• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan

Pada pembahasan ini penulis menguraikan tentang masalah yang terjadi didalam kasus. Pembahasan difokuskan pada masalah yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya dan dikaitkan dengan teori yang mendukung dari hasil penelitian sebelumnya. Penulis melakukan tindakan asuhan keperawatan pada An. A dengan tindakan penerapan lingkungan terapeutik untuk menurunkan tingkat kecemasan anak akibat hospitalisasi di ruang Nakula 4 di RSUD Kota Semarang.

1. Pengkajian

Pengkajian dalam proses keperawatan bertujuan untuk mendapatkan data atau informasi tentang klien, dalam kasus ini berfokus pada respon emosi klien. Saat dilakukan pengkajian lapangan pada tanggal 21 Juni 2015, ibu mengatakan An.A demam saat dilakukan pengukuran tanda – tanda vital oleh perawat suhu An. A adalah 38,5 c, frekuensi nadi 110 x/mnt, frekuensi pernapasan 30 x/mnt. Ibu mengatakan ini pertamakalinya An. A dirawat dirumah sakit, sebelumnya An. A tidak pernah dirawat dirumah sakit. Selama dirawat dirumah sakit ibu mengatakan anaknya sering rewel, menangis , dan anaknya cenderung diam tidak aktif seperti biasanya.

Menurut Ny. A anaknya takut kepada perawat dan dokter karena takut disuntik, serta lingkungan rumah sakit yang masih asing sehingga membuat anak tidak nyaman. Ketika perawat datang untuk mengukur suhu tubuh anak, memeriksa kondisi anak maupun hanya sekedar memberikan obat anak terlihat takut dan memeluk ibunya. Pada saat pertamakali masuk ibu mengatakan anaknya menangis dan meminta pulang. Selama dirawat di rumah sakit An. A selalu di tunggui oleh

(2)

ibunya, ibu juga mengatakan bahwa An. A tidak mau ditinggal olehnya serta An. A tidak mau bermain dengan anak – anak lain yang dirawat di rumah sakit, semua aktivitas pasien dibantu oleh keluarga dan perawat, seperti makan, minum, kekamar mandi untuk mandi dan buang air kecil juga buang air besar anak tidak mampu melakukannya secara mandiri karena kondisinya yang lemah. An. A terlihat tiduran saja dan tidak bermain dengan anak – anak lain yang dirawat di rumah sakit, tidak mau berbicara dengan orang lain kecuali ibunya, saat diajak berbicara dengan perawat pasien hanya menjawab seperlunya saja dan mau memandang kearah perawat. Selama dilakukan tindakan keperawatan oleh perawat anak kooperatif.

Menurut Jovan (2007), dampak yang ditimbulkan dari hospitalisasi salah satunya adalah kecemasan. Kecemasanmerupakan reaksi hospitalisasi yang dialami oleh anak karena menghadapi stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Pada umumnya reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. Pada masa prasekolah reaksi anak terhadap hospitalisasi adalah menolak makan, sering bertanya, menangis perlahan, tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan. Sehingga perawatan di rumah sakit menjadi kehilangan kontrol dan pembatasan aktivitas. Sering kali hospitalisasi dipersepsikan oleh anak sebagai hukuman, sehingga ada perasaan malu, takut sehingga menimbulkan reaksi agresif, marah, berontak, tidak mau bekerja sama dengan perawat.

Berdasarkan teori Jovan (2007), dari hasil pengkajian perilaku yang diperlihatkan An. A menunjukkan bahwa An. A mengalami kecemasan, terbukti dengan Ny. A mengatakan saat pertama masuk rumah sakit anaknya teriak - teriakdan menangis minta pulang, anak juga menunjukkan ekspresi takut saat didekati oleh perawat dan dokter serta anak tidak mau ditinggal ibunya, anak juga menangis saat di ukur suhu tubuhnya.

