• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. itu secara tak terelakkan bisnis menjadi bagian hidup manusia modern.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. itu secara tak terelakkan bisnis menjadi bagian hidup manusia modern."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Masyarakat modern adalah masyarakat bisnis. Dalam satu atau lain cara,

semua manusia, baik di kota maupun desa, punya hubungan dengan bisnis. Tidak ada

orang modern yang tidak tersentuh kegiatan bisnis, termasuk kegiatan bisnis

perusahaan-perusahaan besar dan multinasional, bahkan bisnis internasional. Karena

itu secara tak terelakkan bisnis menjadi bagian hidup manusia modern.

Sebagaimana halnya realita pada dunia masyarakat modern sekarang ini,

ketika World Trade Organization (WTO) berdiri beberapa tahun lalu, orang tidak

menyangka bahwa sejak saat itu dunia telah dikatakan menjadi the global village.

Global Village adalah suatu kondisi mengenai perkembangan teknologi komunikasi

dimana dunia dapat dianalogikan menjadi sebuah desa yang sangat besar dan luas.

Marshall Mcluhan lah yang memperkenalkan konsep ini pada awal tahun 60 dalam

tulisan-tulisan bukunya yang berjudul Understanding Media: Extension of A Man.

1

Pertanyaan kemudian muncul apakah globalisasi merupakan suatu fenomena

ekonomi, sosial ataukah fenomena budaya. Apakah globalisasi itu identik dengan

kolonialisme atau kapitalisme. John Flood dari University of Westminister, London

menegaskan bahwa globalisasi tidak saja membuat bisnis mendunia, tetapi juga telah

1 http://komunikasi.us/index.php/course/perkembangan-teknologi-komunikasi/1511-global-village-komunikasi-personal-yang-ter-expose (diakses pada tanggal 24 Maret 2016).

(2)

membuat hukum dan kehidupan sosial-budaya mendunia. Untuk itu globalisasi, tidak saja membawa manfaat dan perubahan yang besar bagi dunia bisnis, tetapi juga membawa pengaruh yang besar bagi pertumbuhan dan perubahan kehidupan politik, hukum, sosial, dan budaya suatu negara.2

Agus Yudha Hernoko berpendapat bahwa pada dasarnya kontrak berawal dari perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan di antara para pihak. Perumusan hubungan kontraktual tersebut pada umumnya senantiasa diawali dengan proses negosiasi antara para pihak. Melalui negosiasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan (kepentingan) melalui proses tawar-menawar. Dengan demikian maka dapat disimpulkan, pada umumnya kontrak bisnis justru berawal dari perbedaan kepentingan yang ingin dipertemukan melalui kontrak. Melalui kontrak perbedaan tersebut diakomodasi dan selanjutnya dibingkai dengan perangkat hukum sehingga mengikat para pihak. Dalam kontrak bisnis pertanyaan mengenai sisi kepastian dan keadilan justru akan tercapai apabila perbedaan yang ada di antara para pihak terakomodasi melalui mekanisme hubungan kontraktual yang bekerja secara proporsional.3

Adapun yang perlu diperhatikan dalam memenuhi suatu keadilan dan keseimbangan suatu kontrak, maka terdapat beberapa asas dalam hukum kontrak di Indonesia yang relevan dengan arbitrase internasional, khususnya beberapa aspek dari hukum Indonesia dalam perjanjian-perjanjian komersial yang tunuduk

2 Wukir Prayitno, Modernitas Hukum Berwawasan Indonesia (Semarang : CV.Agung, 1991), hlm. 48.

3 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak

(3)

pada hukum Indonesia. Salah satunya adalah asas itikad baik yang sangat penting dalam pelaksanaan suatu kontrak menurut sistem civil law, namun dalam sistem common law, tidak di kenal asas itikad baik dalam melaksanakan suatu kontrak.4

Apabila dilihat hubungan berkontrak, khususnya kontrak perdagangan, para pihak yang terikat dalam kontrak tentunya menginginkan agar kontrak berjalan lancar dan terpenuhi kewajiban dan hak masing-masing pihak. Oleh karena itu, pembuatan kontrak selain mencantumkan kesepakatan-kesepakatan, juga berisi klausul yang berguna untuk mengatasi masalah yang mungkin terjadi di kemudian hari. Umumnya klausul yang sering dicantumkan dalam suatu kontrak adalah klausul asas keadaaan darurat (force majeur), klausul pilihan hukum (choice of law), dan klausul penyelesaian sengketa diantara para pihak.

