = = ⇒ = = + ⇒ = = f f f f f f
Jadi himpunan kaburnya adalah
. 6 / 5 . 0 5 / 5 . 0 4 / 5 . 0 3 / 9 . 0 2 / 3 . 0 1 / 3 . 0 ) ~ ( 10 / 1 9 / 7 . 0 7 / 6 . 0 ) ~ ( 1 = + + + + + + + = − B f A f
BAB III
FUNGSI KABUR
Dalam bab ini akan diperkenalkan konsep fungsi kabur. Fungsi kabur terdiri dari fungsi tegas dengan kendala kabur dan fungsi yang mengaburkan. Himpunan pemaksimum dan peminimum juga diperkenalkan dan akan diaplikasikan untuk menentukan nilai maksimum dengan daerah asal kabur pada fungsi tegas. Dalam bagian ini juga akan dibahas tentang integral dan diferensial kabur dengan contoh-contohnya.
A. Jenis-jenis Fungsi Kabur
Fungsi kabur dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu 1. Fungsi tegas dengan kendala kabur.
2. Fungsi tegas yang menularkan kekaburan dari variabel bebas ke variabel tidak bebas.
3. Fungsi pengaburan dengan variabel tegas.
1. Fungsi Tegas dengan Kendala Kabur Definisi 3.1
Misalkan X dan Y adalah himpunan semesta tegas, dan adalah suatu fungsi tegas. A dan B adalah himpunan kabur yang berturut-turut didefinisikan dalam himpunan semesta X dan Y. Jika fungsi f memenuhi kondisi
Y X f : →
X x x f x B A( )≤μ ( ( ))∀ ∈
μ , maka f disebut fungsi tegas dengan kendala kabur pada daerah asal A dan daerah hasil B.
Contoh 3.1
Misalkan diberikan suatu fungsi y= f(x), dan fungsi f mempunyai kendala ka-bur: “Derajat keanggotaan μA(x) dari x dalam A adalah lebih kecil atau sama dengan μB( y) dari y dalam B”
atau ) ( ) (x B y A μ μ ≤ untuk setiap x∈X.
Jika derajat keanggotaan dari x dalam A adalah , maka derajat keanggotaan y dalam B tidak lebih kecil dari a .
a
Contoh 3.2
Diberikan dua himpunan kabur A={(1,0.5),(2, 0.8)} dan B={(2,0.7),(4, 0.9)}, dan fungsi , 2 ) (x x f =
maka fungsi f memenuhi kondisi μA(x)≤μB(f(x)),∀x∈X .
Diberikan fungsi-fungsi yang memenuhi kendala kabur
dan A, B, dan C adalah himpunan kabur dalam X, Y, dan Z berturut-turut. Komposisi kedua fungsi tersebut hasilnya adalah fungsi kabur
, :X Y f → Z Y g: →
Z X f
go : →
yang kondisinya adalah
X x x f g x C A( )≤μ ( ( ( ))),∀ ∈ μ .
2. Penularan Kekaburan oleh Fungsi Tegas Definisi 3.2
Fungsi perluasan kabur menularkan kekaburan dari variabel bebas ke variabel
takbebas. Jika f adalah fungsi tegas dari X ke Y, fungsi perluasan kabur f mendefi-nisikan bayangan kabur f( A) dalam Y dari himpunan kabur A dalam X, yaitu
⎪⎩ ⎨ = − ) ( jika 0 1 ) ( φ y f A f
adalah bayangan invers dari y.
⎪⎧ ≠ = − ∈sup− ( ) jika ( ) ) ( 1 ) ( 1 φ μ μ y x f y A x f y di mana f −1(y) ontoh 3.4
suatu fungsi tegas ( ) 3 1
C
Misalkan ada f x = x+ , dan
)} 5 . dan B=[0,20] 0 , 4 ( ), ( ), 8 . 0 , 1 ( ), 9 . 0 , 0 {( = A 2,0.7),(3,0.6
Variabel bebas mempunyai kekaburan dan kekaburannya itu ditularkan ke himpunan tegas B, sehingga diperoleh himpunan kabur B′dalam B, yaitu
)} 5 . 0 , 3 ), 6 . 0 , 10 ( ), 7 . 0 , 7 ( ), 8 . 0 , 4 ( ), 9 . 0 , 1 {( = ′ B (1 .
