• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR DIREKTUR BUDIDAYA TERNAK. Dr. Ir. Riwantoro, MM NIP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR DIREKTUR BUDIDAYA TERNAK. Dr. Ir. Riwantoro, MM NIP"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KATA PENGANTAR

Ternak kelinci mempunyai prospek yang cukup menjanjikan untuk dikembangkan. Hal ini didukung oleh keunggulan ternak kelinci sebagai sumber penyediaan daging untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, menanggulangi rawan gizi, kemiskinan, kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat.

Salah satu alternatif dalam pengembangan ternak kelinci adalah melalui model “Kampoeng Kelinci”. Model ini membuka peluang usaha yang beroirentasi industri dan komersial. Untuk mewujudkan pembangunan “Kampoeng Kelinci” dalam rangka menggalakkan usaha pengembangan budidaya kelinci perlu tersedia pedoman pengembangan kelinci model Kampoeng Kelinci.

Pedoman ini berisi informasi tentang model pengembangan kampoeng kelinci yang diharapkan dapat menjadi acuan bagi kelompok/peternak dan stakeholder terkait dalam melaksanakan penerapan model kampoeng kelinci, serta petunjuk bagi Dinas Peternakan Provinsi dan

Kabupaten/Kota setempat yang menangani fungsi peternakan dan kesehatan hewan di daerah dalam melakukan pembinaan maupun pendampingan budidaya ternak kelinci.

Untuk itu diharapkan upaya-upaya yang telah dilakukan selama ini dapat diteruskan dan kerjasama yang telah berjalan dapat tetap terjalin dengan baik. Semoga, hasil pelaksanaan kegiatan ini dapat bermanfaat dan menjadi acuan dalam pengembangan ternak kelinci kedepannya. Terima kasih.

DIREKTUR BUDIDAYA TERNAK

Dr. Ir. Riwantoro, MM NIP 19601206 198703 1 001

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… i DAFTAR ISI....……….. ii BAB I PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang……… B. Maksud dan Tujuan………

1 2

(4)

C. Ruang Lingkup………... D. Keluaran..……… E. Sasaran ..……… 2 2 2 BAB II BAB III PENGERTIAN..……… KERANGKA PEMIKIRAN….……… 3 4 BAB IV KAMPOENG KELINCI………..

1. Karakteristik Kampoeng Kelinci………. 2. Pola dan Jenis Usaha Kampoeng Kelinci……

4 4 5

BAB V PEMBANGUNAN KAMPOENG KELINCI………. A. Tahapan Persiapan…..………

1. Advokasi……..………. 2. Pemilihan Lokasi…..……….. 3. PRA……… 4. Sosialisasi……..……….. 5. Penyiapan dan Penetapan Kelompok…….. B. Tahapan Pelaksanaan………. 1. Pelatihan………..……… 2. Penyiapan Fasilitas……… 3. Pencatatan………….………. 4. Penyediaan Bibit……… 5. Produksi……….. 6. Pembentukan Pasar dan Promosi………. 7. Pengolaan Limbah……… 5 5 5 6 6 6 6 7 7 7 8 8 9 9 10 BAB VI BAB VII PERMODALAN……….. KELEMBAGAAN………... 10 10 BAB VIII PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PELAPORAN

A. Pembinaan……….. B. Pengawasan……… C. Pelaporan………..………. 11 11 11 11 BAB VII PENUTUP……… 11

(5)

PEDOMAN PELAKSANAAN KAMPOENG KELINCI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecukupan pangan merupakan faktor penting bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Konsumsi pangan masyarakat harus memadai secara kuantitas maupun kualitas. Berdasarkan pengamatan konsumsi protein hewani asal ternak baru mencapai 5,57 gram/perkapita/hari, yang setara dengan 3,35 gram daging, 0,6 gram

(6)

susu/ kapita/hari dan 1,77 gram telur. Hal ini berarti masih dibawah norma gizi yang dianjurkan, yaitu sebesar 6 gram per kapita per hari (PSKPG, LP-IPB, tahun 2000). Rendahnya konsumsi protein hewani ini antara lain disebabkan masih rendahnya pemenuhan gizi masyarakat, disamping ketersediaannya masih mengandalkan sapi potong dan ayam ras, sementara ternak kambing, domba dan itik belum mampu menggantikan peran sapi potong dan ayam ras karena marketnya yang khas.