(3)

2. Diagnosa

Pada bab sebelumnya penulis telah menjabarkan diagnosa keperawatan beserta batasan karakteristiknya menurut Perry & Potter (2002) tentang anak yang mengalami hospitalisasi. Ada 3diagnosa yang dinyatakan oleh Perry & Potter (2002) diantaranya adalahkecemasan berhubungandenganlingkunganrumahsakit, kecemasan berhubungan dengan efek perpisahan dengan keluarga dan kurang aktivitas bermain berhubungan dengan perawatan yang lama.Berdasarkan dari pengkajian yang telah dilakukan penulis, Tiga diagnosa yang disampaikan oleh Perry & Potter (2002) muncul pada kasus yang dikelola penulis.

Penulis menemukan tiga diagnosa yang sesuai dengan teori di atas berdasarkan dengan batasan kriteriannya. Diagnosanya yaitukecemasan berhubungandenganlingkunganrumahsakit,kecemasan berhubungan dengan efek perpisahan dengan keluarga dan kurang aktivitas bermain berhubungan dengan perawatan yang lama.Perasaan cemas yang muncul disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Batasan karakteristiknya gerakan yang irelevan, melihat sepintas, kontak mata yang buruk, mengekspresikan kekhawatiran / takut / cemas, wajah tegang adapun faktor yang berhubungan dengan ansietas adalah krisis situasional, ancaman kematian, stres, herediter, pemajatan toksin, perubahan dalam status ekonomi, lingkungan, status kesehatan, status peran dan fungsi peran.

Menurut data pengkajian yang didapatAn. A menangis saat di ukur suhu tubuh nya, tidak mau di dekati oleh perawat dan tenaga medis lainnya, kontak mata yang buruk terhadap perawat dan dokter, takut berinteraksi dengan orang yang belum dikenal dan teriak – teriak jika di tinggal oleh ibunya ke kamar mandi. Ibu pasien juga mengatakan anak sering terbangun saat tidur karena tidak terbiasa dengan suasana rumah sakit. Hasil tersebut membuktikan bahwa adanya kesamaan batasan karakteristik yang ditemukan saat pengkajian dan teori yang disampaikan oleh Perry & Potter (2002), sehingga diagnosa yang muncul yaitu

(4)

kecemasan berhubungan dengan lingkungan rumah sakit dan kecemasan berhubungan dengan efek perpisahan dengan keluarga.

Pada diagnosa ke tiga penulis menemukan diagnosa kurang aktivitas bermain berhubungan dengan perawatan yang lama. Karena saat pengkajianNy. A mengatakan anaknya hanya tiduran saja di tempat tidur,tidak mau mengobrol dan bermain, saat perawat ke pasien, wajah pasien terlihat bosan karena lamanya perawatan di rumah sakit. Hal tersebut membuktikan bahwa adanya kesamaan batasan karakteristik yang ditemukan saat pengkajian dan teori yang disampaikan oleh Peryy & Potter (2002)dengan batasan karakteristik wajah tampak bosan ,tidak mau mengobrol dan tidak pernah bermain. Jadi dengan didukung teori tersebut maka diagnosa yang ketiga yaitu kurang aktivitas bermain berhubungan dengan perawatan yang lama.

3. Intervensi

Berdasarkan diagnosa keperawatan yang berfokus pada kecemasan, maka penulis menyusun intervensi keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan yang muncul. Pada diagnosa pertama dan kedua yaitu cemas berhubungan dengan lingkungan rumah sakit dan cemas berhubungan dengan efek perpisahan dengan keluarga. Hal yang akan dilakukan penulis untuk mengatasi masalah cemas tersebut adalah kaji penyebab kecemasan klien dengan tujuan supaya penulis mengetahui apakah penyebab anak bisa mengalami cemas selama dirawat di rumah sakit. Intervensi ini diperkuat dengan teori yang telah disampaikan oleh Supartini (2004) bahwa sebelum menentukan tindakan keperawatan sebaiknya perawat melakukan identifikasi faktor yang membuat anak merasa cemas.

