• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

Penerapan Teknologi untuk Meningkatkan Produksi Padi Sawah

pada Lahan Tadah Hujan Kota Jambi

Technology Application to Increase Rice Yield on Rain-fed Land in Jambi

Suci Primilestari1*) Syafri Edi1

1

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi Jl. Samarinda Kel. Paal Lima Kotabaru Jambi

*)

Hp/Faks. 081274271527/074140413 email: lestari.suci@gmail.com

ABSTRACT

Rain-fed land is a dominant land used for rice cultivation by farmer in Jambi City. Total rainfed land in Jambi reached 1152 ha, which is larger than irrigated lands (524 ha). The main problem limiting rice cultivation in rainfed land is flooding during the rainy season and drought on dry season. Another obstacle is the low soil fertility and high weed density. Cropping pattern usually done by farmers were one time a year. Land optimization through integrated cropping system is needed to increase rice production on rainfed land. The aim of this research is to analyze the effect of cultivation technology components applied on rice yield, compared to planting method used by farmers. Data is collected in rain-fed land in three districts of Jambi City; Jambi Timur, Pelayangan and Telanai Pura. Production technology applied is high-yielding varieties, ‘jajar legowo’ planting system, planting schedule and weeding. Data of component technology analyzed are the effects of ‘jajar legowo’ planting system and varieties on rice yield. The result showed that Inpara 3 varieties were planted with ‘jajar legowo’ system increasing rice yield up to 13% higher than local varieties were planted with ‘tegel’ system.

Key words: rain-fed land, land optimization, jajar legowo system ABSTRAK

Lahan tadah hujan merupakan lahan yang dominan dimanfaatkan oleh petani untuk budidaya padi sawah di Kota Jambi. Luas lahan tadah hujan di Kota Jambi 1152 ha, lebih luas dari lahan irigasi (524 ha). Kendala utama yang membatasi budidaya padi pada lahan tadah hujan adalah terjadinya banjir pada saat musim hujan, dan kekeringan pada musim kemarau. Kendala lainnya adalah rendahnya kesuburan tanah dan kerapatan gulma. Pola tanam yang biasa dilakukan petani adalah satu kali tanam padi selama satu tahun. Optimalisasi lahan melalui penerapan teknologi budidaya, perlu dilakukan untuk meningkatkan produksi padi sawah pada lahan tadah hujan. Penelitian bertujuan untuk menganalisis pengaruh komponen teknologi budidaya yang diterapkan terhadap produksi padi sawah, dibandingkan dengan cara tanam yang biasa dilakukan petani. Pengambilan data dilakukan pada lahan tadah hujan di Kecamatan Jambi Timur, Pelayangan dan Telanai Pura Kota Jambi. Teknologi produksi yang diterapkan adalah penggunaan varietas unggul, penerapan sistem tanam jajar legowo, pengaturan waktu tanam dan penyiangan gulma. Data komponen teknologi yang dianalisis adalah pengaruh sistem tanam jajar legowo dan varietas terhadap produksi padi sawah. Hasil analisis data menunjukkan bahwa penggunaan varietas Inpara 3 dengan sistem jajar legowo dapat meningkatkan produktivitas padi sawah hingga 13% lebih tinggi, dibandingkan dengan varietas lokal yang ditanam dengan sistem tegel.

(2)

2

PENDAHULUAN

Peningkatan produksi padi merupakan prioritas utama dalam mencapai swasembada pangan di Indonesia, sesuai dengan Permentan No.03/Permentan/OT.140/2/2015 mengenai Pedoman Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai Tahun 2015. Optimalisasi pemanfaatan lahan suboptimal adalah salah satu cara yang potensial untuk meningkatkan produksi padi, sesuai dengan Permentan No. 50/Permentan/CT.140/8/2012 mengenai Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian (Kementerian Pertanian 2012).

