• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

19 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum

1. Pengertian penegakan hukum

Penegakan hukum adalah suatu peraturan yang sudah dibuat dan ditetapkan yang harus dilaksanakan dan diterapkan oleh masyarakat dalam kehidupan bermasyarakatnya, beberapa pakar hukum mengutarakan beberapa teori tentang pengertian penegakan hukum, antara lain yaitu :

a) Menurut Prof. Sudarto, S.H.,

Penegakan hukum bidangnya luas sekali, tidak hanya bersangkutpaut dengan tindakan-tindakan apabila sudah ada atau ada persangkaan telah terjadi kejahatan, akan tetapi juga menjaga kemungkinan akan terjadinya kejahatan. Yang terakhir ini adalah masalah prevensi dari kejahatan. Kalau prevensi diartikan secara luas maka banyak badan atau fihak yang terlibat di dalamnya, ialah pembentuk Undang-Undang, polisi, kejaksaan, pengadilan, pamongpraja dan aparatur eksekusi pidana serta orang-orang biasa. Proses pemberian pidana di mana badan-badan ini masing-masing mempunyai perananya dapat dipandang sebagai upaya untuk menjaga agar orang

(2)

20

yang bersangkutan serta masyarakat pada umumnya tidak melakukan tindak pidana. Namun badan yang langsung mempunyai wewenang dan kewajiban dalam pencegahan ini adalah kepolisian.1

b) Menurut Soerjono Soekanto

Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.2

2. Prinsip-prinsip penegakan hukum

Penegakan hukum dilakukan bukan hanya untuk melakukan penerapan nilai peraturan perundang-undangan maupun keputusan hakim terhadap kehidupan nyata dalam masyarakat. Terdapat beberapa faktor yang menjadi masalah pokok dalam penegakan hukum, baik faktor yang mempengaruhi secara langsung maupun secara tidak langsung, faktor-faktor tersebut memiliki artian yang luas sehingga dapat mempengaruhi atau memicu dampak positif dan negatif pada penegakan hukum. Dimana faktor penegakan hukum dibentuk dan

1 Prof. Sudarto, S.H. 2010. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung. PT. Alumni. Hal : 113

2 Soerjono Soekanto. 2005. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta. Raja Grafindo Persada. Hal : 35

(3)

21

diterapkan supaya tercapainya kaidah-kaidah hukum,. Menurut Soerjono Soekanto dalam pengembanganya terhadap pendapat dari Friedman terdapat 5 faktor yang dapat mempengaruhi penegakan hukum, adapun faktor-faktor tersebut adalah :

1) Faktor Undang-Undang yang menjadi hukumnya sendiri Undang-undang memiliki artian secara materiil yaitu peraturan tertulis yang berlaku secara umum dan dibuat oleh penguasa atau pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Adapun faktor yang dapat mempengaruhi penegakan hukum dalam sisi undang-undang adalah :

a. Tidak diterapkan dan diikuti secara benar asas-asas berlakunya undang-undang yang bersangkutan

b. Belum terbentuknya peraturan pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk menerapkan undang-undang yang bersangkutan

c. Tidak jelasnya artian kata-kata dalam undang-undang yang dapat mengakibatkan simpangsiur dalam pengartian serta penerapan undang-undang tersebut.

2) Faktor Penegak hukum

Setiap orang yang secara langsung maupun tidak langsung berurusan pada bidang-bidang penegakan hukum

(4)

22

merupakan penegak hukum. Dalam unsur penegak hukum terdapat beberapa faktor yang dapat menghambat jalanya penegakan hukum, baik faktor yang berasal dari lingkungan luar penegak hukum maupun faktor dari penegak hukum sendiri, adapun faktor tersebut adalah:

a. Terbatasnya kemampuan dalam menempatkan diri pada peranan pihak lain dalam hal berinteraksi

b. Tingkat aspirasi yang kurang tinggi

c. Kesulitan dalam penetapan proyeksi yang dikarenakan kurangnya keinginan dalam memikirkan ketercapaian tujuan penerapan d. Kurang puas akan kebutuhan yang dituju

terutama kebutuhan materiil

e. Kurang inovatif yang pada dasarnya sebagai pasangan dari konservatisme

3) Faktor fasilitas atau sarana

Fasilitas atau sarana yang dibutuhkan dalam penegakan hukum adalah sumberdaya manusia yang berpendidikan dan juga terampil, organisasi yang baik dan mumpuni, peralatan yang mendukung dan lain-lain, karena fasilitas atau sarana ini merupakan faktor yang penting