3. Fungsi Pengaburan dengan Variabel Tegas
dalah suatu fungsi yang meng-hasilka
efinisi 3.3 ( Fungsi Pengaburan Tunggal )
taan dari X ke himpunan kuasa ka-Fungsi pengaburan dengan variabel tegas a
n bayangan dari daerah asal tegas berupa suatu himpunan kabur.
D
Fungsi pengaburan f~ dari X ke Y adalah peme bur P~(Y)
~ ~
:X P(Y) f →
yaitu pemetaan dari daerah asal tegas ke daerah hasil yang elemen-elemennya
ontoh 3.5
a himpunan tegas {2,3,4}
adalah himpunan-himpunan kabur.
C
Diberikan du A= dan B={2,3,4,6,8,9,12}. Suatu fungsi kabur ~f memetakan anggota-anggota dalam A ke himpunan kuasa P~(B)
dengan aturan berikut ini
3 2 1, (4) ) 2 ( ~ ~ ~ , ) 3 ( B f B f B = = = di mana ( ) { , f } , ~ 3 2 B dengan 1 B B B P = B1 ={(2,0.5),(4,1),(6,0.5)}, )} 5 . 0 , 9 ( ), 1 , 6 ( ), 5 . 0 , 3 {( 2 = B , dan B3 ={(4,0.5),(8,1),(12,0.5)}. ambar 3.1. Secara detail, hubungan dalam pemetaan tersebut disajikan dalam G
Jika kita aplikasikan operasi potongan-α pada fungsi pengaburan tersebut, akan diperoleh 1 untuk } 4 { 2 : 5 . 0 untuk } 6 , 4 , 2 { 2 : = → = → α α f f
dengan cara yang sama
1 untuk } 6 { 3 : 5 . 0 untuk } 9 , 6 , 3 { 3 : = → = → α α f f kemudian 1 untuk } 8 { 4 : 5 . 0 untuk } 12 , 8 , 4 { 4 : = → = → α α f f Definisi 3.4
Himpunan kabur fungsi-fungsi tegas dari X ke Y didefinisikan sebagai himpunan
kabur fungsi-fungsi tegas fi(i=1,...,n} dan dinotasikan sebagai
} ,..., 1 , : )) ( , {( ~ ~ f f X Y i n f f = i μf i i → = i
f fungsi tegas pada X.
Fungsi tersebut menghasilkan himpunan kabur.
Contoh 3.6
Jika fungsi-fungsi tegasnya adalah , dan , maka himpunan kabur fungsi-fungsi tersebut dengan daerah asal
1 f f2 f3 } 3 , 2 , 1 { = X adalah 1 ) ( , ) ( , ) ( )} 5 . 0 , ( ), 7 . 0 , ( ), 4 . 0 , {( ~ 3 2 2 1 3 2 1 + − = = = = x x f x x f x x f f f f f
dari f1, diperoleh ~f1 ={(1,0.4),(2,0.4),(3,0.4)} dari f2, diperoleh ~f2 ={(1,0.7),(4,0.7),(9,0.7)} dari f3, diperoleh {(0,0.5),( 1,0.5),( 2,0.5)} ~ 3 = − − f
maka dapat kita ringkas keluarannya sebagai berikut:
)} 7 . 0 , 1 ( ), 5 . 0 , 0 {( )} 5 . 0 , 0 ( ), 7 . 0 , 1 ( ), 4 . 0 , 1 {( ) 1 ( ~ = = f )} 5 . 0 , 1 ( ), 7 . 0 , 4 ( ), 4 . 0 , 2 {( )} 5 . 0 , 1 ( ), 7 . 0 , 4 ( ), 4 . 0 , 2 {( ) 2 ( ~ − = − = f )} 5 . 0 , 2 ( ), 7 . 0 , 9 ( ), 4 . 0 , 3 {( )} 5 . 0 , 2 ( ), 7 . 0 , 9 ( ), 4 . 0 , 3 {( ) 3 ( ~ − = − = f