Perkembangan doktrin baru terkait dengan hambatan atau kendala pelaksanaan kontrak yang cukup penting dan mendasar untuk diperhatikan adalah doktrin hardship (keadaan sulit). Berbeda dengan wanprestasi dan overmacht yang telah diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata), maka hardship belum ada pengaturannya dan dalam hal terjadi kasus-kasus terkait dengan hardship, pada umumnya hakim akan memutus berdasarkan overmacht (menyamakan hardship dengan overmacht).5

Mengenai peristilahan hardship di Indonesia diterjemahkan “keadaan sulit” atau “kesulitan” atau “beban”.

Pengaturan kontrak dalam praktik bisnis adalah untuk menjamin pertukaran kepentingan yang berupa hak dan kewajiban berlangsung secara

4

Ibid.

(4)

proporsional bagi para pihak yang membuat kontrak, sehingga dengan demikian terjalin hubungan kontraktual yang adil dan saling menguntungkan. Bukan sebaliknya, merugikan salah satu pihak atau bahkan pada akhirnya justru merugikan para pihak yang berkontrak. Para pihak yang terikat dalam perjanjian senantiasa berupaya menjalankan apa yang menjadi kewajibannya dengan sebaik mungkin hingga perjanjian tersebut berakhir. Tidak ada maksud untuk merugikan pihak lainnya. Atau dengan kata lain mereka mendasari pelaksanaan perjanjian dengan itikad baik (good faith), terlebih lagi perjanjian tersebut mengikat layaknya undang-undang bagi mereka.

Roscoe Pound menyatakan bahwa “memenuhi janji” adalah sesuatu yang penting dalam kehidupan sosial. Hukum kontrak yang berkaitan dengan pembentukan dan melaksanakan suatu janji. Suatu janji adalah suatu pernyataan tentang sesuatu kehendak yang akan terjadi atau tidak terjadi pada masa yang akan datang.6 Namun dalam pelaksanaannya, terdapat hal-hal tertentu, seperti perubahan-perubahan keadaan yang dijadikan alasan salah satu pihak menjadi lebih berat atau dirugikan atas pelaksanaan perjanjian tersebut yang disebut dengan istilah keadaan sulit (hardship). Keadaan sulit atau lebih dikenal dengan istilah hardship adalah suatu perubahan keadaan yang diterapkan jika ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat dalam kontrak berubah bukan karena ketidakmungkinan dalam pelaksanaan kontrak tersebut, namun dikarenakan oleh kesulitan yang sangat ekstrim bagi salah satu pihak untuk memenuhi kontraknya.7

6Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan (Bagian

Pertama) (Yogyakarta : FH UII Press, 2013), hlm. 57.

7 Giorgio Gogiashvili. “Clausula rebus sic stantibus : Dynamics and Statics in Law”, (Georgian Law Review No.9,2006), hlm.109. http://isjn.or.id, (diakses pada 15 January 2016).

(5)

Menyikapi hal tersebut tentunya diperlukan sikap dan pemahaman yang obyektif dalam menilai isi kontrak, terutama terkait dengan klausul-klausul kontrak yang dianggap berat sebelah. Seringkali terjadi kesalahan persepsi mengenai eksistensi kontrak, khususnya mengenai pertanyaan, apakah suatu kontrak itu seimbang atau tidak seimbang (berat sebelah). Banyak pihak dengan mudah terjebak untuk menyatakan suatu kontrak itu berat sebelah atau tidak seimbang, hanya mendasarkan pada perbedaan status masing-masing pihak yang berkontrak. Praktik bisnis kiranya perlu mempertimbangkan penggunaan klausul hardship untuk mengatasi masalah pelaksanaan kontrak mereka. Klausul hardship dapat dijadikan ‘escape clause’ untuk memecahkan masalah jika muncul peristiwa yang secara fundamental mempengaruhi keseimbangan kontrak. Seperti pada sengketa 8kasus jual beli besi krum antara Nouva Fucinati S.P.A dengan International A.B. yang menolak melaksanakan kontraknya dikarenakan naiknya harga besi krum di pasar internasional yang menyebabkan pihak Nouva sangat berat untuk melaksanakan kontrak yang telah disepakati sebelumnya dimana para pihak tidak menemukan jalan keluar sehingga pihak penjual meminta pengadilan Italia untuk memutuskan kontrak dengan alasan suspending excessice onerous yang berarti suatu keadaan dimana pemenuhan kontrak menjadi sulit bagi salah satu pihak yang mengadakan perjanjian. Alasan ini merupakan alasan yang sama dengan hardship. Namun, dalam putusannya, hakim berpendapat bahwa perubahan keadaan yang terjadi tidak membuat penjual terlepas dari kewajibannya dan membatalkan kontrak serta menghukum pembayaran ganti rugi.