Lahan tadah hujan berpotensi untuk digunakan sebagai areal peningkatan produksi padi. Sesuai dengan Undang Undang Nomor 41 Tahun 2009 Mengenai Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, bahwa lahan tidak beririgasi (lahan tadah hujan) termasuk dalam lahan pertanian pangan berkelanjutan. Luas lahan tadah hujan di Indonesia mencapai 3.292.578 ha (Kementerian Pertanian 2014) yang tersebar di berbagai wilayah, termasuk di Provinsi Jambi, khususnya di Kota Jambi. Lahan padi sawah di Kota Jambi didominasi oleh lahan tadah hujan, dengan luas 1152 ha, lebih luas dari lahan irigasi yang hanya 524 ha (Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi 2014). Luasan tersebut cukup potensial untuk meningkatkan produksi padi dalam mendukung ketahanan pangan di Indonesia, khususnya di Kota Jambi. Kendala utama pada lahan tadah hujan adalah produktivitas lahan yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan lahan irigasi.

Lahan tadah hujan di Kota Jambi terdapat pada 5 kecamatan dari 8 jumlah kecamatan yang ada, yaitu : Kecamatan Jambi Timur, Jambi Selatan, Danau Teluk, Telanai Pura dan Pelayangan. Kendala produksi pada lahan tadah hujan adalah terjadinya banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Pola tanam yang dilakukan petani untuk menyiasati hal tersebut adalah dengan menanam pada akhir musim hujan. Pola tanam tersebut menyebabkan budidaya padi hanya dapat dilakukan satu kali dalam satu tahun, hal ini menyebabkan produktivitas lahan menjadi rendah. Faktor pembatas produksi lainnya adalah kesuburan tanah yang rendah, tingginya serangan hama dan kerapatan gulma.

Penerapan teknologi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas padi di lahan tadah hujan adalah melalui peningkatan IP (Indeks Pertanaman) dan peningkatan produksi per satuan luas. Penerapan teknologi harus disesuaikan dengan kondisi agroekosistem lahan dan sosial ekonomi masyarakat pada lokasi tersebut. Hasil wawancara dengan petani koperator di wilayah kajian diketahui bahwa peningkatan IP cukup sulit untuk dilakukan pada lahan tadah hujan di Kota Jambi, selain karena kondisi banjir yang terjadi pada musim hujan saat awal tahun, juga karena petani di lahan tadah hujan Kota Jambi umumnya memanfaatkan kondisi banjir tersebut untuk memanen ikan yang terbawa oleh arus air ke lahan petani. Keuntungan yang diperoleh dari produksi ikan tersebut menurut petani cukup tinggi. Peluang peningkatan IP terletak pada pembangungan jaringan irigasi (Roseline et al. 2012), namun membutuhkan biaya yang cukup besar.

Peningkatan produksi per satuan luas melalui optimalisasi lahan berbasis teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) berpotensi untuk diterapkan di lahan tadah hujan. Beberapa hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pendekatan PTT berhasil meningkatkan produktivitas padi sawah di lahan tadah hujan (Widyantoro dan Toha 2010). Introduksi varietas unggul spesifik lokasi memberikan kontribusi terhadap peningkatan produksi padi di Provinsi Jambi (Adri dan Yardha 2014). Faktor pendukung lainnya adalah teknologi PTT ditinjau dari segi sosial ekonomi merupakan cara yang efisien untuk diterapkan di lahan tadah hujan (Murniati et al. 2014).

(3)

3

Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi penerapan teknologi yang dapat dilakukan guna meningkatkan produktivitas padi sawah di lahan tadah hujan, dan mempelajari pengaruh dari penerapan teknologi tersebut terhadap peningkatan produksi, dibandingkan dengan cara tanam yang biasa dilakukan petani.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan pada tiga kecamatan di Kota Jambi, yaitu Kecamatan Jambi Timur, Telanai Pura dan Pelayangan. Kecamatan tersebut merupakan sentra produksi padi sawah tadah hujan di Kota Jambi. Panen dilakukan pada bulan Juli s/d September 2015. Pengambilan ubinan dilaksanakan bersama petugas dari Dinas Pertanian Peternakan Perikanan dan Kehutanan Kota Jambi, Badan Pusat Statistik Kota Jambi, BKPP Kota Jambi, BP3K dan PPL pada setiap kecamatan. Sampel ubinan yang diambil adalah seluas 2,5 x 2,5 m.

