• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

A. Kreativitas

1. Pengertian Kreativitas

Baron (dalam Ali 2008) mendefinisikan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru di sini bukan berarti harus sama sekali baru, tetapi juga dapat sebagai kombinasi dari unsur-unsur yang telah ada sebelumnya (Munandar, 1999).

Munandar (1999) mengatakan kreativitas adalah suatu proses yang tercermin dalam kelancaran, kelenturan atau keluwesan (fleksibilitas) dan originalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya dan memperinci) suatu gagasan. Lebih lanjut lagi Munandar (1999) menekankan bahwa kreativitas sebagai keseluruhan kepribadian yang merupakan hasil interaksi dengan lingkungannya. Lingkungan yang merupakan tempat individu berinteraksi itu dapat mendukung berkembangnya kreativitas dimana kreativitas tersebut digunakan untuk menghadapi berbagai permasalahan yang ada ketika berinteraksi dengan lingkungannya dan mencari berbagai alternatif pemecahannya sehingga dapat tercapai penyesuaian diri secara kuat.

(2)

Torrance (dalam Kim 2006) mendefinisikan kreativitas sebagai proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan (masalah) ini, menilai dan menguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubah dan mengujinya lagi, dan akhirnya menyampaikan hasil-hasilnya.

Guilford (dalam Munandar, 1999) mengatakan bahwa kreativitas merupakan kemampuan berpikir divergen atau pemikiran menjajaki bermacam-macam alternatif jawaban terhadap suatu persoalan, yang sama benarnya. Selanjutnya dilakukan penelitian mengenai kreativitas dengan menggunakan analisis faktor, ditemukan faktor penting yang merupakan sifat dari kemampuan berpikir kreatif yaitu :

a. Kelancaran berpikir, yaitu banyaknya ide yang keluar dari pemikiran seseorang.

b. Keluwesan, yaitu kemampuan untuk menggunakan bermacam-macam pendekatan dalam mengatasi persoalan; orang yang kreatif adalah orang yang luwes dalam berpikir, mereka dengan mudah dapat meninggalkan cara berpikir lama dan menggantikan dengan cara berpikir yang baru.

c. Elaborasi, yaitu kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan mengurai secara terinci.

(3)

Jadi dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk membuat sesuatu yang baru atau dapat juga merupakan kombinasi dari unsur-unsur yang telah ada sebelumnya dimana penekanannya adalah pada kelancaran, keluwesan, orisinalitas dalam berpikir serta mengelaborasi suatu ide atau gagasan.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas

Hurlock (1993), mengatakan ada enam faktor yang menyebabkan munculnya variasi kreativitas yang dimiliki individu, yaitu:

a. Jenis kelamin

Anak laki-laki menunjukkan kreativitas yang lebih besar dari anak perempuan, terutama setelah berlalunya masa kanak-kanak. Untuk sebagian besar hal ini disebabkan oleh perbedaan perlakuan terhadap anak laki-laki dan anak perempuan. Anak laki-laki diberi kesempatan untuk mandiri, didesak oleh teman sebaya untuk lebih mengambil resiko dan didorong oleh para orangtua dan guru untuk lebih menunjukkan inisiatif dan orisinalitas.

b. Status sosioekonomi

Anak dari kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi cenderung lebih kreatif dari anak kelompok yang lebih rendah. Lingkungan anak kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi memberi lebih banyak kesempatan untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan bagi kreativitas.

(4)

c. Urutan kelahiran

Anak dari berbgai urutan kelahiran menunjukkan tingkat kreativitas yang berbeda. Perbedaan ini lebih menekankan pada lingkungan daripada bawaan. Anak yang lahir ditengah, belakang dan anak tunggal mungkin memiliki kreativitas yang tinggi dari pada anak pertama. Umumnya anak yang lahir pertama lebih ditekan untuk menyesuaikan diri dengan harapan orangtua, tekanan ini lebih mendorong anak untuk menjadi anak yang penurut daripada pencipta. d. Ukuran keluarga

Anak dari keluarga kecil bilamana kondisi lain sama cenderung lebih kreatif daripada anak dari keluarga besar. Dalam keluarga besar cara mendidik anak yang otoriter dan kondisi sosiekonomi kurang menguntungkan mungkin lebih mempengaruhi dan menghalangi perkembangan kreativitas.

e. Lingkungan

Anak dari lingkungan kota cenderung lebih kreatif dari anak lingkungan pedesaan.

f. Intelegensi

Setiap anak yang lebih pandai menunjukkan kreativitas yang lebih besar daripada anak yang kurang pandai. Mereka mempunyai lebih banyak gagasan baru untuk menangani suasana sosial dan mampu merumuskan lebih banyak penyelesaian bagi konflik tersebut.