(5)

23

dalam penegakan hukum untuk menyesuaikan antara peranan yang ditetapkan dan peranan yang direalisasikan. 4) Faktor masyarakat

Masyarakat memiliki peranan penting dalam penegakan hukum, karena pada dasarnya penegakan hukum bertujuan agar dapat tercapainya kedamaian dan kesejahteraan dalam masyarakat. Namun ada beberapa hal yang dapat menghambat penegakan hukum dalam faktor masyarakat ini, yaitu :

a. Masyarakat yang tidak mengetahui dan tidak sadar atas hak-hak mereka yang telah dilanggar b. Masyarakat yang tidak mengerti akan adanya

upaya-upaya hukum yang dapat melindungi kepentinganya

c. Kurang cakapnya masyarakat dalam memanfaatkan upaya-upaya hukum yang ada dikarenakan faktor ekonomi, mental, sosial ataupun politik

d. Mendapatkan pengalaman yang kurang tepat dan baik dalam proses interaksi dengan berbagai unsur kalangan hukum formal.

(6)

24 5) Faktor kebudayaan

Pada dasarnya kebudayaan atau sistem hukum mengandung nilai-nilai dasar dari hukum yang berlaku, nilai-nilai tersebut merupakan gagasan-gagasan secara kasar dalam penentuan hal yang harus di ikuti dan hal yang harus dihindari.3

3. Aparat penegak hukum

Aparat penegak hukum merupakan pengertian mengenai institusi penegak hukum dan aparat penegak hukumnya yaitu orangnya, dalam artian sempit aparatur penegak hukum yaitu yang terlibat secara langsung dalam penegakan hukum tersebut, yaitu saksi, polisi, penasehat hukum, jaksa, hakim, dan petugas sipir permasyarakatan. Setiap aparat dan aparatur yang terkait juga mencakup pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas atau peranya yang terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis dan pemberian sanksi serta upaya pernasyarakatanya kembali (resosialisasi) terpidana.

Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum tersebut terdapat 3 (tiga) faktor atau elemen penting yang mempengaruhi, yaitu :

3 Soerjono Soekanto. 2005. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta. Raja Grafindo Persada. Hal : 8-10

(7)

25

1) Institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan prasarana pendukung mekanisme kerja perlembagaanya.

2) Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk dengan kesejahteraan aparatnya.

3) Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaanya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik dalam hukum materielnya maupun huku acaranya.4

4. Penegakan hukum pada peraturan daerah

Berdasarkan konteks penegakan perda dan/atau perkada. Satuan Polisi Pamong Praja memiliki kedudukan dan fungsi yang cukup penting sebagai salah satu perangkat dan aparatur pemerintah daerah. Menurut ketentuan Pasal 255 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah “Satuan Polisi Pamong Praja dibentuk untuk menegakan perda dan perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman, serta menyelenggarakan perlindungan masyarakat”.

Dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja diketahui secara jelas bahwa kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja adalah :

4 Syamsudin Amir. 2008. Integritas Penegak Hukum : Hakim, Jaksa, Polisi Dan

(8)

26

1) Melakukan tindakan penertiban non yustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, badan hukum yang melakukan pelanggaran atas perda dan/atau perkada.

2) Menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

3) Melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas perda dan/atau perkada.

4) Melakukan tindakan adminisitratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas perda dan/atau perkada.