Gunakan pendekatan yang menyenangkan, seperti mengajak anak bermain dapat mendekatkan hubungan antara perawat dan anak sehinggaanak merasa nyaman didekat perawat dan dapat mengurangi perasaan cemas pada anak. Bantu klien mengidentifikasi masalah yang

(5)

membuat cemas, dalam Perry & Potter (2002) bila klien dapat mengidentifikasi masalah yang menbuat cemas dan memperburuk cemas pada dirinya maka klien dapat menentukan koping yang tepat untuk mengatasinya. Motivasi klien untuk mengungkapkan perasaan, menurut Perry & Potter (2002) klien akan merasa lebih nyaman setelah mengungkapkan perasaannya sehingga perawat dapat mengevaluasi keefektifan dari tindakan keperawatan yang telah diberikan. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur berlangsung, memberikan informasi yang nyata pada anak dapat menurunkan perasan cemas pada anak tersebut, karena anak mengetahui tindakan seperti apa yang akan dilakukan padanya.

Temani anak untuk memberikan kenyamanan, menemani anak saat anak berada dirumah sakit akan memberikan ketenangan pada diri anak sehingga dapat mengurangi rasa takut. Libatkan keluarga untuk mendampingi klien, menurutSupartini (2004) keterlibatan keluarga dalam proses keperawatan memberikan dukungan psikologis pada anak sehingga akan meminimalkan stresor yang dapat membuat anak cemas. Terapkan lingkungan terapeutik pada anak. (Kusumawati dan Hartono, 2011) menyatakan salah satu solusi untuk mengantisipasi akibat hospitalisasi adalah dilakukannya penerapan lingkungan terapeutik di rumah sakit.

Terapi Lingkungan berasal dari bahasa Perancis Milieu Therapy yang berarti perencanaan ilmiah dari lingkungan untuk tujuan yang bersifat terapeutik atau mendukung kesembuhan. Terapi Lingkungan adalah tindakan penyembuhan pasien melalui manipulasi dan modifikasi unsur-unsur yang ada pada lingkungan dan berpengaruh positif terhadap fisik dan psikis individu serta mendukung proses penyembuhan. Fokus intervensi yang penulis rencanakan mengacu pada penelitian Solikha (2013), yang meneliti tentang efektifitas lingkungan terapeutik terhadap reaksi hospitalisasi pada anak. peneliti juga menggunakan penerapan lingkungan terapeutik sebagai intervensi.

(6)

Pada diagnosa ketiga menyusun intervensi untuk mengatasi masalah kurang aktivitas bermain adalah kaji aktivitas yang di sukai klien seperti bermain, bercerita dan belajar rasionalnya melakukan aktivitas yang di sukai pasien mampu menghilangkan rasa bosan saat hospitalisasi,Libatkanindividudalammerencanakanrutinitassehari-hari, rasionalnya agar anak tidak merasa jenuh selama perawatan di rumah sakit.Rencanakanwaktuuntukparapengunjung, rasionalnya agar anak tidak merasa bosan dengan orang-orang disekitar nya dan bisa bersosialisai dengan orang-orang diluar sanawalaupun sedang menjalani perawatan di rumah sakit.Bantu pasien dalam bermain rasionalnya memberi kesempatan pada pasien untuk dapat bermain dengan temannya sehingga pasien tidak bosan. Libatkan keluarga dalam keperawatan rasionalnya keterlibatan keluarga dalam proses keperawatan merupakan dukungan utama kesembuhan pasien.

4. Implementasi

Berdasarkan implementasi yang berfokus pada kecemasan anak akibat hospitalisasi penulis melakukan implementasi yang mengacu pada intervensi yang dilakukan dalam penelitian Solikha (2013), memberikan penerapan lingkungan terapeutik untuk mengetahui pengaruh lingkungan terapeutik terhadap stress hospitalisasi anak. Solikha melakukan komunikasi terapeutik, memasang stiker bergambar dikamar, penggunaan sprei bermotif, penggunaan bidai restrain infus yang bergambar dan pemakaian rompi bergambar saat melakukan tindakan keperawatan , setelah di lakukan implementasi peneliti melihat responden berespon positif dengan menunjukan tingkat kooperatifan, mood yang baik, tidak menolak perawat saat di dekati dan respon tenang.