(5)

Munandar (1988) menyebutkan bahwa perkembangan kreativitas dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :

a. Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari atau terdapat pada diri individu yang bersangkutan. Faktor ini meliputi keterbukaan, locus of control yang internal, kemampuan untuk bermain atau bereksplorasi dengan unsur-unsur, bentuk-bentuk, konsep-konsep, serta membentuk kombinasi-kombinasi baru berdasarkan hal-hal yang sudah ada sebelumnya.

b. Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu yang bersangkutan. Faktor-faktor ini antara lain meliputi keamanan dan kebebasan psikologis, sarana atau fasilitas terhadap pandangan dan minat yang berbeda, adanya penghargaan bagi orang yang kreatif, adanya waktu bebas yang cukup dan kesempatan untuk menyendiri, dorongan untuk melakukan berbagai eksperimen dan kegiatan-kegiatan kreatif, dorongan untuk mengembangkan fantasi kognisi dan inisiatif serta penerimaan dan penghargaan terhadap individual.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kreativitas dipengaruhi oleh banyak faktor seperti jenis kelamin, ukuran keluarga, urutan kelahiran, status sosial ekonomi, intelegensi, keterbukaan, kemampuan untuk bermain dan bereksplorasi. Faktor lingkungan juga berperan penting dalam perkembangan kreativitas seperti kebebasan psikologis, dorongan untuk mengembangkan fantasi kognisi dan inisiatif serta penerimaan dan penghargaan terhadap individual.

(6)

3. Strategi Mengembangkan Kreativitas

Amabile (dalam James et al, 2009) menjelaskan tentang 6 strategi yang dapat digunakan untuk mengembangkan kreativitas:

a. Tantangan

Tantangan adalah kesenjangan antara mampu melakukan sesuatu dengan mudah dan ketidakmampuan mencapai sesuatu. Seseorang mungkin memiliki pengetahuan yang cukup, keahlian untuk dapat mencapai tujuan, akan tetapi merasa tidak mampu untuk menyelesaikannya. Tantangan menguji kemampuan untuk memecahkan masalah, dan hal ini sangat memotivasi, menyenangkan dan lucu. b. Kebebasan

Ketika seseorang memiliki otonomi tentang bagaimana dia mencapai tujuannya, mereka akan lebih kreatif. Tujuan yang jelas dapat meningkatkan kreativitas. Amabile (dalam James et al,2009) mengatakan bahwa kebebasan adalah proses memecahkan masalah berdasarkan keahlian masing-masing dan kemampuan berpikir kreatif. c. Sumber daya

Salah satu sumber yang berkontribusi terhadap kreativitas adalah konteks lingkungan (Sternberg and Lubart, 1996). Lingkungan dapat berupa atmosfer politik, hubungan interpersonal, ruangan fisik bahkan peralatan dan bahan yang tersedia untuk suatu kegiatan. Hal ini merupakan sumber daya dan hal ini dapat sulit untuk disediakan. Lingkungan harus kondusif untuk dapat bekerja dengan nyaman.

(7)

d. Kelompok kerja

Perbedaan di dalam tim akan meningkatkan kreativitas (Amabile, dalam James et al, 2009). Ketika suatu kelompok memiliki pemikiran yang serupa, mereka akan membuat keputusan dengan cepat, akan tetapi gagal dalam mengeksplorasi dan berdiskusi tentang ide-ide lain. Perbedaan pada setiap orang meliputi perbedaan keahlian, jenis pemikiran kreatif yang dimiliki, dan kemampuan kognitif. Hal ini dapat membuat kelompok menjadi dinamis dan meningkatkan pembagian serta pengeksplorasian ide yang lebih banyak.

e. Dukungan dan bimbingan

Bimbingan dapat berupa menawarkan umpan balik, meningkatkan kepercayaan diri, atau menyediakan struktur tugas yang jelas. Kreativitas berkembang ketika kita mengembangkan rasa ketertarikan, eksplorasi, rasa percaya diri, pengambilan resiko dan keseimbangan. Keingintahuan dan hasrat untuk menjelajahi segala sesuatu merupakan faktor yang penting untuk membangun kreativitas. Csikszentmihalyi (dalam James et al, 2009) mengatakan bahwa langkah pertama mengembangkan kreativitas adalah adanya rasa ingin tahu.

f. Dukungan organisasi

Dukungan organisasi ini dapat berupa dukungan dari pemerintah berupa komunikasi, menciptakan lingkungan kerja yang beru atau sumber pendanaan baru. Amabile (dalam James et al, 2009) mengatakan bahwa dukungan organisasi ini adalah dengan menciptakan sistem atau

(8)

prosedur yang sesuai dan mengutamakan nilai-nilai sehingga usaha kreatif menjadi penting.