Dapat kita lihat bahwa fungsi kabur tersebut memetakan 2 ke 2 dengan derajat keanggotaan 0.4 dengan memakai fungsi , ke 4 dengan derajat keanggotaan 0.7 memakai fungsi , dan ke –1 dengan derajat keanggotaan 0.5 dengan fungsi . Hasil tersebut digambarkan oleh
1 f 2 f f3 ) 2 ( ~ 2 f di atas. Contoh 3.7
Misalkan ada suatu himpunan kabur dengan fungsi kontinu pada (Gambar 3.2) ] 2 , 0 [ = X )} 5 . 0 , ( ), 7 . 0 , ( ), 4 . 0 , {( ~ 3 2 1 f f f f = 1 ) ( , ) ( , ) ( 3 2 2 2 1 x = x f x =x f x =x + f
Fungsi kabur tersebut memetakan 1.5 ke 1.5 dengan derajat keanggotaan 0.4 de-ngan memakai fungsi , ke 2.25 dengan derajat keanggotaan 0.7 dengan me-makai , dan ke 3.25 dengan derajat keanggotaan 0.5 memakai . Jadi
1 f 2 f f3 )} 5 . 0 , 25 . 3 ( ), 7 . 0 , 25 . 2 ( ), 4 . 0 , 5 . 1 {( ) 5 . 1 ( ~ = f .
Gambar 3.2. Himpunan kabur fungsi-fungsi tegas
B. Ekstrim Kabur dari Fungsi
1. Himpunan Pemaksimum dan Peminimum Definisi 3.5 (Himpunan Pemaksimum)
Misalkan f adalah fungsi dengan nilai real dalam X dan nilai terbesar dan terkecil dari f adalah dan berturut-turut. Himpunan pemaksimum M dide-finisikan sebagai himpunan kabur dengan fungsi keanggotaan
) sup( f inf( f) X x f f f x f x M − ∀ ∈ − = , ) inf( ) sup( ) inf( ) ( ) ( μ
yaitu himpunan pemaksimum M adalah suatu himpunan kabur dengan derajat keanggotaan didefinisikan sebagai derajat kemungkinan x menghasilkan nilai maksimum su Kemungkinan x berada dalam M didefinisikan dari posi-si normal relatif dalam interval [inf( f val [inf( f),
X x∈ ) p( f . f)]. Inter f adalah sup( ), sup( )]
daerah hasil yang mungkin dari f(x). H nan peminimum dari f didefinisikan
sebagai himpunan pemaksimum dari –f.
impu
Contoh 3.8
Misalkan suatu fungsi f (Gambar 3.3) dengan interval nilai sebagai berikut
10 1 ], 20 , 10 [ )] sup( ), [inf(f f = ≤x≤ .
Jika x=5, maka f(x)=15. Derajat keanggotaan dari x=5 dalam himpunan pemaksimum M dapat dihitung sebagai berikut:
5 . 0 10 / 5 ) 10 20 /( ) 10 15 ( ) 5 ( = − − = = M μ
Jika x=8, maka f(x)=19, dan
9 . 0 10 / 9 ) 10 20 /( ) 10 19 ( ) 8 ( = − − = = M μ ) (x M
μ menyatakan kemungkinan x menghasilkan nilai maksimum dari f. Dapat dikatakan bahwa x=5 dan x=8 menghasilkan nilai maksimum de-ngan kemungkinan 0.5 dan 0.9 berturut-turut.