Berdasarkan penelitian tersebut penulis juga memberikan intervensi yang tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan Solikha (2013). Implementasi yang penulis lakukan adalah pertama penulis memberikan stiker bergambar di dinding dekat tempat tidur pasien dan melakukan

(7)

komunikasi terapeutik terhadap pasienseperti : menyapa pasien dengan sebutan sayang, mengajak pasien untuk bercerita tentang pengalaman bermainnya, mengajak pasienuntuk terapi bermain, mengorientasikan alat -alat kesehatan seperti stetoskop dan thermometer kepada pasien.Saat anak dalam keadaan rileks atau tenang penulis memberikan nasehat kepada anak seperti memotivasi anak agar tidak takut lagi pada perawat dan dokter karena perawat dan dokter merupakan teman anak yang akan membantu anak untuk cepat sembuh, penulis juga mengatakan supaya anak tidak takut lagi disuntik anggap saja disuntik bagaikan digigit semut. Penulis melakukan penerapan lingkungan terapeutik selama 3 hari. Implementasi keperawatan pada diagnosa ketiga telah dilaksanakan penulis sesuai dengan intervensi yang telah disusun. Semua intervensi telah berhasil penulis laksanakan. Keluarga juga berperan aktif dalam membantu memenuhi aktivitas anak seperti memandikan pasien, menyuapi pasien makan, mengantar anak ke kamar mandi untuk buang air besar atau buang air kecil dan menemani pasien untuk bermain dan bercerita.

5. Evaluasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari oleh penulis, hasil perkembangan anak adalah anak sudah tidak menangis lagi saat di dekati perawat atau tenaga medis lainnya, juga anak tidak menangis dan takut saat didekati perawat maupun dokter untuk diperiksa, ekspresi muka pasien menjadi tenang dan terlihat rileks, pasien kooperatif saat menerima tindakan keperawatan, pasien sudah memiliki teman bermain dan tidak takut lagi dengan suasana di rumah sakit. Pasien sudah tidak takut lagi jika di tinggal ibunya sebentar. Hal tersebut menunjukkan kecemasan anak karena lingkungan rumah sakitdan efek perpisahan dengan keluarga telah teratasi dengan penerapan lingkungan terapeutik.

Penerapan lingkungan terapeutik yang di berikan selama 3 hari . Hasil yang di dapatkan penulis tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian

(8)

Solikha (2013) yang menyatakan bahwa penerapan lingkungan terapeutik dapat menurunkan tingkat kecemasan anak akibat hospitalisasi pada anak prasekolah terbukti dengan anak menjadi kooperatif, anak mau tersenyum dengan perawat, dekat dengan perawat, anak tidak takut lagi saat di tinggal orang tuanya. Pada evaluasi diagnosa ketiga penulis memperoleh hasil ibu mengatakan anaknya sudah mau bercerita dan bermain tidak berdiam diri di tempat tidur.Hal ini menunjukkan masalah kurang aktivitas bermain sudah teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari.

(9)

B. Kesimpulan

Berdasarkan dari asuhan keperawatan pada anak usia prasekolah dengan kecemasan hospitalisasi di ruang Nakula 4 di RSUD Kota Semarang yang telah dilakukan penulis, dapat disimpulkan antara lain :

1. Anak usia prasekolah yang mengalami kecemasan hospitalisasi akan menunjukkan respon menangis, tidak kooperatif, sering terbangun saat tidur karena tidak terbiasa dengan suasana rumah sakit, selalu minta ditunggui ibunnya, tidak mau berbicara dengan orang lain yang baru dikenal dan orang asing, kontak mata buruk.

2. Diagnosa utama yang muncul pada saat anak prasekolah yang dirawat di rumah sakit sesuai kasus yang diambil penulis adalah cemas berhubungan dengan lingkungan rumah sakit.

3. Intervensi keperawatan utama untuk mengatasi masalah cemas tersebut, penulis menggunakan penerapan lingkungan terapeutik agar dapat menurunkan kecemasan anak.

4. Implementasi yang dilakukan penulis saat penerapan lingkungan terapeutik adalah dengan cara penulis memberikan penerapan lingkungan terapeutik setiap hari dan dilakukan selama 3 hari.