8 Perbandingan Hardship dan Force Majeur dalam UNIDROIT 2010, http://khafidsociality.blogspot.co.id/2011_11_24_archive.html?m=1 (diakses pada 17 November 2015).

(6)

Tanpa disadari bahwa dalam perjalanannya sebuah kontrak, tidak semua peristiwa yang menyebabkan wanprestasi dapat didalilkan dengan alasan keadaan darurat, karena dalam sistem common law, dikenal juga dengan adanya asas keadaan sulit (hardship) yang merupakan suatu klausul yang seyogyanya dicantumkan dalam sebuah kontrak demi mengantisipasi terjadinya pemutusan kontrak secara sepihak. Banyak masalah dapat terjadi dalam pemenuhan sebuah kontrak baik disengaja atau akibat dari suatu keadaan yang tidak dapat diprediksi. Seperti pada sengketa 9kasus jual beli besi krum antara Nouva Fucinati S.P.A dengan International A.B. yang menolak melaksanakan kontraknya dikarenakan naiknya harga besi krum di pasar internasional yang menyebabkan pihak Nouva sangat berat untuk melaksanakan kontrak yang telah di sepakati sebelumnya dimana para pihak tidak menemukan jalan keluar sehingga pihak penjual meminta pengadilan Italia untuk memutuskan kontrak dengan alasan suspending excessice onerous. Alasan ini merupakan alasan yang sama dengan hardship. Namun dalam putusannya, hakim berpendapat bahwa perubahan keadaan yang terjadi tidak membuat penjual terlepas dari kewajibannya dan membatalkan kontrak serta menghukum pembayaran ganti rugi.

Berdasarkan pemaparan dan contoh kasus diatas, dapat diketahui bahwa terdapat suatu asas hardship yang sangat berpengaruh dalam pembuatan suatu kontrak bisnis. Oleh karena itu diangkatlah judul “Penghentian Pemenuhan Prestasi Dalam Suatu Kontrak Bisnis Akibat Terjadinya Keadaan Sulit (Hardship).”

(7)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah akibat hukum cidera janji (wanprestasi) dalam hukum perjanjian di Indonesia?

2. Bagaimanakah kedudukan suatu keadaan sulit (hardship) sebagai alasan penghentian prestasi berdasarkan hukum?

3. Bagaimanakah penyelesaian sengketa kontrak apabila terjadi keadaan sulit (hardship)?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan utama dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan yang ingin dicapai adalah :

1. Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang cidera janji atau wanprestasi yang berkembang saat ini menurut aturan hukum perjanjian yang ada dan berlaku di negara Indonesia.

2. Untuk mengetahui pengaturan hukum di tentang klausul Hardship dalam suatu kontrak bisnis yang berkembang saat ini dan banyak digunakan oleh pengusaha internasional dalam membuat kontrak-kontrak bisnisnya.

3. Untuk mengetahui proses penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan apabila terjadi keadaan sulit tersebut.

(8)

Adapun manfaat penulisan skripsi ini adalah : 1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian skripsi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dalam pengaturan untuk membuat kontrak-kontrak terutama dalam berbisnis yang dapat menjamin kepastian hukum di Indonesia. Selain itu hasil penulisan ini juga akan menambah pengetahuan serta informasi mengenai aturan-aturan hukum keadaan sulit (hardship) yang sedang berkembang di dunia saat ini.

2. Manfaat praktis

Hasil dari penulisan skripsi ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi para pembuat kontrak-kontrak, legislative dan pemerintah dalam hal merancang, menyusun dan membuat suatu kontrak yang berkenaan dengan keadaan sulit (hardship) di Indonesia, juga bagi masyarakat umum, mengenai problematika praktis yang dihadapi dalam menyelesaikan sengketa apabila terjadi suatu keadaan sulit pada saat proses pelaksanaan suatu kontrak bisnis.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skipsi berjudul “Penghentian Pemenuhan Prestasi Dalam Suatu Kontrak Bisnis Akibat Terjadinya Hardship”. Setelah melakukan berbagai penelusuran ke perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, judul ini belum pernah diangkat dan ditulis, kalaupun ada beberapa kesamaan di dalamnya namun substansi pembahasannya berbeda dengan pembahasan yang dipaparkan dalam skripsi ini. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penyusunan skripsi ini dilakukan

(9)

melalui referensi buku-buku, skripsi-skripsi, media cetak dan elektronik serta bantuan dari berbagai pihak.