Usaha budidaya ternak kelinci sebagai penghasil daging lebih menguntungkan dibandingkan ternak lain, terutama ruminansia, karena kelinci merupakan ternak prolifik, dapat bunting dan menyusui pada waktu yang bersamaan, interval beranak cepat dan dapat tumbuh cepat. Keuntungan ekonomi yang diperoleh pada usaha skala kecil dan menengah antara lain (i) kebutuhan modal tetap dan modal kerja yang relatif kecil, (ii) pakan tidak tergantung pada bahan baku impor dan mampu mengkonsumsi hijauan dan produk limbah secara efisien dan tidak bersaing dengan pangan, (iii) mudah beradaptasi terhadap lingkungan dan mudah dibudidayakan, (iv) tidak membutuhkan lahan luas, (iii) dapat memanfaatkan limbah pertanian dan limbah industri pangan, (iv) menghasilkan daging sehat dan halal secara efisien, (v) menghasilkan beragam produk seperti daging, kulit, kulit-bulu, pupuk organik, kelinci hias, (vi) kualitas daging mengandung protein tinggi dan rendah kolesterol. Potensi besar tersebut belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga kontribusi dalam peningkatan pendapatan masyarakat secara nasional maupun regional belum nyata. Masalah yang dihadapi dalam pengembangan ternak kelinci antara lain: 1). Kurangnya suplai untuk bibit pedaging maupun hias; 2). Pemeliharaan masih bersifat individu sehingga kurang cepat berkembang; 3). Pengetahuan teknologi produksi dan pemasaran kurang memadai; 4). Tingginya minat beternak kelinci yang belum diiringi dengan meningkatnya konsumsi daging kelinci. Untuk itu pengembangan usaha budidaya kelinci kedepan perlu diatur guna dapat meningkatkan sistim agribisnis dengan menjalin keterkaitan dan keterikatan pra produksi (bibit, pakan, alat dan obat-obatan), proses produksi (sistim budidaya) dan pasca produksi (pengolahan dan pemasaran hasil). Strategi usaha peternakan kelinci yang berorientasi agribisnis memerlukan kerjasama yang harmonis antara peternak, organisasi, swasta dan lembaga/institusi pemerintah terkait.

Dalam rangka peningkatan peran kelinci mendukung pemenuhan kebutuhan protein hewani, diperlukan kebijakan pengembangan budidaya ternak kelinci melalui pola ”Kampoeng Kelinci”. Kelinci dapat berperan sebagai alternatif penyedia daging untuk mendorong percepatan penganeka ragaman sumber pangan asal ternak. Disamping pemenuhan kebutuhan pangan asal ternak dan peningkatan pendapatan masyarakat peternak. Pengembangan budidaya kelinci dapat menjadi salah satu alternatif yang tepat dalam upaya mewujudkan terjadinya industri peternakan kelinci di masa yang akan datang.

Dalam rangka mendorong pengembangan Kampoeng Kelinci diperlukan suatu pedoman tentang pengembangan Kampoeng Kelinci yang dapat dijadikan acuan bagi para peternak dan petugas teknis di daerah. Pedoman ini diharapkan dapat memberi kemudahan dalam melaksanakan usaha budidaya kelinci bagi peternak dan memudahkan dalam melaksanakan kegiatan pendampingan dan pengawasan terhadap usaha budidaya kelinci oleh aparat.

(7)

1. Maksud.

Maksud ditetapkannya pedoman teknis kampoeng kelinci adalah sebagai acuan bagi :

Dinas peternakan atau dinas/instansi yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan dalam melaksanakan kegiatan pengembangan pola kampoeng kelinci dan pembinaan terhadap para peternak kelinci yang melaksanakan pola kampoeng kelinci.

2. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan kampoeng kelinci adalah : a. Menumbuhkan/membentuk kampoeng kelinci.

b. Meningkatkan populasi, produksi dan produktivitas kelinci. c. Membantu penanggulangan rawan gizi di pedesaan d. Menumbuhkan kelembagaan peternak kelinci

e. Meningkatkan promosi daging kelinci sebagai substitusi daging di pedesaan C. Ruang lingkup

Ruang lingkup pedoman teknis kampoeng kelinci adalah meliputi kerangka pemikiran, potensi pengembangan ternak kelinci, kampoeng kelinci, pembangunan kampoeng kelinci, permodalan, kelembagaan, pembinaan, pengawasan dan pelaporan,dan penutup

D. Keluaran

Keluaran yang diharapkan dari pedoman pelaksanaan kampoeng kelinci adalah: Terbentuknya pola kampoeng kelinci yang menerapkan Good Farming Practice (GFP) secara maksimal.

E. Sasaran

Meningkatnya pengetahuan dan keinginan kelompok peternak kelinci sehingga terwujud pola kampoeng kelinci yang menerapkan GFP.

II. PENGERTIAN

Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan :

1. Budi daya adalah semua proses kegiatan produksi yang dilakukan untuk memproduksi hasil-hasil ternak,

2. Budi daya kelinci adalah semua proses produksi yang dilakukan untuk memproduksi produk ternak,

3. Budi daya kelinci yang baik adalah kegiatan budi daya yang dilakukan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan,

(8)

4. Ternak adalah hewan peliharaan yang produknya diperuntukkan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian,

5. Peternak adalah perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang melakukan usaha peternakan,

6. Kelompok Usaha adalah kumpulan beberapa orang yang mempunyai usaha sejenis untuk mencapai tujuan bersama,

7. Kooperator adalah sekumpulan orang yang melakukan usaha peternakan ,

8. Bibit hewan yang selanjutnya disebut bibit adalah hewan yang mempunyai sifat unggul dan mewariskan serta memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakan,

9. Kazmpoeng Kelinci adalah merupakan pola inovasi teknologi di bidang pengembangan ternak kelinci yang bertujuan membentuk suatu industri dan usaha ternak kelinci di pedesaan,

10. PRA (Participatory Rural Appraisal) adalah metode untuk menyusun dan mengembangkan program yang operasional dalam pembangunan tingkat desa dengan memobilisasi sumber daya manusia, alam setempat dan lembaga lokal guna mempercepat peningkatan produktivitas, menstabilkan pendapatan masyarakat serta mampu melestarikan sumber daya setempat,

11. Usaha peternakan kelinci adalah kegiatan yang menghasilkan produk dan jasa yang menunjang usaha budidaya ternak kelinci,

12. Pakan adalah makanan baik tunggal maupun campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi dan berkembang biak.

13. Biosekuriti adalah kondisi dan upaya untuk memutuskan rantai masuknya agen penyakit ke induk semang dan/atau untuk mejaga semua tindakan yang merupakan pertahanan pertama untuk pengendalian wabah dan dilakukan unutk mencegah semua kemungkinan kontak/penularan dengan peternakan dan penyebaran penyakit.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Kasus gizi buruk, kemiskinan dan pengangguran merupakan masalah yang terus menerus terjadi pada sebagian masyarakat Indonesia yang perlu penanggulangan segera. Ternak kelinci sebagai penghasil daging telah cukup lama dikenal dan memiliki peluang cukup besar dalam pengentasan kemiskinan. Sejak tahun 1980 kelinci telah diperkenalkan dan dikembangkan secara luas di Indonesia. Awalnya beternak kelinci adalah untuk meningkatkan konsumsi protein hewani keluarga di pedesaan, dan diusahakan dalam jumlah terbatas serta menghasilkan pupuk.