Berdasarkan kewenangan tersebut diatas dapat dilihat jelas bahwa Satuan Polisi Pamong Praja dapat dikatakan merupakan salah satu penjaga dalam penegakan suatu perda dan perkada. Meninjau dari kewenangan yang sangat besar yang dimiliki oleh Satuan Polisi Pamong Praja tersebut maka dapat membuat institusi tersebut memiliki peran aktif dalam keterlibatanya terkait proses pembentukan serta mengawal penegakan hukum perda dan perkada.5

5 Galih Prihandani Utomo. 2018, Desember, 28. Fungsi Satpol PP Dalam Penegakan

(9)

27 B. Tinjauan Umum Mengenai Prostitusi

1. Pengertian prostitusi

Pelacuran atau Prostitusi adalah penjualan jasa seksual, seperti oral seks atau hubungan seks untuk mendapatkan uang. Seseorang yang menjual jasa seksual disebut Pelacur, yang kini sering disebut dengan istilah Pekerja Seks Komersial (PSK).6 Terdapat juga beberapa definisi yang lain dalam mengartikan prostitusi, yaitu :

1) Profesor W. A. Bonger dalam tulisanya yang berjudul “Maatschappelijke Oorzaken der Prostituie” mendefinisikan bahwa prostitusi sebagai gejala kemasyarakatan dimana seorang wanita menjual diri melakukan perbuatan perbuatan seksual sebagai mata pencaharian.

2) Sarjana P. J. De Bruine Van Amstel mendefinisikan prostitusi sebagai penyerahan diri dari wanita kepada banyak laki-laki dengan pembayaran.

3) G. May dalam bukunya yang berjudul “Encyclopedia of Social Science” mendefinisikan sebagai berikut : prostitution defined as sexualintercouse characterized by barter, promiscuity and emotional indifference.7

6 Endang R Sedyaningsih. 2010. Perempuan Perempuan Kramat Tunggak. Jakarta. Gramedia. Hal : 7.

(10)

28

Berdasar dari beberapa keterangan dan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa arti prostitusi adalah bentuk penyimpangan seksual, dengan pola organisasi impuls atau dorongan seks yang tidak wajar dan tidak terintregrasi, dalam bentuk pelampiasan nafsu-nafsu seks tanpa kendali dengan banyak orang dan disertai komersialisasi dan eksploitasi seksual. Komersialisasi seksual berarti bagi yang memperdagangkan seks dalam bentuk penukaran kenikmatan seksual dengan benda-benda, materi dan uang, sedangkan eksploitasi seksual berarti penggunaan atau penghisapan serta pemanfaatan relasi seksual semaksimal mungkin oleh pihak pembeli jasa dengan rata-rata pembeli jasa tersebut adalah laki-laki.8

2. Pengertian pekerja seks komersial

Pelacur adalah seseorang wanita, pria atau waria, terutama dari keluarga yang kurang mampu yang melakukan hubungan seksual diluar pernikahan dengan tujuan untuk mendapatkan imbalan jasa (PERDA No. 05 Tahun 2007 Kab. Lamongan, Tentang Pemberantasan Pelacuran di Kabupaten Lamongan).

Menurut Pasal 1 Ayat 6 Perda no. 05 Tahun 2007 Kab. Lamongan Pelacuran adalah sikap tindakan yang dilakukan sesorang baik perempuan maupun laki-laki yang dengan sengaja menjajakan dirinya

(11)

29

kepada orang lain untuk mengadakan hubungan kelamin (seksual diluar nikah).

Faktor-faktor yang mempengaruhi menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK) atau pelacur ada tiga motif utama yaitu (Koentjoro,2004:52) :

1. Motif Psikoanalisis menekankan aspek neuroris pelacur, seperti bertindak sebagaimana konflik oedipus dan kebutuhan untuk menentang stadar orang tua atau sosial.

2. Motif ekonomi secara sadar menjadi faktor yang memotivasi. Motif ekonomi ini yang dimaksud adalah uang.

3. Motif Situasional, termasuk didalamnya penyalah gunaan kekuasaan orang tua, penyalah gunaan fisik, merendahkan dan buruknya hubungan dengan orang tua. Pegalaman di awal kehidupan, seperti pengalaman seksual diri dan peristiwa traumatik sebagai bagian dari motivasi situasional. Dalam banyak kasus ditemukan bahwa perempuan menjadi pelacur karena telah kehilangan keperawanan sebelum menikah atau hamil diluar nikah.9

(12)

30

3. Peraturan-peraturan hukum prostitusi

Didalam KUHP dijelaskan ada beberapa peraturan yang mengatur tentang prostitusi, peraturan tersebut antara lain yaitu, Pasal 296 KUHP yang menyatakan bahwa “Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikanya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah”. Dan juga pada Pasal 506 KUHP yang menyatakan bahwa “Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikanya sebagai pencarian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun”.