E. Tinjauan Pustaka

1. Perjanjian/kontrak

Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Pasal 1313 KUHPerdata tersebut berbunyi perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Menurut Sudikno, perjanjian merupakan suatu hubungan hukum yang didasarkan atas kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Hubungan hukum tersebut terjadi antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang lainnya, dimana subyek hukum yang satu berhak atas suatu prestasi dan begitu juga subyek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakati.10

Istilah perjanjian sering disamakan dengan istilah kontrak. Meskipun ada beberapa pakar hukum yang membedakan dua istilah tersebut. Apabila kembali kepada peraturan perundang-undangan seperti yang tercantum dalam Bab II Buku Ketiga KUHPerdata yang berjudul “perikatan yang lahir dari kontrak atau perjanjian” secara jelas terlihat bahwa undang-undang memberikan pengertian yang sama antara kontrak dan perjanjian. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa antara perjanjian dan kontrak diartikan lebih kurang sama.

10 Budi Ristiono, Kajian Terhadap Perjanjian Baku Antara Distributor dan Sub

Distributor Produk Fast Moving Consumer Good, Suatu Kajian Terhadap Penerapan Perjanjian Baku Ditinjau Dari Teori Kepatutan (Yogyakarta : Tesis Magister Ilmu Hukum, Universitas

(10)

Dengan demikian segala ketentuan yang terkait dengan hukum perjanjian juga berlaku dalam hukum kontrak.11

2. Prestasi dan wanprestasi

Prestasi merupakan hal yang harus dilaksanakan dalam suatu perikatan.12 Pemenuhan prestasi merupakan hakikat dari suatu perikatan. Kewajiban memenuhi prestasi dari debitur selalu disertai dengan tanggung jawab (liability), artinya debitur mempertaruhkan harta kekayaannya sebagai jaminan pemenuhan hutangnya kepada kreditur. Menurut ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata, semua harta kekayaan debitur baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada menjadi jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditur, jaminan semacam ini disebut jaminan umum.13

Semua subjek hukum baik manusia ataupun badan hukum dapat membuat suatu persetujuan yang menimbulkan perikatan di antara pihak-pihak yang membuat persetujuan tersebut. Persetujuan ini mempunyai kekuatan yang mengikat bagi para pihak yang melakukan perjanjian tersebut sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Di dalam perjanjian selalu ada dua subjek yaitu pihak yang berkewajiban untuk melaksanakan suatu prestasi dan pihak yang berhak atas suatu prestasi. Di dalam pemenuhan suatu prestasi atas perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak tidak jarang pula debitur lalai melaksanakan

11

Ibid., hlm. 19.

12 Mariam Darus Badrulzaman, Asas-Asas Hukum Perikatan (Medan : FH USU, 1970), (selanjutnya disebut dengan Mariam Darus Badrulzaman I), hlm. 8.

13 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 17.

(11)

kewajibannya atau tidak melaksanakan kewajibannya ataupun tidak melaksanakan seluruh prestasinya. Hal ini disebut wanprestasi.14

3. Penghentian/pemutusan kontrak

Berdasarkan Pasal 35 Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa (selanjutnya disebut Perpres No. 4 Tahun 2015) berisi tentang penghentian dan pemutusan kontrak yakni penghentian kontrak dilakukan bilamana terjadi hal-hal di luar kekuasaan para pihak untuk melaksanakan kewajiban yang ditentukan dalam kontrak yang disebabkan oleh timbulnya perang, pemberontakan sepanjang kejadian tersebut berkaitan dengan negara kesatuan republik Indonesia, kekacauan, huru-hara serta bencana alam yang dinyatakan resmi oleh pemerintah, atau keadaan yang ditetapkan dalam kontrak. Pemutusan kontrak dapat dilakukan bilamana para pihak cidera janji dan/atau tidak memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur di dalam kontrak. Pemutusan kontrak ini juga dapat dilakukan secara sepihak apabila denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan akibat kesalahan penyedia barang/jasa sudah melampaui besarnya jaminan pelaksanaan. Kontrak batal demi hukum dengan sendirinya apabila isi kontrak melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku.15

4. Hardship/keadaan sulit

Hardship yaitu suatu peristiwa yang secara fundamental telah mengubah keseimbangan kontrak yang disebabkan biaya pelaksanaan kontrak telah

14 Muhammad Febriansyah Putra, Eksekusi Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan

Hutang Akibat Wanprestasi Debitur (Studi Mengenai Penetapan Nomor 31/Eks/HT/2008/PN.Mdn), (Medan : Skripsi FH USU, 2011), hlm. 24.