(9)

dalam pembentukan bibit unggul baru/hybrid. Lebih dari 20 jenis hasil persilangan. Potensi reproduksi ternak kelinci bagus karena mampu melahirkan 10-11 x per tahun, memperoleh 2-11 anak per kelahiran (± 6 ekor), bunting dan menyusui pada saat bersamaan.

Pertumbuhan kelinci sangat cepat 10-25 g/ekor/hari. Ternak kelinci mampu memanfaatkan hijauan dan limbah pertanian/limbah pangan dan pakannya tidak bersaing untuk pangan dan mampu memanfaatkan protein hijauan secara efisien (cecotrophy). Dalam penelitiannya Lukefahr et al. (1981), melakukan pendugaan terhadap bobot karkas, yaitu bobot karkas kelinci (%) umumnya 50% dari bobot hidupnya. Sehingga apabila bobot hidup kelinci 2 kg, maka bobot karkasnya kurang lebih 53,7%.

Pola Kampoeng Kelinci bertujuan untuk mewujudkan ternak kelinci sebagai usaha agribisnis berbasis kelompok dan membantu masyarakat melawan rawan gizi, kemiskinan serta sebagai peluang untuk penyedia lapangan pekerjaan sekaligus sebagai bentuk dari pemberdayaan masyarakat di pedesaan. Konsep pembentukan Kampoeng Kelinci antara lain tersedia pusat pembibitan sebagai peningkatan mutu bibit dan distribusi bibit, kooperator/produsen yang akan mengambil bibit dari pusat pembibitan sekaligus memproduksi bibit, ada kelompok, sapronak dan tersedia pasar.

Pola Pelaksanaan Kampoeng Kelinci di pedesaan adalah pengembangan kelompok pembibitan pada pusat pembibitan kelinci dimana pemeliharaan kelinci dipusatkan pada kandang komunal milik bersama dan kelompok perbanyakan sebagai kooperator/produsen dengan pemeliharaan kelinci di kandang individu.

IV. KAMPOENG KELINCI

A. Karakteristik Kampoeng Kelinci

Dalam upaya mengembangkan Inovasi Teknologi Kampoeng Kelinci maka diperlukan beberapa persyaratan utama yang seyogyanya perlu tersedia bagi pembentukan Kampoeng Kelinci sebagai berikut :

1. Minimal 40 % kk dalam suatu desa memelihara kelinci

2. Terdapat organisasi kelompok peternak yang menerapkan sistem manajemen terbuka/pembinaan

3. Tersedia pusat pembibitan dan sapronak 4. Dilengkapi pusat pelatihan di bidang :

a.budidaya/produksi b. pengolahan produk

5. Pembentukan pasar dan promosi 6. Hari makan daging kelinci

(10)

PEMBINAAN Assosiasi Institusi Perguruan Tinggi Lembaga Penelitian Dinas Sumber Dana Peternak CSR Swasta Kredit Pemerintah BREEDING CENTER PETERNAK Pegolahan Promosi MARKET

Skema Pola Kampoeng Kelinci B. Pola dan Jenis Usaha

Pola usaha dapat dilakukan secara semi intensif maupun intensif. Jenis usaha ternak kelinci yang dilakukan dapat berupa usaha ternak kelinci pedaging, hias, kulit/bulu atau campuran. Skala usaha dapat dilakukan dengan skala mikro (<50 induk), skala kecil (50-500 induk) dan/atau skala menengah (>500 induk). Pengembangan kampoeng kelinci dapat dilaksanakan dengan model pemeliharaan 15 ekor induk dan 2 pejantan untuk 1 KK dan 150 ekor induk dan 20 ekor pejantan untuk pembibitan dalam kelompok dengan pembagian keuntungan sistem bagi hasil antara peternak, kelompok/pengawas dan investor yaitu 60:15:25, atau dapat disesuaikan berdasarkan kesepakatan kelompok. Kelompok berfungsi sebagai asisten teknis/pengawas.