Namun dari kedua pasal tersebut diatas yaitu Pasal 296 dan Pasal 506 KUHP hanya menjatuhkan hukuman kepada mucikari yang menjual seseorang yang ada di dalam kegiatan prostitusi tersebut, tidak ada ketentuan hukum yang dapat menjerat pengguna atau penikmat jasa prostitusi baik dalam pidana denda ataupun dalam pidana penjara.

Beberapa daerah di Indonesia telah memiliki peraturan hukum yang berupa peraturan daerah terkait dengan upaya penanggulangan prostitusi tersebut, dan juga mengatur tentang tindakan yang dilakukan oleh peketja seks komersial secara personal. Pemerintah Kabupaten Lamongan menetapkan Perda Nomor 05 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Pelacuran di Kabupaten Lamongan sebagai salah satu

(13)

31

peraturan hukum guna memberantas adanya prostitusi di Kabupaten lamongan, dimana dituliskan dalam Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi “Setiap orang dilarang melakukan pelacuran dan perbuatan cabul di Daerah” dimana dalam Pasal 4 ayat (1) tersebut unsur pidananya yaitu “setiap orang” sebagai unsur subjektif, dan “melakukan pelacuran dan perbuatan cabul di Daerah” merupakan unsur objektif sebuah tindak pidana dalam aturan Pasal tersebut. Jadi seseorang dapat dikatakan melakukan tindak pidana menurut Pasal 4 ayat (1) Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Pelacuran di Kabupaten Lamongan jika memenuhi kedua unsur tersebut yaitu dengan melakukan tindakan pelacuran dan perbuatan cabul di daerah Kabupaten Lamongan.

Dalam hal ini penulis menggunakan beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan orang lain untuk menjadi sedikit acuan untuk melanjutkan penelitian dan penulisan skripsi ini, beberapa jurnal penelitian terdahulu yaitu :

1) Kajian penelitian tentang penegakan hukum pidana dalam penanggulangan. Pekerja Seks Komersial (PSK) yang dilakukan oleh Sri Yuliani pada Bulan Oktober Tahun 2014, yang berjudul “Analisis Isi Peraturan Daerah (Perda) Tentang Prostitusi : Tinjauan dari Perspektif Gender dan Hak Azasi Manusia”. Membahas mengenai berbagai macam peraturan daerah yang mengatur tentang prostitusi termasuk

(14)

32

Perda No. 05 Tahun 2007 Kabupaten Lamongan, bahwa alasan pendorong utama ditetapkanya Perda yang mengatur tentang pelacuran termasuk Perda No. 05 Tahun 2007 Kabupaten Lamongan adalah alasan yang didorong oleh penegakan norma moral dan kepentingan politik, dalam rumusan tertulis Perda No. 05 Tahun 2007 Kabupaten Lamongan tujuan dikeluarkanya perda tersebut adalah ketertiban sosial yakni mengatasi perbuatan cabul atau maksiat yang melanggar norma kesusilaan dan norma agama. Persamaan penelitian dan analisis yang dilakukan oleh Sri Yuliani dengan yang akan diteliti oleh penulis adalah sama-sama membahas lebih dalam penerapan Perda No. 05 Tahun 2007 Kabupaten Lamongan. Dan perbedaan dengan yang akan dilakukan oleh penulis adalah dimana Sri Yuliani hanya melakukan analisis terhadap isi Perda No. 05 Tahun 2007 Kabupaten Lamongan saja, sedangkan yang akan penulis lakukan adalah melakukan penelitian tentang proses penanggulangan Pekerja Seks Komersial dengan berpatokan pada Perda No. 05 Tahun 2007 Kabupaten Lamongan.10