Penelitian disusun menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Pengelompokan dibagi berdasarkan lokasi lahan pada 3 kecamatan yang diamati. Perlakuan yang diuji adalah sistem tanam dan varietas. Sistem tanam terdiri dari 2 perlakuan yaitu (a) sistem Jajar Legowo 4:1 dan (b) sistem tegel (Jarak tanam 25 x 25 cm). Varietas yang digunakan adalah (a) Inpara 3, (b) Ciherang dan (c) Varietas Lokal yang biasa ditanam oleh petani (Marinai, Buntut Itam).

Pengamatan dilakukan terhadap variabel jumlah anakan per rumpun, jumlah bulir per malai dan bobot Gabah Kering Panen (GKP) ubinan, selanjutnya dikonversi ke satuan hektar. Data Gabah Kering Giling (GKG) dikonversi dari GKP per hektar dengan rumus:

H = [ (A) x (10000)] x (100-C) ] (Zen 2007) B 100-D

Keterangan:

H = Hasil gabah kg ha-1 dengan kadar air 14%

A = Hasil gabah (kg) dari petak ubinan pada kadar air awal B = Luas plot ubinan bersih

C = Kadar air terukur saat panen D = Kadar air GKP (14%)

Data dianalisis dengan analisis ragam dilanjutkan dengan uji lanjut DMRT terhadap variabel yang berbeda nyata. Analisis data dilakukan dengan aplikasi SPSS 19.

HASIL Jumlah Anakan Per Rumpun

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan sistem jajar legowo 4:1 berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan, sedangkan perlakuan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan. Interaksi antara kedua perlakuan tidak berbeda nyata terhadap variabel jumlah anakan. Tanaman padi yang ditanam dengan sistem jajar legowo 4:1 menghasilkan jumlah anakan rata-rata lebih banyak dari tanaman yang ditanam dengan sistem tegel (Tabel 1). Rata-rata jumlah anakan yang dihasilkan dengan sistem jajar legowo 4:1 lebih tinggi 37% dibandingkan dengan jumlah anakan yang dihasilkan dari sistem tegel.

(4)

4

Tabel 1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Anakan

Varietas Rata-Rata Rata-Rata

Jajar Legowo 4:1 Tegel

Varietas Inpara 3 20,75 15,00 17,88

Vareitas Ciherang 19,13 15,75 17,44

Varietas Lokal 23,00 15,00 19,00

Rata-Rata 20,96 a 15,25 b 18,11

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf nyata 5%.

Jumlah Bulir Per Malai

Jumlah bulir tidak dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan. Berdasarkan rata-rata terlihat bahwa jumlah bulir yang dihasilkan dari sistem jajar legowo 4:1 lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah bulir yang dihasilkan dari sistem tanam tegel, meskipun tidak berbeda nyata (Tabel 2).

Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Bulir Per Malai

Varietas Sistem Tanam Rata-Rata

Jajar Legowo 4:1 Tegel

Varietas Inpara 3 162,21 167,00 164,61

Vareitas Ciherang 184,07 129,38 156,72

Varietas Lokal 89,00 136,00 112,50

Rata-Rata 145,09 144,13 144,61

Produksi Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara varietas unggul dan sistem tanam berpengaruh nyata terhadap produksi, baik GKP maupun GKG. Penerapan pola tanam jajar legowo 4:1 dapat meningkatkan produksi GKP varietas Inpara 3 dan Ciherang. Rata-rata produksi GKP tertinggi diperoleh pada varietas Inpara 3 dengan perlakuan sistem jajar legowo 4:1, yaitu 6,61 ton.ha-1 (Gambar 1). Perlakuan sistem jajar legowo dapat meningkatkan produksi GKP hingga 11% dibandingkan dengan sistem tegel.