V. PEMBANGUNAN KAMPOENG KELINCI

Pada tahap awal, fokus kegiatan pengembangan pola kampoeng kelinci yaitu mendorong usaha budi daya dapat memenuhi prinsip tata cara budi daya kelinci yang baik atau Good Farming Practice (GFP). Pengembangan Pola Kampoeng Kelinci dapat dilakukan secara integrasi antara subsistem on farm, hilir dan hulu (usaha pembibitan).

A. Tahapan Persiapan

1. Advokasi

Untuk keberhasilan program pengembangan usaha ternak kelinci berbasis kelompok melalui model Kampoeng Kelinci perlu didorong melalui pelaksanaan advokasi yang terprogram yang meliputi pengarahan sumber daya manusia (SDM) yang ada, sosialisasi kegiatan serta dukungan kebijakan yang perlu dilakukan secara terus menerus dan berjenjang untuk mencapai tujuan yang diharapkan yaitu pembangunan Kampoeng Kelinci.

(11)

Melaksanakan surey agroekosistem sebelum melakukan pemilihan lokasi kampoeng kelinci. Wilayah yang ditetapkan sebagai lokasi pengembangan kampoeng kelinci harus dengan mempertimbangkan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

3. Participatory Rural Apraisal (PRA)

PRA dalam pembentukan kampoeng kelinci merupakan suatu proses yang harus dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis kelayakan daerah/lokasi untuk dijadikan sebagai pengembangan Kampoeng Kelinci dan Perbibitan Kelinci di Pedesaan. PRA dilakukan untuk menganalisis potensi suatu wilayah tertentu dari sosial ekonomi dan agroekosistem menggali pemahaman peternak akan teknis budidaya kelinci, curahan waktu harian dan pohon masalah yang dihadapi peternak selama ini.

4. Sosialisasi

Sosialisasi dilakukan secara bertahap dengan melibatkan seluruh stakeholder termasuk pemerintah daerah setempat dengan materi sosialisasi antara lain :

a. Prinsip dasar kegiatan kampoeng kelinci

b. Pedoman Pembibitan Kelinci Yang Baik (Good Breeding Practice) c. Pedoman Budi Daya Kelinci Yang Baik (Good Farming

Practice/GFP)

d. Manfaat pengembangan pola Kampoeng Kelinci bagi para peternak.

5. Penyiapan dan Penetapan Kelompok

a. Melakukan inventarisasi, identifikasi dan seleksi kelompok peternak kelinci dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

1) kelompok adalah kelompok peternak kelinci yang sudah berpengalaman di bidang budi daya dan memiliki kelembagaan yang kuat;

2) kelompok diprioritaskan pada kelompok peternak kelinci yang telah melaksanakan kerjasama atau memiliki jaringan pada aspek hilir, sehingga kontinuitas kegiatan sudah terjamin;

3) kelompok diprioritaskan pada kelompok peternak kelinci yang sudah menyampaikan proposal ke dinas setempat dengan tingkat kesesuaian proposal dengan kegiatan yang sama.

b. Kelompok yang bersedia melakukan usahanya secara terintegrasi, sehingga kegiatan pada aspek hulu (pembibitan) menjadi kegiatan utama untuk program jangka panjang kelompok disamping kegiatan pada aspek on farm (budidaya) dan hilir (jaringan kerjasama pasca panen);

(12)

c. Kepala Dinas menetapkan kelompok peternak penerima tugas pembantuan melalui Surat Keputusan.

B. Tahapan Pelaksanaan

1. Pelatihan

Dalam rangka peningkatan pengetahuan dan keterampilan kelompok, perlu dilakukan pelatihan budidaya ternak kelinci melalui pola kampoeng kelinci, kegiatan ini dapat difasilitasi oleh Dinas Peternakan Provinsi/Kabupaten atau BPTP setempat.