20 ) (x = f 20 ) ( 10 10 1 ≤ ≤ ≤ ≤ x f x
Contoh 3.9
Diberikan suatu fungsi f(x)=sinx(0≤x≤2π) seperti dalam Gambar 3.4. Him-punan pemaksimum M dari fungsi tersebut mempunyai fungsi keanggotaan
2 1 sin 2 1 2 1 sin ) 1 ( 1 ) 1 ( sin ) inf(sin ) sup(sin ) inf(sin sin ) ( + = + = − − − − = − − = x x x x x x x x M μ
Jika x=π , makaf(x)=sinπ =0. Kemungkinan bahwa adalah nilai
maksimum dari fungsi sinus adalah
0 ) (x = f 2 1 . (a) f(x)=sinx (b) Himpunan pemaksimum M
2. Nilai Maksimum dari Fungsi Tegas a. Daerah Asal Tegas
Misalkan adalah nilai variabel bebas yang membuat fungsi f mencapai nilai maksimum dalam daerah asal D. Kita dapat menggunakan himpunan pemak-simum M untuk menemukan nilai , yaitu adalah elemen yang membuat
0 x 0 x x0 ) (x M
μ menjadi nilai maksimum:
) ( sup ) (x0 M x D x M μ μ ∈ = ) (x M
μ adalah fungsi keanggotaan himpunan pemaksimum. Nilai maksimum dari
f adalah f(x0). μM(x0) dapat ditulis sebagai berikut (dengan daerah asal D suatu himpunan tegas): )]. ( ), ( min[ sup ) ( sup ) ( 0 x x x x D M X x M D x M μ μ μ μ ∈ ∈ = =
Perhatikan bahwa daerah asal D digantikan oleh himpunan semesta X dalam ru-mus di atas. Kemungkinan x berada dalam D dinotasikan dengan μD(x).
Contoh 3.10
Diberikan suatu fungsi dan daerah asalnya:
] 2 , 0 [ , cos ) (x = x x∈D= π f 2 1 cos 2 1 2 1 cos ) 1 ( 1 ) 1 ( cos ) inf(cos ) sup(cos ) inf(cos cos ) ( + = + = − − − − = − − = x x x x x x x x M μ
⎩ ⎨ ⎧ ≤ ≤ = selainnya 0 2 0 untuk 1 ) ( π μD x x
Nilai maksimum f(x0)dicapai dix0
di mana . 2 atau 0 untuk 1 ) ( sup )] ( ), ( min[ sup ) ( 0 2 0 2 0 0 π μ μ μ μ π π = = = = ≤ ≤ ≤ ≤ x x x x x M x D M x M
Maka nilai maksimum f(x0)=1 dicapai ketika x0 =0 atau 2 . π
Gambar 3.5. Nilai maksimum dengan daerah asal tegas
b. Daerah Asal Kabur
Sekarang dibahas cara mendapatkan nilai maksimum jika daerah asalnya didefinisikan dalam himpunan kabur. Agar f mencapai nilai maksimum di
, dua kondisi berikut harus dipenuhi:
) (x0 f 0 x - μM(x) maksimum - μD(x) maksimum
Elemen yang menghasilkan nilai maksimum f harus memenuhi dua kondisi di atas. Kemungkinan x menghasilkan nilai maksimum dari f ditentukan oleh min-imum dari M 1 x 1 ) (x1 μ dan μD(x1) yaitu: )] ( ), ( [ min μM x1 μD x1 .
Titik yang membuat fungsi f menjadi maksimum didefinisikan sebagai beri-kut: 0 x )] ( ), ( [ min sup ) (x0 x x f M D X x μ μ ∈ =
di mana μM(x) adalah fungsi keanggotaan himpunan pemaksimum dan μD(x) adalah fungsi keanggotaan daerah asal kabur (Gambar 3.6). Perbandingan dengan dalam Gambar 3.6, kemungkinan menghasilkan maksimum untuk f lebih besar dari :
0 x 1 x x1 0 x ) ( ) ( atau ) ( ) (x1 f x0 x1 x0 f > μM >μM .
Tetapi karena μD(x1) jauh lebih kecil dari pada μD(x0), maka dipilih sebagai nilai maksimum.
) (x0 f