Pola yang sama terlihat pada rata-rata produksi GKG. Terdapat interaksi yang nyata antara perlakuan varietas dan sistem tanam yang diterapkan terhadap produksi GKG. Konversi data GKP ke GKG menunjukkan bahwa perlakuan sistem jajar legowo 4:1 menghasilkan produksi yang lebih tinggi dari sistem tanam tegel, meskipun tidak berbeda nyata. Secara rata-rata terdapat perbedaan yang cukup tinggi antara produksi GKG dengan sistem jajar legowo 4:1 dibandingkan dengan sistem tegel yaitu sebesar 9%. Rata-rata produksi GKG tertinggi diperoleh pada Varietas Inpara 3 yang ditanam dengan sistem jajar legowo 4:1, yaitu 5,04 ton.ha-1. Hasil tertinggi kedua diperoleh pada Varietas Ciherang yang ditanam dengan sistem jajar legowo 4:1, yaitu 4,90 ton.ha-1. Hasil terendah diperoleh pada varietas lokal yang ditanam dengan sistem tegel yaitu 4,46 ton.ha-1 (Gambar 2). Hasil

(5)

5

GKG Varietas Inpara 3 yang ditanam dengan sistem jajar legowo 4:1 lebih tinggi 13% dibandingkan dengan varietas lokal yang ditanam dengan sistem tegel.

Gambar 1. Pengaruh interaksi perlakuan terhadap produksi GKP (ton ha-1)

(6)

6

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan jarak tanam jajar legowo dapat meningkatkan jumlah anakan padi (Tabel 1). Sesuai dengan hasil beberapa penelitian sebelumnya, yang menunjukkan bahwa sistem tanam jajar legowo mampu meningkatkan jumlah anakan padi Varietas Ciherang, Memberamo, Mekongga dan Cigeulis (Sirappa 2011), Varietas Batang Anai (Abdullah et al. 2000) serta Varietas Cisokan dan IR 42 (Ridwan 2000).

Sistem tanam jajar legowo merupakan pengaturan tata letak tanaman, dengan membuat jarak yang lebar antar barisan tanaman. Sisa bibit yang belum tertanam pada barisan yang kosong tersebut, ditanam di pinggir baris, sebagai pagar untuk meningkatkan jumlah populasi tanaman. Jarak tanam yang lebar pada sistem jajar legowo memberikan ruang tumbuh yang lebih longgar bagi tanaman. Jarak tanam lebar berpengaruh terhadap peningkatkan jumlah anakan padi. Semakin lebar jarak tanam, maka jumlah anakan semakin meningkat (Hatta 2012).

Jarak tanam yang lebar antar tanaman dapat memperlancar sirkulasi udara dan mempermudah perkembangan akar. Hasil penelitian Kurniasih et al. (2008) menunjukkan bahwa semakin lebar jarak tanam maka pertumbuhan akar semakin baik, terbukti dari peningkatan berat kering, panjang akar dan volume akar. Pertumbuhan akar yang optimal meningkatkan penyerapan unsur hara (Lin et al. 2009), untuk mendukung fotosintesis sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman menjadi optimal. Mondal et al. 2013 menyatakan bahwa peningkatan produksi diperoleh dari tanaman yang ditanam dengan jarak tanam lebar.

Jumlah populasi tanaman yang ditanam dengan sistem jajar legowo lebih tinggi dibandingkan dengan sistem tegel dengan jarak tanam 20 x 20 cm. Jumlah populasi tanaman pada sistem tanam jajar legowo 4:1 adalah 190.000 (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian 2013) sampai dengan 300.000 rumpun.ha-1 (Azwir 2008), lebih banyak dibandingkan dengan sistem tegel (jarak tanam 25 x 25 cm) yang hanya 160.000 rumpun.ha-1 (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian 2013). Peningkatan produktivitas dapat tercapai dengan tinggi nya populasi tanaman (Pratiwi et al. 2010).