2. Penyiapan Fasilitas

Penyiapan fasilitas pengembangan kampoeng kelinci dapat diupayakan secara swadaya oleh kelompok maupun melalui penguatan modal usaha kelompok maupun melalui program dana Bantuan Sosial seperti Tugas Pembantuan dan dekonsentrasi, program Sarjana Membangun Desa/LM3 dll. Fasilitas pada masing-masing skala usaha di pusat pembibitan dan kelompok perbanyakan dapat berupa:

a. Bangunan Kandang

Untuk menghasilkan kenyamanan usaha dan lingkungan perlu diperhatikan hal seperti: bangunan, jenis dan ukuran kandang. Jenis bangunan dan kandang meliputi kandang induk, individu, lepas sapih. Pengelolaan bangunan kandang meliputi sanitasi dan kebersihan kandang dan pengendalian berbagai penyakit. Bangunan kandang dapat disediakan sendiri oleh peternak maupun kelompok. Bangunan kandang yang tersedia hendaknya mampu menampung jumlah induk kelinci yang dipelihara beserta anakannya.

b. Kandang dan Perlengkapan kandang

Kandang dan perlengkapan kandang yang belum tersedia dapat diupayakan secara swadaya oleh kelompok.

c. Ternak

Ternak awal kelompok dapat merupakan setoran dari anggota yang telah diseleksi untuk dikembangkan secara kelompok dan diperhitungkan sebagai penyertaan modal per anggota. Ternak bibit yang dipelihara dan diseleksi untuk menghasilkan turunan diambil dari ternak yang berproduksi tinggi, untuk itu perlu dilakukan seleksi dan rekording yang terstruktur. Peternak inti atau multiplier bibit harus dikelola secara lebih profesional karena sudah dikategorikan sebagai usaha skala menengah.

(13)

Petugas pelaksana kandang kelinci dapat ditunjuk salah satu anggota yang dipercaya oleh kelompok untuk mengelola usaha pembibitan.

e. Pakan dan Penyediaan Pakan

Pakan dan penyediaan pakan merupakan tanggung jawab kelompok. Untuk menghasilkan pertumbuhan ternak yang optimal perlu disesuaikan dengan daya dukung lingkungan/agroekosistim penyediaan pakan, pemilihan hijauan dan bahan baku pakan serta formulasi pakan yang tepat. Selanjutnya mekanisme usaha dapat disepakati oleh kelompok. Pakan yang diberikan harus memenuhi persyaratan teknis minimal.

f. Biosekuriti

Untuk meminimalkan kemungkinan munculnya berbagai penyakit maka pemeliharaan kelinci dalam kampoeng kleinci harus dilakukan secara tertib dan memenuhi Good Farming Practice (GFP) terutama menyangkut masalah higiene, sanitasi dan pencemaran lingkungan

3. Pencatatan

Kelompok hendaknya melakukan pencatatan (rekording) data yang sewaktu-waktu dibutuhkan oleh petugas atau instansi terkait baik untuk pembinaan maupun kemajuan pengembangan Kampoeng kelinci. Data yang perlu dicatat meliputi :

a. data populasi

b. data catatan produksi c. data konsumsi pakan d. data kematian ternak e. data kesehatan ternak : 1) jadwal vaksinasi

2) data penggunaan obat 3) data penyakit

4) data harga (bibit,jual,pakan)

4. Penyediaan Bibit

Penyediaan bibit, pola kampoeng kelinci dapat dipenuhi dari Pusat Pembibitan pada kampoeng kelinci. Kelompok menghasilkan bibit kelinci melalui sistem seleksi dan recording (pencatatan) melelui sistem pengelolaan yang professional.

a. Seleksi

Seleksi diartikan sebagai suatu tindakan untuk memberi peluang pada ternak-ternak tertentu bereproduksi, sedangkan ternak lainnya tidak diberi kesempatan bereproduksi,. Seleksi akan meningkatkan

(14)

frekuensi gen-gen yang diinginkannya dan menurunkan frekuensi gen-gen yang tidak diinginkannya.

b. Pencacatan

Hal utama yang harus diperhatikan dalam pembibitan adalah adanya catatan, baik individu induk, pejantan maupun anak-anak. Catatan induk dan pejantan menampilkan data tanggal lahir, warna, tanggal perkawinan, tanggal beranak.

c. Skala usaha pembibitan dalam pengembangan kampoeng kelinci terdiri dari pola usaha pembibitan dengan skala usaha 150 ekor induk dan 20 ekor pejantan. Kelompok perbanyakan (kooperator) dengan skala kepemilikan 15 ekor induk dan 2 ekor pejantan untuk kelompok pemibitan harus menerapkan Good Breeding Practice (GBP).