15

http://keppres80tahun2003.blogspot.co.id/2009/04/penghentian-dan-pemutusan-kontrak.html (diakses pada tanggal 23 Maret 2016).

(12)

meningkat sangat tinggi atau karena nilai pelaksanaan kontrak bagi pihak yang menerima telah sangat menurun, sementara itu :16

a. Peristiwa itu terjadi atau diketahui oleh pihak yang dirugikan setelah pembuatan kontrak.

b. Peristiwa itu tidak dapat diperkirakan secara semestinya oleh pihak yang dirugikan pada saat pembuatan kontrak.

c. Peristiwa itu terjadi diluar kontrol dari pihak yang dirugikan .

d. Risiko dari peristiwa itu tidak diperkirakan oleh pihak yang dirugikan. Keadaan sulit adalah suatu kejadian atau peristiwa yang diketahui oleh para pihak setelah pembuatan kontrak jangka panjang dan terjadinya kejadian atau peristiwa itu diluar kontrol (tidak diduga atau tidak diperkirakan sebelumnya) oleh mereka, yang menimbulkan risiko berubahnya keseimbangan secara mendasar dalam suatu kontrak yang masih berlaku, karena meningkatnya biaya pelaksanaan kontrak, sehingga membebani pihak yang wajib melaksanakan prestasi dalam kontrak itu (misalnya debitur dan pembeli), atau sebaliknya, menurunnya biaya pelaksanaan kontrak, sehingga menghilangkan keuntungan bagi pihak yang berhak menerimanya (misalnya kreditur dan debitur).17 Konsep klausula hardship menentukan bahwa jika pelaksanaan kontrak menjadi lebih berat bagi satu diantara dua pihak lainnya, maka pihak tersebut tetap terikat untuk melaksanakan perikatannya dengan tunduk pada ketentuan hukum tentang keadaan sulit.

16 Taryana Soenandar, Prinsip-Prinsip Unidroit, Sebagai Sumber Hukum Kontrak dan

Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional (Jakarta : Sinar Grafika,2006), hlm. 72.

17 Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak, Memahami Kontrak dalam Persfektif

Filsafat, Teori, Dogmatic, dam Praktik hukum Seri Pengayaan Hukum Perikatan (Bandung :

(13)

F. Metode Penelitian

Setiap penelitian haruslah menggunakan metode penelitian yang sesuai dengan bidang yang diteliti. Adapun penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Spesifikasi penelitian

Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.18 Sedangkan

penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten.19 Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya,20 serta menganalisis fakta-fakta secara cermat dengan aturan hukum positif yang telah ada.

Berdasarkan perumusan masalah dalam menyusun skripsi ini, jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu metode atau cara meneliti bahan pustaka yang ada. Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum objektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif

18 Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris (Jakarta: Indonesia Hillco, 1990), hlm. 106.

19 Soerjono Soekanto dan Sri Mumadji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2001), hlm. 1.

20 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek (Jakarta : Sinar Grafika, 1996). hlm. 6.

(14)

adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subjektif (hak dan kewajiban).21

Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif. Deskriptif artinya bertujuan untuk menggambarkan secara cermat karakteristik dari fakta-fakta (individu, kelompok, atau keadaan), dan untuk menentukan frekuensi sesuatu yang terjadi22 baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecenderungan yang tengah berlangsung.23

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian normatif ini menggunakan metode pendekatan yuridis berupa pendekatan hukum dan perundang-undangan yang bertujuan untuk mengerti dan memahami gejala yang diteliti.

2. Data penelitian

Materi dalam skripsi ini diambil dari data-data sekunder. Adapun data-data sekunder yang dimaksud adalah:

a. Bahan hukum primer

Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari norma atau kaidah dasar dimana yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Dagang, Het Herzienne

21Ibid., hlm. 7.

22Rianto Adi, Metode Penelitian Sosial dan Hukum (Jakarta : Garanit, 2004), hlm. 58. 23Ibid.