Perlakuan jarak tanam jajar legowo 4:1 berpengaruh nyata terhadap komponen produksi, dibandingkan sistem tegel. Rata-rata produksi padi yang dihasilkan dari sistem tanam jajar legowo adalah 6,14 ton.ha-1 GKP (Gambar 1), lebih tinggi 11% dari sistem tegel. Rata-rata GKG yang dihasilkan dari sistem Jajar legowo 4:1 adalah 4,63 ton.ha-1 (Gambar 2) lebih tinggi 8% dari GKG yang dihasilkan sistem tegel. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Misran (2014), yang menunjukkan bahwa sistem tanam jajar legowo 4:1 pada VUB Batang Piaman menghasilkan produksi gabah yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem tanam jajar legowo 2:1, jajar legowo 6:1 dan jajar legowo 8:1. Peningkatan produksi pada jajar legowo 4:1 tersebut terjadi karena meningkatnya jumlah populasi tanaman, peningkatan komponen hasil (Supriyanto et al. 2010) dan rendahnya penurunan hasil (Ikhwani et al. 2013) dibandingkan sistem tanam tegel.

Interaksi antara sistem tanam jajar legowo dan varietas yang digunakan pada penelitian ini berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi padi (GKP dan GKG). Sistem tanam jajar legowo 4:1 menghasilkan GKP dan GKG Varietas Inpara 3 dan Ciherang yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem tegel. Hasil yang berbeda terlihat pada varietas lokal (Gambar 1). Sistem tanam jajar legowo tidak meningkatkan produksi GKP maupun GKG varietas lokal. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor genetik sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Varietas lokal yang ditanam

(7)

7

petani dan diamati pada penelitian ini adalah Marinai dan Buntut Itam. Benih yang digunakan adalah benih yang berasal dari turunan tanaman sebelumnya dan telah berulang kali, sehingga telah mengalami pergeseran sifat dan tidak sesuai dengan sifat asli dari varietas tersebut. Penggunaan benih padi tanpa pemurnian dan turun-temurun tersebut menyebabkan terjadinya degradasi sifat dan berujung pada penurunan produksi padi. Penerapan jarak tanam jajar legowo tidak meningkatkan produksi padi varietas lokal pada penelitian ini, disebabkan adanya degradasi sifat dari bibit padi yang digunakan sehingga produksi tidak lagi sesuai dengan potensi hasil tanaman tersebut.

Penerapan teknologi jajar legowo 4:1 yang dilakukan pada penelitian ini dapat menghasilkan produksi varietas Inpara 3 dan Ciherang yang optimal, sesuai dengan hasil rata-rata pada desksripsi varietas tersebut. Rata-rata GKG varietas Inpara 3 yang ditanam dengan sistem jajar legowo 4:1 pada penelitian ini adalah 5,04 ton.ha-1, melebihi rata-rata hasil varietas tersebut pada deskripsinya yaitu 4,60 ton.ha-1. Produksi GKG Varietas Ciherang sebesar 4,90 ton.ha-1, juga mendekati rata-rata hasil pada deskripsi varietas tersebut yaitu 5-7 ton.ha-1. Rata-rata produktivitas gabah tertinggi pada penelitian ini diperoleh dari varietas Inpara 3 yang ditanam dengan sistem jajar legowo 4:1 (5,04 ton.ha

-1

) lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata produksi padi sawah di Kota Jambi, yang rata-rata baru mencapai 4,36 ton.ha-1 (Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi 2014). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan teknologi yang tepat pada lahan sawah tadah hujan di Kota Jambi dapat meningkatkan produktivitas lahan sekaligus mendukung terwujudnya ketahanan pangan dengan meningkatnya produksi padi.