5. Produksi

Produksi bobot hidup per tahun :

1. 1 ekor induk kelinci dalam 1 tahun melahirkan sebanyak 4 x dan menghasilkan keturunan sebanyak 4 ekor dengan bobot hidup per ekor 2,5 kg. Dalam 1 tahun 1 ekor induk kelinci dapat menghasilkan daging sebanyak 40 kg Bobot hidup (potensi > 80 kg).

2. 1ekor induk sapi dalam 1 tahun menghasilkan 1 ekor anak dengan bobot hidup 200 kg. Sedangkan 1 ekor induk domba dalam 1 tahun 1,5 x beranak sebanyak 2 ekor dengan bobot badan per ekor 25 kg dapat menghasilkan daging sebanyak 75 kg. Dalam 1 tahun 1 ekor sapi setara dengan 5 ekor induk kelinci dan 1 ekor domba setara dengan 2 ekor induk kelinci dalam menghasilkan daging sebagai sumber protein hewani.

3. Dalam perguliran ternak :

a. Apabila 1 peternak memiliki 15 ekor induk dan 2 ekor pejantan, maka setiap 2 bulan dihasilkan = 15 x 0,7 x 4 ekor = 42 ekor setahun.

b. Dengan asumsi dalam 1 tahun 6 x beranak menghasilkan 126 ekor betina dan 126 ekor pejantan. Dapat digulirkan kepada 8 peternak lain ( 15 ekor induk dan 2 ekor pejantan), dan masih berlebih 110 ekor pejantan untuk siap dijual.

6. Pembentukan Pasar dan Promosi

Promosi dapat dilakukan melalui pameran, workshop, rabbit show, pengolahan pasca panen. Rintisan usaha sudah dimulai seperti pembuatan bakso, sosis, nugget, abon, penyamakan kulit. Karena skala home industry dan jejaring marketing masih belum luas. Kelompok dapat melakukan usaha promosi melalui kontes ternak, hari makan daging kelinci dan warung sate sederhana.

(15)

Menghasilkan nilai tambah melalui pemanfaatan manure padat dan urine menjadi pupuk organik (padat dan cair) bermutu tinggi melalui teknologi pengolahan dengan penggunaan probiotik sangat baik untuk sayuran dan bunga potong

VI. PERMODALAN

Sumber permodalan yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengembangan Kampoeng Kelinci dapat melalui 1). dana tugas pembantuan/bansos baik yang bersumber dari APBN maupun APBD; 2). KKP-E /KUR yang bersumber dari Bank Pelaksana di daerah; serta 3). sumber-sumber permodalan lainnya seperti Corporate Social Responsibility (CSR). Fasilitasi dana bantuan sosial merupakan bantuan yang bersifat stimulan atau pengungkit. Fasilitasi tersebut hanya untuk mengatasi kendala keterbatasan kemampuan dan modal usaha, sedangkan untuk jangka panjang para peternak kelinci diharapkan mampu mengakses modal dari lembaga permodalan secara mandiri.

VII. KELEMBAGAAN

A. DPC/DPW

Penguatan kelembagaan dapat diatur melalui pemilihan anggota kelompok (melalui PRA), pelatihan peternak, kooperator, penataan dan pembinaan kelompok, perjanjian kerja dengan insentif dan sanksi yang jelas. Pengelolaan pemasaran dan promosi dapat dilakukan berdasarkan kerjasama kelompok. Dalam upaya penguatan jaringan kelembagaan peternak kelinci, telah dibentuk di tingkat nasional yaitu HIMAKINDO (Himpunan Masyarakat Perkelincian Indonesia) yang selanjutnya diharapkan perlu diperkuat untuk membentuk jaringan kelembagaan peternak kelinci di masing-masing cabang dan wilayah (DPC/DPD).