4. Tes Kreativitas Figural

Tes Kreativitas Figural merupakan adaptasi dari Torrance Circles Test yang dibakukan di Indonesia atas dasar pertimbangan bahwa tes ini sederhana stimulusnya tetapi kaya dalam memancing keragaman gagasan (Munandar, 1988). Tes ini mengukur berbagai aspek berpikir kreatif atau berpikir kreatif yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai kemungkinan jawaban terhadap suatu persoalan yang tercermin dari kelancaran, kelenturan, dan orisinalitas dalam memberikan gagasan serta kemampuan untuk mengembangkan, merinci dan memperkaya (elaborasi) suatu gagasan.

Makna dan manfaat dari Tes Kreativitas Figural ialah bahwa tes ini dapat digunakan baik untuk anak-anak, remaja dan orang dewasa. Selain itu pengadaan tes ini tidak memerlukan banyak biaya dan pengambilannya hanya memerlukan waktu kurang lebih 15 menit untuk pelaksanaannya dan dapat dilakukan secara massal (kelompok) (Munandar, 1988).

B. Video game

1. Pengertian video game

Video game adalah lingkungan bermain virtual yang mana menampilkan tantangan, peraturan, tujuan, umpan balik, interaksi dan cerita (Prensky, 2001). Video game adalah seperangkat alat elektronik atau seperangkat komputer yang

(9)

berisikan game (permainan) yang dimainkan dengan memanipulasi gambar pada layar komputer atau layar televisi (Wikipedia, 2008). Merino (2006) mengatakan bahwa video game adalah semua multi media interaktif yang merupakan bentuk dari hiburan, digerakkan oleh komputer elektronik, dikendalikan oleh keyboard, controller atau mouse dan ditampilkan pada sejenis layar.

Video game dapat dimainkan oleh:

a. Television-based systems (seperti Sony PlayStation, Nintendo GameCube™, Microsoft’s Xbox® and Xbox360™), yang menggunakan televisi sebagai monitor untuk perangkat lunak dan dikendalikan oleh alat yang berhubungan dengan konsol tersebut. b. DVD-ROMS atau CD-ROMS pada komputer pribadi baik yang

berhubungan (On-line) atau tidak berhubungan (off-line) dengan internet, dikendalikan dengan keyboard dan mouse atau alat lain yang dipasangkan pada perangkat keras komputer.

c. Games-specific handheld consoles, seperti Nintendo’s Game Boy dan Sony’s PSP, yang menggunakan software atau disket dan dapat dimanipulasi menggunakan joystick untuk mengontrol alat tersebut. d. other handheld units, seperti Personal Digital Assistants (PDAs),

komputer portabel dan ponsel.

Dari pemaparan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa video game adalah lingkungan bermain vitual yang menampilkan tantangan, peraturan, tujuan, umpan balik, interaksi dan cerita yang dimainkan melalui media khusus.

(10)

2. Jenis-jenis Permainan dalam Video game

Video game memiliki kompleksitas, grafis, interaksi dan narasi yang berbeda-beda. Oleh karena itu terdapat banyak jenis permainan video game (disebut dengan genre) yang ada pada saat ini. Herz (dalam Kirremuir dan McFarlene, 2004) membagi genre yang ada di dalam video game tersebut ke dalam beberapa kategori sebagai berikut:

a. Action games

Jenis game ini dapat dikategorikan pada permainan menembak dan jenis permainan yang menuntut kecepatan reaksi

b. Adventure game

Ditandai dengan ekplorasi, teka-teki dan interaksi dengan karakter lain di dalam game, berfokus pada cerita daripada refleks. Jenis game ini diadaptasi dari cerita-cerita, kisah-kisah dan film.

c. Fighting game

Permainan berkelahi antara karakter yang dimainkan oleh antar pemain atau pemain dengan komputer.

d. Puzzle game

Jenis permainan yang bertujuan untuk menyelesaikan puzzle seperti tetris.

e. Role-Playing Games (RPG)

Jenis permainan dimana pemain memerankan salah satu karakteristik di dalam game tersebut seperti peri atau penyihir dan