(15)

Indonesisch Reglement, Rechtsreglement vood de buitengewesten, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Ekseksi Putusan Arbitrase Asing, ICSID (International Convention on Settlement Investment Dispute), Peraturan Presiden Nomor 85 Tahun 2006 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa, PECL (Principles of European Contract Law) UNIDROIT (Principles of International Commercial Contracts, Harvard Research in International Law , Law of Treaties, AJIL29/1965, Guide to Draft Articles on the Law of the Treaties Adopted by ILC, UN Doc. A/C.6/376,May 11,1967, AJIL, Putusan Mahkamah Agung No. 704K/Sip/1972 tertanggal 21 Mei 1973.

b. Bahan hukum sekunder

Merupakan bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar atau putusan-putusan pengadilan yang terkait dalam penelitian ini.24

c. Bahan hukum tersier

Merupakan bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan lebih mendalam terhadap bahan hukum sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah25 yaitu semua dokumen yang berisi tentang konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan

24Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta : Prenada Media, 2005) hlm. 141. 25Soerjono Soekanto dan Sri Mumadji, Op.Cit., hlm. 14.

(16)

hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedia dan sebagainya.26

3. Teknik pengumpulan data

Adapun cara untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara sistematis digunakan buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perudang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.27 Mengingat bahwa jumlah materi kepustakaan yang berkaitan dengan judul yang diangkat dalam penulisan skripsi ini lumayan sedikit, maka penulisan skripsi ini lebih banyak menggunakan media elektronik.

4. Analisis data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif

28, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya

dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang deskriptif, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.

26Ibid.

27Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : UI Press, 1986), hlm. 24. 28Ibid., hlm. 250.

(17)

G. Sistematika Penulisan

Secara garis besar dalam penulisan skripsi ini dibagi atas lima bab dan masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab sesuai dengan kebutuhannya. Adapun gambaran dari isi atau sistematika dari skripsi ini adalah sebagai berikut :

Bab I (Pendahuluan) merupakan bab yang memuat tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II (Cidera janji / wanprestasi dalam hukum di Indonesia) yang merupakan bab membahas tentang cidera janji (wanprestasi) dalam hukum perjanjian di Indonesia, pengertian dan bagaimana terjadinya cidera janji (wanprestasi), bentuk-bentuk cidera janji (wanprestasi) dan pelaksanaan prestasi, serta akibat hukum apabila terjadinya cidera janji (wanprestasi).

Bab III (Kedudukan asas keadaan sulit / hardship berdasarkan hukum) yang menjelaskan perkembangan keadaan sulit (hardship) kedalam berbagai hukum positif di dunia, prasyarat terjadinya keadaan sulit (hardship) dalam kontrak bisnis, dan akibat hukum terjadinya keadaan sulit (hardship).

Bab IV (Penyelesaian sengketa dalam hal terjadi keadaan sulit / hardship dalam suatu kontrak bisnis) adalah bab yang merupakan inti dari pembahasan skripsi ini yaitu penyelesaian sengketa wanprestasi pada umumnya baik melalui lembaga litigasi maupun non-litigasi, serta penyelesaian sengketa kontrak akibat adanya keadaan sulit (hardship) baik melalui proses litigasi maupun non-litigasi, dan penerapan alasan keadaan sulit (hardship) dalam pengadilan.

(18)

Bab V (Kesimpulan dan saran) merupakan bab kesimpulan sekaligus menjadi bab terakhir dari skripsi ini yang berisikan kesimpulan dan saran.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah ini adalah menjelaskan proses layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan kedisiplinan belajar pada siswa dan untuk mengetahui

Persepsi terhadap lingkungan tepi sungai yang telah ada saat ini menjadi titik awal untuk melihat apakah mahasiswa desain memiliki visi untuk menciptakan lingkungan tepi sungai

APK didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah murid pada jenjang pendidikan tertentu dengan penduduk kelompok usia sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam

Koi herpesvirus (KHV) merupelet salah satu penyakit infeksius yang menyerang spesies Cyprinus carpio Linnaeus yaitu ikan Mas yang disebabkan oleh virus DNA.. Sejak

Kurnia Anggun tersedia Dokumen V-Legal untuk produk yang wajib dilengkapi dengan Dokumen VLegal, dan telah sesuai dengan dokumen PEB dan dokumen invoice,

SNTTM XVII dengan tema “Peran Ilmu Teknik Mesin yang Berorientasi Global Dalam Mendukung Pembangunan Nasional Berkelanjutan” merupakan kegiatan tahunan Badan Kerja Sama Teknik

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

Dengan kegiatan mengamati video masyarakat yang tidak menjaga lingkungan, siswa dapat mengidentifikasi faktor penyebab terjadinya banjir.. Dengan kegiatan