5. Evaluasi yang didapatkan penulis setelah penerapan lingkungan terapeutik adalah anak tidak menangis saat didekati perawat, anak menjadi lebih kooperatif terhadap tenaga kesehatan yang ada, klien mau tersenyum, ekspresi yang ditunjukkan klien rileks dan klien dapat membina hubungan yang baru dengan orang lain contohnya klien sudah mau bermain dengan teman barunya.. Maka dari tindakan yang dilakukan penulis penulis beranggapan telah berhasil melakukan asuhan keperawatan pada anak yang mengalami kecemasan di rumah sakit. Itu semua tidak lain karena bantuan keluarga terutama orang tua yang ikut serta dalam tindakan keperawatan, karena

(10)

dukungan yang orang tua berikan pada anak akan membuat anak merasa lebih baik.

C. Saran

Dari hasil simpulan di atas penulis memberikan saran supaya penerapan lingkungan terapeutik dapat di terapkan lebih baik lagi.

1. Keluarga

keluarga terutama orang tua sangat penting sebagai support system bagi anak, maka diperlukan kerjasama antara orang tua dan tenaga kesehatan, khususnya perawat supaya memperhatikan kebutuhan anak baik fisik maupun psikologi. Kerabat maupun orang tua yang menunggui anak diharapkan dapat menunjukkan perilaku yang positif seperti tidak memarahi anak saat anak rewel dan menangis, tidak mengancam anak jika anak tidak mau makan ini dilakukan supaya anak merasa nyaman saat hospitalisasi.

2. Perawat

Penulis menyarankan untuk perawat dapat mengaplikasikan penerapan lingkungan terapeutikseperti memasang sticker kartun didinding kamar pasien, penggunaan sprei bermotif, melakukan komunikasi terapeutik, penggunaan bidai restrain infus yang bergambar, memakai rompi bergambar saat melakukan tindakan keperawatan dan mencegah stimulasi yang berlebih diruang anak yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kecemasan. Selain itu perawat dapat melakukan terapi pendamping seperti terapi bermain.

3. Rumah sakit

Untuk rumah sakit dapat memfasilitasi ruangan yang nyaman, sehingga anak – anak tidak takut dengan keadaan rumah sakit yang asing baginya, dengan lingkunganterapeutikseperti memasang sticker kartun didinding kamar pasien, penggunaan sprei bermotif, melakukan komunikasi

(11)

terapeutik, penggunaan bidai restrain infus yang bergambar, memakai rompi bergambar saat melakukan tindakan keperawatan dan mencegah terjadinya stimulasi yang berlebih pada anak saat perawatan dirumah sakitdapat menurunkan kecemaan anak sehingga anak dapat melalui terapi dan perawatan hingga anak sembuh.

Referensi

Dokumen terkait

Kuesioner ISAAC ini, baik kuesioner inti untuk mendiagnosis DA, RA dan asma maupun kuesioner faktor risiko, dapat digunakan pada keadaan geografi maupun bahasa yang

Dalam kaitannya dengan penggunaan simbol-simbol tersebut, tidak seperti pada perancangan perangkat lunak untuk sistem-sistem basis data, pengolahan kata, dan aplikasi komputer

pengamatan aspek diatas dapat diketahui bahwa dari hasil observasi aktivitas siswa dengan menggunakan pembelajaran langsung dari kegiatan III adalah nilai tertinggi

Expert Battle (DU99) – Agustus 2009 dan beberapa kali ikut serta dalam Kontes Robot Cerdas Pemadam Api yaitu tahun 2007 di Institut Teknolog 10 November, surabaya sebagai anggota

[r]

sumber pembiayaan agar pemerintah kabupaten dapat menjalankan fungsi pemerintah daerah secara lebih efektif dan dapat mengurangi ketergantungan pembiayaan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan jenis varietas selada merah dan dosis PGPR berpengaruh nyata terhadap bobot segar total tanaman

Berda- sarkan wawancara dengan masyarakat yang menggunakan kedua sistem tersebut dapat diketahui bahwa mereka menggunakan kedua sistem tersebut dengan beberapa alasan antara