(11)

berkolaborasi dengan karakter yang dikendalikan oleh komputer untuk membuat sebuah cerita

f. Simulations

Jenis permainan yang merupakan simulasi dari dunia nyata dimana pemain harus berhasil menyelesaikan mendirikan atau mengolah suatu tempat, mengatur keungan atau membangun suatu bangunan

g. Sports games

Jenis permainan yang berbasis pada kegiatan olahraga. h. Strategy games

Memimpin suatu angkatan bersenjata atau pasukan, biasanya berlatar belakang pertempuran dan peperangan pada sejarah

3. Dampak bermain video game

Bermain video game telah menjadi kegiatan sehari-hari bagi anak dan remaja. Hal ini menjadi perhatian di mana waktu yang dihabiskan untuk bermain video game dan jenis permainan yang dimainkan memiliki dampak-dampak tertentu kepada pemainnya. Sejumlah penelitian dilakukan untuk melihat dampak dari bermain video game pada anak-anak dan remaja.

3.1. Dampak negatif

Sejumlah penelitian menemukan hubungan yang negatif antara jumlah bermain video game dan performansi di sekolah pada anak-anak, remaja dan mahasiswa (Walsh, dalam Gentile 2004). Jumlah bermain video game dapat mempengaruhi perfomansi di sekolah dimana waktu yang dimiliki untuk belajar dan kegiatan sosial lainnya digantikan dengan bermain video game (Gentile,

(12)

2004). Hipotesa ini mengatakan bahwa penggunaan media elektronik dapat mempengaruhi kegiatan belajar dan sosial dengan menggantikan kegiatan seperti membaca, kegiatan dengan keluarga, dan bermain dengan teman sebaya (Huston, dalam Gentile 2004). Jika rata-rata anak bermain video game selama 7 jam seminggu, maka anak tersebut tidak membaca, mengerjakan tugas rumahnya dan kegiatan sosial lainnya sejumlah waktu yang sama.

Meskipun video game dibuat untuk menghibur, menantang dan memiliki unsur pendidikan, kebanyakan permainan yang terdapat dalam video game berisikan unsur kekerasan. Analisa pada konten dari video game menunjukkan bahwa sekitar 89 persen mengandung unsur kekerasan (Ritcher dan Dill dalam Gentile, 2004). Kebanyakan dari permainan yang dikonsumsi dan dimainkan oleh remaja dan anak-anak berisikan unsur kekerasan.

Anderson dan Bushman (2001) melakukan penelitian untuk melihat hubungan antara video game dengan unsur kekerasan dan agresivitas. Hasilnya, mereka menemukan bahwa bermain video game yang berisikan unsur kekerasan meningkatkan perilaku agresif, kognisi agresi, emosi agresi, mempengaruhi keterbangkitan fisik dan menurunkan perilaku prososial.

Salah satu dampak yang menjadi perhatian adalah kecanduan kan video game. Adiksi video game atau penggunaan video game secara berlebihan adalah penggunaan komputer dan video game secara kompulsif yang menggangu kehidupan sehari-hari, seperti mengisolasi diri sendiri, menghindari kontak atau kegiatan lainnya dan hanya berfokus untuk menyelesaikan permainan dalam video

(13)

game tersebut. Kebanyakan penelitian tentang adiksi terhadap video game melibatkan diagnostik patologis.

3.2. Dampak positif

Penelitian lain menunjukkan bahwa video game dapat digunakan sebagai media pembelajaran. Kirremuir dan Mcfarlene (2006) mengatakan bahwa bermain video game dapat mengembangkan kemampuan seperti:

a. pemikiran strategis b. perencanaan c. komunikasi d. pengaplikasian angka e. kemampuan komunikasi f. pengambilan keputusan

Terdapat banyak penelitian yang mengindikasikan bahwa video game memiliki potensi dalam pengajaran, belajar dan pendidikan. Sebagai contoh, video game dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah atau mempelajari kemampuan tersebut. (Griffits dan Davis, 2005)

Van Lier (2008) mengatakan bahwa video game dapat digunakan sebagai media untuk mengembangkan kreativitas. Suatu penelitian eksperimental yang dilakukan oleh Clements (dalam Hamlen, 2008) dengan menggunakan tes kreatifitas figural dari Torrance Test of Creative Thinking (TTCT) menunjukkan peningkatan kreativitas setelah mengikuti suatu grup eksperimental yang menggunakan Logo Programming yang merupakan salah satu jenis permainan dalam video game.