Implikasi dari hasil penelitian ini adalah upaya peningkatan produktivitas padi di lahan sawah tadah hujan dapat tercapai dengan penerapan teknologi yang tepat. Perlu sosialisasi dan penyuluhan bagi masyarakat khususnya petani di Kota Jambi mengenai pentingnya penerapan teknologi PTT terutama penggunaan varietas unggul dan sistem tanam jajar legowo untuk meningkatkan produksi padi di lahan sawah tadah hujan.

KESIMPULAN

Penggunaan varietas unggul dengan penerapan sistem tanam jajar legowo dapat meningkatkan produktivitas padi di lahan tadah hujan, dinilai dari produksi GKP dan GKG. Penggunaan varietas Inpara 3 yang ditanam dengan sistem jajar legowo 4:1 dapat meningkatkan produksi padi sebesar 13%, dibandingkan dengan varietas lokal yang ditanam dengan sistem tegel.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah S, Syamsiah, I., & Taher A. 2000. Teknologi P-starter dengan Sistem Tanam

Legowo (Shaf) pada Budidaya Padi Sawah. Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian dan Pengkajian Pertanian Buku 1; Sukarami, 21 – 22 Maret 2000 . Bogor:

Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. p 76-81.

Adri, Yardha. 2014. Upaya Peningkatan Produktivitas Padi Melalui Varietas Unggul Baru Mendukung Swasembada Berkelanjutan di Provinsi Jambi. Jur. Agroekotek 6(1):1-11.

Azwir. 2008. Sistem Tanam Legowo dan Pemberian P-Starter pada Padi Sawah di Dataran Tinggi. Jurnal Akta Agrosia 11(2):102-107.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian. 2013. Sistem

Tanam Legowo. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

(8)

8

Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi. 2014. Jambi Dalam Angka. Jambi: BPS Provinsi Jambi.

Hatta M. 2012. Uji Jarak Tanam Sistem Jajar Legowo Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Padi pada Metode SRI. Jurnal Agrista 16(2):87-93.

Ikhwani, Pratiwi G.R., Paturrohman E., Makarim A.K. 2013. Peningkatan Produktivitas Padi Melalui Penerapan Jarak Tanam Jajar Legowo. Iptek Tanaman Pangan 8(2):72-79.

Kementerian Pertanian. 2012. Permentan Nomor : 50/Permentan/CT.140/8/2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian. Kementerian Pertanian.

Kementerian Pertanian. 2015. Permentan Nomor : 03/Permentan/OT.140/2/2015 tentang Pedoman Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai Tahun 2015. Kementerian Pertanian.

Kementerian Pertanian. 2014. Statistik Lahan Pertanian Tahun 2009 - 2013. Jakarta: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jendral - Kementerian Pertanian. Kurniasih B., Fatimah S., Purnawati D. A. 2008. Karakteristik Perakaran Tanaman Padi

Sawah IR 64 (Oryza sativa L.) pada Umur Bibit dan Jarak Tanam yang Berbeda. J.

Ilmu Pertanian 15(1):15-25.

Lin X., Zhu D. F., Chen H. Z., Cheng S., Uphoff N. 2009. Effect of Plant Density and Nitrogen Fertilizer Rates on Grain Yield and Nitrogen Uptake of Hybrid Rice (Oryza

sativa L.). Journal of Agricultural Biotechnology and Sustainable Development

1(2):044-053.

Misran. 2014. Studi Sistem Tanam Jajar Legowo terhadap Peningkatan Produktivitas Padi Sawah. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan 14(2):106-110.

Mondal S., Bauri A., Pramanik K., Ghosh M., Malik G.C., Ghosh D.C. 2013. Growth, Productivity and Economics of Hybrid Rice as Influenced by Fertility Level and Plant Density. International Journal of Bio-resource and Stress Management 4(4):547-554.