B. SMD

Guna mendukung pengembangan “Kampoeng Kelinci”, telah dirintis program SMD komoditi ternak kelinci sebagai upaya pemberdayaan kelompok. Program SMD ternak kelinci merupakan fasilitasi untuk peningkatan kemampuan/kapasitas sumber daya manusia sehingga mampu mengembangkan usaha budidaya ternak secara mandiri, berkelanjutan dan diharapkan dapat lebih berkembang. Untuk kedepannya bagi para Sarjana/ D3 Jurusan Peternakan dapat mengajukan proposal SMD komoditi ternak kelinci kepada perguruan tinggi (PT) setempat dan kelompok yang menjadi binaannya.

VIII. PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PELAPORAN

(16)

Pembinaan Kampoeng Kelinci pada prinsipnya ditujukan agar pengembangan kampoeng kelinci terlaksana dengan baik sehingga dapat mendukung peningkatan populasi dan produktivitas ternak. Pembinaan merupakan tugas dan tanggungjawab bersama antara pemerintah pusat (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan) maupun daerah (Dinas Peternakan/Dinas yang membidangi fungsi peternakan di Provinsi/Kabupaten/Kota) serta masyarakat yang harus dilakukan secara terpadu, terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga kelompok mampu mengembangkan usahanya secara mandiri. Untuk itu diharapkan adanya dukungan dan fasilitasi pemerintah daerah melalui pendanaan (alokasi dana APBD) untuk mendukung pengembangan Kampoeng Kelinci.

B. Pengawasan

Pengawasan dilakukan secara berjenjang yang dilakukan oleh Dinas Peternakan Provinsi/Kabupaten/Kota yang membidangi fungsi peternakan. C. Pelaporan

Untuk memudahkan evaluasi kegiatan pengembangan kampoeng kelinci diperlukan data dan informasi yang diperoleh melalui pelaporan yang dibuat secara tertulis secara berkala paling kurang 3 (tiga) bulan sekali yang diyujukan kepada Direktorat Budidaya Ternak dan tembusan kepada Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan Provinsi.

IX. PENUTUP

Pedoman Kampoeng Kelinci merupakan acuan bagi pelaksana kegiatan untuk membangun kampoeng kelinci, sehingga usaha yang dilakukan dapat mendukung terjadinya peningkatan produksi dan produktifitas usaha yang berujung pada terjadinya peningkatan pendapatan, mengatasi rawan gizi dan pengentasan kemiskinan.

Pedoman ini bersifat dinamis dan akan disesuaikan kembali apabila terjadi perubahan sesuai dengan kebutuhan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(17)

Referensi

Dokumen terkait

Yogyakarta: Yayasan Kebudayaan Islam Indonesia bekerjasama dengan IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta... Yogyakarta: Yayasan

86 Suhartanto Budhihardjo dan Rekan Ruko Sukarno Hatta Square A-6, Jalan Arteri. Sukarno

Berdasarkan dengan permasalahan tersebut diatas maka tujuan yang ingin dicapai yakni untuk mengetahui jenis merger dari penggabungan usaha BPR-BKK Karangmalang

Begitu juga dengan genset deutz 1100 KVA daya yang dimaksimalkan dari 880000 Watt menjadi 1078000 Watt dengan melakukan perubahan faktor daya dari 0,8 menjadi 0,98,

Termasuk metode pendidikan yang cukup berhasil dalam pembentukan akidah anak dan mempersiapkannya baik secara moral, emosional maupun sosial, adalah pendidikan anak

Managerial conflict can cause human resource related problems, which are turnovers, demotivation, and destructive behaviors, Management conflicts must be handled

Hasil pengujian pada hipotesis pertama bahwa variabel komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai, bahwa semakin baik