(14)

C. Siswa

1. Pengertian siswa

Siswa adalah individu yang sedang menjalani pendidikan di sekolah menengah pertama. Siswa adalah peserta didik pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah. Pada tahap ini, menurut Erickson (dalam Hanum, 2000) siswa memasuki tahap awal dari perkembangan remaja. Siswa adalah subjek atau pribadi yang unik (khas untuk dirinya) sehingga perlu adanya peraturan program belajar yang selaras dengan kemampuan dasar sikap siswa (Samana, 1992).

Menurut Monks (dalam Hanum, 2000), pada umumnya siswa adalah remaja masih belajar di sekolah menengah atau perguruan tinggi. Rata-rata remaja menyelesaikan sekolah lanjutan pada usia kurang lebih 18 tahun.

2. Aspek-Aspek Perkembangan Pada Siswa

Siswa sekolah menengah merupakan remaja yang berada pada rentang usia 12 – 18 tahun. Adapun aspek-aspek yang berkembang pada diri remaja meliputi aspek fisik, kognitif dan sosial.

a. Perkembangan fisik

Perkembangan fisik pada remaja ditandai dengan pertumbuhan adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia, 2001). Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh

(15)

kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Perubahan fisik juga meliputi perkembangan otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia, 2001).

b. Perkembangan kognitif

Selama masa remaja, terjadi perubahan dalam kapasitas dan tipe pemikiran yang berpengaruh pada kesadaran, imajinasi, keputusan dan insight pada remaja (craig 1996). Perkembangam kognitif pada masa remaja ditandai dengan meningkatnya pemikiran abstrak dan penggunaan kemampuan metakognitif. Hal ini memberikan pengaruh yang besar pada pemikiran remaja dan kemampuan untuk membuat penilaian moral.

Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru. Remaja telah dapat mengintegrasikan apa yang telah mereka pelajari di masa lampau, diterapkan pada masa sekarang dan membuat rencana untuk masa depan. Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Piaget (dalam Papalia, 2001) mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak.

(16)

Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal (Papalia , 2001).

Tahap operasi formal adalah suatu tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar terjadi. Dengan mencapai tahap operasi formal remaja dapat berpikir dengan fleksibel dan kompleks. Pemikiran operasional formal dikarakteristikkan dengan second order process. Pemikiran pertama adalah menemukan dan menguji hubungan antara objek. Pemikiran kedua meliputi pemikiran tentang pikiran orang lain, mencari hubungan di dalam hubungan, dan manuver antara kenyataan dan kemungkinan (Craig, 1996).

Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir secara hipotetis, yaitu dapat melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain dan menyelesaikan masalah secara logis (Plotnik, 2005).

Menurut Morgan (1986) kemampuan lain yang berkembang pada fase operasi formal ini adalah reflektif thinking yaitu proses mengevaluasi atau menguji pendapat sendiri. Reflective thinking membuat seseorang mampu mengevaluasi suatu proses, ide atau solusi dari perspektif orang lain dan menemukan kesalahan atau kelemahannya sehingga mampu memperbaiki kesalahan tersebut. kemampuan ini membuat remaja menjadi sebagai eksperimenter dan penyelesai masalah yang baik karena dengan kemampuan ini

(17)

remaja dapat memikirkan berbagai kemungkinan strategi pemecahan masalah dan memutuskan strategi yang terbaik.

c. Perkembangan kepribadian dan sosial

Yang dimaksud dengan perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain (Papalia, 2001). Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Remaja membentuk identitas mereka dengan menentukan dan mengatur kemampuan, kebutuhan, ketertarikan dan keinginan mereka sehingga dapat diterima dalam konteks sosial (Erikson dalam Papalia, 2001).

Remaja lebih banyak menghabiskan waktunya dengan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Papalia, 2001). Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman (Papalia, 2001). Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar.

D. Kreativitas Siswa yang Bermain Video game

Video game adalah seperangkat alat elektronik yang menampilkan lingkungan virtual, yang berisikan tantangan, tujuan, umpan balik, interaksi dan narasi. Video game telah menjadi salah satu kegiatan favorit individu dari berbagai jenis usia. Peningkatan dan kepopuleran video game sebagai sarana untuk bersenang-senang telah menjadi bagian dari hidup keseharian remaja,

(18)

khusunya bagi remaja awal. Video game telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keseharian remaja sebagai sarana bersenang-senang (Griffts & Davis, dalan Huh 2008). Funk (dalam Harris, 2001) mengatakan bahwa frekuensi bermain video game pada remaja cukup tinggi. Hal ini juga terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh Pew Internet & American Lifew Project (2008) yang menyebutkan bahwa sekitar 97% remaja bermain video game, khususnya remaja awal (Gentile and Walsh, 2002), dimana sebagian besar remaja ini masih duduk di bangku sekolah.