10

https://digilib.uns.ac.id/dokumen/download/43264/MTQ5MjY4/Analisis-Isi- Peraturan-Daerah-Perda-Tentang-Prostitusi-Tinjauan-dari-Perspektif-Gender-dan-Hak-Azasi-Manusia-abstrak.pdf

(15)

33

2) Penelitian yang dilakukan oleh Slamet Sugianto pada bulan Desember 2019 dengan judul “Implementasi Perda Pemberantasan Pelacuran di Kabupaten Lamongan” yang membahas tentang cara mengatasi pelacuran berdasarka Perda No. 10 Tahun 2004 Tentang Pemberantasan Pelacuran di Kabupaten Lamongan, ada beberapa cara yang dijelaskan yaitu deangan cara penanggulangan secara pereventif yang dimana penanggulangan pereventif ini diharuskan dalam beberapa bentuk, kemudian dengan cara penanggulangan secara represif, yaitu usaha yang dimaksudkan sebagai kegiatan untuk menakan (mengurangi) dan usaha menyembuhkan para wanita dari ketunasusilaan. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Slamet Sugianto dengan yang akan dilakukan oleh penulis adalah sama-sama meneliti penanggulangan pekerja seks komersial di kabupaten lamongan. Dan perbedaanya adalah peneliti Slamet Sugianto melakukan penelitian penaggulangan pekerja seks komersial dengan berdasar pada Perda Kabupaten Lamongan yang lama yaitu Perda No. 10 Tahun 2004 Kabupaten Lamongan, sedangkan yang akan penulis akan melakukan penelitian dengan berpatokan pada Perda Kabupaten Lamongan yang

(16)

34

baru yaitu Perda No. 05 Tahun 2007 Kabupaten Lamongan.11

C. Pengertian Umum Tentang Penanggulangan

Penanggulangan adalah proses, cara, perbuatan.12 Jadi penanggulangan adalah sebuah tindakan yang dilakukan untuk menyikapi sebuah masalah yang sudah ada dengan maksud dan tujuan untuk membuat permasalahan tersebut agar tidak menjadi lebih parah atau tidak menjadi lebih banyak dilakukan oleh masyarakat secara keseluruhan dan juga untuk menghilangkan masalah yang sudah ada atau sudah terjadi. Penanggulangan secara umum berbeda dengan Pencegahan, dimana pencegahan merupakan proses, cara, perbuatan mencegah, penolakan.13 Jadi pencegahan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan sebelum adanya sebuah permasalahan dengan maksud dan tujuan agar masalah tersebut tidak akan terjadi dan tidak akan ada di dalam masyarakat. Arti kata penanggulangan dalam tema skripsi yang diangkat oleh penulis yaitu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kanupaten Lamongan dalam menghentikan dan menghilangkan segala tindak praktik prostitusi yang ada di Kabupaten Lamongan.

11http://jurnalfsh.uinsby.ac.id/index.php/qanun/article/download/847/686

12 Kamus Besar Bahasa Indonesia 13 Kamus Besar Bahasa Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Melalui identi- fikasi awal hambatan melaluipembelajaran bersama dengan guru PAUD Gugus 11 Arjowinangun untuk menemukenali faktor kegagalan pemahaman pada K13 PAUD dari

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Tabel 5.3 Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten Minahasa Menurut Jenis Pendapatan (juta rupiah), 2012-2015. Sumber: Kabupaten Minahasa Dalam Angka

ƒ digunakan oleh program streaming multimedia untuk mengatur pengiriman data secara real-time, tidak bergantung pada protokol Transport. ƒ Metode yang ada: PLAY, SETUP,

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari tingkat pengungkapan informasi CSR, size, dan pro fi tabilitas terhadap informativeness of earnings yang dalam hal ini

Yosef pada tahun 1998, menyelesaikan pendidikan di SMP N 1 Sidikalang pada Tahun 2001, menyelesaikan pendididikan di SMA N 1 Sidikalang pada Tahun 2004, menyelesaikan pendididikan

Persembahan untuk orang-orang pang kusayangi Mamie, mbak Susi, mas Hamak, mas Patah, mas Didik, Muli dan Iiujid.. guah karyaku buat Guru-guruku