Murniati K., Mulyo J.H., Irham, Hartono S. 2014. Efisiensi Teknis Usaha Tani Padi Organik Lahan Sawah Tadah Hujan di Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung.

Jurnal Penelitian Pertanian Pertanian Terapan 14(1):31-38.

Pratiwi G. R., Suhartatik E., Makarim A.K. 2010. Produktivitas dan Komponen Hasil

Tanaman Padi Sebagai Fungsi dari Populasi Tanaman. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Padi 2009: Buku 2 : Inovasi Teknologi Padi untuk Mempertahankan Swasembada dan Mendorong Ekspor Beras; Sukamandi: BB Padi. p 443-450.

Ridwan. 2000. Pengaruh Populasi Tanaman dan Pemupukan P pada Padi Sawah dengan

Sistem Tanam Jajar Legowo. Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian dan Pengkajian Pertanian Buku 1; Sukarami, 21-22 Maret 2000. Bogor : Puslitbang

Sosial Ekonomi Pertanian. P 65-69.

Roseline H., Krisdasantausa I., Winskayati. 2012. http://www.ftsl.itb.ac.id/?page_id=7635. [Diakses 25 September 2015].

Sirappa M.P. 2011. Kajian Penerapan Teknologi Budidaya Padi Melalui Penggunaan Varietas Unggul dan SIstem Tanam Jajar Legowo dalam Meningkatkan Produktivitas Padi Mendukung Swasembada Pangan. Jurnal Budidaya Pertanian 7(2):79-86.

Supriyanto E.A., Jazilah S., Anggoro W. 2010. Pengaruh Sistem Tanam Legowo dan Konsentrasi Pupuk Pelengkap Cair Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi.

(9)

9

Widyantoro, Toha H.M. 2010. Optimalisasi Pengelolaan Padi Sawah Tadah Hujan

Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu. Prosiding Pekan Serealia Nasional; Maros, 26-30 Juli 2010. Maros: Balit Sereal. p 648-657.

Zen S. 2007. Anak Daro Varietas Lokal Berpotensi Hasil TInggi di Sumatera Barat.

Prosiding Seminar Nasional Inovasi dan ALih Teknologi Spesifik Lokasi Mendukung Revitalisasi Pertanian; Medan, 5 Juni 2007. Bogor: BBP2TP. p 97-103.

Gambar

Tabel 1.  Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Anakan
Gambar 1. Pengaruh interaksi perlakuan terhadap produksi GKP (ton ha -1 )

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dilakukan dalam 2 tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan utama. Pada penelitian pendahuluan dilakukan: 1) analisis kadar proksimat, TVB (Total Volatil

Dalam penelitian ini akan meneliti kualitas fisik briket campuran serbuk gergajian kayu Kalimantan dan jerami padi dan kinetika reaksi dengan variasi

Modifikasi sensor kecepatan angin beda suhu bertujuan untuk memperbaiki kinerja sensor dengan menstabilkan proses penginderaan kecepatan angin dan transmisi data

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penilaian masyarakat tentang tingkat pelayanan dan mengetahui atribut pelayanan apa saja yang perlu ditingkatkan pada Bus AKDP

Tanaman kedelai biasanya ditanam setelah panen padi yakni pada bulan April sampai dengan Juli.Varietas yang ditanam umumnya willis yang kadangkala ditanam secara

Sistem kendali juga memerlukan sistem monitoring dengan akurasi yang tinggi guna memberikan masukan nilai yang akurat sehingga sistem kendali mampu bekerja dengan

Hurlock (1994) menguraikan permasalahan umum yang berhubungan dengan lansia, antara lain ; (1) keadaan fisik lemah dan tidak berdaya, (2) status ekonominya sangat terancam,

Sistem yang akan dibangun adalah sistem pemesanan dan pembayaran tiket yang dapat diakses dari perangkat Android calon pelanggan, serta sistem check in penumpang yang