Sebuah survey yang dilakukan oleh Kirremuir & McFarlene pada tahun 2006 menemukan 4 alasan utama seseorang bermain video game, yaitu: bermain video game merupakan hal yang menyenangkan; bermain video game merupakan hal yang menantang; bermain video game adalah sebagai sarana berinteraksi dengan teman dan keluarga dan video game menyediakan hiburan yang sesuai dengan uang yang dikeluarkan.

Kirremuir dan Mc Farlene (2004) mengatakan bahwa video game dapat dijadikan sebagai media pembelajaran. Bermain video game dapat digunakan untuk mestimulasi kreativitas (Van Lier, 2008). Gee (dalam Hamlen, 2008) mengatakan bahwa video game memiliki prinsi-prinsip pembelajaran yang baik, sehingga dapat mengembangkan kreativitas dan pemikiran kritis. Video game terdiri tantangan, tujuan, umpan balik, interaksi dan narasi. Malone (dalam Stanford, 2005) mengidentifikasikan tiga hal yang menjadi alasan mengapa seseorang bermain video game yaitu fantasi, tantangan dan rasa ingin tahu. Permainan video game berdasarkan pada premis bahwa pemainnya harus belajar,

(19)

mengingat, mengelaborasi, menjelajahi atau mendapatkan informasi untuk dapat menyelesaikan permainan tersebut. Salah satu keuntungan dari video game adalah kemampuan untuk membuat pemain belajar dalam lingkungan yang penuh tantangan, dimana mereka dapat membuat kesalahan dan belajar dari melakukan (Felicia, 2009). Ketika bermain, individu dihadapkan dengan berbagai persoalan atau tantangan yang harus diselesaikan. Penyelesaian masalah untuk setiap persoalan atau tantangan ini menuntut kreativitas pemainnya untuk menghasilkan pemecahan yang baru serta sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.

Bakat kreatif sesungguhnya dimiliki setiap individu, tetapi perkembangan bakat kreatif ini sangat tergantung pada lingkungan dimana individu itu tinggal. Lingkungan yang kondusif bagi perkembangan bakat kreatif adalah lingkungan yang memberi keamanan dan kebebasan psikologis pada individu untuk berkembang, baik kemampuan kognisi, kemampuan afeksi, maupun kemampuan psikomotoriknya secara bersama-sama. Lingkungan harus mampu memberi kesempatan pada individu untuk mendapatkan latihan, pengetahuan, pengalaman dan dorongan atau motivasi adar bakat kreatif itu dapat terwujud (Munandar, 1985)

Munandar (1999) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas adalah kemampuan berpikir dan sifat kepribadian seseorang yang berintereaksi dengan lingkungannya. Faktor kemampuan berpikir adalah kecerdasan (intelegensi) dan pemerkayaan bahan berpikir berupa pengalaman dan ketrampilan. Faktor kepribadian terdiri dari rasa ingin tahu, harga diri dan kepercayaan diri, sifat mandiri, berani mengambil resiko dan sifat asertif.

Referensi

Dokumen terkait

Kreativitas adalah kemampuan a) untuk membuat kombinasi baru berdasarkan data informasi atau unsur yang ada, b) berdasarkan data atau informasi yang tersedia,

Harga pokok adalah biaya yang terjadi dalam rangka untuk menghasilkan barang jadi (produk) dalam perusahaan manufaktur (Muhadi,2001:10). Penentuan harga pokok merupakan unsur

Jadi dapat disimpulkan persediaan adalah bahan-bahan, bagian yang disediakan, dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi,

Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem adalah sekumpulan bagian unsur atau komponen yang saling berhubungan satu sama lain secara teratur yang merupakan satu kesatuan

Jadi, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar merupakan suatu dorongan yang tercermin dalam semangat untuk menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan,

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa material adalah sebagai beberapa bahan yang dijadikan untuk membuat suatu produk atau barang jadi yang

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis narasi berdasarkan teks wawancara adalah kemampuan seseorang yang berusaha menceritakan atau menggambarkan

Kreativitas adalah ciri-ciri khas yang dimilki individu yang menandai adanya kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang sama sekali baru atau kombinaasi dari karya-karya yang telah